Anda di halaman 1dari 6

PAPER TEORI OTONOMI DAERAH

Dosen Pengampu : Dr. Sugeng Suharto, MM., M.Si

Disusun Oleh

ELFHA NOVITA
NPM. D2D021008

PROGRAM MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan suatu langkah awal menuju pembangunan ekonomi
nasional yang lebih berdaya tumbuh tinggi dengan memberikan kehidupan yang lebih baik
bagi masyarakat di daerah. Asas yang menjadi prinsip dasar otonomi adalah otonomi luas,
nyata dan bertanggung jawab. Prinsip ini memperhatikan aspek demokrasi, partisispasi,
adil dan merata dengan tetap mempertahankan aspek demokrasi, partisipasi, adil dan merata
dengan tetap memperhatikan potensi dan keragaman daerah. Berdasarkan asas tersebut,
diharapkan otonomi daerah mampu mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat
daerah. Kesejahteraan masyarakat memang menjadi tujuan utama dari kebijakan otonomi
sebagaimana tuntunan pada saat reformasi digulurkan. Tujuan tersebut hanya dapat terwujud
dengan adanya pembagian urusan pemerintah antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Otonomi daerah yang sudah berjalan beberapa tahun ini telah mengalami berbagai
pebaikan yang di tunjukan dengan berbagai perubahan dasar hukum yang mendasarinya,
melalui dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diperbarui melalaui
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
pusat dan Pemerintah Daerah. Dengan perubahan-perubahan tersebut telah membuktikan
bahwa pembenaan sistem pemerintah daerah terus bejalan dinamis seiring dengan tuntutan
dan aspirasi masyarakat. Diberlakukannya kedua perundang-undangan di atas telah
menempatkan pemerintah daerah sebagai pelaku utama dalam implementasi kebijakan dan
pembangunan ekonomi. Penyelenggaraan fungsi pemerintah daerah tersebut akan dapat
terlaksana secara optimal bila dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan
pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah dengan mengacu pada
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah daerah yang mana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan
pembagian kewenangan antara pemerintah dan daerah. Semua sumber keuangan yang
melekat pada urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan
daerah.
Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa;
kepastian tersedianya pendanaan dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang
diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan
hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada didaerah
dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan
sumber-sumber pendapatan lainnya yang sah serta sumber-sumber pembiyaan. Adanya hak-
hak untuk mendapatkan berbagai sumber keuangan tersebur diharapkan pemerintah daerah
tidak terlalu bergantung pada penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Bersamaan
dengan semakin sulitnya keuangan Negara dan pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri,
maka setiap daerah dituntut harus dapat membiayai diri melalui sumber-sumber keuangan
yang dikuasainya agar mampu menjadi daerah otonom yang mandiri.

2. Rumusan Masalah
a. Otonomi di Bidang Keuangan mencakup Apa saja? Jelaskan!
b. Otonomi daerah sebenarnya mencakup pemekaran daerah atau penggabungan daerah.
Dari 2 hal tersebut kebanyakan pemisahan daerah, mengapa? Jelaskan!
PEMBAHASAN

1. Otonomi di Bidang Keuangan


Otonomi di Bidang Keuangan mencakup dua hal yaitu :
a. Pendapatan Asli Daerah
Menurut Baldric Siregar (2015:31), Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan
rekening kas umum daerah yang menambah saldo anggaran lebih dalam periode tahun
anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak Pemerintah Daerah dan tidak perlu
dibayar kembali. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan
Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun bersangkutan. Menurut Mardiasmo (2018) adalah
penerimaan yang bersumberdari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan
milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan
yang diperoleh dari potensi daerah baik dari sektor pajak, retribusi atau hasil daerah
yang sah yang digunakan untuk pendanaan dan pembangunan daerah.
Jenis-Jenis pendapatan asli daerah menurut Halim (2014) berasal dari :
- Pajak daerah
- Retribusi
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang dipisahkan
- Lain-Lain Pendapatan Asli daerah yang sah

