Anda di halaman 1dari 9

TUGAS 3

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
TANTANGAN OTONOMI DAERAH DI ERA GLOBALISASI : PERKEMBANGAN
OTONOMI DAERAH DALAM SISTEM PEMERINTAHAN SAAT INI

DISUSUN OLEH :
RATNA TRI WIDAYANTI 050185324
MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UPBJJ SURAKARTA UNIVERSITAS TERBUKA
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia sudah diselenggarakan lebih dari


satu dasawarsa. Otonomi daerah untuk pertama kalinya mulai diberlakukan di Indonesia
melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga
saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
tersebut telah mengakibatkan perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia yang
kemudian juga membawa pengaruh terhadap kehidupan masyarakat di berbagai bidang.
Secara konseptual, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan
utama yang meliputi tujuan politik, tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin
diwujudkan melalui tujuan politik dalam pelaksanaan otonomi daerah diantaranya adalah
upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan
otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan daerah,
termasuk sumber keuangan serta pembaharuan manajemen birokrasi pemerintahan di daerah.
Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
adalah terwujudnya peningkatan Indeks pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Dalam konsep otonomi daerah, pemerintah dan masyarakat di suatu daerah memiliki
peranan yang penting dalam peningkatan kualitas pembangunan di daerahnya masing-masing.
Hal ini terutama disebabkan karena dalam otonomi daerah terjadi peralihan kewenangan yang
pada awalnya diselenggarakan oleh pemerintah pusat kini menjadi urusan pemerintahan daerah
masing-masing.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pelaksanaan otonomi daerah, terdapat beberapa faktor
penting yang perlu diperhatikan, antara lain : faktor manusia yang meliputi kepala daerah
beserta jajaran dan pegawai, seluruh anggota lembaga legislatif dan partisipasi masyarakatnya.
Faktor keuangan daerah, baik itu dana perimbangan dan pendapatan asli daerah, yang akan
mendukung pelaksanaan pogram dan kegiatan pembangunan daerah. Faktor manajemen
organisasi atau birokrasi yang ditata secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan
pelayanan dan pengembangan daerah

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan pelaksanaan otonomi daerah saat ini?
2. Apa saja tantangan pelaksanaan otonomi daerah?
3. Apa yang menyebabkan pelaksanaan otonomi daerah kurang maksimal?
4. Apa saja upaya pemerintah untuk meningkatkan otonomi daerah?
KAJIAN PUSTAKA

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam UU No. 23 tahun 2014 pasal 1 ayat 6, pengertian
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejarah otonomi daerah dimulai dari lahirnya UU Nomor 1 tahun 1945, dalam undang-undang
ini ditetapkan tiga jenis daerah otonom, yaitu karesidenan, kabupaten, dan kota. Periode
berlakunya undang-undang ini sangat terbatas, berumur lebih kurang tiga tahun karena diganti
dengan Undang-undang Nomor 22 tahun 1948. (Muhammad.Arthut 2012 : 10)

UU No. 22 tahun 1948 berfokus pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang
demokratis. Di dalam undang-undang ini ditetapkan dua jenis daerah otonom, yaitu daerah otonom
biasa dan daerah otonom istimewa, serta tiga tingkatan daerah yaitu provinsi, kabupaten/kota besar
dan desa/kota kecil. Dalam perkembanganya kemudian muncul beberapa UU tentang
pemerintahan daerah yaitu UU Nomor 1 tahun 1957 (sebagai pengaturan tunggal pertama yang
berlaku seragam untuk seluruh Indonesia), UU Nomor 18 tahun 1965 (yang menganut sistem
otonomi yang seluas-luasnya) dan UU Nomor 5 tahun 1974 (mengatur pokok-pokok
penyelenggara pemerintahan yang menjadi tugas Pemerintah Pusat di daerah).

