Anda di halaman 1dari 11

Indonesia merupakan negara yang besar baik dari segi wilayahnya maupun dari segi

penduduknya. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah lebih dari 17.000 ang
sudah cukup dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di
dunia. Oleh karena itu Indonesia mempunyai gagasan tentang otonomi daerah. Bersamaan
dengan bergulirnya era reformasi di tahun 1998 yang memunculkan tuntunan dari masyarakat
tentang perlunya manegemen pemerintah yang baru. Hal tersebut disebabkan bahwa
pemerintahan yang sentralistik pada kenyataannya masih banyak kekurangan. Tuntutan
tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan disahkannya UU No. 22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintah Daerah.

Soal 1

Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan
otonomi daerah di Indonesia !

(Petunjuk : silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang otonomi daerah yang ada dalam
BMP MKDU4111)

Soal 2

Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam melaksanakan
otonomi daerah di Indonesia !

Soal 3

Pada kurun waktu lebih dari satu dasawarsa berjalannya otonomi daerah sejak disahkan UU
No. 22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah sudah banyak yang dicapai, namun masih
banyak hal yang belum bisa ditangani terkait dengan upaya dalam mengatasi implementasi
kebijakan otonomi daerah. Contoh keberhasilan dari otonomi daerah adalah semakin luasnya
kewenangan dari DPRD selaku Lembaga Legeslatif serta kewenangan kepala daerah selaku
eksekutif dan semakin terbukanya informasi serta partisipasi dari masyarakat dalam hal
pengambilan keputusan dan pengawasan terhadap jalannya pemerintah di tingkat daerah.
Namun, keberhasilan tersebut juga diiringi dengan hambatan seperti munculnya istilah raja-
raja kecil di daerah dan banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah sehingga
menyebabkan anggaran yang seharusnya untuk membangun daerahnya di korupsi dan
pembangunan menjadi terhambat.
Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita sebagai masyarakat
untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah !

(Petunjuk : silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang hambatan otonomi daerah yang
ada di dalam BMP MKDU4111)

Soal 4

Pada praktek good governance menyaratkan harus terdapat transparasi dalam proses
penyelenggaraan pemerintah secara keseluruhan. Transparasi merupakan konsep yang
penting yang mengiringi kuatnya keinginan untuk praktek good governance. Masyarakat
diberikan kesempatan yang luas untuk mengetahui informasi mengenai penyelenggara
pemerintahan, sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian keberpihakan pemerintah
terhadap kepentingan publik. Oleh karena itu, masyarakat dapat dengan mudah menentukan
apakah akan memberikan dukungan kepada pemerintah atau malah sebaliknya.

(Petunjuk : silahkan baca dan pahami terlebih dahulu tentang good governance yang ada di
dalam BMP MKDU4111)
Jawaban :

