Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 3: Pendidikan Kewarganegaraan

Nama : Miftah Maulia Editia

Nim : 043589775

1. Indonesia merupakan negara yang besar baik dari segi wilayahnya maupun dari segi penduduknya.
Indonesia merupakan negara kepualaian dengan jumlah lebih dari 17.000 yang sudah cukup dapat
dikatakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, Indonesia
mempunyai gagasan tentang otonomi daerah. Bersamaan dengan bergulirnya era reformasi di Tahun
1998 yang memunculkan tuntutan dari masyarakat tentang perlunya managemen pemerintahan yang
baru. Hal tersebut disebabkan bahwa pemerintahan yang sentralistik pada kenyataannya masih banyak
kekurangan. Tuntutan tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan disahkannya UU No. 22 tahun 1999
Tentang Pemerintah daerah.

Dari uraian di atas lakukanlah analisis faktor-faktor yang dapat memperngaruhi keberhasilan otonomi
daerah di Indonesia!

Jawab:

Sejak awal kemerdekaan RI kewenangan merupakan salah satu akar permasalahan yang paling serius
yang menjadikannya sebagai objek daya tarik-menarik antara pemerintah pusat dan daerah, bahkan
perebutan kewenangan pemerintah pusat dan daerah dapat dikatakan sangat mewarnai sejarah
hubungan pusat dan daerah di Indonesia. Lahirnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah merupakan perubahan mendasar dari Undang-Undang No. 5 tahun 1974 yang
sangat sentralistik dalam segala bidang (Wahidin, 2015: 84). Otonomi daerah tidak saja berarti
melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri untuk mengambil
keputusan mengenai kepentingan masyarakat setempat. Dengan berkembangnya prakarsa sendiri maka
tercapailah apa yang dimaksud demokrasi, yaitu pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Rakyat tidak saja dapat menentukan nasibnya sendiri melainkan juga memperbaiki nasibnya sendiri.
Desentralisasi dan penguatan demokrasi di tingkat lokal merupakan elemen dasar yang mendasari
kelahiran UU No. 22 Tahun 1999 di mana undang-undang ini menggantikan UU No. 5 Tahun 1974 yang
bernuansa kekuasaan yang sentralistik dan mengabaikan kearifan dan aspirasi masyarakat lokal.
Desentralisasi merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu yang ingin dicapai suatu negara.
Otonomi daerah adalah peningkatan efisiensi administrasi dan peningkatan pembangunan sosial-
ekonomi. Kemandirian daerah untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan melaksanakan
pembangunan di daerah (Wahidin, 2015: 95). Contoh keberhasilan dari otonomi daerah antara lain
yaitu, semakin luasnya kewenangan dari DPRD selaku Lembaga legeslatif serta kewenangan kepala
daerah selaku eksekutif dan semakin terbukanya informasi serta partisipasi dari masyarakan dalam hal
pengambilan keputusan dan penagwasan terhadap jalannya pemerintahan di tingkat daerah.

Secara istilah, otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur atau mengurus sendiri urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (Wahidin,
2015: 85). Berdasarkan pengertian tersebut maka esensi di dalam otonomi daerah adalah wewenang
untuk mengatur pemerintahan sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum di dalam pemberlakuan
kebijakan otonomi daerah ini dapat dijumpai baik di dalam UUD NRI Tahun 1945 maupun di dalam
peraturan perundang-undangan lain yang lebih khusus. Selain ketentuan yang terdapat di dalam UUD
NRI Tahun 1945 diterapkannya kebijakan otonomi daerah juga didasari oleh peraturan perundang-
undangan yang lain, yaitu: TAP No. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah; serta Undang-
Undang No. 8 Tahun 2005 tentang Penerapan Perppu No. 3 Tahun 2005 tentang perubahan RUU No. 32
tahun 2004 menjadi Undang-Undang. Dengan melihat beberapa peraturan hukum yang mengatur
tentang otonomi daerah tersebut, dapat diketahui bahwa isu tentang hubungan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah ini memang salah satu persoalan serius. Adanya beberapa peraturan hukum yang
menjadi landasan pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia untuk
mengakhiri masalah ketimpangan pembangunan di pusat dan daerah tersebut. Sebagai prinsip
manajemen pemerintahan yang baru, tentunya otonomi daerah menjadi harapan baru seluruh rakyat
yang diharapkan mampu mengantarkan masyarakat kepada kondisi yang adil, makmur, dan sejahtera.
Mengingat harapan yang tinggi tersebut, otonomi daerah harus dilaksanakan dengan penuh
perhitungan dan dilandasi dengan prinsip yang jelas.

