Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuntutan reformasi di berbagai bidang di Indonesia mendapatkan dukungan

sebagian besar masyarakat di segala penjuru usantara dari Sabang sampai Merauke.

Hal ini tentu tidak terlepas dari kebijakan Pemerintah yang selama ini mengabaikan

pembangunan di wilayah-wilayah tertentu sehingga jurang pemisah antar daerah

semakin besar dan memunculkan ketidakpuasan masyarakat pada daerah-daerah

yang potensi ekonomi cukup baik menuntut keadilan dalam berbagai bidang

pembangunan di wilayahnya.

Solusi yang dianggap cukup baik untuk menanggulagi ketimpangan tersebut

tidak lain melalui kebijakan otonomi daerah yang dicetuskan Pemerintah Pusat

dengan dikeluarkan Undang-Undang Nomor 2001 Tahun 2001. Dengan keluarnya

UU tersebut, sebagian besar kewenangan Pemerintah Pusat diserahkan sepenuhnya

kepada Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia untuk menjalankan sebagian tugas

dan tanggung jawab Pemerintah Pusat di daerahnya masing-masing. Atau dengan

kata lain Pemeritah Daerah sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat

diharapkan menjalankan tugas dan tanggung jawab oleh Pemerintah Daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor : 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus

bagi Provinsi Papua, Bab IX, Keuangan pasal 34 butir (1) dikatakan bahwa sumber-

sumber penerimaan Provinsi, Kabupaten/Kota meliputi : Pendapatan Asli Daerah

1
Provinsi, Kabupaten/Kota, dana perimbangan, penerimaan Provinsi dalam rangka

otonomi khusus, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah. Selanjutnya

pada butir (2) dinyatakan secara tegas sumber pendapatan asli daerah Provinsi

papua, Kabupaten/Kota terdiri atas : pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan

milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan

lain-lain pendapatan daerah.

Pertimbangan dan pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua

merupakan perkembangan kondisi didalam wilayah Indonesia yang menujukkan

masyarakat di daerah ini menghendaki keterbukaan, kemajuan, dan kemandirian

untuk membangun daerahnya sendiri dengan potensi sumber daya yang kaya raya

sehingga kekayaan ini dikelola dengan baik untuk membangun di berbagai bidang

pembangunan serta mensejahterakan dan masa depan masyarakat.

Otonomi khusus ini memberikan makna yang luar biasa dalam sejarah

pembangunan di daerah Provinsi Papua. Tujuan otonomi ini juga adalah untuk

menciptakan kehihupan politik yang lebih demokratis, menciptakan sistem yang

lebih menjamin pemerataan dan keadilan dan memungkinkan setiap daerah mengali

potensi natural dan cultural yang dimiliki dan kesiapan menghadapi tantangan

global serta yang lebih penting adalah terpelihara Negara Kesatuan Republik

Indonesia (Bastian, 2006:338).

Otonomi khusus juga memberikan peluang cukup besar bagi Pemerintah

Provinsi Papua termasuk Pemerintah Kabupaten Kota mengali sumber keuangan

daerah berdasarkan potensi daerah masing-masing untuk dapat dipergunakan untuk

membiayai berbagai pembiayaan pembangunan Papua ke arah yang lebih baik dan

2
mampu mengantarkan seluruh masyarakat Papua menuju cita-cita adalah

masyarakat yang sejahtera dan bermartabat.

Kabupaten Jayapura merupakan bagian dari wilayah Provinsi Papua

semenjak diberlakukan Otonomi Khusus harus berbenah diri terutama yang

berkaitan dengan pengalian sumber-sumber penerimaan daerah yang dikenal

dengan nama pendapatan asli daerah (PAD). Dalam Undang-Undang Perimbangan

Keuangan Pusat dan daerah tercantum jelas sumber-sumber PAD Kabupaten/Kota.

