Anda di halaman 1dari 32

PEMEKARAN WILAYAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dinamika Hubungan Pemerintah Pusat Daerah
yang dibimbing oleh Bapak Luqman Hakim

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Dwima Wardhana
Savina Olivia
Mei Selliana
Anisa Dinar P. C
Voughan FajarA
Yana Widyasari
Ade Mudhita N

125030500111025
125030506111003
125030507111020
125030507111024
125030507111025
125030507111030
125030507111034

ILMU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pentingnya pemekaran wilayah pada hakekatnya adalah upaya menciptakan pemerintahan
yang lebih efektif dan efisien serta berdaya guna demi mewujudkan percepatan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan dan pengembangan otonomi dalam
masa transisi ini adalah mengembangkan prakarsa dari dalam (inward looking), menumbuhkan
kekuatan-kekuatan baru dari masyarakat (autonomous energies) sehingga intervensi dari luar
termasuk dari pemerintah terhadap masyarakat harus merupakan proses pemberdayaan dalam
rangka mengelola pembangunan untuk mengantisipasi perubahan dan peluang yang lebih luas.
Secara esensial sebenarnya dalam penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting
yang saling berkaitan, yaitu pembentukan daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara
hukum dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan menangani urusan
pemerintahan tertentu yang diserahkan. Konsep otonomi daerah pada hakekatnya mengandung
arti adanya kebebasan daerah untuk mengambil keputusan baik politik maupun administratif,
menurut prakarsa sendiri. Oleh karena itu kemandirian daerah merupakan suatu hal yang penting,
tidak boleh ada intervensi dari pemerintah pusat. Ketidakmandirian daerah berarti
ketergantungan daerah pada pusat.
Dengan demikian hal yang menyertai pelaksanaan otonomi daeraha adalah pemekaran
wilayah, perubahan yang menyertai otonomi daerah sangat berpengaruh terhadap kehidupan
ditingkat daerah, diantaranya adalah banyaknya dijumpai semangat-semangat daerah yang ingin
memekarkan wilayahnya, walau pada akhirnya permasalahanpermasalahan akan segera timbul,
diantaranya adalah infrastrktur yang belum memadai,permasalahan batas wilayah, daerah induk
yang tidak memberikan dukungan dana, permasalah penyerahan asset oleh kabupaten induk, dan
sebagai daerah baru belum mampu menggali sumber pendapatan asli daerah (PAD), jadi
cenderung memungut pajak dan retribusi dan sebagainya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang menyebabkan terjadinya pemekaran wilayah?


2. Apakah tujuan dari terjadinya pemekaran wilayah?
3. Apakah dampak pemekaran wilayah bagi Negara?
1.3 MANFAAT
Untuk menambah pengetahuan tentang materi pemekaran wilayah
1.4 TUJUAN
1. Mengetahui sebab terjadinya pemekaran wilayah
2. Mengetahui tujuan dari terjadinya pemekaran wilayah
3. Mengetahui dampak pemekaran wilayah bagi Negara

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penyebab terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia
Alasan mendekatkan pelayanan kepada masyarakat

Hal ini dijadikan alasan utama karena adanya kendala geografis, infrastruktur dan sarana
perhubungan yang minim, seperti terjadi pada pemekaran Provinsi Bangka Belitung (pemekaran
dari Provinsi Sumatera Selatan) dan Provinsi Irian Jaya Barat (pemekaran dari Provinsi Papua)
serta pemekaran Kabupaten Keerom (pemekaran dari Kabupaten Jayapura).
Alasan historis
Pemekaran suatu daerah dilakukan karena alasan sejarah, yaitu bahwa daerah hasil pemekaran
memiliki nilai historis tertentu. Sebagai contoh: Provinsi Maluku Utara sebelumnya pernah
menjadi ibukota Irian Barat, dimana Raja Ternate (Alm. Zainal Abidin Syah) dinobatkan sebagai
Gubernur pertama. Di samping itu di Pulau Movotai pada Perang Dunia II merupakan ajang
penghalau udara Amerika Serikat.
Alasan kultural atau budaya (etnis)
Pemekaran daerah terjadi karena menganggap adanya perbedaan budaya antara daerah yang
bersangkutan dengan daerah induknya. Sebagai contoh: Penduduk Bangka Belitung dengan
penduduk Sumatera Selatan, kemudian Provinsi Gorontalo dengan Sulawesi Utara, demikian
pula Kabupaten Minahasa Utara yang merasa berbeda budaya dengan Kabupaten Minahasa.

Alasan ekonomi
Dimana pemekaran daerah diharapkan dapat mempercepat pembangunan di daerah. Kondisi
seperti ini terutama terjadi di Indonesia Timur seperti Papua (Keerom) dan Irian Jaya Barat
(Kabupaten Sorong), dan pemekaran yang terjadi di daerah lainnya seperti Kalimantan Timur
(Kutai Timur), Sulawesi Tenggara (Konawe Selatan), Sumatera Utara (Serdang Bedagai), dan
Lampung (Tanggamus).
Alasan anggaran
Pemekaran daerah dilakukan untuk mendapatkan anggaran dari pemerintah. Sebagaimana
diketahui daerah yang dimekarkan akan mendapatkan anggaran dari daerah induk selama 3 tahun
dan mendapatkan dana dari pemerintah pusat (DAU dan DAK).

Alasan keadilan
Pemekaran dijadikan alasan untuk mendapatkan keadilan. Artinya, pemekaran daerah diharapkan
akan menciptakan keadilan dalam hal pengisian jabatan pubik dan pemerataan pembangunan.
Contoh: pemekaran Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, dan Provinsi Sulawesi
Tenggara.
2.2 Tujuan terjadinya pemekaran wilayah di Indonesia
Pemekaran wilayah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk mempercepat pembangunan
melalui peningkatan kualitas dan kemudahan memperoleh pelayanan bagi masyarakat.
Pemekaran wilayah juga merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan
pemerintah daerah dalam memperpendek rentang kendali pemerintah sehingga meningkatkan
efektifitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.
Beberapa alasan kenapa pemekaran wilayah dapat dianggap sebagai salah satu pendekatan dalam
kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintah daerah dan peningkatan publik, yaitu :
a. Keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan
yang terbatas / terukur
Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat
memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui
pemerintahan daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas. Melalui
proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan
publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.
b.

Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka


pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal
Dengan dikembangkannya daerah baru yang otonom, maka akan memberikan peluang untuk
menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini tidak tergali.

c. Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah dan bagi-bagi kekuasaan di
bidang politik dan pemerintahan
Kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan
dunia usaha, karena berbagai peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal
menjadi lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran wilayah.

Pembentukan daerah otonom memang ditujukan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan


pemerintahan dengan suatu lingkungan kerja yang ideal dalam berbagai dimensinya. Daerah
otonom yang memiliki otonomi luas dan utuh diperuntukkan guna menciptakan
pemerintahan daerah yang lebih mampu mengoptimalkan pelayanan publik dan
meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal dalam skala yang lebih luas. Oleh karena itu,
pemekaran daerah seharusnya didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan obyektif yang
bertujuan untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Secara lebih rinci, pada umumnya pemekaran (tentu juga penghapusan dan penggabungan)
daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui :
1. peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
2. percepatan pertumbuhan kehidupan masyarakat;
3. percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;
4. percepatan pengelolan potensi daerah;
5. peningkatan keamanan dan keterlibatan;
6. peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan darah.
Namun, agar pemekaran daerah dapat memenuhi visi dan tujuannya, ada beberapa faktor yang
dapat dijadikan pedoman, yaitu :
a. Faktor Ekonomi
Pemekaran harus memberikan dampak pada peningkatan perkapita dan PDRB. Peningkatan itu
bisa dilakukan secara bertahap dengan parameter yang bisa dibuat secara cermat dengan
memperhitungkan potensi ekonomi daerah. Prioritas pembangunan harus disusun secara cermat
mulai dari pembangunan infraskruktur dasar dan seterusnya.
b. Faktor Sosial Politik
Pemekaran daerah harus mendorong semakin kuatnya kohesi sosial dan politik masyarakat.
Pemekaran tidak boleh menyebabkan perpecahan apalagi sampai berujung konflik horizontal.
Dibeberapa daerah pemekaran seringkali menimbulkan konflik sosial politik. Pemekaran juga
harus dapat meningkatkan partisipasi politik masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan.
Aspirasi pemekaran harus muncul sebagai kesadaran sosial politik seluruh warga dalam rangka
membangun dan mensejahterakan daerah, bukan sekadar kepentingan politik kekuasaan.

