Kajian Rencana Pemekaran Kabupaten Bangka Utara di Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung Pendahuluan Rencana pemekaran Kabupaten Bangka di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, meliputi wilayah Belinyu dan Riau Silip yang ingin dijadikan sebagai Kabupaten Bangka Utara kembali digulirkan pada tahun 2014 ini setelah sempat terhenti gaungnya beberapa saat yang lalu. Semangat masyarakat Belinyu dan Riau Silip yang diwakili oleh Forum Masyarakat Bangka Utara (FMBU) kembali berkibar ketika keinginan mereka mendapat dukungan dari sebagian besar elemen pemerintahan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat Provinsi dan kabupaten meliputi anggota DPR/DPD-RI, Gubernur, para anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten, tokoh masyarakat, tokoh agama, para pemuda, akademisi dalam hal ini dari Universitas Bangka Belitung 1 , hingga media cetak dan audio visual. Keinginan masyarakat ini telah disampaikan kepada tim perumus agar pemekaran daerah otonomi baru (DOB) Kabupaten Bangka Utara menjadi prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Bangka tahun 2013-2018. 2
Deklarasi masyarakat Belinyu dan Riau Silip tentang rencana pembentukan Kabupaten Bangka Utara telah dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan Seminar Awal Naskah Kajian Akademis Pembentukan Kabupaten Bangka Utara pada tanggal 21 Desember 2013 bertempat di Gedung Krida Stania, Belinyu. Deklarasi tersebut berisi 4 (empat) poin tekad dan semangat masyarakat Kecamatan Belinyu dan Riau Silip untuk terus mendukung dan memperjuangkan terbentuknya Kabupaten Bangka Utara. 3 Harapan seluruh pihak tersebut adalah dengan terbentuknya Kabupaten Bangka Utara, kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Belinyu dan Riau Silip dapat tercapai melalui peningkatan pelayanan kepada
1 http://bangka.tribunnews.com/2014/05/02/ubb-serahkan-naskah-akademik-pembentukan-bangka-utara, diakses pada tanggal 30 Mei 2014. 2 http://bangka.tribunnews.com/2014/01/29/pembentukan-bangka-utara-dapat-dukungan-pemerintah, diakses pada tanggal 30 Mei 2014. 3 http://bangka.tribunnews.com/2014/02/09/staiger-untuk-isi-deklarasi-masyarakat-bangka-utara, diakses pada tanggal 30 Mei 2014.
UNIVERSITAS GADJAH MADA MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK KELAS BAPPENAS VIII
KODE KULIAH INTI MATA KULIAH/ PENGAJAR NAMA MAHASISWA SUBJEK TUGAS TANGGAL
MAP 526 Isu dan Kebijakan Desentralisasi / Prof. Dr. Ichlasul Amal Muhammad Firmansyah Paper Pemekaran Daerah 23 Mei 2014
2
masyarakat, peningkatan keamanan dan ketertiban, serta percepatan pertumbuhan ekonomi dan demokrasi. Selain itu diharapkan dengan pengelolaan potensi daerah yang lebih baik, dapat mempercepat pembangunan perekonomian daerah Bangka Utara khususnya dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung umumnya. Di sisi lain, pembentukan Kabupaten Bangka Utara akan menambah panjang daftar rencana pengembangan daerah otonom baru (DOB) di Indonesia. Sampai dengan saat ini proposal pemekaran daerah otonom baru (DOB) yang menunggu untuk diproses di DPR-RI masih berjumlah 200-an lebih. 