JUDUL: GOOD AND CLEAN GOVERNMENT DALAM OTONOMI DAERAH
OLEH: NINDA LESTARI NIM : 042627485
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS HUKUM,ILMU SOSIAL, ILMU POLITIK UNIVERSITAS TERBUKA UPBJJ 74- MALANG 2020 Pendahuluan Indonesia adalah negara yang besar, baik dari segi wilayahnya maupun dari segi jumlah penduduknya. Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau, di mana hanya sekitar 7.000 pulau yang berpenghuni. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah negara berkepulauan yang terbesar di dunia. Keadaan tersebut tidak bisa dipungkiri menjadi situasi yang sangat disyukuri oleh semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali. Namun, terlepas dari banyaknya situasi yang terjadi tidak menutup kemungkinan jika terjadi berbagai macam kendala dalam mengelola negara yang besar seperti Indonesia. Contoh kendala nyata yang dihadapi adalah dari sisi pemerintahan yang berkhusus pada pemerataan perhatian pada tiap- tiap daerah di Indonesia. Mengingat kondisi Indonesia yang sangatlah luas dan terdiri atas ribuan pulau, pemerintah dituntut untuk memberikan perhatian yang merata pada tiap- tiap daerah. Indonesia harus menentukan satu pulau yang akan menjadi ibukota negara dan menjadi pusat pemerintahannya. Pulau itu adalah Pulau Jawa dan kota yang dipilih sebagai pusat pemerintahannya adalah kota Jakarta. Hal inilah yang menjadi asal muasal ketidakmerataan perhatian pemerintah karena hanya berfokus pada daerah pusat pemerintahannya yang menjadikan daerah lain tidak tersentuh perhatian yang sama. Tidak meratanya perhatian yang diberikan oleh pemerintah pada tiap- tiap daerah masih menjadi masalah yang dihadapi Indonesia setelah lebih dari setengah abad menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Semula, pemerintah menerapkan system manajemen terpusat yang berarti segala macam pemasukan dan pengeluaran bagi daerah dikelola secara sentralistik oleh pemerintah pusat. Kebijakan tersebut tidak berjalan seperti yang diharapkan, Munculnya hal- hal yang tidak diharapkan seperti isu pemerataan yang menjadi persoalan yang tidak mampu diatasi dengan baik dan system manajemen terpusat yang berdampak pada meningkatnya penyelewengan keuangan negara seperti korupsi dan penggelapan dana untuk kebutuhan pribadi. Melihat kondisi Indonesia yang seperti tidak bergerak maju seperti ini, akhirnya muncul statregi lain dalam pengelolaan manajemen pemerintahan di daerah. Jika dulunya semua manajemen pemerintah dilakukan secara terpusat, kini manajemen pemerintahan dilakukan oleh masing- masing daerah dengan konsep yang disebut otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan atau undang- undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah. Pelaksanaan otonomi daerah merupakan titik focus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah masing- masing. Otonomi daerah diberlakukan di Indonesia melalui . Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Hal seperti ini merupakan kesempatan yang baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan kewenangan menjadi hak daerah.Maju tidak suatu daerah juga sangat ditentukan oleh kemampuan dan kemauan pemerintah daerah yang mengelola. Pemerintah daerah diberi kesempatan untuk bebas berkreasi dan bebas berekspresi dalam membangun daerahnya, yang tentunya didukung tanpa melanggar peraturan perundang- undangan. Adapun tujuan otonomi daerah adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik. 2. Pengembangan kehidupan demokrasi. 3. Keadilan nasional. 4. Pemerataan wilayah daerah. 5. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI. 6. Mendorong pemberdayaan masyarakat. 7. Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD). Asas otonomi daerah dibedakan menjadi dua, yaitu asas yang umum dan asas yang khusus. Asas umum terdiri atas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Sedangkan asas khusus dibagi menjadi tiga yaitu asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, terdapat 3 jenis penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi dasar bagi Pemerintah Daerah, yaitu asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Desentralisasi adalah pemberian wewenang oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurus urusan daerahnya sendiri berdasarkan asas otonom. Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertical di wilayah tertentu, dan/ atau kepada gubernur dan bupati/ walikota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah kabupaten/ kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah provinsi. Prinsip otonomi daerah secara garis besar menurut pernyataan Wahidin, 2015: 86 ditelaah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan otonomi daerah harus memperhatikan aspek demokratis, keadilan, pemerataan, potensi, dan keanekaragaman daerah. 2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas nyata dan bertanggung jawa. 3. Pelaksanaan otonomi luas di tingkat kabupaten atau kota, sedangkan di tingkat provinsi otonomi terbatas. 4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi. 5. Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan kemandirian daerah. 6. Pelaksanaan otonomi daerah harus meningkatkan fungsi legislative dan fungsi anggaran. 