c. Faktor Kemandirian Daerah


Tujuan utama pemekaran dan otonomi pada umumnya adalah mewujudkan kemandirian daerah.
Makna kemandirian itu sendiri adalah semakin kuatnya daerah dalam melepaskan diri dari
ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Jika kemandirian daerah yang dimekarkan semakin
rendah, maka pemekaran dapat dikatakan gagal mencapai tujuannya.
d. Faktor Organisasi dan Manajemen
Pemekaran daerah harus berdampak pada peningkatan dan pertumbuhan organisasi dan
manajemen daerah yang berdampak langsung pada kualitas pembangunan. Hal ini meliputi
perbaikan dalam Sumber Daya Aparatur, Sumber Daya Masyarakat, Sumber Daya Organisasi
Perangkat, Sarana dan Prasarana Dasar. Dibeberapa daerah pemekaran, keterbatasan SDM
Aparatur, Finansial, Organisasi Perangkat, dan sarana-prasarana dasar seringkali menjadi
masalah besar dan tidak menunjukkan adanya perbaikan dari waktu ke waktu.
e. Jangkauan Pelayanan
Dengan pemekaran seharusnya jangkauan pelayanan kepada masyarakat harus semakin efisien
dan efektif karena masyarakat dapat langsung mendapatkan layanan oleh aparat setempat (di
daerahnya). Inilah makna desentralisasi dalam perpektif pelayanan publik, dimana ada otonomi
daerah untuk mengadakan dan memenuhi kebutuhan warganya.
f.

Faktor Kualitas Pelayanan Publik

Setelah jangkauan pelayanan semakin dekat, maka kualitas pelayanan harus meningkat sejalan
dengan penguatan hak otonomi yang dimiliki daerah otonomi baru.ketersediaan pelayanan dasar
seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, peningkatan daya beli masyarakat,
transportasi dan komunikasi, kependudukan dan lainnya harus secara kualitatif dan kuantitatif
mengalami peningkatan. Pemekaran yang tidak memberikan peningkatan kualitas pelayanan
publik kepada masyarakat harus menjadi tanda tanya besar bagi indikator keberhasilan
pemekaran.
g. Faktor tata pemerintahan yang baik (good gevernance)
Pemekaran harus membawa efek pada perwujudan tata pemerintahan yang bersih dan baik,
bukan sebaliknya justru menyebabkan semakin suburnya korupsi. Good local govermance
terbentuk jika akuntabilitas pemerintahan daerah semakin baik, transparansi semakin tinggi,

prinsip rule of law semakin dapat ditegakkan, partisipasi masyarakat semakin meningkat,
pemerintahan yang semakin efisien dan efektif, konflik kepentingan dalam birokrasi dapat
dikurangi. Pengisian jabatan-jabatan karir tidak dipenuhi dengan praktek KKN.
h. Faktor Responsiveness
Pemekaran daerah harus mendorong pemerintahan daerah yang memiliki daya tanggap dalam
merumuskan kebutuhan dan potensi daerah. Hal ini dapat terlihat dari rencana strategis, program
dan implementasi program-program pembangunan. Jika tidak terdapat rencana strategis, program
dan implementasi program yang inovatif, maka pemekaran daerah tidak menumbuhkan daya
tanggap daerah terhadap potensi dan kebutuhan daerah.
Dapat juga ditambahkan bahwa rekonstruksi pembentukan daerah otonom haruslah dilakukan
melalui konsep community development, yaitu to improve the economic, social and cultural
condition of communities, to integrate these communities into the life of nation, and to enable
them to cotribute fully to national progress.
Memang usulan pemekaran yang diajukan melalui surat resmi ke DPR dan DPD, alasan normatif
yang diajukan tidak berbeda dengan tujuan pemekaran sebagaimana diuraikan diatas, yaitu :
a. Aspirasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih mudah tersalur
Dengan adanya pemekaran wilayah, maka cakupan pemerintahan baru menjadi lebih dekat
dengan masyarakatnya, sehingga pelayanan semakin dekat, yang pada gilirannya aspirasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintah daerah akan lebih mudah tersalurkan.
b. Pemerataan belanja pemerintah daerah
Pemekaran wilayah akan menjadikan suatu pemerintahan daerah menjadi terbagi dua,
sehingga beberapa daerah akan terbagi ke dalam dua pemerintahan. Alokasi anggaran
pemerintahanpun tentunya akan terbagi ke dalam dua pemerintahan tersebut. Maka
diharapkan pemerataan belanja daerah dapat lebih baik, sehingga masyarakat yang dinaungi
oleh pemerintah darah induk dan pemerintah daerah hasil pemekaran menjadi lebih
sejahtera, karena alokasi anggaran telah merata.
c. Ketiga, peningkatan pengelolaan pelayanan pemerintahan dan pembangunan daerah
Salah satu tujuan utama dari pemekaran wilayah adalah mendekatkan pemerintahan kepada
masyarakat, sehingga diharapkan pengelolaan pemerintahan dapat berjalan lebih efektif dan
efisien, pelayanan kepada masyarakat lebih baik dan pembangunan daerah dapat berjalan
d.

lancar.
Belanja rutin dan pembangunan makin merata

Pemekaran wilayah akan berdampak langsung pada pemisahan pemerintahan daerah induk
dan pemerintahan daerah hasil pemekaran. Dengan kondisi ini, diharapkan terjadi
pemerataan antara belanja rutin dan pembangunan yang dilakukan oleh kedua pemerintahan
daerah, sehingga pada gilirannya distribusi anggaran lebih adil antara satu daerah dengan
daerah lain.
Akan tetapi menjadi pertanyaan apakah benar alasan normatif itu merupakan motif pokok
menguatnya tuntutan pemekaran di beberapa daerah, dan ternyata, jawaban mayoritas adalah
tidak. Dalam kenyataan di lapangan mayoritas penggerak pemekaran memiliki agenda personal.
Dalam praktiknya, tak jarang pemekaran lebih dimotivasi oleh obsesi daerah mengejar kucuran
dana dari pusat yang ujung-ujungnya merangsang korupsi. Tujuan peningkatan kesejahteraan
masyarakat seolah hanya menjadi jargon-jargon semu yang sulit didefinisikan masyarakat di
sejumlah daerah. Di samping itu, pembentukan daerah-daerah otonom baru, membuat elite
politik di daerah memanfaatkannya untuk kepentingan politik mereka, diantaranya adalah
perebutan posisi-posisi strategis dengan tujuan penguatan eksistensi kepentingan kelompok yang
dipikulnya. Ada lagi alasan yang sering tidak diungkap yaitu upaya untuk bagi-bagi kekuasaan di
tingkat lokal. Akibatnya, dengan berbagai cara pula berupaya memekarkan daerah sehingga bisa
memperoleh jabatan atau kekuasaan di daerah baru itu. Apalagi bagi mereka yang sudah berjasa
dalam memperjuangkan daerah pemekaran, sudah memosisikan diri sebagai pihak yang harus
dapat bagian jatah kursi jabatan atau politik dan kekuasaan di daerah baru itu.
Hal itu tersimpulkan dari respons publik dalam jajak pendapat yang diselenggarakan 19-20
September 2007 terhadap 1.214 pengguna telepon. Mayoritas publik (67,3 persen responden)
menilai pemekaran daerah yag banyak terjadi beberapa tahun terakhir ini lebih banyak
merupakan dorongan elite politik semata ketimbang pemenuhan atas aspirasi masyarakat di
daerah. Sebanyak tujuh dari sepuluh responden juga menyatakan pemekaran daerah lebih banyak
menguntungkan elite dan partai politik.
Jadi sangat wajar jika selama beberapa tahun periode otonomi daerah, dilema pemekaran tak
kunjung tuntas. Proses pemekaran daerah yang berlangsung sejak tahun 1999 bergulir tak
terkendali. Sejak tahun 1999 hingga tahun 2004 telah lahir tujuh provinsi, 114 kabupaten, dan 27
kota yang baru. Informasi terakhir menunjukkan bahwa sampai tahun 2007 jumlah kabupaten
baru telah mencapai 158 buah, dan diperkirakan lebih dari 100 lokalitas sedang dalam proses
pemekaran menjadi kabupaten baru.