1. Gagasan tentang otonomi daerah adalah gagasan yang relative belum lama diterapkan di
Indonesia. Bersamaan dengan bergulirnya reformasi pada tahun 1998, muncul tuntutan
masyarakat tentang perlunya manaajemen pemerintahan yang baru mengingat
pemerintahan yang sentralistik dianggap memiliki banyak kekurangan. Sejak awal
kemerdekaan RI kewenangan merupakan salah satu akar permasalahan yang paling serius
yang menjadikannya sebagai objek daya tarik-menarik antara pemerintah pusat dan
daerah, bahkan perebutan kewenangan pemerintah pusat dan daerah dapat dikatakan
mewarnai sejarah hubungan pusat dan daerah di Indonesia. Otonomi daerah tidak saja
berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mengdorong berkembangnya Prakarsa sendiri
untuk mengambil keputusan mengenai kepentingan masyarakat setempat. Dengan
berkembangnya Prakarsa sendiri maka tercapailah apa yang di maksud demokrasu, yaitu
pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dengan demikian yang
melatarbelakangi dilaksanankannnya otonomi daerah secara nyata di Indonesia adalah
ketidakpuasan masyarakat yang berada di daerah yang kaya sumber daya alam namun
kehidupan masyarakatnya tetap berada dibawah garis kemiskinan.Walaupun secara
Undang-Undang sudah sering diterbitkan namun dalam kenyataannya pengelolaan
kekayaan alam dan sumber daya alam daerah masih diatur oleh pusat.Sehingga
masyarakat daerah yang kaya sumber daya alamnya merasa sangat
dirugikan.Akhirnya,pada masa reformasi mereka menuntut dilaksanakannya otonomi
daerah. Sehingga lahirlah UU no 22 tahun 1999 dan pelaksanaan otonomi daerah mulai
terealisasi sejak tahun 2000 secara bertahap. Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi
daerah yang setengah hati dan berada dipersimpangan jalan tentu saja harus
dikembalikan ke koridor yang sesungguhnya. Untuk inilah, peran lembaga mediasi
seperti Partnership for Governance Reform (PGR) dibutuhkan untuk membangun
kapasitas masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Selain itu,
partnership juga dapat memberi tekanan agar agenda desentralisasi dan otonomi daerah
tetap
berjalan sesuai dengan yang diamanatkan. Intervensi yang bertujuan memperkuat
masyarakat sipil dilakukan melalui program yang berkesinambungan dan terukur serta
bukan berorientasi pada proyek yang bersifat jangka pendek (Kaho,2000:12). Ada
beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk mengembalikan desentralisasi atau otonomi
daerah agar sesuai dengan tujuan semula. Program tersebut antara lain: 1. Menata kembali
peraturan perundangundangan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah untuk
memperbaiki hubungan vertikal dalam pemerintahan. 2. Meningkatkan pelaksanaan
kerjasama antar pemerintah daerah termasuk peningkatan peran pemerintah provinsi. 3.
Menyusun kelembagaan pemerintah daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah dan
potensi daerah yang perlu dikelola. 4. Memfasilitasi penyediaan, menyusun rencana
pengelolaan serta meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam rangka
peningkatan pelayanan masyarakat, penyelenggaraan pemerintahan, serta penciptaan
aparatur pemerintah daerah yang kompeten dan profesional. 5. Meningkatkan dan
mengembangkan kapasitas keuangan pemerintah daerah dalam rangka peningkatan
pelayanan masyarakat, penyelenggaraan otonomi daerah, dan penciptaan pemerintahan
daerah yang baik. 6. Menata dan melaksanakan kebijakan pembentukan daerah otonom
baru sehingga tidak memberikan beban bagi keuangan negara dalam kerangka upaya
meningkatkan pelayanan masyarakat dan percepatan pembangunan wilayah. 7.
Transparansi pengelolaan keuangan dan kesadaran bagi seluruh pejabat daerah serta
masyarakat untuk mendukung penuh pelaksanaan otonomi daerah dalam rangka mencapai
kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian tujuan utama pembentukan daerah otonom
ialah memberikan kemandirian kepada daerah untuk mengurus rumah tangga sendiri dan
mampu membangun pertumbuhan ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Proses pemekaran wilayah ternyata memunculkan kerajaan-kerajaan kecil yang
dikuasai sekumpulan elite di daerah. Mayoritas dana yang seharusnya dikelola daerah
untuk kesejahteraan masyarakat habis untuk anggaran belanja rutin pegawai. Dengan
pendekatan lintasa sektor pemerintah dapat mengatur keuangan daerah yang harus
digunakan secara efektif dan efisien, agar kehidupan masyarakat menjadi sejahtera.