4 Sedangkan jumlah daerah otonom di Indonesia sampai dengan bulan Juli 2013 telah berjumlah 539, yang terdiri atas 34 provinsi, 412 kabupaten, dan 93 kota (tidak termasuk 5 kota administratif dan 1 kabupaten administratif di Provinsi DKI Jakarta) 5 . Fenomena pemekaran daerah masih sulit dibendung hingga saat ini. Penyebabnya selain kurang seriusnya pemerintah pusat dalam menerapkan moratorium pemekaran daerah, juga karena sebagian besar rencana pemekaran daerah baru bersifat elitis, atas dasar prakarsa yang datang dari inisiatif legislatif ataupun kepala daerah. Bahkan tidak jarang prakarsa pemekaran daerah baru adalah hasil tawar menawar politik antara calon kepala daerah yang akan mengikuti pemilihan dengan para konstituennya. Walaupun belum memiliki data konkrit, namun fenomena ini yang sering terjadi. Begitu pula dalam hal pemekaran Kabupaten Bangka Utara dimana Wakil Bupati Kabupaten Bangka (daerah induk) yang baru saja terpilih notabene berasal dari salah satu wilayah yang ingin dimekarkan yaitu kecamatan Belinyu. Namun pemekaran daerah baru juga bukanlah suatu hal yang diharamkan. Seperti telah diuraikan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, kebijakan ini memiliki tujuan yang mulia yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan kepada masyarakat, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan ketertiban serta peningkatan hubungan yang serasi dan lebih baik antara pusat dan daerah. 6 Yang harus dilakukan adalah
4 http://www.jpnn.com/read/2013/05/15/172031/200-Proposal-Pemekaran-Daerah-Masuk-DPR-, diakses pada tanggal 31 Mei 2014. 5 http://otda.kemendagri.go.id/images/file/data2014/file_konten/jumlah_daerah_otonom_ri.pdf, diakses pada tanggal 31 Mei 2014. 6 Pasal 2 PP Nomor 129 Tahun 2000. 3
bagaimana melakukan pengawasan dan penilaian yang ketat terhadap rencana pemekaran daerah baru agar nantinya benar-benar dapat mencapai tujuan diatas. Kenyataan yang terjadi hingga saat ini masih belum menunjukkan hasil yang maksimal khususnya terhadap daerah otonom baru berupa kabupaten. Kenyataan ini diperkuat dengan bukti empiris berdasarkan hasil studi evaluasi penataan daerah otonom baru (DOB) yang dilakukan Bappenas tahun 2008, diantaranya : 1) Dari aspek ekonomi, pemekaran daerah kabupaten baru, belum dapat mendorong berkembangnya sumber-sumber pertumbuhan ekonomi secara optimal dan relatif belum memiliki permintaan dan penawaran yang memadai. 2) Dari aspek keuangan pemerintah, pemekaran daerah meningkatkan alokasi anggaran dari pusat ke daerah namun belum berdampak terhadap perkembangan keuangan daerah sehingga pencapaian tujuan pemekaran belum dapat tercapai. Selain itu daerah otonom baru khususnya kabupaten akan mengalokasikan porsi anggaran yang sangat besar untuk belanja modal dan aparat karena memerlukan gedung baru, aparat pemerintahan yang baru sehingga hal tersebut berdampak pada porsi pengeluaran pemerintah untuk pelayanan publik menjadi lebih kecil di awal-awal pemerintahan. 3) Dampak positif dan konsekuensi logis dari pemekaran daerah seharusnya adalah semakin pendeknya rentang kendali secara struktur organisasi dan jarak geografis sehingga masyarakat dapat lebih dekat dengan pelayanan publik. Namun hasil analisis studi menggambarkan sebaliknya bahwa sebagian besar peningkatan pelayanan publik masih hanya terjadi di wilayah ibukota daerah pemekaran saja sementara di wilayah lain yang berjauhan, pelayanan publik kepada masyarakat masih belum optimal. Penyebabnya kuantitas dan kualitas SDM yang masih terbatas serta birokrasi yang masih berkembang sehingga distribusi pelayanan masih lamban. 4) Hasil analisis secara umum pemekaran daerah masih berdampak negatif pada beberapa aspek pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan dan infrastruktur, ditunjukkan dari rata-rata aspek-aspek tersebut yang nilainya lebih kecil dari daerah induk. Penyebabnya tentu saja keterbatasan DOB sehingga pada umumnya pemerintah DOB lebih 4