2. Uraian di atas lakukanlah analisis faktor apa saja hambatan dalam melaksanakan otonomi daerah
di Indonesia!

Jawab:

Sejak diberlakukannya UU mengenai Otonomi Daerah, banyak pihak yang mendapatkan aspek positifnya
karena, kewenangan ini menjadi sebuah impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik
cenderung menempatkan daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau
pinggiran. Namun, pelaksanaan otonomi daerah ini juga masih menimbulkan beberapa persoalan,
diantaranya yaitu:

1. Adanya Eksploitasi Pendapatan Daerah

Salah satu konsekuensi otonomi adalah kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengelolaan
keuangannya, mulai dari proses pengumpulan pendapatan sampai pada alokasi pemanfaatan
pendapatan daerah tersebut. Dalam kewenangan semacam ini sebenarnya sudah muncul inherent risk,
risiko bawaan, bahwa daerah akan melakukan upaya maksimalisasi, bukan optimalisasi, perolehan
pendapatan daerah. Upaya ini didorong oleh kenyataan bahwa daerah harus mempunyai dana yang
cukup untuk melakukan kegiatan, baik itu rutin maupun pembangunan.

2. Pemahaman terhadap Konsep Desentralisasi dan Otonomi Daerah yang Belum Mantap
Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, serta UU No 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, maka sejumlah besar fungsi-fungsi pemerintahan dialihkan
dari pusat ke daerah, dalam banyak hal melewati provinsi. Berdasarkan kedua undang-undang ini,
semua fungsi pelayanan publik kecuali pertahanan, urusan luar negeri, kebijakan moneter dan fiskal,
urusan perdagangan dan hukum, telah dialihkan ke daerah otonom. Kota dan kabupaten memikul
tanggung jawab di hampir semua bidang pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, dan
prasarana; dengan provinsi bertindak sebagai koordinator. Jika ada tugas-tugas lain yang tidak disebut
dalam undang-undang, hal itu berada dalam tanggung jawab pemerintah daerah. Kedua undang-undang
ini, mencerminkan realitas politik bahwa warga negara Indonesia kebanyakan menghendaki peran yang
lebih besar dalam mengelola urusan sendiri. Meskipun demikian, tata pemerintahan lokal yang baik
pada saat ini belum dapat dilaksanakan di Indonesia, meskipun sistem desentralisasi telah dilaksanakan.

3. Penyediaan Aturan Pelaksanaan Otonomi Daerah yang Belum Memadai

Parlemen di daerah tumbuh menjadi sebuah kekuatan politik riil yang baru. Lembaga legislatif ini secara
merdeka dapat melakukan sendiri pemilihan gubernur dan bupati/walikota tanpa intervensi
kepentingan dan pengaruh politik pemerintah pusat. Kebijakan di daerah juga dapat ditentukan sendiri
di tingkat daerah atas kesepakatan pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD).
Setidaknya terdapat dua penyebab utama mengapa hal ini bisa terjadi, yaitu: 1) Pemerintah pusat
rupanya tak kunjung serius memberikan hak otonomi kepada pemerintahan di daerah. 2) Desentralisasi
telah menggelembungkan semangat yang tak terkendali di kalangan sebagian elit di daerah sehingga
memunculkan sentimen kedaerahan yang amat kuat. Istilah putra daerah-daerah mengemuka di mana-
mana mewakili sentimen kedaerahan yang terwujud melalui semacam keharusan bahwa kursi puncak
pemerintahan di daerah haruslah diduduki oleh tokoh-tokoh asli dari daerah bersangkutan.