Sumber :
BMP MKDU4111.321 Modul 9
Arthur, Muhammad. 2012. Menggugah Peran Aktif Masyarakat dalam Otonomi Daerah.
Jakarta
2. Otonomi daerah merupakan proses pengejewantahan penerapan sistem desentralisasi.
Dimana sistem desentralisasi diterapkan sebagai tindak lanjut demokratisasi di Indonesia.
Proses sejarah yang memaksa diterapkannya sistem desentralisasi yang bertujuan untuk
mengurangi sentralitas kekuasaan pada pemerintah pusat. Sejarah telah membuktikan
bahwa sentralitas pemerintah pusat menyebabkan sempitnya ruang bagi rakyat untuk
mengembangkan potensi yang sebenarnya bermanfaat untuk keberlangsungan di segala
bidang pemerintahan maupun non- pemerintahan. Hal ini juga berkaitan dengan hakikat
sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia, yaitu rakyat mempunyai kedaulatan
tertinggi. Fakta sentralitas pemerintah pusat pada masa Orde Baru (Orba) terbukti telah
menyalahi hakikat dari demokrasi, terlepas dari tidak jelasnya aturan demokrasi yang
diterapkan di Indoneisa apakah langsung atau tidak langsung. Maka dari itu, sistem
desentralisasi ditetapkan untuk membagi kekuasaan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk mengatur
pemerintahannya sendiri atau sering disebut otonomi daerah. Penghambat pelaksanaan
otonomi daerah antara lain sebagai berikut:1. Tidak semua daerah otonom di Indonesia
memiliki sumber daya manusia yang tinggi, sehingga masih memerlukan bantuan dari
pusat atau daerah lain. 2.Tidak semua daerah otonom di Indonesia memiliki sumber daya
alam yang memadai, sehingga sulit untuk menggali dana dari potensi alam. 3. Masih
adanya daya tarik menarik antar pemerintah pusat dan daerah tentang kewenangan
masalah tertentu. 4. Adanya kebiasaan sentralisasi atau terpusat, sehingga kreativitas
daerah sulit berkembang. 5. Sebagian besar daerah otonom masih membiasakan diri
tergantung kepada pusat terutama masalah dana atau keuangan, sehingga sulit untuk
mandiri. Beberapa tahun terakhir kasus korupsi juga menghambar otonomi daerah.
Indonesia juga mengalami kenaikan angka korupsi. Salah satu contoh kasus korupsi yang
dihadapi terkait perizinan yang dilakukan oleh pejabat daerah jumlahnya makin hari
makin banyak. Ditahun 2014 Bupati Bogor Rachmat Yasin pada 7 Mei 2014 melakukan
praktik korupsi yaitu jual beli izin alih fungsi hutan untuk perumahan elit yang dikelola
PT Bukit Jonggol Asri sebesar Rp 5 miliar. Pada tahun 2015, Bupati Lombok Barat Zaini
Arony dihukum 7 tahun penjara karena memeras pengusaha yang akan mengurus
investasi izin wisata di kabupaten Lombok. Selain itu, korupsi dan kurangnya
transparansi masih menjadi momok bagi tata kelola ekonomi daerah. Pelaku bisnis di
semua tingkatan mengatakan, dua hal tersebut sebagai problem utama. Terutama dalam
kegiatan lelang, pungutan tidak resmi, dan keadilan pengambilan keputusan. Ekonomi
daerah masih bisa berharap pada sosok kepemimpinan kepala daerah. Pelaku usaha
dalam studi ini mempersepsikan bahwa kepemimpinan yang kuat dari kepala daerah
merupakan kunci untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. Kepala daerah yang
berkarakter kuat mampu berinisiatif melakukan terobosan kebijakan. Begitu juga,
keberaniannya menekan praktik korupsi di kalangan birokrasi. Pengungkapan kasus
korupsi perizinan di Indonesia memberikan sinyalemen bahwa semakin hari
permasalahan perizinan menjadi persoalan serius yang harus dibenahi untuk dapat segera
diselesaian. Penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi mutlak
harus dilaukan sebagai cara untuk memperbaiki birokrasi negeri ini. Salah satu
kewenangan tersebut adalah dengan cara melakukan pencabutan terhadap perizinan yang
terindiasi koruptif. Pemerintah harus berperan aktf untuk mengoreksi keptusan-keputusan
yang koruptif. Ini berangkat dari asas ius contrarius actus yang menyatakan bahwa badan
atau pejabat yang menerbitkan keputusan pemerintah dengan sendirinya berwenang
untuk membatalkan keputusannya tersebut. Hal ini dapat menjadi cara bagi pemerintah
untuk membatalkan izin yang terindikasi korupsi ataupun suap.

Sumber :