Jika diamati secara sepintas, kondisi ini disatu pihak menunjukkan adanya perkembangan yang
mengarah kepada perbaikan dan pendekatan pelayanan publik kepada masyarakat yang
diharapkan akan mensejahterakan penduduk di wilayah yang baru dimekarkan. Namun di lain
pihak perkembangan ini juga menimbulkan kekhawatiran karena beban APBN untuk membiayai
daerah otonom baru akan semakin berat. Lebih dari itu, pemekaran yang marak ini belum tentu
akan lebih mengefisiensikan kinerja pemerintahan, mendekatkan pelayanan publik dan belum
tentu pada akhirnya akan mensejahterakan rakyat seperti yang dikemukakan oleh para
pemrakarsanya.
Memang tidak semua daerah pemekaran mendapat predikat negatif. Sejumlah daerah otonom
baru ada yang berhasil meningkatkan perekonomian daerahnya. Disamping itu, sejumlah
penelitian menunjukkan bahwa selama sembilan tahun berotonomi sejumah dampak positif dari
prinsip otonomi telah muncul seperti : (i) Berkembangnya prinsip demokrasi, partisipasi, dan
kebebasan memang mencuat ke permukaan, (ii) Di lihat dari sudut rakyat di aras lokal,
munculnya Daerah Otonomi Baru menyebabkan adanya perkembangan infrastruktur (gedung
pemerintahan, jalan, puskesmas, sekolahan dan lain-lain), (iii) Pelayanan publik menjadi lebih
dekat terutama di bidang pelayanan pemerintahan, (iv) Identitas sosial-politik lokal menjadi
mempunyai kesempatan untuk diakui eksistensinya.
Walaupun ditemui sejumlah hasil yang menggembirakan namun sejumlah masalah juga muncul
dan semakin lama menjadi semakin besar, yaitu : (i) Kentalnya warna kedaerahan (termasuk ide
dominasi putra daerah) di dalam semua proses dan bidang sosial, politik, budaya dan ekonomi,
(ii) Banyaknya Provinsi dan Kabupaten/Kota baru yang kemunculannya selalu menimbulkan
konflik kepentingan antar elite yang pada akhirnya berdampak pada konflik antar massa masingmasing pendukung, (iii) Ketidakjelasan relasi antar fungsi dalam sistem pemerintahan pusat
dengan daerah dan antar daerah. Selain itu juga muncul ketidakjelasan peran Gubernur di dalam
mengkoordinasi dan mensinergikan kinerja antara kepala daerah yang ada dibawahnya (Bupati
dan Walikota).
Jadi walaupun UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah memang masih membuka ruang
untuk dilangsungkannya proyek pemekaran daerah, menyikapi usulan pemekaran daerah dengan
fungsi desentralisasi-otonomi daerah sendiri, diperlukan kearifan dari para pengambil kebijakan
untuk secara hati-hati dalam meresponsnya, yaitu, (i) Diperlukan pengkajian ulang terhadap
semua daerah yang sudah dimekarkan. Dengan pengkajian ulang, setidaknya bisa diperoleh

potret obyektif terhadap kondisi dan dampak daerah-daerah yang sudah dimekarkan itu, (ii)
Diperlukan payung hukum yang lebih objektif rasional yang bisa dijadikan dasar untuk
memproses, menyetujui atau menolak usul pemekaran, termasuk di dalamnya upaya
penggabungan daerah, (iii) Diperlukan suatu bentuk inovasi pengelolaan pemerintahan lokal
dimana tanpa pemekaran tujuan desentralisasi otonomi daerah bisa dicapai.
Selanjutnya, seringkali dalam hal pemekaran dan perluasan wilayah dilakukan dengan berbagai
rekayasa dan memaksakannya, padahal mestinya pemekaran dan perluasan wilayah adalah
sesuatu yang alami, sehingga mestinya prosesnya juga haruslah alami, jikapun seandainya ada
rekayasa untuk mempersiapkannya, rekayasanya juga harus berjalan alami, agar jangan terjadi
daerah yang setelah pemekaran malah menjadi tidak berkembang. Untuk itu, pemerintah baik
provinsi maupun kabupaten/kota harus berperan aktif mempersiapkan pemekaran, sehingga
objektif dan rasional, sehingga pemekaran bisa menjadi momentum bagi provinsi untuk menata
ulang perwilayahannya serta perluasan dan pemekaran wilayah benar-benar atas pertimbangan
yang matang. Hal ini perlu dicermati agar semangat perluasan dan pemekaran wilayah tidak
hanya sekedar kepentingan sesaat atau keinginan kelompok ataupun kepentingan politik,
termasuk hanya sekedar bagi-bagi kekuasaan sebagaimana yang beredar luas di tengah
masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemekaran wilayah akan memberi manfaat bagi
masyarakat umum asal dilakukan sesuai prosedur dan kebutuhan serta pemekaran dilakukan
untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan serta meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan
umum, maka pembentukan daerah baru itu memang tepat dan menjadi solusi. Akan tetapi jika
pemekaran daerah otonomi baru itu tidak berangkat dari tujuan yang benar serta tidak dikelola
dengan baik serta melencengnya praktik pemekaran dari tujuan utamanya, pada akhirnya
pemekaran tersebut hanya akan membebani anggaran negara dan justru mempertebal jarak
masyarakat dari kesejahteraan. Selain itu, pemekaran wilayah tanpa didasari analisis manfaat
yang komprehensif dan akurat yang mencakup ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan (Ipoleksosbudhankam) niscaya dapat menimbulkan masalah besar
dikemudian hari. Dapat dilihat beberapa daerah yang tidak memiliki cukup sumber daya dan
kemampuan untuk memikul beban otonomi bahkan daerah itu tidak memiliki pendapatan asli
daerah yang signifikan untuk menghidupi daerah itu, sehingga akhirnya sebagian daerah baru
layu justru setelah dimekarkan.

2.3 Dampak pemekaran wilayah bagi Negara


Beberapa dampak negative tersebut adalah
a. pemekaran menciptakan perluasan struktur yang mengakibatkan beban berat pembiayaan
b. kesamaan karakteristik social budaya dan historis masyarakat merupakan komitmen
mayoritas warga, aspek politik terlalu mengedepankannya
c. rendahnya kapasitas fiscal yang menyebabkan pemerintah darah berupaya meningkatkan
pendapatan dengan berbagai cara yang justru merugikan masyarakat dan berakibat
terhadap munculnya kesenjangan
d. pertambahan jumlah pemerintah daerah secara simultan meningkatkan belanja APBN dan
ini membebani pemerintah pusat
Studi empiric juga menunjukkan bahwa pemekaran tidak berkorelasi positif terhadap kemajuan
ekonomi dan tidak mampu mendorong pembangunan daerah otonom baru. Permasalahanpermasalahan yang dihadapi daerah tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakakt dan mensejahterakan, tidak harus dijawab
dengan pemekaran
1. Dampak sosio Kultural
Dari dimensi social, politik dan cultural, bias dikatakan bahwa pemekaran daerah
mempunyai beberapa implikasi positif, seperti pengakuan social politik dan cultural
terhadap masyatrakat daerah. Melalui kebijakan pemekaran, sebuah entitas masyarakat yang
mempunyai sejarah kohesivitas dan kebesaran yang panjang kemudian memperoleh
pengakuan setelah dimekarkan sebagai daerah otonom baru. Pengakuan ini memberikan
kontribusi positif terhadap kepuasan masyarakat, dukungan daerah terhadap pemerintah
nasioanal serta manajemen konflik antar kelompok atau golongan dalam masyarakat.
Namun demikian, kebijakan pemekaran juga bias memicu konflik antarmasyarakat, antar
pemerintah daerah yang pada gilirannya juga menimbulkan masalah konflik horizontal
dalam masyarakat. Sengketa antara pemerintah daerah induk dengan pemerintah daerah
pemekaran dalam hal pengalihan aset dan batas wilayah, juga sering berimplikasi pada
ketegangan antar masyarakat dan antar masyarakat dengan antar daerah.
2. Dampak pada pelayanan public