4. Kondisi SDM Aparatur Pemerintahan yang Belum Menunjang Sepenuhnya Pelaksanaan Otonomi
Daerah.

Sejak diberlakukannya otonomi daerah, berdasarkan data yang ada 20 % pemerintah daerah mampu
menyelenggarakan otonomi daerah dan berbuah kesejahteraan rakyat di daerah. Namun masih 80 %
pemerintah daerah dinilai belum berhasil menjalankan visi, misi dan program desentralisasi.
Penyelenggaraan otonomi daerah yang sehat dapat di wujudkan melalui peningkatan kapasitas dan
kompetensi yang di miliki manusia sebagai pelaksananya. Penyelenggaraan otonomi daerah hanya dapat
berjalan dengan sebaik-baiknya apabila manusia pelaksananya baik, dalam artian mentalitas, integritas
maupun kapasitasnya. Pentingnya posisi manusia pelaksana ini karena manusia merupakan unsur
dinamis dalam organisasi yang bertindak/berfungsi sebagai subjek penggerak roda organisasi
pemerintahan. Oleh sebab itu kualitas mentalitas dan kapasitas manusia yang kurang memadai dengan
sendirinya melahirkan implikasi yang kurang menguntungkan bagi penyelenggaraan otonomi daerah.

5. Korupsi di Daerah.

Fenomena lain yang sejak lama menjadi kekhawatiran banyak kalangan berkaitan dengan implementasi
otonomi daerah adalah bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah. Sinyalemen ini menjadi
semakin beralasan ketika terbukti bahwa banyak pejabat publik yang masih mempunyai kebiasaan
menghambur hamburkan uang rakyat untuk piknik ke luar negeri dengan alasan studi banding. Juga,
mulai terdengar bagaimana anggota legislatif mulai menggunakan kekuasaannya atas eksekutif untuk
menyetujui anggaran rutin DPRD yang jauh lebih besar dari pada sebelumnya. Sumber praktik korupsi
lain yang masih berlangsung terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah
(procurement) yang seringkali terjadi harga sebuah item barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga
pasar.

3. Pada kurun waktu lebih dari satu dasawarsa berjalannya otonomi daerah sejak disahkan UU No. 22
Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah sudah banyak yang dicapai, namun masih banyak hal yang belum
bisa ditangani terkait dengan upaya dalam mengatasi implementasi kebijakan otonomi daerah. Contoh
keberhasilan dari otonomi daerah dalah semakin luasnya kewenangan dari DPRD selaku Lembaga
legeslatif serta kewenangan kepala daerah selaku eksekutif dan semakin terbukanya informasi serta
partisipasi dari masyarakan dalam hal pengambilan keputusan dan penagwasan terhadap jalannya
pemerintahan di tingkat daerah. Namun, keberhasilan tersebut juga diiringi dengan hambatan seperti
munculnya istilah raja-raja kecil di daerah dan banyak kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah
sehingga menyebabkan anggaran yang seharusnya untuk membangun daerahnya dikorupsi dan
pembangunan menjadi terhambat.

Dari uraian di atas lakukanlah telaah terkait dengan solusi nyata kita sebagai masyarakat untuk
menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah!

Jawab:

Masalah-masalah tersebut seterusnya akan menjadi persoalan keduanya baru muncul dipermukaan
sekarang, tidak lain karena momentum otonomi daerah memang memungkinkan untuk itu. Untuk
menyiasati beratnya tersendiri, terlepas dari keberhasilan implementasi otonomi daerah. Pilihan
kebijakan yang tidak populer melalui intensifikasi pajak dan perilaku koruptif pejabat daerah sebenarnya
sudah ada sejak lama dan akan terus berlangsung. Jika kini beban anggaran, pemerintah daerah
semestinya bisa menempuh jalan alternatif, selain intensifikasi pungutan yang cenderung membebani
rakyat dan menjadi disinsentif bagi perekonomian daerah, yaitu (1) efisiensi anggaran, dan (2)
revitalisasi perusahaan daerah. Saya sepenuhnya yakin bahwa banyak pemerintah daerah mengetahui
alternatif ini. Akan tetapi, jika keduanya bukan menjadi prioritas pilihan kebijakan maka pemerintah
pasti punya alasan lain. Dugaan saya adalah bahwa pemerintah daerah itu malas! Pemerintah tidak
mempunyai keinginan kuat (strong will) untuk melakukan efisiensi anggaran karena upaya ini tidak
gampang. Di samping itu, ada keengganan (inertia) untuk berubah dari perilaku boros menjadi hemat.