BMP MKDU4111.321 Modul 9

Budi Setiyono, Memahami Korupsi Di Daerah Pasca Desentralisasi: Belajar Dari Empat
Studi Kasus, Politika, Vol. 8, No. 1, April 2017.
3. Sudah begitu banyak studi yang menunjukkan bahwa korupsi sangat merugikan bagi
upaya untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Kerugian-kerugian itu dapat
dibuktikan secara sosiologis, politis maupun ekonomis. Kalau dikatakan bahwa korupsi
itu melanggar nilai-nilai moral dan bertentangan dengan etika politik, mungkin tidak
akan banyak orang yang mendengarnya karena implikasi praktisnya sulit dibuktikan.
Akan tetapi, secara ekonomi dapat segera dibuktikan betapa berbahayanya korupsi jika
tidak dikendalikan dengan upaya yang serius. Masalahnya adalah bahwa di Indonesia
sampai sejauh ini belum terbentuk kesadaran untuk mencegah korupsi secara kolektif.
Upaya pemberantasan dengan pendekatan legal memang telah dilakukan terutama
setelah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang memperoleh dukungan publik
mulai berhasil mengungkap berbagai kasus korupsi dan menyeret pelakunya ke sidang
tindak pidana korupsi. Namun upaya pemberantasan tidak akan berjalan efektif tanpa
didukung dengan upaya pencegahan. Justru pendekatan yang bersifat preventif inilah
yang dalam jangka panjang akan dapat menjadi pengendali internal bagi
pemberantasan korupsi yang berkelanjutan. Perhatian masyarakat yang besar pada
upaya pemberantasan korupsi dengan cara tertentu mungkin suatu saat akan
mengurangi praktik korupsi. Namun masalahnya ialah bahwa perhatian masyarakat itu
seringkali sulit dipelihara dan dilembagakan. Dengan demikian, upaya pemberantasan
korupsi harus sedapat mungkin dilembagakan dan didukung oleh seluas mungkin
kepentingan publik sendiri. Karena itulah maka Robert Klitgaard dkk (2002)
mengatakan bahwa sesungguhnya rumusan umum dari upaya pemberantasan korupsi
sebenarnya sederhana. Hanya saja, upaya untuk terus-menerus memelihara komitmen
yang sederhana itu pun terkadang tidak dilakukan. Maka prinsip mencegah harus tetap
diutamakan agar korupsi dapat dikurangi secara signifikan dan pada saat yang sama
tersedia pengendali internal di dalam diri setiap pejabat sehingga korupsi tidak terjadi.
Setidaknya, korupsi tidak akan mudah terjadi kendatipun penegakan hukum belum
dilakukan. Untuk arah kebijakan ini, ada tiga hal penting yang harus tersedia, yaitu:
transparansi, kepemimpinan, dan dukungan publik. Sebuah objek disebut transparan
apabila dari objek tersebut seseorang dapat melihat atau mengamati benda atau objek
lainnya. Pengertian ini di dalam ilmu sosial-politik atau khususnya ilmu kebijakan
publik kemudian berarti bahwa masyarakat secara umum (civil society) dapat
mengetahui atau memperoleh akses terhadap semua informasi mengenai tindakan yang
diambil oleh para perumus.
kebijakan. Ada banyak daerah yang dari sistem birokrasinya sudah berjalan dengan baik
tetapi kemudian kinerjanya merosot tajam karena pemimpinnya yang korup dan
kemudian mempengaruhi iklim organisasi pemerintah di daerah sehingga tercipta budaya
korup. Tetapi di lain pihak, ada banyak pemimpin yang berhasil mempengaruhi sistem
birokrasi sehingga korupsi dapat relatif lebih dikendalikan. Selanjutnya, pengaruh
kepemimpinan dan dukungan publik dapat berjalan secara timbal balik. Jika pemimpin
relatif punya integritas tinggi dan mampu mengkomunikasikan kebijakan anti-korupsinya
dengan publik dengan baik, maka dukungan publik akan mengalir dan selanjutnya
pencegahan korupsi akan berjalan dengan lebih terkontrol. Sebaliknya, jika pemimpin
kurang berhasil meyakinkan masyarakat tentang arah kebijakan yang diambil dan tentang
pentingnya mencegah tindak pidana korupsi, maka kebijakan dari pimpinan tidak akan
membawa pengaruh lebih luas. Pada akhirnya, pencegahan korupsi tidak bisa dilakukan
secara individual. Perlu adanya dukungan organisasi atau dukungan dari masyarakat
banyak untuk memastikan pengakuan bahwa tindakan korup adalah tindakan yang tidak
terpuji dan harus ada penghinaan umum (public disdain) atas perilaku korup di manapun
juga dan oleh siapapun juga.

Sumber :