Sumber-sumber PAD Kabupaten/Kota Jayapura antara lain : Pajak daerah, Retribusi

daerah, dan beberapa sumber penerimaan lainnya yang sah. Sumber penerimaan

daerah Kabupaten Jayapura perlu dicari dan dikelola Pemerintah Kabupaten

Jayapura dalam mendukung anggaran pendapatan dan belanja Kabupaten Jayapura

setiap tahun. Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang

potensial selain retribusi daerah Kabupaten Jayapura. Hasil penelitian-penelitian

yang sudah dilakukan beberapa peneliti menyimpulkan bahwa pajak daerah dan

retribusi daerah merupakan dua sumber utama sumber penerimaan pendapatan asli

daerah. Namun demikian pada kenyataannya sumber keuangan daerah di era

otonomi masih menunjukkan ketergatungan lebih besar kepada keuangan dari pusat.

Kemandirian yang merupakan ciri khas otonomi sepertinya terbenam. Salah satu

sumber peneriman daerah Kabupaten Jayapura yang cukup potensial adalah pajak

pengambilan bahan galian Golongan C. Potensi pajak yang bersumber dari sektor

ini cukup tersedia dalam jumlah yang cukup besar dan di lain pihak proses

pembangunan fisik sangat membutuhkan bahan-bahan semacam ini untuk berbagai

keperluan antara lain seperti ; pembuatan jalan, pembangunan rumah/gedung,

3
pembangunan jembatan, dan lain sebagainya. Volume kebutuhan bahan-bahan ini

akan semakin meningkat untuk jangka waktu yang lama dan diperlukan secara terus

menerus karena perluasan area pembangunan akan menyebar ke segala penjuru

wilayah Kabupaten Jayapura.

Sumbangan pajak daerah di berbagai daerah manapun mempunyai arti penting

bagi penerimaan keuangan daerah karena pajak daerah selain memberikan

kontribusi yang cukup besar bagi penerimaan daerah juga merupakan sumber utama

penerimaan daerah. Karena itu kontribusi berbagai

Dengan melihat uraian tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk

melakukan penelitian dengan Judul “ Analisis Efektivitas Pengambilan Bahan

Galian Golongan C di Kabupaten Jayapura “

1.2. Perumusan Masalah

Pendapatan asli daerah Kabupaten Jayapura perlu ditingkatkan secara terus

menerus melalui pajak daerah, retribusi daerah dan berbagai sumber penerimaan

lainnya sehingga mampu membiayai berbagai pembangunan di Kabupaten Jayapura

yang cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun berikutnya. Hal ini yang menarik

untuk dilakukan kajian tentang “ Analisis Efektivitas Pengambilan Bahan Galian

Golongan C di Kabupaten Jayapura “

1.3. Persoalan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan persoalan-

persoalan penelitian sebagai berikut :

4
1. 3.1. Bagaimana gambaran mengenai penerimaan bahan galian golongan C di

Kabupaten Jayapura?

1.3.2. Apakah efektif pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten

Jayapura?

1.3.3. Apakah efisien pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten

Jayapura?

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.4.1. Untuk mengetahui gambaran mengenai penerimaan bahan galiian golongan

C di Kabupaten Jayapura

1.4.2. Untuk mengetahui efektifitas pengambilan bahan galian golongan C di

Kabupaten Jayapura

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai

berikut :

1. Memberikan informasi yang berguna bagi Pemerintah Kabupaten Jayapura

sebagai sumber utama penerimaan daerah dalam membiayai belanja

Pembangunan Daerah Kabupaten Jayapura.

2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi teori ekonomi khususnya

ekonomi pembangunan maupun pengelolaan keuangan daerah.

5
BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1. Pengertian Dan Ruang Lingkup Keuangan Daerah

Masalah keuangan daerah merupakan masalah yang banyak dibicarakan

dan didiskusikan dalam sektor publik. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari

semakin besar perhatian masyarakat terhadap berbagai aktivitas pelayanan publik

yang diberikan Pemerintah dalam beberapa tahun ini masih dianggap belum

memuaskan. Halim (2001:19) mengartikan keungan daerah sebagai semua hak

dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang demikian pula segala sesuatu baik

berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu

belum dimiliki/dikuasai negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak

lain sesuai ketentuan/peraturan unag-undang yang berlaku.