Dari dimensi pelayanan public, pemerkaran daerah memperpendek jarak geografis antara
pemukiman penduduk dengan sentral pelayanan, terutama ibukota pemerintahan daerah.
Pemekaran juga mempersempit tentang kendali antara pemerintah daerah dengan unit
pemerintahan di bawahnya. Pemekaran juga memungkinkan untuk menghadirkan jenis-jenis
pelayanan baru, seperti pelayann listrik, telepon, serta fasilitas urban lainnya, terutama di
wilayah ibukota daerah pemekaran. Tetapi, pemekaran juga menimbulkan implikasi negative
bagi pelayanan public yang berkurang. Hal ini disebabkan adanya kebutuhan belanja aparat
dan infrastruktur pemerintahan lainnya yang bertambah dalam jumlah yang signifikan sejalan
dengan pembentukan DPRD dan birokrasi di daerah hasil pemekaran. Namun, kalau dilihat
dari kepentingan daerah semata, pemekaran bias jadi tetap menguntungkan karena daerah
hasil pemekaran akan memperoleh alokasi DAU dalam posisinya sebagai daerah otonom
baru.
3. Dampak bagi pembangunan ekonomi
Pasca terbentuknya daerah otonom baru, terdapat peluang yang besar bagi akselerasi
pebangunan ekonomi di wilayah yang baru diberi status sebagai daerah otonom dengan
pemerintahan sendiri bukan hanya infrastruktur pemerintahan yang terbangun, tetapi juga
infrastruktur fisik yang menyertainya seperti infrastruktur jalan transportasi, komunikasi,
dan sejenisnya. Selain itu, kehadiran pemerintah daerah otonom baru juga memungkinkan
lahirnya infrastuktur kebijakan pembangunan ekonomi yang dikeluarkan oleh pemerintah
darah otonom baru. Semua infrastruktur ini membuka peluang yang lebih besar bagi wilayah
hasil pemekaran untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi. Namun. Kemungkinan
akselerasi pembangunan ini harus dibayar dengan ongkos yang mahal, terutama anggaran
yang dikeluarkan untuk membiayai pemerintahan daerah seperti belanja pegawai dan belanja
operasional pemerintahan daerah lainnya. Dari sisi teoritik, belanja ini bias diminimalisir
apabila akselerasi pembangunan ekonomi daerah bisa dilakukan tanpa menghadirkan
pemerintah daerah otonom baru melalui kebijakan pemekaran daerah. Melalui kebijakan
pembanguna ekonomi wilayah yang menjangkau seluruh wilayah, akselerasi pembangunan
ekonomi tetap dimungkinkan untuk dilakukan dengan harga yang murah. Namun, dalam
perspektifnya masyarakat daerah, selama ini tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa
pemerintah nasional akan melakukannya tanpa kehadiran pemerintah daerah otonom.
4. Dampak pada pertahanan, keamanan dan integrasi nasional

Pembentukan daerah otonom baru bagi bebrapa masyarakat pedalaman dan masyarakat di
wilayah perbatasan dengan Negara lain, merupakan isu politik nasioanal yang penting. Bagi
masyarakat tersebut, bias jadi mereka tidk pernah melihat dan merasakan kehadiran
Indonesia baik dalam bentuk symbol pemerintahan, politisi, birokrasi dan bahkan kantor
pemerintah. Bahkan, di beberapa daerah seperti di pedalaman papua, kehadiran Indonesia
terutama di tandai dengan kehadiran tentara atas nama pengendalian terhadap gerakan
separatis. Pemekaran daerah otonom, oleh karenanya, bias memperbaiki penangan politik
nasioanal di daerah melalui peningkatan dukungan terhadap pemerintah nasioanal dan
menhadirakan pemerintah pada level yang lebih bawah. Tetapi kehadiran pemerintahan
daerah otonom baru ini harus dibayar dengan ongkos mahal, terutama dalam bentuk belanja
aparat dan operasional lainnya. Selain itu, seringkali onkos politiknya juga bias sangat
mahal, apabila pengelolaan politik selama proses dan pasca pemekaran tidak bias dilakukan
dengan baik. Sebagaimana terbukti pada beberapa daerah hasil pemekaran, ketidakmampuan
untuk membangun inklusifitas politik antar kelompok dalam masyarakat mengakibatkan
munculnya tuntutan untuk memekanrkan lagi daerah yang baru saja mekar. Untuk
mempersiapkan upaya pemekaran upaya pemekaran ini, proses pemekaran unit
pemerintahan terbawah seperti desa untuk pemekaran kabupaten dan pemekaran kabupaten
untuk mempersiapkan pemekaran provinsi, merupakan masalah baru yang perlu untuk
diperhatiakan. Identifikasi dampak pemekaran tersebut membawa kita pada kesimpulan
bahwa banyak dampak negative damak negative yang perlu diminimalisasi. Esensi
kebijakan yang perlu dilakukan merasionalisasi proses kebijakan pemekaran, baik proses
pengusulan pemekaran yang dilakukan oleh daerah maupun proses enetapan pemekaran
yang dilakukan di tingkat pusat. Dalam uraian berikut kita ini kita akan memahami proses
dalam dua tingkatan tersebut yang akan membawa kita pada usulan rasionalisasi proses
kebijakan pemekaran demi optimalisasi kepentingan public.

Akar Masalah Pemekaran Wilayah


pemekaran wilayah cenderung berdampak negatif ketimbang positif, yang ditunjukkan dengan
pesatnya perkembangan DOB yang tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan
masyarakat di atas disebabkan oleh beberapa faktor. Beberapa dampak negatif tersebut adalah

a. pemekaran menciptakan struktur pemerintah daerah yang tambun namun miskin fungsi,
yang mengakibatkan membebani APBD dan APBN;
b. aspek politik di tingkat lokal terlalu dominan dibandingkan dengan kepentingan masyarakat,
di mana sekelompok elit lokal menyandera;
c. rendahnya kapasitas fiskal yang menyebabkan pemerintah daerah berupaya meningkatkan
pendapatan dengan berbagai cara yang justru merugikan masyarakat, munculnya
kesenjangan antar daerah dan perekonomian daerah berbiaya tinggi akibat regulasi daerah
yang mengejar secara sporadis peningkatan PAD;
d. pertambahan jumlah pemerintah daerah secara simultan meningkatkan belanja dalam APBN
dan ini membebani pemerintah pusat, dimana proprosionalitas anggaran pembangunan
semakin kecil terhadap anggaran rutin.
Setidaknya ada empat faktor utama yang menyebabkan pemekaran wilayah di Indonesia yang
dinilai penting untuk dilakukan evaluasi. Faktor pertama adalah regulasi yang normatif. Baik PP
No. 129 tahun 2000 maupun PP No. 78 tahun 2007 memuat persyaratan pemekaran wilayah
yang bersifat kuantitatif semata dan tidak memperhatikan kondisi kualitatif daerah calon
pemekaran maupun daerah induk. Hal ini yang mendorong kecenderungan dilakukannya
manipulasi penilaian yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan sekelompok elit daerah.
Selain itu, dalam regulasi juga tidak secara jelas menunjukkan koridor ketegasan pemenuhan
persyaratan bgai daerah yang hendak melepaskan diri dari daerah induk, mana indikator yang
mutlak harus dipenuhi tidak dinyatakan secara jelas.
Faktor kedua, pertimbangan politis jangka pendek lebih mendominasi dalam pertimbangan
menyusun usulan pemekaran wilayah dibandingkan kajian yang dapat dipertanggungjawabkan
yang mempertimbangkan secara matang implikasi pemekaran wilayah. Banyak daerah dengan
memanfaatkan jasa konsultan yang bersedia melakukan kajian sesuai dengan pesanan
sekelompok elit agar usulan daerah pemekaran dapat memenuhi persyaratan administratif semata
dan dilanjutkan dengan aksi lobi-lobi ke pemerintah pusat. Faktor ketiga adalah keterbatasan
kemampuan pemerintah pusat melaksanakan pembinaan, monitoring dan evaluasi terhadap DOB
terutama pada masa awal transisi, sehingga seolah yang terjadi adalah pemerintah daerah
otonom baru melenceng dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. hal tersebut ditunjukkan
dengan penggunaan APBD yang memarginalkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat di
daerahnya. Faktor keempat adalah keterbatasan sumberdaya pemerintah daerah dalam
melaksanakan pemerintahan yang otonom, yang ditunjukkan masih rendahnya kualitas SDM