mendahulukan pengeluaran pada sarana pemerintahan dan belanja pegawai daripada pada pelayanan publik. 7
Temuan diatas diperkuat oleh hasil penilaian dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia dalam penyampaian Hasil Pemeriksaan Semester Kedua Tahun 2009 kepada DPR-RI di Ruang Rapat Paripurna II pada tanggal 13 April 2010, yang menilai bahwa kebijakan pemekaran daerah belum memberikan kontribusi yang positif terhadap perkembangan daerah karena sebagian besar DOB gagal memenuhi kewajibannya. Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan indikator kinerja DOB meliputi aspek kesejahteraan, belanja modal dan jumlah ketersediaan dokter masih dibawah rata-rata nasional seluruh kabupaten dan kota di Indonesia. BPK selanjutnya memberi rekomendasi agara Menteri Dalam Negeri kembali melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga dapat menjadi bahan pembinaan dan pengawasan serta berkoordinasi dengan kepala daerah induk dan kepala daerah otonom yang baru. Hasil pemeriksaan selanjutnya juga menyatakan bahwa pemerintah pusat sebenarnya sudah bertekad mengerem laju pemekarah daerah namun memang sulit menghadapi permasalahan bahwa justru pihak legislatif (anggota dewan) yang ingin terus daerahnya dimekarkan. 8
Berdasarkan permasalahan diatas maka perlu untuk dilakukan kajian mendalam dalam hal wacana pemekaran Kabupaten Bangka Utara di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sehingga tujuan pemekaran daerah yakni terciptanya distribusi dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik dapat tercapai. Ilmu Pengetahuan Ilmiah sebagai Dasar Pemekaran Daerah Revisi terhadap PP Nomor 129 Tahun 2000 dikeluarkan pada tahun 2007 berupa PP Nomor 78 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Peraturan baru ini mengoreksi kelemahan PP No.129/2000 dengan memperketat pemekaran, antara lain mengubah persyaratan dari 3 (tiga) kecamatan menjadi 5 (lima) kecamatan untuk dapat membentuk kabupaten baru. Selain itu juga mensyaratkan batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan 7 tahun untuk kabupaten/kota dan 10 tahun untuk provinsi 9 .
7 Ringkasan eksekutif studi evaluasi penataan daerah otonom baru (DOB) tahun 2008 oleh Bappenas, hal 68. 8 http://www.tempo.co/read/news/2010/04/13/089239985/Sebagian-Besar-Daerah-Pemekaran-Dianggap-Gagal, diakses pada tanggal 31 Mei 2014. 9 Pasal 8 PP Nomor 78 Tahun 2007. 5
Mengenai pendanaan daerah otonom baru, dibebankan kepada daerah induk bukan lagi menjadi tanggungan pemerintah pusat. Ketentuan ini berdampak beban provinsi bertambah dengan adanya kewajiban ikut mendanai pembentukan provinsi/kabupaten/kota baru dan sebaliknya beban pemerintah pusat (APBN) menjadi berkurang. Namun daerah otonom baru juga tetap mendapat dana perimbangan dari pusat yang diatur secara jelas dalam pasal 27 PP Nomor 78 Tahun 2007. Seluruh ketentuan yang semakin mengikat diatas menunjukkan komitmen pemerintah untuk mulai mengurangi banyaknya usulan pemekaran wilayah yang tidak sesuai dengan prosedur. Namun satu hal yang menjadi permasalahan adalah PP No.78/2007 tersebut tidak akan berjalan efektif apabila dalam praktiknya masih terjadi politisasi pemekaran daerah sehingga pemekaran menjadi tidak terkendali dan tidak terarah seperti yang telah terjadi sejak pemberlakuan otonomi daerah. Solusinya adalah pemerintah perlu membuat desain keseluruhan (grand design) berkaitan penataan daerah yang berbasis ilmu