b. Pembiayaan
Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pembiayaan adalah setiap penerimaan
yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya
2. Otonomi daerah lebih kepada pemekaran daerah dibandingkan dengan penggabungan
daerah.
Menurut Saile, pemekaran daerah bukan merupakan persoalan yang mudah
karena akan menimbulkan persoalan baru dalam penetapan batas-batas wilayah
administratif suatu daerah yang terkena pemekaran tersebut (Saile, 2009:4).
Perubahan batas wilayah darat antar daerah sebagai akibat pemekaran sering
menjadi persoalan rumit untuk diputuskan oleh Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah karena sulit untuk mengakomodasi secara adil dan
komprehensif aspirasi masyarakat, sehingga yang terjadi justru sengketa.
Sengketa batas wilayah tersebut sering melahirkan pertentangan, ketegangan atau
konflik bahkan pertikaian, bentrok dan perkelahian antar warga.
Istilah pemekaran daerah sebenaranya dipakai sebagai upaya memperhalus
bahasa (eupheisme) yang menyatakan proses “perpisahan” atau „pemecahan”satu
wilayah untuk membentuk satu unit administrasi lokal baru (Makaganza, 2008 :
17). Dilihat dari kacamata filosofi harmoni, istilah perpisahan atau perpecahan
memiliki makna yang negatif sehingga istilah pemekaran daerah dirasa lebih
cocok digunakan untuk menggambarkan proses terjadinya daerah-daerah otonom
baru pasca reformasi di Indonesia.
Maraknya pemekaran daerah di era otonomi daerah telah menimbulkan
sejumlah pertanyaan, mengapa itu bisa terjadi dan motif apa yang mendasari dari
adanya pemekaran daerah tersebut ? Bank Dunia menyimpulkan bahwa ada 4
faktor utama pendorong pemekaran daerah :
1. Motif untuk efektifitas administrasi pemerintahan mengingat wilayah daerah
yang begitu luas, penduduk yang menyebar dan adanya ketertinggalan dalam
pembangunan
2. Kecenderungan untuk homogenitas (etnis, bahasa, agama, urban rural, tingkat
pendapatan). Beberapa pemekaran daerah lebih didasari motif ingin lepas dari
himpitan “penindasan” kelompok lain atas dasar etnis, agama, dan lain. Lain
Contoh nyata pada level ini adalah pembentukan Propinsi Banten, Maluku
Utara, Gorontalo, dan Bangka Belitung nuansa etnik sangat kuat sekali
yangmana mereka ingin membebaskan diri dari orang Bandung, Ambon,
Manado dan Palembang (Djohan Djohermansyah, 2005; 214)
3. Adanya kemanjaan fiskal yang dijamin UU dengan disediakannya DAU,
DAK, Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam dan disediakannya sumber-sumber
pendapatan daerah
4. Motif pemburu rente dari para elite Pemekaran daerah banyak didasari motif
karena inin menjabat di Birokrasi Lokal dan DPRD. Selain itu, pemekaran
daerah juga didasari motif untuk membangun kembali sejarah dan kekuasaan
aristokrasi lama yang pernah pudar di masa lalu.

Menurut Tri Ratnawati (2009; 15), pemekaran daerah yang terjadi di


Indonesia selama ini sebenarnya memiliki beberapa motif tersebunyi diantaranya:
a. Gerrymander yaitu usaha pemekaran daerah untuk kepentingan partai politik
tertentu. Contoh Kasus pemekaran Paua oleh pemerintahan Megawati (PDIP)
disinyalir bertujuan untuk memecah suara partai lawan
b. Pemekaran daerah telah berubah menjadi semacam “bisnis” Pratikno mencatat
bahwa inisiatif proses legislasi pemekaran daerah justru banyak dimulai oleh
DPR RI (RUU inisiatif). Pada tanggal 25 Oktober, DPR mengajukan 13 RUU
pembentukan daerah baru, 10 Desember 2007 DPRmengajukan 16 RUU
pembentukan daerah baru. Dan pada bulan Februari 2008 DPR sedang
membahas usulan pemekaran 21 daerah Baru (Pratikno, 2008 : 2)
c. Tujuan pemekaran daerah seperti untuk merespon separatisme agama dan
etnis sebenarnya bermotifkan untuk membangun citra rezim, memperkuat
legitimasi rezim berkuasa, self interest dari para aktor elit daerah maupun
pusat.

Anda mungkin juga menyukai