7. Pelaksanaan otonomi daerah harus berdasarkan kriteria eksternalitas,akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antarsusunan pemerintahan. Berbagai macam prinsip dan asas di dalam pelaksanaan otonomi daerah diterapkan dengan tujuan otonomi daerah tersebut dapat tercapai. Otonomi daerah ini adalah suatu kebijakan besar yang diharapkan mampu mengantarkan dan mengupayakan kesejahteraan bangsa Indonesia untuk masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera secara merata. Oleh karena itu, di dalam pelaksanaan otonomi daerah juga diperlukan dukungan dalam aspek pemerintahan yaitu sebuah tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau yang biasa disebut a good and clean government. Istilah good and clean governance , di dalam Bahasa Indonesia biasa dikenal dengan istilah tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administrative menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Pada dasarnya, good governance adalah suatu konsep yang mengacu pada proses dan pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan secara bersama. Juga mencakup kegiatan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih tersebut. Kriteria yang dapat diterapkan untuk mengkategorikan tata kelola yang baik menurut buku yang ditulis oleh Lembaga Administrasi Negara adalah Good governance dapat diartikan sebagai the act of process of governing so as to achieve whatever is good for the society. Definisi ini sangat singkat tetapi tidak menjelaskan bahwa inti dari persoalan yaitu terkait dengan kriteria apa yang akan mengatakan bahwa tata kelola pemerintahan yang dijalankan tergolong tata kelola pemerintah yang baik? Definisi di atas hanya menguraikan bahwa tata kelola pemerintah yang baik adalah kegiatan pemerintah yang berusaha untuk mewujudkan hal- hal yang baik menurut masyarakat. Secara konseptual, istilah “ yang baik” di dalam pengertian good governance mengacu pada beberapa kriteria. 1. Yang baik mengacu pada nilai- nilai yang menjunjung tinggi keinginan atau kehendak rakyat, dan nilai- nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam mencapai tujuan nasional, kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan social. 2. Yang baik juga mengacu pada aspek- aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan- tujuan tersebut. Melihat kriteria yang baik sebagaimana yang diuraikan di atas, dapat dilihat bahwa kriteria- kriteria di atas sangat dipengaruhi oleh nilai- nilai demokrasi. Misalnya adalah keinginan rakyat atau kemauan rakyat sebagai salah satu kriteria yang dianggap sebagai ide utama di dalam demokrasi bahwa kehendak rakyat adalah kedaulatan tertinggi di dalam negara. Pada buku berjudul “ Penerapan Good Governance” terdapat Sembilan kriteria yang dapat digunakan untuk menilai tata kelola pemerintahan yang baik yaitu sebagai berikut. 1. Partisipasi Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, konsep partisipasi adalah konsep yang penting dan berhubungan langsung dengan kedudukan rakyat sebagai institusi yang dimiliki oleh semua warga negara. 2. Taat Hukum Dalam konteks good governance semakin suatu negara menghormati supremasi hukum dan menjelaskan hukum dengan adil serta tanpa diskriminasi maka semakin baik pula tata kelola pemerintahan yang dijalankan. 3. Transparansi Tata kelola yang baik harus mampu menjamin transparansi di hamper semua bidang yang terkait dengan pengelolaan informasi yang merupakan prinsip demokrasi yang didasarkan pada asumsi bahwa negara adalah milik rakyat. 4. Responsif Tata kelola pemerintahan yang baik juga ditentukan oleh seberapa cepat pemerintahan tersebut merespons berbagai macam persoalan yang muncul di masyarakat. 5. Berorientasi Kesepakatan Tata kelola pemerintahan yang baik harus selalu berorientasi kesepakatan di dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di masyarakat. 6. Kesetaraan Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan sehingga pada praktiknya, semua warga negara diperlakukan secara sama. 7. Efektif dan efisien Tata kelola pemerintahan yang baik juga dapat dinilai dari sejauh mana pemerintah menggunakan sumber daya yang ada untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan yang dihadapi. 8. Akuntabilitas Prinsip ini merupakan prinsip yang paling penting dalam pelaksanaan good governance karena akuntabilitas mencakup banyak kriteria dalam prinsip governance misalnya konsep transparansi. 9. Visi strategis Pemerintah atau pemimpin harus memiliki pandangan jauh ke depan tentang strategi apa yang akan dilakukan untuk mengatasi berbagai macam persoalan yang mungkin terjadi. Melihat kondisi saat ini, maka pertanyaan yang dapat dirumuskan adalah: apa saja strategi yang diwujudkan oleh pemerintah untuk mencapai good and clean government dan apa saja upaya untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para pejabat berwenang? Pertanyaan seperti ini patut untuk dikemukakan karena persoalan tersebut masih saja digeluti oleh Indonesia walaupun sudah 70 tahun mengumumkan kemerdekaannya. Pembahasan Keberadaan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih atau good and clean government adalah harapan semua warga di negara manapun. Dinamika yang dialami sebuah negara