aparatur pemerintah, keterbatasan anggaran serta tidak tersedianya sarana dan prasarana yang
layak untuk menyelanggarakan pemerintahan di daerah.
Kebijakan pemekaran wilayah di Indonesia tersebut ibarat pisau bermata dua, di mana di satu
sisi diharapkan dapat mengatasi permasalahan jauhnya rentang efektivitas pelayanan publik,
pemerataan pembangunan daerah, desentralisasi demokrasi[5], pengakuan terhadap aspek sosio
kultural masyarakat dan kepentingan pertahanan dan keamanan negara, namun juga berpotensi
terjadinya pembajakan demokrasi oleh sekelompok elit daerah, perekonomian daerah biaya
tinggi (Fitrani, et al., 2005:57-79) dan munculnya defense mechanism (Utomo, 2003:143-145).
Fitrani et

al. (2005)

menyatakan

bahwa

pemekaran

telah

membuka

peluang

terjadinya bureaucratic and political rent-seeking, yakni kesempatan untuk memperoleh


keuntungan dana, baik dari pemerintah pusat maupun dari penerimaan daerah sendiri.

PETA KEPULAUAN RIAU

STUDI KASUS PEMEKARAN PROVINSI


Provinsi Kepulauan Riau

Ibu Kota

: Tanjungpinang

Koordinat

: 1 10' LS - 5 10' LU dan 102 50' - 109 20' BT

Area Total

: 251.000 km2 (97,000 mil)

Populasi

: Total 1.679.163

Kepadatan

: 251.000 km2 (97,000 mil)

Demografi
Suku Bangsa : Melayu (35,6%),
Jawa(22,2%),
Tionghoa (9,3%),
Minangkabau (9,3%),
Batak (8,1%),
Bugis(2,2%),
Banjar (0,7%)
Agama

: Islam, Kristen, Buddha,Khonghucu, Katolik danHindu

Bahasa

: Bahasa Melayu Riau,Bahasa Indonesia, Bahasa Hokkien

Batas Wilayah
Utara

: Vietnam dan Kamboja

Selatan

: Prov. Kep. Bangka Belitung dan Jambi

Barat

: Singapura, Malaysia, Prov. Riau

Timur

: Malaysia, Brunei, dan Prov. Kalimantan Barat

Kabupaten

:5

Kota

:2

Kecamatan

: 22

Desa/kelurahan: 299
Situs web

: www.kepriprov.go.id

Kepulauan Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia. Provinsi Kepulauan Riau berbatasan
dengan Vietnam dan Kamboja di sebelah utara; Malaysia dan provinsi Kalimantan Barat di
timur; provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi di selatan; Negara Singapura, Malaysia
dan provinsi Riau di sebelah barat.

Secara keseluruhan wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4 kabupaten, dan 2 kota, 47 kecamatan
serta 274 kelurahan/desa dengan jumlah 2.408 pulau besar, dan kecil yang 30% belum bernama,
dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 km, sekitar 95% merupakan lautan,
dan hanya sekitar 5% daratan.

Sejarah Provinsi Kepulauan Riau


Kepulauan Riau merupakan provinsi baru hasil pemekaran dari provinsi Riau. Provinsi
Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan
Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten
Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten
Lingga.
Geografi Provinsi Kepulauan Riau
Secara geografis provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan negara tetangga, yaitu Singapura,
Malaysia, dan Vietnam yang memiliki luas wilayah 251.810,71 km dengan 96 persennya adalah
perairan dengan 1.350 pulau besar, dan kecil telah menunjukkan kemajuan dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Ibukota provinsi
Kepulauan Riau berkedudukan di Tanjungpinang. Provinsi ini terletak pada jalur lalu lintas
transportasi laut, dan udara yang strategis, dan terpadat pada tingkat internasional serta pada
bibir pasar dunia yang memiliki peluang pasar.
Sumber Daya Alam Provinsi Kepulauan Riau
Kepri memiliki potensi sumber daya alam mineral, dan energi yang relatif cukup besar, dan
bervariasi baik berupa bahan galian A (strategis) seperti minyak bumi, dan gas alam, bahan
galian B (vital) seperti timah, bauksit, dan pasir besi, maupun bahan galian golongan C seperti
granit, pasir, dan kuarsa.
Perekonomian Provinsi Kepulauan Riau
Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2005 adalah sebesar 6,57%.
Sektor-sektor yang tumbuh dengan baik (lebih cepat dari pertumbuhan total PDRB) pada tahun
2005 antara lain sektor pengangkutan, dan komunikasi (8,51%), sektor industri pengolahan

(7,41%), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (6,89%), sektor jasa (6,77%), serta
sektor perdagangan, hotel, dan restoran (6,69%).
PDRB Perkapita Provinsi Kepulauan Riau dalam lima tahun terakhir (2001-2005) cenderung
mengalami kenaikan. Pada tahun 2001 PDRB Perkapita (Atas Harga Berlaku Tanpa Migas)
sebesar Rp. 22,808 juta, dan pada tahun 2005 meningkat sehingga menjadi sebesar Rp.29,348
juta. Namun secara riil (tanpa memperhitungkan inflasi) PDRB Perkapita (tanpa gas) pada tahun
2001 hanya sebesar Rp.20,397 juta, dan pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar Rp. 22,418
juta.
Kelautan Provinsi Kepulauan Riau
Sebagai provinsi kepulauan, wilayah ini terdiri atas 96 % lautan. Kondisi ini sangat mendukung
bagi pengembangan usaha budidaya perikanan mulai usahapembenihan sampai pemanfaatan
teknologi budidaya maupun penangkapan. Di Kabupaten Karimun terdapat budidaya Ikan
kakap, budidaya rumput laut, kerambah jaring apung. Kota Batam, Kabupaten Bintan, Lingga,
dan Natuna juga memiliki potensi yang cukup besar di bidang perikanan. Selain perikanan
tangkap di keempat Kabupaten tersebut, juga dikembangkan budidaya perikanan air laut, dan
air tawar. Di kota Batam tepatnya di Pulau Setoko, bahkan terdapat pusat pembenihan ikan
kerapu yang mampu menghasilkan lebih dari 1 juta benih setahunnya. Di Kota Batam tepatnya
didaerah telaga punggur, ada satu pelabuhan perikanan yang dikelola murni oleh swasta .
Pelabuhan Perikanan Swasta Telaga Punggur diresmikan pada tanggal 08 Januari 2010 oleh
Menteri Kelautan, dan Perikanan R.I Dr. Ir. H. Fadel Muhammad. Letak pelabuhan perikanan
swasta Telaga Punggur sangat strategis karena berhadapan dengan jalur lintas kapal penangkapan
ikan antara Propinsi Kepri, dan Natuna, ZEEI , Laut Cina Selatan serta keberadaan pelabuhan
perikanan swasta Telaga Punggur di Kota Batam sangat dekat dengan negara Singapura yang
dapat meningkatkan ekspor hasil laut, dan menambah pendapatan asli daerah.
Peternakan Provinsi Kepulauan Riau
Potensi di bidang peternakan difokuskan pada ternak itik, ternak sapi, ternak ayam, dan ternak
kambing yang umumnya masih dilaksanakan oleh peternakan kecil.
Pertanian Provinsi Kepulauan Riau