Upaya revitalisasi perusahaan daerah pun kurang mendapatkan porsi yang memadai karena kurangnya
sifat kewirausahaan pemerintah. Sudah menjadi hakekatnya bahwa pemerintah cenderung melakukan
kegiatan atas dasar kekuatan paksa hukum, dan tidak berdasarkan prinsip-prinsip pasar, sehingga ketika
dihadapkan pada situasi yang bermuatan bisnis, pemerintah tidak bisa menjalankannya dengan baik.
Salah satu cara untuk mengatasi hal ini pemerintah daerah bisa menempuh jalan dengan menyerahkan
pengelolaan perusahaan daerah kepada swasta melalui privatisasi. Pemeritah juga seharusnya merevisi
UU yang dipandang dapat menimbulkan masalah baru. Berikut solusi yang dapat dilakukan untuk keluar
dari masalah;

1. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintah daerah juga perlu diupayakan.
Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan
mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan
tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena
pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan
Otonomi Daerah.

2. Memperkuat peranan daerah untuk meningkatkan rasa nasionalisme.

3. Dengan mengadakan kegiatan menanaman nasionalisme seperti kewajiban mengibarkan bendera


merah putih. Melakukan pembatasan anggaran kampanye karena menurut penelitian korupsi yang
dilakukan kepala daerah akibat pemilihan umum berbiaya tinggi membuat kepala daerah melakukan
korupsi.

4. Melaksanakan Good Governence dengan memangkas birokrasi (reformasi birokrasi), mengadakan


pelayanan satu pintu untuk masyarakat. Melakukan efisiensi anggaran.

5. Melarang anggota keluarga kepala daerah untuk maju dalam pemilihan daerah untuk mencegah
pembentukan dinasti politik.

6. Meningkatkan kontrol terhadap pembangunan di daerah dengan memilih mendagri yang


berkapabilitas untuk mengawasi pembangunan di daerah.

7. Konsep otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab tetap dijadikan acuan dengan meletakkan
pelaksanaan otonomi pada tingkat daerah yang paling dekat dengan masyarakat.

4. Pada praktek good governance menyaratkan harus terdapat transparasi dalam proses
penyelenggaraan pemerintah secara keseluruhan. Transparasi merupakan konsep yang penting yang
mengringi kuatnyakeinginan untuk praktek good governance. Masyarakat diberikan kesempatan yang
luas untuk mengetahui informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan, sehingga masyarakat dapat
memberikan penilaian keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan public. Oleh karena itu,
masyarakat dapat dengan mudah menetukan apakah akan memerikan dukungan kepada pemerintah
atau malah sebaliknya.

Dari uaraian di atas lakukanlah telaah terkait peran mahasiswa dalam upaya mewujudkan praktek
good governance!

Jawab:
Menurut Effendi (2005) tata kelola pemerintahan yang baik atau good goovernance telah diterjemahkan
menjadi penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), pengelolaan
pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab atau LAN, tata pemerintahan yang baik atau UNDP,
serta ada juga yang mengartikan good governance sebagai pemerintahan yang bersih. Namun bukanlah
sesuatu yang mudah untuk mewujudkan good governance yang bersih, dibutuhkan komitmen yang kuat
dari para pelaku yang terlibat dan pemangku kepentingan, seperti pemerintah, masyarakat maupun
swasta. Mahasiswa merupakan kelompok kaum intelektual muda yang nantinya akan menjadi generasi
penerus bangsa, sehingga mahasiswa memiliki peranan yang sangat penting untuk mewujudkan good
governance di lingkungan masyarakat. Mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk memberikan upaya
terbaik mereka di sela-sela waktu perkuliahan demi mewujudkan perubahan yang baik di lingkungan
masyarakat sekitarnya. Tiga peranan penting yang harus dilakukan mahasiswa terhadap masyarakat
untuk mewujudkan good governance, diantaranya yaitu Agent of Change, Agent of Control, dan Iron
Stock.