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor : 58 Tahun 2005, tentang

pengelolaan keuangan daerah dalam ketentuan umum menyatakan keuangan

daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelengaraan

Pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala

bentuk kekayaan daerah tersebut.

Kebijaksanaan keungan daerah senantiasa diarahkan pada tercapainya

sasaran pembangunan, terciptanya perekonomian daerah yang mandiri sebagai

usaha bersama atas asas kekeluargaan berdasarkan demokrasi ekonomi yang

6
berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 untuk meningkatkan

kemakmuran rakyat.

Menurut Mamesah (Halim, 2002:19) menyatakan bahwa keuangan daerah

dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang

demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat

dijadikan kekayaan daerah sepanjang itu belum dimiliki/dikuasai negara atau

daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan

undang-undang yang berlaku.

Menurut Undang-Undang Nomor : 17 Tahun 2003, pada rancangan

Undang-Undang atau Perda tentang Laporan Keuangan Pemerintah Pusat/Daerah

disertakan atau dilampirkan informasi tambahan mengenai kinerja Pemerintah,

yakni prestasi yang berhasil dicapai oleh penggunaan Anggaran sehubungan

dengan Anggaran yang telah digunakan pengungkapan informasi tentang kinerja

ini adalah relevan dengan perubahan paradigma penggangaran Pemerintah yang

ditetapkan dengan mengindentifikasikan secara jelas keluaran dan setiap

kegiatan dari hasil dari setiap program untuk keperluan tersebut perlu disusun

suatu system akuntabilitas kinerja Intansi Pemerintah yang terintegrasi dengan

system perencanaan strategis, system penggangaran dan system akutansi

Pemerintah tersebut sekaligus dimaksudkan utukmengantikan ketentuan yang

termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang akuntabilitas

kinerja Instansi Pemerintah sehingga dihasilkan suatu Laporan Keuangan dan

Kinerja yang terpadu.

7
Menurut Keputusan Mendagri Nomor 29 Tahun 2002 yang berubah

menjadi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 pengertian keuangan adalah semua

hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah Daerah

yang dapat dinilai dengan uang termasuk segala macam bentuk kekayaan yang

berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah dalam kerangka APBD.

Dengan demikian Halim (2002:19) menyatakan terdapat 2 hal kunci yang

perlu dijelaskan antara lain :

1. Hal yaitu hak untukmemunggut sumber-sumber penerimaan daerah

2. Semua kewajiban yaitu kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar

tagihan-tagihan kepada daerah dalam ragka penyelengaraan fungsi

Pemerintah.

2.2. Pengertian Pajak Daerah

Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

65 Tahun 2001 tentang pajak daerah yang dimaksud dengan pajak daerah yang

selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilaksanakan oleh orang

pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang

dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku

digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan

pembangunan daerah.

Menurut Sumitro adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan

Undang-Undang (yang dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik

8
langsung yang dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.

Selain Sumitro, menurut Bohari (2002), pajak iruran wajib berupa uang

atau barang yang dipunggut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna

menutup biaya produksi berupa barang-barang dan jasa-jasa dalam mencapai

kesejahteraan umum.

Menurut Andriani (2002:5), pajak adalah iuran kepada Negara yang dapat

dipaksakan yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan

dengan tidak mendapatkan imbalan kembali yang dapat ditunjuk secara

langsung.

Sedangkan menurut Suparmoko (2002:56), pajak adalah prestasi yang

dipaksakan sepihak dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang

ditetapkannya secara umum) tanpa adanya kontra prestasi dan semata-mata

digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

Sedangkan Mardiasmo (2002: 24), pajak adalah iuran rakyat kepada kas

Negara berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapat jasa timbal balik

yang langsung dapat ditunjukkan dan dapat digunakan untuk membayar

pengeluaran umum.

Berdasarkan berbagai definisi maupun pengertian tersebut, maka unsur-

unsur pajak adalah sebagai berikut :

a. Iuran dari rakyat kepada Negara. Pajak yang berhak memungut adalah

Negara, iuran itu berupa uang bukan barang.