dalam menjalankan tata kelola pemerintahannya pasti akan terjadi. Persoalan yang dialami pun juga bermacam macam dan berbeda pada tiap- tiap negara. Seperti Indonesia, persoalan yang dialami good governance adalah di bidang ideology, politik, ekonomi, social- budaya maupun bidang pertahanan dan keamanan. Di dalam kajian tentang tata kelola pemerintahan yang baik, salah satu yang menjadi masalah utama yang menjadi bahan kajian para pakar terletak pada persoalan “ yang baik” yang menjadi kriteria penilaian baik tidak jalannya tata kelola pemerintahaan tersebut. Indonesia sudah menjalani kemerdekaannya lebih dari setengah abad lamanya, tentunya banyak pencapaian dalam pembangunan negara yang tentu tidak dapat diabaikan. Namun juga tidak menutup kemungkinan jika muncul banyak berbagai macam persoalan yang hingga kini belum ada cara untuk menyelesaikan. Salah satu persoalan tersebut terkait dengan tata kelola pemerintahan, yaitu tindak kejahatan korupsi yang masih banyak terjadi di Indonesia. Korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk kebutuhan pribadi yang sampai saat ini menjadi permasalahan di bidang pemerintahan yang belum terselesaikan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah merumuskan berbagai macam regulasi tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, antara lain melalui Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme serta Undang- Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Meskipun berbagai macam regulasi telah diberlakukan, tapi masih sering dijumpai praktik korupsi ini terjadi. Pada akhirnya dibentuklah lembaga untuk memberantas praktik korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) yang disahkan melalui Undang- Undang No. 30 Tahun 2002 untuk menyelesaikan berbagai macam kasus korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara. Kejahatan korupsi adalah salah satu musuh terbesar di dalam pemerintahan dunia terutama pemerintahan di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Indonesia Corruption Watch(ICW) , seiring berjalannya waktu semakin bertambah saja temuan tentang kejahatan yang ditemukan oleh KPK. Pada tahun 2017 saja kasus korupsi yang ditangani oleh KPK ada 576 kasus, dengan 1298 tersangka, Rp 6,5 triliun kerugian yang dialami negara, dan Rp 211miliar nilai suap dan masih banyak lagi temuan yang tidak dipublikasi kepada masyarakat. Berdasarkan data tersebut bisa kita simpulkan bahwa tingkat kejahatan korupsi masih sangatlah tinggi meskipun berbagai peraturan hukum berlaku sudah dibuat tidak menjadikan oknum- oknum tidak bertanggung jawab untuk melancarkan tindakan yang sangat merugikan negara. Dalam perspektif good governance tentu saja kejahatan korupsi ini sangat bertentangan dengan prinsip- prinsip yang berlaku di dalam governance terutama dalam kriteria taat hukum,transparansi, dan akuntabilitas. Kejahatan korupsi bukan hanya melanggar satu atau dua prinsip di dalam good governance, tetapi melanggar esensi dari good governance itu sendiri. Korupsi yang dilakukan oleh para pejabat public juga berpotensi menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, terlebih lagi jika penegakan hukum terkait tindak kejahatan tersebut tidak dilaksanakan dengan baik. Korupsi telah menjadi salah satu alasan bergulirnya reformasi, itulah mengapa sejak awal reformasi pemberantasan tindak pidana korupsi menjadi salah satu agenda utama reformasi. Dalam konteks manajemen pemerintahan, pemberantasan tindak pidana korupsi dilakukan demi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih atau biasa disebut dengan clean governance. Ayzumardi Azra mengemukakan setidaknya ada tiga strategi untuk mengatasi kejahatan korupsi ini yaitu sebagai berikut. 1. Mengubah kebijakan yang mendorong orang atau memberikan kesempatan bagi terjadinya korupsi. 2. Menata kembali struktur penggajian dan insentif material lainnya yang berlaku pada lembaga- lembaga administrasi- birokrasi dan institusi- institusi politik lainnya. 3. Mereformasi lembaga- lembaga hukum untuk menciptakan, menegakkan hukum (law enforcement). Keberhasilan pemberantasan korupsi akan tergantung pada kemampuan melaksanakan ketiga perubahan ini secara simultan, komprehensif, dan berkesinambungan( Azra, 2002: 34). Ketiga strategi tersebut kemudian didukung dengan tiga komponen yaitu sebagai berikut. 1. Membangun birokrasi yang berdasarkan ketentuan hukum dengan struktur penggajian yang menghargai kejujuran para pegawai negeri. 2. Menutup kemungkinan bagi para pegawai untuk melakukan tindakan- tindakan korupsi dengan mengurangi otoritas penuh mereka, baik dalam merumuskan kebijakan maupun dalam mengelola keuangan. 3. Menegakkan akuntabilitas para pegawai pemerintah dengan memperkuat pengawasan dan menjalankan mekanisme hukuman. Penutup Berdasarkan uraian di atas tentang good and clean government dalam otonomi daerah dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaannya masih belum maksimal pada pemerintahan. Maraknya kasus korupsi yang masih kita sering dijumpai juga masih menjadi perhatian penting untuk pemerintah dalam memberantasnya. Diperlukan juga dukungan masyarakat untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih demi kemajuan bangsa Indonesia.