pengetahuan ilmiah. Djoko Harmantyo, salah seorang pakar geografi dari Universitas Indonesia, dalam Tri Ratnawati (2009) berpendapat bahwa karakteristik geografi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan kepadatan penduduknya yang timpang (antara pulau Jawa dan Papua misalnya) telah menyebabkan tidak seluruh wilayah di Indonesia tepat untuk dimekarkan. Berdasarkan teori-teori geografi yang digunakan, beliau telah mengkaji dan menyimpulkan bahwa jumlah ideal kabupaten/kota di Indonesia adalah 460 buah dan 46 provinsi. Dengan memperhatikan hasil penelitian diatas maka dapat diketahui bahwa jumlah pemekaran daerah di Indonesia khususnya wilayah kabupaten/kota sudah melebihi batas. Namun penambahan pemekaran masih dimungkinkan untuk daerah provinsi baru dimana saat ini masih berjumlah 34 provinsi. Hasil penelitian diatas memberikan pencerahan bahwa peran para pakar yaitu ahli geografi dan ekologi harus lebih dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan pemekaran suatu daerah sekaligus penyusunan strategi besar pemekaran dan penataan daerah di Indonesia. Basis ilmu pengetahuan ilmiah sangat penting untuk mengurangi potensi politisasi pemekaran daerah yang telah terjadi selama ini. Para ahli dari berbagai disiplin ilmu juga sebaiknya menjadi bagian penting dalam tim Kementerian Dalam Negeri, tim DPOD dan tim DPR sehingga proposal pemekaran daerah benar-benar diuji secara ilmiah di tingkat pusat. 6
Penilaian Kuantitatif terhadap Kajian Daerah Pemekaran Kabupaten Bangka Utara Dalam Pasal 6 PP No. 78/2007 memuat 11 (sebelas) penilaian kuantitatif terhadap kajian daerah pemekaran dimana dalam PP sebelumnya (127/2000) hanya memuat 7 (tujuh) kriteria kuantitatif. Sebelas penilaian kuantitatif tersebut meliputi faktor : 1) Kependudukan; 2) Kemampuan Keuangan; 3) Kemampuan Ekonomi Masyarakat; 4) Sosial Budaya; 5) Sosial Politik; 6) Potensi Daerah; 7) Luas Daerah; 8) Pertahanan; 9) Keamanan; 10) Tingkat Kesejahteraan Masyarakat; 11) Rentang Kendali Penyelenggaraan Pemerintahan. Mengingat masih terbatasnya kuantitas data yang dapat dihimpun maka penulis hanya akan mengurai beberapa faktor dari sebelas penilaian kuantitatif diatas, berkaitan dengan rencana pemekaran Kabupaten Bangka Utara meliputi wilayah Kecamatan Belinyu dan Kecamatan Riau Silip Melihat faktor kependudukan, berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk wilayah kecamatan Belinyu dan Kecamatan Riau Silip adalah 67.980 jiwa atau sekitar 24,5% dari total penduduk Kabupaten Bangka yang merupakan daerah induk dengan total penduduk 277.139 jiwa. Sedangkan jika dilihat dari luas wilayah maka rata-rata tingkat kepadatan penduduk di dua kecamatan tersebut masih rendah. Kepadatan penduduk di Kecamatan Belinyu sebanyak 74 orang per kilometer persegi dibandingkan dengan luas wilayah sebesar 546,50 km 2 . Tingkat kepadatan di Kecamatan Riau Silip lebih rendah lagi yaitu 41 orang per kilometer persegi dibandingkan dengan luas wilayahnya sebesar 523,68 km 2 . 10
Gambar 1. Wilayah Kabupaten Bangka (Daerah Induk)
10 Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bangka Tahun 2011, Bab II. 7