9
b. Menurut Undang-Undang. Pajak dipunggut berdasarkan suatu ketentuan

Undang-Undang serta aturan yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan

punggutan.

c. Tidak ada balas jasa dari Negara secara langsung dapat ditunjuk. Dalam

pembayaran tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individu dari

Pemerintah.

d. Dimanfaatkan untuk membiayai seluruh kebutuhan rumah tangga Negara

dan harus bemanfaat bagi masyarakat.

2.3. Macam-macam Pajak Daerah

Secara umum ada berbagai jenis pajak daerah yang dipunggut. Dan

punggutan pajak daerah tersebut pada aras tertentu berbeda antara Pemerintah

Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Seperti halnya pada aras

Pemerintahan Provinsi, pajak daerah yang dipungut antara lain :

a. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air

Kendaraan bermotor adalah kendaraan beroda dua atau lebih beserta

gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan

peralatan teknis, berupa motor atau peralatan lainnya.

b. Pajak bea balik nama kendaraan kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air.

Bea balik nama adalah orang prbadi atau badan yang menerima penyerahan

kendaraan di atas air.

c. Pajak bahan bakar bermotor

10
Pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah konsumen bahan bakar

kendaraan bermotor. Bahan bakar motor terdiri dari bensin, solar dan bahan

bakar gas yang lain yang digunakan untuk keperluan kendaraan bermotor

termasuk bahan bakar yang digunakan kendaraan di atas air.

d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah.

Pajak pengambilan air di bawah tanah dan air permukaan aalah orang pribadi

atau badan yang mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah atau air

permukaan.

Pajak daerah yang dipunggut Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang pajak daerah dan retribusi daerah

yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, jenis pajak

Kabupaten/Kota adalah :

a. Pajak hotel.

Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat

menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan

dipunggut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan

dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.

Subyek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan

pembayaran kepada hotel. Obyek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan

hotel dengan pembayaran termasuk : fasiltas penginapan atau fasilitas tinggal

jangka pendek, pelayanan penunjang sebagai kelengkapan fasilitas penginapan

atau tinmggal jangka pendek yang sifatnya memberikan kemudahan dan

11
kenyamanan, fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan khusus untuk tamu

hotel bukan untuk umum, dan jasa persewaaan ruangan untuk kegiatan acara

atau pertemuan di hotel.

Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran yang dilakukan pada

hotel. Tarif hotel paling tinggi sebesar 10% ditetapkan dengan Peraturan

Daerah.

b. Pajak restoran.

Restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang

disediakan dengan dipunggut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga atau

catering. Subyek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang

melakukan pembayaran kepada restoran. Obyek pajak restoran adalah

pelayanan yang disediakan restoran termasuk rumah makan, café, bar, dan

sejenisnya dengan pembayaran. Pelayanan di restoran/rumah makan meliputi

penjualan makanan dan minuman termasuk penyediaan penjualan makanan dan

minuman diantar dan dibawa pulang. Dasar pengenaan pajak restoran adalah

jumlah pembayaran yang dilakukan pada restoran.

c. Pajak hiburan

Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan

ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang

ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipunggut bayaran tidak

termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga. Dasar pengenaan pajak

hiburan adalah jumlah pembayaran atau seharusnya dibayar termasuk

12
pemberian potongan harga dan tiket cuma-cuma untuk menonton dan atau

menikmati hiburan.

d. Pajak reklame

Reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk

dan corak ragamnya bertujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan,

menganjurkan atau memujikan suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan

atau yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat oleh umum,

kecuali yang dilakukan oleh Pemerintah. Subyek pajak reklame adalah orang

pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau melakukan pemesanan

reklame. Obyek pajak reklame adalah semua penyelengaraan reklame antara

lainnya :

a. Reklame papan

b. Reklame kain

c. Reklame melekat

d. Reklame selebaran

e. Reklame berjalan

f. Reklame udara

g. Reklame suara

h. Reklame film

i. Reklame peragaan.

Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame

diperhitungkan dengan memperhatkan lokasi penempatan, jangka waktu

13
penyelengaraan, dan ukuran media reklame. Hasil perhitungan nilai sewa

reklame ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.

e. Pajak penerangan jalan

Penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik untuk menerangi jalan

umum yang rekeningnya dibayar Pemerintah Daerah. Wajib pajak penerangan

jalan adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik atau

pengguna tenaga listrik. Dasar pengenaan pajaka penerangan listrik adalah nilai

jual tenaga listrik.

f. Pajak pengambilan dan pengolahan bahan galian C

Pajak pengalian golongan C adalah orang prbadi atau badan yang

mengambil bahan galian golongan C. dasar pengenaan pajak galian golongan C

adalah nilai jual hasil pengambilan bahan galian golongan C dihitung dengan

mengalikan volume/tonase hasil pengambilan dengan nilai pasar atau harga

standar masing-masing jenis bahan galian golongan C.Tarif pajak pengalian

bahan golongan C paling tinggi adalah sebesar 20% sehingga besarnya pokok

pajak pengambilan bahan galian golongan C yang terutang dihitung dengan cara

mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak.

g. Pajak parkir.

Tempat parkir adalah tempat parkir di luar badan jalan yang disediakan

oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan sebagai suatu usaha,

termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi

kendaraan bermotor yang memunggut bayaran. Dasar pengenaan pajak parkir

14
adalah jumlah pembayaran yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat

parkir. Tarif pajak parkir paling tinggi sebesar 20%.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis & Sumber Data

Untuk dapat menyelesaikan penelitian ini diperlukan adanya data atau

informasi. Data atau informasi ini sangat diperlukan untuk memecahkan persoalan

penelitian yang diajukan dalam penelitian ini. Data yang diperlukan penelitian ini

terutama berasal dari data sekunder. Data sekunder ini dapat diperoleh atau

bersumber dari hasil publikasi Badan Pusat Statistik Kabupaten Jayapura maupun

dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Jayapura. Dari BPS Kabupaten

Jayapura data atau informasi yang diperlukan antara lain gambaran umum

Kabupaten Jayapura meliputi : letak geografis, luas wilayah, batas wilayah,

penduduk, dan perekonomian. Sedangkan data sekunder dari Kantor Dinas

15
Pendapatan Daerah Kabupaten Jayapura meliputi data tentang rencana dan target

penerimaan bahan galian golongan C dari tahun dikeluarkan secara berkala setiap

tahun.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian mengunakan beberapa metode antara lain

sebagai berikut :

a. Wawancara.

Menurut Nasir (2005:194), Wawancara adalah proses memperoleh

keterangan dengan tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab, sambil bertatap

muka antara penanya dengan responden. Wawancara yang dilakukan adalah

dengan intansi Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Jayapura. Wawancara ini

diperlukan dalam rangka menangulangi kekurangan lain untuk mendapatkan data

atau informasi yang diperlukan untuk menyelesaikan penelitin ini.

b. Studi dokumentasi.

Studi dokumentasi merupakan informasi yang diperoleh dari hasil

publikasi baik perseorangan atau lembaga (Suparmoko, 1987;25). Studi

dokumentasi merupakan suatu studi untuk menelusuri berbagai informasi yang

dibuat secara teratur pada waktu tertentu untuk mencari berbagai informasi yang

relevan dengan masalah penelitian yang dibahas dan dipublikasikan Dinas

Pendapatan Daerah Kabupaten Jayapura. Mengacu kepada dokumen-dokumen

tersebut yang tersimpan diambil, dipelajari, dan diolah dengan teknik tertentu

untuk mendapatkan hasil yang maksimal untuk menjawab persoalan penelitian.

16
c. Studi Pustaka.

Studi kepustakaan dimaksudkan untuk mencari teori-teori dasar untuk

memecahkan masalah penelitian. Selain itu studi pustakan dimaksudkan untuk

mempertajam dasar teoritis dengan mempelajari kajian-kajian ilmiah lain yang

mendukung penelitian melalui media ilmiah lainnya yang berkaitan langsung

dengan masalah yang diteliti. Studi pustaka pada buku teks terhadap teori-teori

pada berbagai buku teks akan semakin membantu pemecahan masalah penelitian

dikombinasikan dengan kajian ilmiah lain serta majalah-majalah terkemuka/up to

date/terbaru

3.3. Metode Analisis

Analisis penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi

pengambilan bahan gajian C di Kabupaten Jayapura. Dengan mengacu kepada

persoalan penelitian dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan tersebut, maka

teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini mengunakan analisis deskriptif.