Hampir diseluruh wilayah kabupaten/kota di provinsi Kepulauan Riau berpotensi untuk diolah
menjadi lahan pertanian, dan peternakan mengingat tanahnya subur. Sektor pertanian merupakan
sektor yang strategis terutama di Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, dan Kota Batam.
Disamping palawija, dan holtikultura, tanaman lain seperti kelapa, kopi, gambir, nenas serta
cengkeh sangat baik untuk dikembangkan. Demikian juga di kabupaten Bintan dan Lingga
sangat cocok untuk ditanami buah-buahan, dan sayuran. Di beberapa pulau sangat cocok untuk
perkebunan kelapa sawit.
Pariwisata Provinsi Kepulauan Riau
Provinsi Kepulauan Riau merupakan gerbang wisata dari mancanegara kedua setelah Pulau Bali.
Jumlah wisatawan asing yang datang berkunjung mencapai 1,5 juta orang pada tahun 2005.
Objek wisata di provinsi Kepulauan Riau antara lain adalah wisata pantai yang terletak di
berbagai kabupaten, dan kota. Pantai Melur, Pulau Abang dan Pantai Nongsa di kota Batam,
Pantai Pelawan di kabupaten Karimun, Pantai Lagoi, Pantai Tanjung Berakit, Pantai Trikora, dan
Bintan Leisure Park di kabupaten Bintan. Kabupaten Natuna terkenal dengan wisata baharinya
seperti snorkeling.
Selain wisata pantai dan bahari, provinsi Kepulauan Riau juga memiliki objek wisata lainnya
seperti cagar budaya, makam-makam bersejarah, tarian-tarian tradisional serta event-event khas
daerah. Di kota Tanjungpinang terdapat pulau Penyengat sebagai pulau bersejarah karena di
pulau ini terdapat masjid bersejarah, dan makam-makam Raja Haji Fisabililah dan Raja Ali
Haji yang kedua-duanya adalah pahlawan nasional.

1.

Motif Pemekaran

Kepulauan Riau merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang melepaskan diri dari provinsi
induknya yakni Provinsi Riau. Secara keseluruhan wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4
kabupaten dan 2 kota, 47 kecamatan serta 274 kelurahan/desa dengan jumlah 2.408 pulau besar
dan kecil yang 30% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601
km, sekitar 95% merupakan lautan dan hanya sekitar 5% daratan. Kepulauan Riau merupakan
provinsi yang memiliki resourcesyang memadai. Oleh karena itu, masyarakat dan elit politiknya
berkeinginan untuk mengurus rumah tangga daerahnya sendiri.
Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang
Provinsi Kepulauan Riau dan merupakan provinsi ke-32 di Indonesia. Kepulauan Riau
merupakan daerah yang lebih didominasi oleh wilayah perairan, hampir 96% wilayahnya adalah
perairan dengan 1.350 pulau besar dan pulau kecil.
Yang menjadi motif pemekaran Kepulauan Riau (Kepri) adalah karena latar belakang historisgeogerafis, bahwa ibukota Provinsi Riau pada awalnya adalah Tanjung Pinang dan kota itu
menjadi ibukota Kepri sekarang. Jadi, perjuangan Riau dahulunya ada di Kepri (sekarang).
Selain itu, bahasa Indonesia yang sudah kita maklumi bersama adalah berasal dari bahasa
Melayu, dan tepatnya ada di Tanjung Pinang dan Lingga. Bahasa Melayu ini disebarkan dan
diangkat oleh Raja Ali Haji, pujangga Riau yang terkenal dengan Gurindam dua belasnya.
Melalui karya-karya Ali Haji tersebut bahasa Melayu menjadi terkenal hingga dijadikan rujukan
bahasa nasional.
Selain itu, adanya sumber daya alam yang melimpah di Kepri, berupa minyak bumi, gas alam,
pertanian, dan yang terpenting adalah kekayaan alam lautnya. Bagi daerah Batam sendiri,
merupakan kawasan industri terpenting
Pusat industri terbesar

di Indonesia yang bertetangga dengan Singapura.

di Sumatera terdapat di Batam. Maka tidak heran jika

penghasilan pajak terbesar terdapat di Kota Batam.


2.

Peran Aktor dan Proses Pemekaran

Pembentukan Propinsi Riau Kepulauan dalam sejarah Daerah Riau merupakan sebuah fenomena
yang baru, yang menghadirkan berbagai macam polemik. Pada kenyataannya, fenomena ini

telah mengundang berbagai reaksi baik pada tatanan masyarakat yang berada pada Riau Daratan
sebagai pusat pemerintahan propinsi, maupun pada lokalitas masyarakat Kepri sendiri.
Selanjutnya, kehadiran pusat melalui Pansus DPR RI memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap proses perdebatan tersebut, yakni ketika Pansus DPR RI menyetujui RUU pembentukan
Propinsi Kepri menjadi UU.
Dalam perkembangannya, sebenarnya munculnya keinginan untuk membentuk Propinsi Kepri
telah menjadi wacana publik sejak tahun 1999, tepatnya setelah dilaksanakan Musyawarah Besar
(Mubes) rakyat Kepri pada tanggal 15 Mei 1999. Adapun isu yag diangkat pada waktu itu
adalah:
Pembentukan Provinsi Kepri sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat,
Dengan potensi alam yang dimiliki Kepri, maka Kepri sebenarnya telah memenuhi syarat
untuk mendirikan sebuah provinsi sesuai dengan perundang-undangan.
Untuk merealisasikan hasil Mubes tersebut maka dibentuk Badan Persiapan Pembentukan
Provinsi Kepri (BP3KR). Badan ini melakukan lobi terhadap Gubernur Riau dan DPRD Riau,
namun tidak mendapat restu dengan alasan bahwa Riau baru saja memekarkan beberapa
kabupaten. Akhirnya, badan ini melakukan hubungan langsung dengan Pemerintah Pusat tanpa
melalui pemerintah Provinsi Riau.
Dari kondisi tersebut, terlihat sekali hubungan antara Kepulauan Riau dengan Jakarta semakin
erat dengan tanpa adanya pesetujuan dari Gubernur Riau dan DPRD Riau sebagaimana yang
diamanatkan oleh UU. Bahwa secara langsung Ketua DPR RI Akbar Tanjung juga memberikan
dukungan terhadap pembentukan Provinsi Kepulauan Riau. Menurutnya, pembahasan RUU
Provinsi Kepulauan Riau akan diprioritaskan pada sidang ke-3 DPR bersama 21 RUU yang
diajukan ke dewan. Pernyataan ini disampaikan ketika menerima 50 orang anggota delegasi
BP3KR yang dipimpin Huzrin Hood, di Jakarta. Menurutnya juga, secara objektif pembentukan
Provinsi Kepulauan Riau tidak dapat ditolak dan sulit dihindari, sebab sumber daya manusia dan