Selang waktu 25 tahun kemudian baru diganti dengan Undang-undang nomor 22 tahun 1999
(pasca lengsernya rezim orde baru – era reformasi), yang kemudian melahirkan Ketetapan MPR
Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah; pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional, yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Barulah sejak tahun 2000
pelaksanaan otonomi daerah mulai terealisasi secara bertahap. Setelah dilaksanakannya otonomi
daerah maka perimbangan keuangan sesuai UU no 25 tahun 1999 memberikan peluang kepada
daerah untuk mendapatkan 70% dari hasil pengelolaan kekayaan alamnya sendiri untuk
dimanfaatkan bagi kemajuan daerahnya sendiri. (Sani Safitri 2016)
PEMBAHASAN

1. Perkembangan Pelaksanaan Otonomi Daerah Saat Ini

Perjalanan otonomi daerah pasca reformasi hingga sekarang dapat dikatakan banyak kemajuan yang telah
dicapai. Pelaksanaan otonomi daerah saat ini dapat dikatakan lebih baik karena dapat memberikan beberapa
solusi. Otonomi daerah memberikan solusi untuk mendorong kemajuan pembangunan daerah,
dimana daerah masyarakat didorong dan diberi kesempatan yang luas mengembangkan kreativitas dan
inovasinya. Muara dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat
melalui peningkatan pelayanan, serta partisipasi aktif masyarakat. Disamping itu, diharapkan
daerah mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan, kekhususan serta potensi keanekaragaman daerah. Setidaknya
terdapat tiga hal prinsip yang berubah secara drastis setelah diberlakukannya kebijakan desentralisasi
dan otonomi daerah, yaitu