3.4. Definisi Operasional

Konsep penelitian ini antara lain : pendapatan asli daerah dan pajak daerah.

Definisi operasional ini sangat dibutuhkan untuk memperjelas mengenai konsep-

konsep yang digunakan dalam penelitian ini sekaligus menghindari salah pengertian

pembaca pada masing-masing konsep.

17
Berikut ini akan diberikan definisi operasional setiap konsep yang dipergunakan

antara lain.

a. Pendapatan asli daerah adalah seluruh penerimaan yang bersumber dari pajak

daerah, retribusi daerah, hasil pengelolan kekayaan daerah, dan lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah.

b. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan

kepala daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Kota Jayapura.

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Penerimaan Pajak Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Jayapura

Pajak pengambilan bahan galian golongan C merupakan salah satu potensi jenis

pajak daerah yang dapat memberikan sumbangan positif kepada Pemerintah Daerah

Kabupaten Jayapura dalam menambah keuangan daerah Peneriman pajak bahan

galian golongan C sudah dilakukan sejak adanya Kabupaten Jayapura dan sampai

sekarang ini merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Kabupaten

18
Jayapura selain jenis pajak daerah lainnya. Potensi pajak daerah yang berasal dari

pajak pengambilan bahan galian C di wilayah Kabupaten Jayapura sangat besar.

Potensi ini dapat dilihat dari kenyataan ketersediaan bahan-bahan galian C hampir

ada dimana-mana di wilayah Kabupaten Jayapura. Potensi bahan galian golongan C

ini tidak saja dibutuhkan Kabupaten Jayapura, melainkan juga dibutuhkan daerah-

daerah lain terutama Kota Jayapura. Karena begitu besar kebutuhan bahan-bahan

galian golongan C tersebut sebagai bahan baku pembangunan fisik yang sedang

dilakukan Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota Jayapura tersebut

mengakibatkan penerimaan daerah Pemerintah Kabupaten Jayapura akan semakin

besar. Jika pajak yang bersumber dari bahan galian C ini dikelola secara baik baik

dan profesional oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura akan memberikan dampak

positif dari sisi penerimaan daerah Kabupaten Jayapura.

Demikian juga tidak kalah penting pengawasan terhadap pengambilan bahan

galian C menjadi bagian penting dalam mengatasi berbagai permasalahan yang akan

muncul di lapangan yang akan menjadi faktor kendala kelancaran penerimaan pajak

bahan galian C. Walaupun demikian pajak pengambilan bahan galian golongan C ini

memiliki potensi yang cukup besar dan mampu memberikan sumbangan yang berarti

bagi keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Jayapura, maka kontribusi pajak

pengambilan bahan galian C ini perlu dikaji secara baik untuk mengantisipasi

kebocoran penerimaan yang berasal dari penerimaan ini.

Gambaran mengenai kontribusi pajak pengambilan bahan galian golongan C

terhadap pajak daerah Kabupaten Jayapura sebagaimana nampak pada tabel berikut

ini.

19
Tabel 4.1.
Kontribusi Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C Terhadap Pajak Daerah Kabupaten Jayapura

No Tahun Pajak Pengambilan Bahan Galian Pajak Daerah Kontribusi (%)

Golongan C
1 2007 1.049.391.784,- 2.120.780.284,- 49,48

2. 2008 1.152.930.273,- 2.672.762.368,- 43,13

3. 2009 1.139.377.161,- 3.819.604.967,- 29,83

4. 2010 1.443.794.291,- 4.701.707.092,- 30,71

5. 2011 1.733.122.951,- 4.022.805.949,- 43,08

6 2012 1.939.681.903,- 8.594.187.623,- 22,57


8.458.298.363,- 25.931.848.283,-

Sumber : Dispenda Kab. Jayapura, data diolah (2015)

Kontribusi pajak pengambilan bahan galian golongan C tahun 2007 hampir

mendekati 50% terhadap pajak daerah Kabupaten Jayapura. Namun secara keseluruh

sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2012 rata-rata kontribusi pajak pengambilan

bahan galian golongan C terhadap pajak daerah Kabupaten Jayapura sebesar 32,61%.