sumber daya alamnya sangat potensial untuk meningkatkan kehidupan rakyat agar lebih
sejahtera.
Gubernur Riau dan DPRD Riau dalam menanggapi keinginan tersebut, menyatakan bahwa
pembentukan Propinsi Kepulauan Riau belum waktunya untuk dilepas, disamping Daerah Riau
sedang melakukan pemekaran wilayah dari 7 kabupaten menjadi 17 Kabupaten, pembentukkan
Propinsi kepri belum didukung sepenuhnya oleh DPRD di daerah Kepulauan Riau. Hal ini lebih
jauh karena bertentangan dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 pasal 115 dan PP Nomor 129 Tahun
2000 soal kriteria pemekaran dan pengembangan daerah. Dengan alasan ini pulalah Gubernur
Riau dan DPRD Riau menolak pembentukan Provinsi Kepulauan Riau.
Sementara itu, munculnya keinginan tersebut oleh berbagai kalangan menganggap sebagai upaya
memecah konsentrasi rakyat Riau yang menuntut Jakarta atas bagi hasil minyak Riau 15 persen
yang pernah dijanjikan Presiden Gusdur. Karenanya Pekanbaru menilai tuntutan itu tidak tepat
waktu. Selain waktunya tidak tepat, ketidaksetujuan pembentukkan Provinsi Kepulauan Riau
juga berhubungan dengan soal potensi SDA yang berada di wilayah kepulauan itu. Apa yang
menjadi keberatan Pekanbaru terhadap pembentukan Provinsi Kepulauan Riau ini, sudah
dimaklumi oleh masyarakat Kepri sendiri. Namun, masyarakat Kepri tetap berkeinginan untuk
mendirikan propinsi sendiri dan bercerai dari Provinsi Riau. Oleh karenanya masyarakat
Kepulauan Riau berpandangan Provinsi Riau merestui atau tidak yang penting Jakarta
mendukungnya. Dukungan Pemerintah Pusat secara eksplisit dapat dilihat antara lain
dari: Pertama, Presiden Gusdur secara langsung di hadapan Masyarakat Kepri menyatakan
dukungannya.
Presiden menilai Provinsi Riau sangat tepat untuk dipecah menjadi dua propinsi, sebab
pemecahan dua propinsi ini telah dialami oleh daerah lain yang luas seperti Provinsi Papua yang
rencananya akan dibagi menjadi tiga provinsi. Kemudian dalam kunjungan itu Gusdur juga
meminta kepada Gubernur Riau untuk mengaktifkan daerah tingkat II untuk menyusun rencana
tersebut.

Kedua, Rencana pembentukan Provinsi Kepulauan Riau didukung oleh Komisi II DPR RI yang
kemudian membentuk Pansus. Selain sudah membentuk Pansus Pembentukan Provinsi
Kepulauan Riau juga telah menyusun draf Rancangan Undang-undangnya, pemerintah melalui
Depdagri juga sedang menyiapkan UU pembentukan Provinsi Kepulauan Riau . Untuk
mempercepat realisasi kerja Pansus, maka pada tanggal 24 Januari 2002 Pansus memanggil
Gubernur Riau dan DPRD Riau ke Jakarta. Adapun tokoh-tokoh yang ikut mendukung proses
perjuangan pemekaran Provinsi Kepri adalah seluruh Bupati yang sekarang bagian dari Kepri
kecuali Bupati Natuna, tokoh masyarakat, LSM dan mahasiswa. Selanjutnya adanya dukungan
dari DPR RI yang agresif memperjuangkan UU Provinsi Kepulauan Riau. Namun sebaliknya,
Gubernur Riau dan DPRD Riau berupaya untuk menolaknya.
Setelah mengamati bagaimana masing-masing aktor memberikan argumennya tentang
pembentukan

Provinsi

Kepri

tersebut,

sebenarnya

terlihat

adan

dua

kondisi

yang

berlangsung. Pertama, pihak yang mendukung pembentukan Provinsi Kepulauan Riau, baik
pada saat melakukan dialog, jumpa pers maupun aksi demonstrasi. Kedua, adalah pihak-pihak
yang melakukan kritik dan menolak pembentukan Provinsi Kepulauan Riau. Selain BP3KR,
Ikatan Warga Kepulauan Riau (IWKR) juga melakukan advokasi dengan memperbanyak proses
dialog dengan pemerintah Provinsi Riau supaya mau melepaskan Kepulauan Riau menjadi
Provinsi tersendiri.
Yang menarik dari proses perjuangan tersebut adalah tidak adanya dan menolak secara verbal
dari Bupati Natuna dan Mahasiswa Natuna yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa
Natuna Indonesia (KAMNI). Mereka mendukung supaya Kepri tetap bergabung dengan Riau
saja dengan alasan bahwa belum saatnya Kepri menjadi provinsi tersendiri. Selain itu, secara
ekonomis dan geogerafis dapat dimaklumi bahwa tidak ada juga untungnya bagi Natuna, karena
kondisinya yang jauh dari jangkauan. Selain itu, adanya tuntutan merdeka dari Provinsi Riau dan
Natuna lebih memilih bergabung dengan Riau jika merdeka

PRESTASI KEPULAUAN RIAU


Prestasi Bus Samsat Keliling Layanan publik Dispenda Kepri

TANJUNGPINANG Gubernur Kepri, H. M. Sani, melalui Dispenda Kepri meluncurkan


peningkatan

fasilitas

layanan

publik,

penerimaan

Pajak

Kendaraan

Bermotor

(PKB). Launching mobil Samsat Keliling ini dilakukannya di halaman Kantor Gubernur Kepri
seusai apel Hari Sumpah Pemuda. Acara peluncuran yang dihadiri Wakil Gubernur Kepri, H.
Soeryo Resaptiono, Kapolda Kepri, Brigjen Arman Depari, Kepala Dinas Pendapatan Daerah
Prov. Kepri, H. Isdianto, S.Sos., MM, Dirlantas Polda Kepri-Kombes Tantan Sulistiyana,
Kepala Cabang Jasaraharja, Bank Riau-Kepri, beberapa kepala SKPD serta Kepala KPPD
Dipenda Pvovinsi Kepri, serta seluruh tamu undangan serta dihadiri oleh khalayak, Jumat
(28/10) pagi, bertepatan dengan Peringatan Hari Sumpah Pemuda.
Harapan Gubernur Kepri, dengan fasilitas ini kinerja petugas semakin meningkat, dan
penghimpunan pajak kendaraan semakin meningkat pula, ujar H. M. Sani di sela-sela acara
peluncuran. Dispenda Kepri juga, urai H. M. Sani, sudah memiliki beberapa samsat corner baik
di Batam maupun di Kota Tanjungpinang, yang dimaksudkan untuk mendekatkan para pembayar
pajak di lokasi-lokasi terdekat, sehingga memudahkan mereka membayar dengan tidak
membuang waktu lama. Bis samsat keliling ini merupakan inovasi yang sangat penting,
mengingat PAD yang didapatkan sebagian besar dari sektor pajak. Ini merupakan inovasi Dinas
Pendapatan Provinsi Kepri yang harus kita berikan apresiasi dalam meningkatkan pelayanan
prima kepada wajib pajak, ujarnya.

Bagaimana

dengan

Kepala

Dispenda

Kepri, H.

Isdianto,

S.Sos.,

MM?

Ia

menyatakan, launching dan penyerahan mobil Samsat Keliling merupakan momentum penting
Dispenda Kepri dalam memberi pelayanan kepada wajib pajak yang jauh dari kantor pelayanan.
Intinya, bantuan ini untuk fasilitasi wajib pajak agar mudah membayar pajak karena petugas
kita yang pro aktif mendatangi pewajib pajak, katanya.
Isdianto juga menggarisbawahi, perencanaan bis samsat keliling ini dilakukan atas kerjasama
Dinas Pendapatan Daerah dengan Direktorat Lalu Lintas Polda Kepulauan Riau dan PT. Jasa
Raharja (Persero) Cabang Provinsi Kepulauan, dalam menjawab tuntutan masyarakat atas
peningkatan pelayanan kesamsatan.
Sebagai bentuk kerjasama itu, Isdianto menambahkan bahwa telah disusun jadwal waktu dan
tempat pelayanan bis samsat keliling dari sejak mulai aktif dioperasionalkan tanggal 20
November yang lalu sebagai berikut:
1.