Nusantara, Agung (2001). “Dampak Korupsi terhadap Ekonomi”, Jurnal Bisnis dan
Ekonomi, Maret 2001
4. Governance melibatkan kebijakan dan prosedur untuk pengambilan keputusan dan
pengendalian atas pengarahan dan pengelolaan organisasi agar efektif (Carnagie, 2009).
Hal tersebut mengacu kepada praktik yang mengharuskan adanya pengawasan,
pengendalian, pengungkapan, dan transparansi (Harris and Cunningham, 2009), struktur
universitas, delegasi dan pengambilan keputusan, perencanaan, koherensi organisasi dan
pengarahan (Considine, 2004). Struktur Governance Struktur Governance direfleksikan
oleh hubungan antar stakeholdersyang menjamin seluruh stakeholder berpartisipasi dalam
struktur governance dan proses pengambilan keputusan institusi sesuai tingkatan dan
kewenangannya (AWI/MCI Program, 2010;Quyen, 2014). Mahasiswa memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata kelola dan pembangunan potensi pemerintahan
kemahasiswaan yang baik. Namun untuk mewujudkannya, diperlukan kepekaan akan apa
saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Langkah utama
mengawali suatu perubahan pada suatu tatanan kemahasiswaan adalah bagaimana
mahasiswa yang tergabung dalam sebuah organisasi mahasiswa baik itu BEM, LEM, LM,
maupun DEMA mengupayakan suatu tata kelola organisasi kemahasiswaannya secara
baik dan ideal. beberapa prinsip yang ada di dalam good governance yang mana hal
tersebut selama ini telah diterapkan pada tata kelola perusahaan (good corporate
governance) maupun universitas (good university governance). Kedepan, dengan
diterapkannya good governance ini di tata kelola organisasi mahasiswa, maka terwujudlah
good student governance. Good student governance itu sendiri dapat diartikan sebagai
perwujudan dari tata kelola pemerintahan yang dikhususkan bagi organisasi tingkat
kemahasiswaan yang mana dijalankan oleh mahasiswa itu sendiri. Namun, untuk
menerapkan hal tersebut haruslah diketahui pula kesanggupan dan implementasi dari
organisasi mahasiswa selama ini terkait transparansi, partisipatif dan akuntabilitas, karena
hal tersebut merupakan beberapa prinsip dari good governance. Peran mahasiswa sebagai
Agent of Change dapat lebih terasa, baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Mereka
berfungsi sebagai wakil masyarakat dalam mengawal segala kebijakan pemerintah.
Termasuk juga mengawal pencegahan dan pemberantasan korupsi. Untuk mewujudkan hal
tersebut, mahasiswa dapat memulai dari lingkup yang lebih kecil. Yaitu menciptakan
lingkungan kampus yang berintegritas. Oleh karena mereka adalah calon pemimpin
bangsa di masa depan, melatih diri sejak dini untuk menghilangkan perilaku-perilaku
koruptif adalah termasuk langkah dalam pencegahan korupsi di masa mendatang.
Kemudian mashasiswa juga dapat berperan untuk melakukan pencegahan dengan terjun
langsung ke masyarakat. Mahasiswa dapat mensosialisasikan segala hal yang
merupakan pencegahan terjadinya korupsi dan menghilangkan budaya perilaku koruptif
di dalam masyarakat. Kemudian yang lebih vital lagi adalah mahasiswa harus
mengontol segala kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah. Pemerintah butuh untuk
diawasi dan dikritisi supaya terwujud kebijakan-kebijakan yang dapat menghasilkan
keadilan dan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Termasuk hal terkait pemberantasan
korupsi, mahasiswa bisa menuntut pemerintah untuk lebih aktif dan serius dalam segala
upaya pemberantasan korupsi. Transparansi merupakan ketersediaan informasi yang
akurat, relevan dan mudah dimengerti yang dapat diperoleh secara low-cost sehingga
stakeholders dapat mengambil keputusan yang tepat. Pengambilan dan implementasi
keputusan dilakukan dalam tata cara yang mengikuti hukum dan peraturan. Informasi
harus tersedia secara bebas dan dapat diakses langsung oleh pihak-pihak yang akan
dipengaruhi oleh keputusan tersebut. Informasi yang tersedia haruslah dalam bentuk dan
media yang mudah dimengerti. Hal tersebut dilihat dari adanya sistem dan standar
akuntansi 50 Institusi Pendidikan Tinggi di Era Digital: Pemikiran, Permodelan dan
Praktek Baik untuk menjamin kualitas laporan keuangan dan pengungkapannya,
pengembangan management information system (MIS) untuk menjamin pengukuran
kinerja dan keefektifan proses pengambilan keputusan, pengembangan manajemen risiko
untuk menjamin bahwa seluruh risiko signifikan telah diidentifikasi, diukur, dan dikelola
hingga batas toleransi (Surya dan Yustiavandana, 2006).

Sumber
BMP MKDU4111.321 Modul 9
https://media.neliti.com/media/publications/122594-ID-implementasi-good-
governance- pada-organi.pdf
yang tersedia haruslah dalam bentuk dan media yang mudah dimengerti. Hal tersebut dilihat
dari adanya sistem dan standar akuntansi 50 Institusi Pendidikan Tinggi di Era Digital:
Pemikiran, Permodelan dan Praktek Baik untuk menjamin kualitas laporan keuangan dan
pengungkapannya, pengembangan management information system (MIS) untuk menjamin
pengukuran kinerja dan keefektifan proses pengambilan keputusan, pengembangan
manajemen risiko untuk menjamin bahwa seluruh risiko signifikan telah diidentifikasi,
diukur, dan dikelola hingga batas toleransi (Surya dan Yustiavandana, 2006).

5.

Anda mungkin juga menyukai