Gambaran mengenai kontribusi ini memberikan keyakinan bahwa pengelolaan pajak

pengambilan bahan galian golongan C sangat potensial untuk dikelola dan

dikembangkan lebih lanjut di masa yang akan datang.

Apabila dikaitkan dengan table berikut ini yaitu yang mengambarkan

kontribusi pajak pengambilan bahan galian golongan C terhadp pendapatan asli daerah

Kabupaten Jayapura dapat dilihat pada table 4.2.

Tabel 4.2.
Kontribusi Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Jayapura

20
No Tahun Pajak Pengambilan Bahan Galian Pendapatan asli Kontribusi (%)

Golongan C daerah
1 2007 1.049.391.784,- 19.650.820.284,- 5,34

2. 2008 1.152.930.273,- 41.553.783.972,- 2,77

3. 2009 1.139.377.161,- 32.903.147.519,- 3,46

4. 2010 1.443.794.291,- 28.025.773..301,- 5,93

5. 2011 1.733.122.951,- 24.319.641.889,- 7,12

6 2012 1.939.681.903,- 28.613.884.661,- 6,79


8.458.298.363,- 175.067.051.626,-

Sumber : Dispenda Kab. Jayapura, data diolah (2015)

Tabel 4.2. memberikan gambaran bahwa kontribusi terbesar terjadi pada

tahun 2011 dan tahun 2012 yaitu sebesar 7,12% dan 6,79%, sedangkan kontribusi

terendah pada tahun 2008 sebesar 2,77%. Secara rata-rata sejak tahun 2007 sampai

dengan tahun 2012 kontribusi pajak pengambilan bahan galian golongan C di

Kabupaten Jayapura adalah sebesar 4,84%.

Dengan memperhatikan data tersebut diatas perbandingan realisasi

pendapatan asli daerah (PAD) yang tertinggi dicapai tahun 2008 sebesar Rp

41.553.783.972,- selanjutnya diikuti tahun 2009 sebesar Rp 32.903.147.519,-. PAD

terendah Kabupaten Jayapura terjadi tahun 2007 sebesar Rp 19.650.820.284,-

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat dikatakan kontribusi pajak

pengambilan bahan galian golongan C Kabupaten Jayapura terhadap PAD

Kabupaten Jayapura secara terus menerus menunjukkan peningkatan positif

sehingga dapat digolongkan cukup menjanjikan penerimaan pajak daerah

Kabupaten Jayapura.

21
4.2. Efektivitas Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C Kabupaten

Jayapura

Perkembangan pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten

Jayapura dapat dilihat dari rencana/target dan realisasi pajak pengambilan bahan

galian golongan C Kabupaten Jayapura. Perkembangan ini dapat dikatakan baik jika

realisasi mendekati target/rencana yang telah dibuat sebelumnya. Jika kondisi

menunjukkan arah yang berlawanan, dimana realisasi tidak mendekati target maka

dapat dikatakan kurang baik. Tentu dalam merencanakan ini sangat bergantung

kepada akurasi data-data yang digunakan dan dipakai dalam membuat rencana ke

depan. Jika data yang tersedia cukup akurat dan valid, maka diperkirakan rencana

yang telah disusun tersebut tidak akan meleset jauh dari yang

direncanakan/ditargetkan.

Perkembangan pajak pengambilan bahan galian golongan C diharapkan

memberikan gambaran yang cukup positif sehingga sumber penerimaan yang berasal

dari sektor ini akan memberikan hasil yang maksimal bagi penerimaan keuangan

Pemerintah Kabupaten Jayapura.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perkembangan pajak pengambilan

bahan galian golongan C Kabupaten Jayapura, maka berikut ini akan ditampilkan

data mengenai hal tersebut pada table 4.3.