Senin Kamis : 10.00 17.00 WIB

2.

Jumat : 09.00 12.00 WIB 13.30 WIB 17.00 WIB

3.

Sabtu : 10.00 14.30 WIB, dengan lokasi layanan adalah:

Senin : Kecamatan Batam Kota (Nagoya Hill)

Selasa : Kecamatan Mukakuning (Panbil Mall)

Rabu : Kecamatan Sekupang (Pos Lantas Simpang Sei Harapan)

Kamis : Kecamatan Bengkong (Pasar Melati)

Jumat : Kecamatan Sagulung (Simpang Basecamp)

Sabtu : Kawasan Industri Muka Kuning

Selain itu, bis samsat keliling ini bergerak berdampingan dengan bis SIM keliling Ditlantas
Polda Kepri, sebagai bentuk pelayanan lengkap antara Dispenda Kepri dan Ditlantas Polda
terkait kendaraan bermotor.
Khusus untuk tanggal 20 November 2014 sampai 29 November 2014 bis samsat keliling
berlokasi di Nagoya Hill. Lokasi dan jadwal dapat berubah sewaktu-waktu sesuai permintaan
masyarakat.

Dalam Bulan November saja (20 sd 29 November) penerimaan bis samsat keling mencapai
Rp245.043.800,- (dua ratus empat puluh lima juta lebih) dan pada bulan Desember (sd 23
Desember) telah mencapai Rp1.072.726.000,- (satu milyar tujuh puluh dua juta, sehingga dalam
waktu kurang dari dua bulan, bis samsat keliling berhasil menghimpun dana Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB) sebesar Rp1.353.225.900,- (satu milya tiga ratus lima puluh tiga juta dua ratus
dua puluh lima ribu sembilan ratus ribu rupiah).
Pertahankan dan tingkatkan pelayanan dengan sistem komputerisasi ini guna mendukung atau
memberikan pelayanan cepat dan akurat ke masyarakat, ucapnya lagi seraya menyatakan,
peningkatan kualitas layanan Samsat Mobile, Payment Point juga diperluas dengan standarisasi
melalui sertifikasi manajemen mutu (ISO).
Dinas Pendapatan Daerah Prov. Kepri akan terus berbenah dan meningkatkan kinerja supaya
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak, khususnya Pajak Kendaraan Bermotor terus
meningkat. Bis Samsat Keliling ini hanya untuk melayani pembayaran pajak kendaraan bermotor
pengesahan satu tahun.

KASUS PELANGGARAN KEPULAUAN RIAU


Kasus Korupsi Damkar: Ismeth Abdullah Bantah Perintahkan Suap ke Politisi PPP
Mantan Ketua Otorita Batam, Ismeth Abdullah
Jakarta - Mantan Ketua Otorita Batam (OB) Ismeth Abdullah membantah jika disebut
memerintahkan penyuapan terhadap anggota Panitia Anggaran DPR periode 1999-2004, Sofyan
Usman, terkait persetujuan anggaran untuk Otorita Batam pada APBN Perubahan tahun 2004
dan APBN 2005. Ismeth yang kini menjadi terpidana perkara korupsi pemadam kebakaran pun
siap buka-bukaan di persidangan Sofyan Usman.
Kuasa hukum Ismeth, Tumpal Hutabarat, menyatakan bahwa Ismeth memang pernah
didakwa memerintahkan penyuap saat diadili dalam perkara damkar. Namun di persidangan hal
itu tidak terbukti. Yang ada, Pak Ismeth itu dinyatakan menyalahgunakan kewenangan karena
disposisi pengadaan damkar, ujar Tumpal kepada, Kamis (14/4) malam.
Lebih lanjut Tumpal menegaskan, fakta-fakta di persidangan juga tidak pernah
membuktikan adanya hubungan langsung antara Ismeth dengan Sofyan Usman. Selain itu,
sambung Tumpal, di persidangan damkar juga terungkap fakta bahwa dana yang dikeluarkan
untuk Sofyan Usman tanpa sepengtahuan Ismeth.
Sofyan Usman meski minta dibantu soal masjiod, tapi kan tidak pernah menelpon langsung ke
Pak Ismeth. Sebaliknya juga, Pak Ismeth tidak pernah menghubungi Sofyan. Saya kira dakwaan
itu keliru kalau menyeret Pak Ismeth, tandas Tumpal.

Lebih lanjut Tumpal mengatakan, persetujuan pemberian dana untuk Sofyan juga tidak
berasal dari Ismeth. Sebab, sambung Tumpal, rapat untuk memutuskan pemberian dana ke
Sofyan justru dipimpin Deputi Administrasi dan Perencanaan OB, M Prijanto. Selain itu, tambah
Tumpal, ketentuan di OB mengatur bahwa kas bon di atas Rp 50 juta atas persetujuan Ketua OB.
Tapi kan Pak Ismeth tidak pernah memberi persetujuan itu. Yang ada hanya disposisi pengadaan
damkar, tandasnya.
Karenanya Tumpal menuding Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang mendakwa Sofyan
sengaja mengambil sebagian dari surat dakwaan atas Ismeth. Tumpal menegaskan, seharusnya
uraian dalam dakwaan mendukung delik yang dituduhkan. Istilah sekarang, dakwaanya hasil
copy-paste dakwaan yang dulu, ucapnya.
Saat ditanya apalkah Ismeth juga siap bersaksi bagi Sofyan Usman, Tumpal pun tak
menampiknya. Pak Ismeth pasti mau buka-bukaan. Tokh tidak ada kan duit yang ke Pak
Ismeth Apalagi memerintahkan penyuapan, pungkasnya. Seperti diketahui, Sofyan Usman
pada Rabu (13/4) lalu didakwa menerima suap dari OB. Sofyan menerima dana Rp 1 miliar
dalam bentuk cash sebesar Rp 150 juta dan dalam bentuk Mandiri Travellers Cheque sebesar Rp
850 juta. Dana Rp 150 juta untuk Sofyan Usman dipinjam dari kas karyawan OB di kantor
perwakilan di Jakarta. Sedangkan dana Rp 850 juta diinjam dari Koperasi Karyawan OB. (ara)

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Penggabungan daerah adalah penyatuan daerah yang dihapus ke dalam daerah lainyang
bersandingan sedangkan Pemekaran wilayah adalah pemecahan daerah provinsiatau
kabupaten/ kota menjadi dua daerah atau lebih.
2. Alasan pengajuan penggabungan dan pemekaran wilayah anntara lain ;kebutuhanuntuk
pemerataan ekonomi daerah, kondisi geografis yang terlalu luas, perbedaanBasis
Identitas, kegagalan pengelolaan konflik komunal, dan adanya insentif fiscal.
3. Implikasi pemekaran daerah meliputi beberapa bidang, yaitu; Politik Pemerintahan,Sosio
Kultural, Pelayanan Publik, Pembangunan Ekonomi, dan Pertahanan,Keamanan dan
Integrasi Nasional.
3.2 SARAN
Pemekaran maupun penggabungan daerah seharusnya juga mempertimbangkana spek aspek yang akan
muncul dalam masyarakat.Misalnya tentang penataan penataan daerah yang baru, pembentukan perda dan pejabat
pejabat daerah yang memerlukan biaya yang sangat tinggi sehingga juga akan menimbulkan dampak
ekonomi bagi masyarakat .
Pemekaran dan penggabungan wilayah juga perlu mengkaji keadaan geografis suatu wilayah sehingga
tidak mungkin suatu wilayah baru itu kekurangan alokasi penataan wilayah seperti kekurangan

wilayah hijau wilayah industri yang masing masing memegang peranan penting bagi wilayah itu.
Dengan mempertimbangkan implikasi positif dan negatif di atas.

DAFTAR PUSTAKA
https://tabloidrakyatmadani.wordpress.com/pemekaran-untuk-kesejahteraan-antara-solusi-danimajinasi/
http://www.phylopop.com/2012/03/7-alasan-pemekaranpembentukan-daerah.html
s

Anda mungkin juga menyukai