a. Pertama, otonomi daerah secara nyata telah mendorong budaya demokrasi di tengah-
tengah kehidupan masyarakat. Otonomi daerah juga telah mampu memberikan nuansa baru
dalam sistem pemerintahan daerah, dari sentralistik birokratis ke arah desentralistik partisipatoris,
dengan tetap dalam kerangka negara kesatuan republik indonesia.
b. Kedua, otonomi daerah telah menumbuhkembangkan iklim kebebasan berkumpul, berserikat
serta mengemukakan pikiran secara terbuka bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian,
masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif untuk turut serta membangun daerahnya.
c. Ketiga, dengan desentralisasi yang telah berjalan selama ini , maka berbagai kebijakan yang menyangkut
keentingan masyarakat, tidak lagi harus melalui proses panjang dan berbelit-belit tetapi menjadi sangat
efisien dan reponsif. Melalui kebijakan desentralisasi, pemerintahan daerah telah diberikan kewenangan
yang lebih luas dalam mengelola dan menggarap potensi ekonomi yan ada di daerah. Dengan demikian,
maka berbagai aktifitas ekonomi di daerah dapat bertumbuh dengan pesat.
Dalam penyelenggaraan otonomi daerah tidak dapat menganggap bahwa masyarakat itu
hanyalah semata-mata sebagai "konsumen" pelayanan publik, t api dit untut adan ya
kem am puan unt uk memperlakukan masyarakat sebagai "citizen" termasuk bagaimana
meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Untuk itu semua aparatur sipil negara di daerah harus
memberikan kualitas pelayanan publik yang lebih balk sebagai wujud pelaksanaan reformasi birokrasi
di daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan demikian pemerintah daerah harus dapat beradaptasi
dengan kepentingan masyarakat, dimana masyarakat semakin menyadari akan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara dalam mendapatkan pelayanan. Perkembangan pelaksanaan otonomi daerah yang
cukup signifikan telah kita rasakan, namun masih perlu adanya perbaikan dan penyempurnaan. Untuk
itu upaya penataan penyelenggaraan otonomi daerah secara komprehensif perlu terus kita lakukan, salah
satunya dengan memberikan arahan dan pedoman bagi daerah.
2. Tantangan Pelaksanaan Otonomi Daerah Saat Ini
Meskipun otonomi daerah memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk
mengelola sumber daya dan pembangunan lokal, beberapa daerah mungkin masih menghadapi
kesenjangan ekonomi, sosial, dan infrastruktur. Berikut beberapa tantangan pelaksanaan
otonomi daerah saat ini ;
a. Persaingan Global
Otonomi daerah membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi daerah untuk
mengaktualisasikan segala potensi terbaiknya secara optimal. Dengan begitu setiap daerah
niscaya memiliki satu atau beberapa keunggulan tertentu relatif terhadap daerah-daerah
lainnya. Bahkan dilihat dari segi potensinya keunggulan tersebut bisa bersifat mutlak,
misalnya yang berasal dari aspek lokasi atau pun anugerah sumber (factor endowment).
Namun ini baru kesempatan atau peluang, bukan sesuatu yang otomatis terealisasikan.
Beberapa prasyarat dibutuhkan untuk menyiapkan daerah-daerah menjadi pelaku aktif di
kancah pasar global:
1. Terjaminnya pergerakan bebas dari seluruh faktor produksi, barang dan jasa di dalam
wilayah Indonesia,
2. Proses politik yang juga menjamin keotonomian masyarakat lokal dalam menentukan
dan memperjuangkan aspirasi mereka melalui partisipasi politik dalam proses
pengambilan keputusan yang berdampak kepada publik.
3. Tegaknya good governance, baik di pusat maupun di daerah, sehingga otonomi daerah
tidak menciptakan bentuk-bentuk KKN baru.
4. Keterbukaan daerah untuk bekerja sama dengan daerah-daerah lain tetangganya untuk
mengoptimalkan pengelolaan sumber daya yang ada. Jangan sampai keputusan
ekonomi dikendalai oleh batas-batas wilayah.
5. Fleksibilitas sistem insentif.
6. Peran pemerintah daerah lebih sebagai regulator yang bertujuan untuk melindungi
kelompok minoritas dan lemah serta menjaga harmoni dengan alam sekitar, bukan
regulator dalam pengertian serba mengatur.
b. Federalisme atau Disintegrasi
Pada umumnya penolakan terhadap federalisme disebabkan oleh dua faktor :
Pertama, federalisme bertentangan dengan UUD 1945 dan semangat para pendiri negara,
sehingga mengingkari jiwa proklamasi. Kedua, ketidaktahuan atau paling tidak
kerancuan atas konsep federalisme dan beberapa istilah seperti otonomi penuh atau
otonomi yang seluas-luasnya. Sejauh ini tak ada penjelasan yang tuntas tentang seberapa
luas otonomi yang akan diberikan dan seperti apa sosok otonomi penuh itu. Di tengah
tuntutan daerah yang semakin keras bagi otonomi, Undang-Undang No.22/1999 yang
bersandingan dengan Undang-Undang No.25/1999 tidak mengandung semangat
otonomi yang kuat. Yang pertama mengatur tentang pemerintahan di daerah dengan
semangat lebih pada asas dekonsentrasi ketimbang otonomi, walaupun harus diakui jauh
lebih maju ketimbang UndangUndang No.5/1974. Adapun Undang-Undang No.25/1999
yang seharusnya menjadi sandingannya, praktis tidak mengubah perimbangan hubungan
keuangan pusat-daerah sebagaimana nama yang melekat pada Undang-Undang tersebut.
Dengan demikian tampaknya sebelum diberlakukan, yang rencananya pada tahun 2001,
kedua undang-undang tersebut sudah tak memadai atau kedaluarsa untuk menjawab
aspirasi masyarakat daerah yang kian mengental untuk keluar dari cengkeraman
pemerintah pusat yang selama ini sangat eksploitatif. Kini pemerintah pusat berpacu
dengan waktu untuk menanggapi tuntutan-tuntutan daerah yang beragam dengan
langgam yang berbeda-beda pula.
3. Penyebab Pelaksanaan Otonomi Daerah Kurang Maksimal
Terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanaan otonomi daerah, permasalahan
tersebut antara lain:
a. Adanya ekploitasi pendapatan daerah,
b. Pemahaman konsep desentralisasi dan otonomi daerah belum matang,
c. Belum mencukupinya ketentuan pelaksanaan otonomi daerah,
d. Kondisi SDM aparatur pemerintah yang belum mendukung pelaksanaan otonomi daerah,
e. Adanya konflik antar daerah.
4. Upaya yang Dapat Dilakukan Pemerintah Untuk Mencapai Otonomi Daerah yang Baik
1. Membuat rencana pembangunan nasional,
2. Memperkuat peran daerah,
3. Meningkatkan pengawasan pembangunan,
4. Membatasi anggaran kampaye,
5. Melaksanakan tata pemerintahan yang baik.
PENUTUP