Dari sumber yang sama, faktor-faktor lain meliputi kemampuan keuangan daerah dan kemampuan ekonomi masyarakat menunjukkan sampai dengan tahun 2008, pendapatan domestik regional bruto (PDRB) Kecamatan Belinyu berdasarkan harga berlaku adalah sebesar 645.362 miliar rupiah sedangkan untuk Kecamatan Riau Silip sebesar 306.922 miliar rupiah. Untuk penerimaan Dana Alokasi Umum kepada Kabupaten Bangka sebagai kabupaten induk pada tahun 2013 adalah sebesar 444.188 miliar rupiah. Sedangkan untuk kemampuan ekonomi masyarakat diukur melalui PDRB per kapita, dimana Kecamatan Belinyu sebesar Rp. 14.477.421,- dan Kecamatan Riau Silip sebesar Rp. 12.790.605,-. Kesimpulan Implementasi dalam pembentukan daerah otonom baru (DOB) bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan daerah yang semakin mandiri dan demokratis. Namun yang terjadi selama ini, implementasi tersebut masih banyak menyimpang dan mengakibatkan distribusi pelayanan kepada masyarakat tetap tidak optimal. Keinginan pemerintah pusat untuk menekan jumlah pemekaran daerah pun tidak berjalan maksimal akibat mekanisme pembentukan/pemekaran daerah melalui hak insiatif DPR/DPRD. Yang terjadi adalah pemekaran daerah lebih bersifat elitis, bukan merupakan hasil kajian ilmu pengetahuan ilmiah. Seharusnya kajian berbasis ilmu pengetahuan ilmiah lebih dikedepankan agar Daerah Otonom Baru (DOB) memang layak dan mampu menyelenggarakan pemerintahan yang lebih baik dibandingkan sebelum pemekaran. Rekomendasi Harus diakui data yang ada masih sangat kurang untuk dapat memberikan penilaian yang objektif terhadap 11 (sebelas) penilaian kuantitatif kajian daerah pemekaran khususnya Kabupaten Bangka Utara. Jumlah penduduk menentukan kemampuan ekonomi daerah dan masyarakat. Dengan jumlah penduduk yang masih sedikit di kedua wilayah tersebut maka perlu dilakukan terlebih dahulu penguatan ekonomi masyarakat sehingga nantinya tidak terbebani oleh besarnya pajak daerah sebagai konsekuensi kebutuhan biaya pembangunan wilayah baru. Perbaikan dan peningkatan kualitas SDM juga diperlukan sebelum mengelola SDA di wilayah pemekaran. Oleh karena itu secara umum, rencana pemekaran Kabupaten Bangka Utara harus diteliti lebih lanjut agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam PP 78/2007 yaitu memenui persyaratan administratif, teknis serta fisik kewilayahan. 8
Referensi Pemerintah Kabupaten Bangka. 2011. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bangka. Sungailiat. Ratnawati, Tri. 2009. Pemekaran Daerah, Politik Lokal dan Beberapa Isu Terseleksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Seldadyo, Harry. 2009. Pemekaran di Simpang Jalan : Menoleh ke Belakang, Mencari Alternatif. Jakarta: UNDP-Bappenas. Tarigan, Antonius. 2010. Dampak Pemekaran Wilayah. Artikel dalam Majalah Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Bappenas. Utomo, Warsito. 2005. Pemekaran Wilayah. Jakarta: Direktorat Pembinaan dan Pengembangan Hukum Depdagri. _______. 2008. Studi Kajian Penataan Daerah Otonom Baru. Tim Kajian Direktorat Otonomi Daerah Bappenas. Jakarta: Bappenas. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah No. 129 tahun 2000 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah. Peraturan Pemerintah No. 78 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, Dan Penggabungan Daerah. http://bangka.tribunnews.com/2014/01/29/pembentukan-bangka-utara-dapat-dukungan- pemerintah http://bangka.tribunnews.com/2014/02/09/staiger-untuk-isi-deklarasi-masyarakat-bangka- utara http://bangka.tribunnews.com/2014/05/02/ubb-serahkan-naskah-akademik-pembentukan- bangka-utara http://otda.kemendagri.go.id/images/file/data2014/file_konten/jumlah_daerah_otonom_ri.pd http://www.tempo.co/read/news/2010/04/13/089239985/Sebagian-Besar-Daerah-Pemekaran- Dianggap-Gagal http://www.jpnn.com/read/2013/05/15/172031/200-Proposal-Pemekaran-Daerah-Masuk- DPR-