Tabel 4.3.
Rencana Dan Realisasi Pajak Pengambilan Bahan Galian
Golongan C Kabupaten Jayapura

No Tahun Rencana/Target Realisasi Kontribusi (%)

22
1 2007 976.320.000,- 1.049.391.784,- 107,48

2. 2008 1.000.000.000,- 1.152.930.273,- 115,29

3. 2009 1.000.000.000,- 1.139.377.161,- 113,93

4. 2010 1.100.000.000,- 1.443.794.291,- 131,25

5. 2011 1.020.000.000,- 1.733.122.951,- 169,91

6 2012 1.320.000.000,- 1.939.681.903,- 146,94

Sumber : Dispenda Kab. Jayapura, data diolah (2015)

Tabel 4.3. memberikan gambaran rencana dan realisasi sekaligus

perkembangan pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Jayapura.

Secara umum perkembangan pajak pengambilan bahan galian golongan C

Kabupaten Jayapura menunjukan perkembangan positif selama tahun 2007 sampai

dengan tahun 2012. Kontribusi terendah pajak pengambilan bahan galian golongan

C terjadi tahun 2007 sebesar Rp 1.049.391.748,- sedangkan tertinggi tahun 2012

sebesar Rp 1.939.681.903,-. Hal ini memperlihatkan perkembangan positif bagi

penerimaan Pemerintah Kabupaten Jayapura dari sumber pajak pengambilan bahan

galian golongan C Kabupaten Jayapura.

23
BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisa data dan pembahasan yang diuraikan tersebut dapat ditarik

kesimpulan :

5.1.1. Penerimaan pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten

Jayapura menunjukkan gambaran positif dari waktu ke waktu terus meningkat

baik kepada pajak daerah maupun pendapatan asli daerah Kabupaten Jayapura.

5.1.2. Efektivitas pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Jayapura

menunjukkan efektif dari waktu ke waktu melewati rencana/target yang

ditetapkan.

5.2. Saran

24
Berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik, maka berikut ini akan diberikan

beberapa saran sebagai berikut :

5.2.1. Pajak pengambilan bahan galian golongan C di Kabupaten Jayapura perlu

dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan lagi.

5.2.2. Perlu penambahan tenaga yang menangani pajak pengambilan bahan galian

golongan C di Kabupaten Jayapura.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, 2002, Pengantar Pajak, Ghalia Indonesia, Jakarta

Bohari, H, 1985, Pengantar Perpajakan, Ghalia Indonesia, Jakarta

Darise, Nurlan, 2006, Pengelolaan Keuangan Daerah, PT Indeks Kelompok


Gramedia, Jakarta.

Madiasmo, 2002, Perpajakan, Andi Offset, Yogyakarta

Saragih, Bungaran, dkk, 1994, Metode Penelitian Sosial Ekonomi, Dirjen Dikti
PTS, Jakarta

Suparmoko, 2002, Keuangan Negara, PT Erlangga, Jakarta

Suparmoko, M, 1987, Metode Penelitian Praktis, BPFE, Yogyakarta

Nazir, Moh, 2005, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta

Undang-Undang (UU) Republik Indoesia Nomor 32 Tahun 2005 tentang


Pemerintah Daerah menyatakan penyusunan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pengawasan, pertanggungjawaban keuangan
daerah.

25
Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor : 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah

Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi


Khusus bagi Provinsi Papua

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak


Daerah

Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor : 1 Tahun 2012 Tentang Pajak Daerah Kota
Jayapura.

Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor : 2 Tahun 2012 Tentang Reteibusi Jasa
Umum Kota Jayapura.

Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor : 3 Tahun 2012 Tentang Retribusi Jasa
Usaha Kota Jayapura.

Peraturan Daerah Kota Jayapura Nomor : 1 Tahun 2012 Tentang Retribusi Perizinan
Tertentu Kota Jayapura.

Dinas Pendapatan Daerah Kota Jayapura, Laporan Tahunan Pendapatan Asli Daerah Kota
Jayapura Tahun 2006-2011.

Badan Pusat Statistik Kota Jayapura, Kota Dalam Angka, Tahun 2005-2011.

26

Anda mungkin juga menyukai