D. Kesimpulan
Penyelenggaraan otonomi daerah yang sehat dapat diwujudkan dengan ditentukan oleh
kapasitas yang dimiliki oleh manusia pelaksananya. Dan berarti otonomi daerah hanya dapat
berjalan dengan sebaik-baiknya apabila manusia pelaksananya baik, dalam arti mentalitas
maupun kapasitasnya. Pentingnya manusia pelaksana karena manusia merupakan unsur
dinamis dalam organisasi yang bertindak atau berfunsi sebagai subyek penggerak roda
pemerintahan. Oleh karena itu, kualifikasi mentalitas dan kapasitas manusia yang kurang
memadai dengan sendirinya melahirkan implikasi yang kurang menguntungkan bagi
penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam pemerintah daerah terdapat Pemerintah Daerah yang
penyelenggaraann urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), kemudian Alat-alat perlengkapan daerah, yaitu aparatur atau pegawai
daerah dan terakhir rakyat daerah, yatu sebagai komponen yang merupakan sumber energi
terpenting bagi daerah sebagai organisasi yang bersistem terbuka.
Pelaksanaan kebijakan pemerintah kabupaten Manokwari dalam pengentasan kemiskinan
setelah berlakunya Otonomi Khusus Papua di fokuskan pada sektor ekonomi dan pajak. Sebab
kedu sector tersebut 92 secara tidak langsung mampu melakukan pengentasan kemiskinan di
Kabupaten Manokwari. Pengentasan kemiskinan di Kabupaten Manokwari pada awalnya
masih sulit dilakukan, namun semenjak adanya Undangundang Otonomi Daerah No. 22 Tahun
1999 yang telah dicabut dengan UU No. 32 Tahun 2004 pengentasan kemiskinan dapat
beranjak meninggalkan garis ketinggalannya. Hal tersebut terlihat dengan adanya Undang-
undang Otonomi khusus yang berlaku sejak Tahun 2001 yang menitikberatkan pada salah satu
tujuan ekonomi Kabupaten Manokwari yaitu pengentasan kemiskinan.
E. Saran
Dari kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan agar: (1) pemerintah bersama-sama
dengan masyarakyatnya harus senantiasa berusaha untuk meningkatkan pelaksanaan otonomi
daerah; (2) pemerintah menciptakan aparatur hukum yang bersih, dan tidak semena-mena
dalam menjalankan tugasnya; (3) perlu segera diadakan penelitian, tindakan, dan evaluasi,
khususnya dalam upaya untuk menindak lanjuti berabagai peraturan perundang-undangan
yang dikeluarkan menyangkut terlaksananya otonomi daerah; (4) Otonomi dan desentralisasi
fiskal memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan
keuangan daerah. Salah satu hal yang harus diantisipasi adalah kemungkinan terjadinya
perpindahan penyelewengan dan KKN dari pemerintah pusat ke daerah. Kasus di beberapa
negara berkembang menunjukkan bahwa pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
yang terlalu cepat tanpa pengawasan yang cukup justru meningkatkan korupsi di daerah. Salah
satu cara untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengoptimalisasi fungsi
pengawasan oleh DPR.
DAFTAR PUSTAKA

Lasiyo, Wikandaru Reno, dan Hastangka. Pendidikan Kewarganegaraan Edisi 3. Tangerang


Selatan: Universitas Terbuka, 2021

Immanuel, David Grabiell. Apakah Permasalahan Otonomi Daerah Dapat Diselesaikan?. Diakses
pada Februari 25, 2022

Ananda, Candra Faijri dan Basri H. Faisal Tantangan dan Peluang Otonomi Daerah. Diakses pada
November, 2001

Abdurahman Bendjamin, Suratman Eddy, dan Misra Fauzan. Otonomi Daerah: Gagasan dan
Kritik. Jakarta, Penerbit Buku Kompas, 2022

Anda mungkin juga menyukai