Sebagai Agent of Change mahasiswa tidak boleh hanya diam saja melihat kondisi lingkungan sekitarnya,
namun mahasiswa dituntut dapat melakukan suatu perubahan dan merubah kondisi lingkungan
sekitarnya menuju kearah yang lebih baik. Mahasiswa harus bisa bertindak sebagai katalis atau bisa
disebut sebagai pemicu terjadinya sebuah perubahan yang nantinya akan berdampak positif serta
memperjuangkan perubahan-perubahan yang mengarah pada perbaikan di dalam kehidupan
masyarakat. Mahasiswa juga sangat berperan penting untuk mewujudkan good governance dalam
sistem pemerintahan sebagai kontrol terhadap kebijakan yang telah dibuat atau Agent of Control.
Seperti mengkritisi dan mengamati keadaan yang sedang terjadi di lingkungan masyarakat sekitarnya,
baik di lingkungan kampus maupun di lingkungan masyarakat luas. Sebagai Agent of Control, mahasiswa
diharuskan untuk terlibat sebagai pelaku di dalam lingkungan masyarakat agar dapat menjadi panutan
dalam masyarakat, bukannya hanya sebagai pengamat yang hanya bisa duduk manis.

Sebagai aset atau cadangan masa depan suatu negara (Iron Stock), mahasiswa juga diharapkan dapat
menjadi generasi yang tangguh, memiliki jiwa kepemimpinan serta memiliki moralitas yang baik
sehingga dapat menggantikan kepemimpinan generasi yang sebelumnya sudah pernah memimpin.
Maka dari itu untuk mewujudkan ketiga peranan penting tersebut mahasiswa diharuskan untuk peduli
dan melek dengan keadaan di lingkungan sekitarnya, sehingga mahasiswa akan menyadari semua
permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Karena, yang akan layak dan
akan mampu mengusung perubahan bangsa ini di kemudian hari hanyalah para mahasiswa yang sadar
dan peduli dengan keadaan yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Contoh upaya yang dapat dilakukan
antara lain, yakni;

1. Partisipasi

Di dalam negara demokrasi seperti Indonesia, konsep partisipasi adalah salah satu konsep yang penting
karena konsep ini berhubungan langsung dengan kedudukan rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi
negara. Oleh karena institusi negara dipahami sebagai institusi yang dimiliki oleh semua warga negara,
warga negara memiliki hak untuk ikut berpartisipasi di dalam pemerintahan. Semakin tinggi partisipasi
rakyat di dalam pemerintahan maka semakin baik pula negara tersebut. Dalam konteks pemahaman
tentang good governance, konsep partisipasi ini tidak hanya berhenti pada masalah sejauh mana
partisipasi warga negara di dalam pemerintahan, tetapi juga tentang sejauh mana pemerintah membuka
jalur-jalur partisipasi warga negara tersebut. Semakin terbuka kesempatan warga negara untuk
berpartisipasi di dalam pemerintahan maka semakin baik pula tata kelola pemerintahan yang dijalankan.

2. Taat Hukum

Hukum menempati kedudukan yang penting di dalam negara demokrasi karena hukum merupakan
manifestasi dari konsensus atau kontrak sosial dari warga negara. Hukum yang adil dan dilaksanakan
tanpa diskriminasi menjadi kebutuhan mutlak bagi setiap negara untuk mewujudkan harkat dan
martabat negara itu sendiri. Dalam konteks good governance semakin suatu negara menghormati
supremasi hukum dan menjalankan hukum dengan adil serta tanpa diskrimasi maka semakin baik pula
tata kelola pemerintahan yang dijalankan. Dengan dijalankannya hukum dengan adil dan tanpa
diskriminasi maka warga negara akan merasakan jaminan hukum yang jelas dan dapat mempercayai
proses penegakan hukum yang dilakukan oleh negara. Ini menjadi satu hal yang penting karena
penghormatan warga negara terhadap penegakan hukum akan menentukan penghormatan warga
negara terhadap negara dan pemerintahan yang berlangsung.

Sumber referensi:

Hastangka, Lasiyo, Reno Wikandaru. 2020. Pendidikan Kewarganegaraan. Tanggerang Selatan:


Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai