Anda di halaman 1dari 9

RINGKASAN MATERI KULIAH 10

“Pembangunan Daerah dan Otonomi”

PEREKONOMIAN INDONESIA

Dosen Pengampu: Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa, S.E., M.Si.

Oleh :

Dewa Ngakan Putu Hary Gunawan

1907531076 / 15

Kelas : G1

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

SEMESTER GANJIL 2021/2022


A. PEMBANGUNAN DAERAH DAN OTONOMI
Indonesia mempunyai fondasi semangat kebangsaan yang kuat di tengah realitas
keberagaman. Hal ini dapat dilihat dari sejarah pendirian negara yang diperoleh dari
penyatuan kedaulatan kebangsaan di daerah. Oleh karena itu, pengakuan terhadap
keberadaan entitas masyarakat daerah di era kemerdekaan melalui kebijakan desentralisasi
menjadi mandat sejarah yang sulit dielakkan. Dalam perjalanannya, sejarah politik
Indonesia diwarnai berbagai ketegangan antara pusat dan daerah. Orde baru meredam
konflik internal melalui penciptan stabilitas semu dengan cara melakukan kontrol terhadap
kehidupan masyarakat baik secara politik maupun ekonomi; kekerasan militer maupun
kekerasan hukum dalam kehidupan politik dan kekuasaan ekonomi dengan mekanisme
money politics untuk membeli dukungan yang berhasil dilakukan berkat melimpahnya
sumber daya ekonomi dari hasil ekspor minyak dan hasil alam lainnya. Keadaan demikian
ini mengakibatkan berkurangnya tekanan daerah untuk minta perhatian akan otonomi
daerah sehingga UU No. 5 Tahun 1974, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
dapat dipertahankan sampai akhir masa pemerintahan orde baru. Kebebasan dan
keterbukaan politik yang terjadi pasca orde baru membawa konsekuensi logis pada
pemerintahan untuk segera mengubah diri. Segala macam kebijakan dan regulasi yang
berbau orde baru yang sentralistis diubah sedemikian besarnya menjadi sangat
desentralisasi.
Pembangunan daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari berbagai pelaku,
baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada tingkatan
yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan aspek fisik, sosial
ekonomi dan aspek lingkungan lainnya sehingga peluang baru untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat daerah dapat dicapai secara berkelanjutan. Pemerintah daerah
memiliki kesempatan lebih luas untuk memperbaiki kondisi pelayanan publik,
perkembangan perekonomian daerah, serta dalam mengembangkan berbagai terobosan
baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah. Daerah-daerah semakin memiliki
kebebasan untuk mengembangkan wilayahnya sesuai kebutuhan masyarakat lokal.
Kewenangan pemerintah daerah melalui otonomi daerah akan memberikan pelayanan
maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun
global. Otonomi daerah juga akan mendorong munculnya aktivitas perekonomian dan
akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah perbatasan dan tertinggal. Melalui kewenangan
yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, pemerintah
daerah akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi,
kebutuhan dan kemampuannya. Jadi kebijakan otonomi daerah yang bertujuan untuk
pemberdayaan kapasitas daerah akan memberikan kesempatan bagi daerah untuk
mengembangkan dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan
perekonomian daerah akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
kesejahteraan rakyat di daerah.
Kebijakan mengenai otonomi daerah tentunya diiringi dengan adanya asas
desentralisasi. Desentralisasi merupakan pengotonomian, yakni proses memberikan
otonomi kepada masyarakat dalam wilayah tertentu. Kaitan desentralisasi dan otonomi
daerah seperti yang diungkapkan oleh Gerald S. Maryanow (2003) yaitu merupakan dua
sisi dari satu mata uang. Desentralisasi tersebut tentunya mencakup penyerahan wewenang
dalam mengelola keuangan daerahnya. Sehingga salahsatu konsekuensi dari pelaksanaan
otonomi daerah yakni adanya kebijakan desentralisasi fiskal.

B. OTONOMI PROVINSI DAN KABUPATEN


Beberapa hal yang sangat mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat,
menumbuhkan prakarsa dan kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan
fungsi Badan Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini
otonomi daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan
masyarakat, yaitu daerah yangselama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat II, yang
dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Sistem otonomi
yang dianut dalam Undang-undang Nomor22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata
dan bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik
luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang-bidang tertentu
diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh, yang ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.
Provinsi mempunyai kedudukan sebagai daerah otonom sekaligus adalah wilayah
administrasi yaitu wilayah kerja Gubernur untuk melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan
yang dilimpahkan kepadanya. Gubernur selain pelaksana asas desentralisasi juga
melaksanakan asas dekonsentrasi. Besaran dan isi dekonsentrasi harus mempunyai sifat
dekat dengan kepentingan masyarakat dan bermakna sebagai upaya mempertahankan dan
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan wilayah NKRI dan
meningkatkan pemberdayaan, menumbuhkan prakarsa, dan kreatifitas masyarakat serta
kesadaran nasional. Oleh sebab itu Gubernur memegang peranan penting sebagai unsur
perekat NKRI.
Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pengangkatan, pemindahan,
pemberhentian, penetapan pensiun, pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan daerah, berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan
pemerintah. Kepada Kabupaten dan Kota diberikan otonomi yang luas, sedangkan pada
provinsi otonomi yang terbatas. Kewenangan yang ada pada provinsi adalah otonomi yang
bersifat lintas Kabupaten dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan
efisien kalau diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses saat pemerintah daerah dan
masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan
ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah berada
pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang berdasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan
potensi sumberdaya manusia,kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah).
Sehingga kita peru melakukan pengambilan inisiatif -inisiatif yang berasal dari daerah
tersebut dalam proses pembangunan untukmenciptakan kesempatan kerja baru dan
merangsang kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses, yaitu proses yang mencakup
pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih
baik, identifikasi pasar-pasar baru, dan pengembangan perusahaan-perusahan baru. Ada
beberapa indikator untuk menganalisis derajat kesenjangan dalam pembangunan ekonomi
antarprovinsi, yaitu produk domestik regional bruto (PDRB) per provinsi dalam
pembentukan PDB nasional, PDRB atau pengeluaran konsumsi rumah tangga rata-rata per
kapita, indeks pembangunan manusia (IPM),kontribusi sektoral terhadap pembentukan
PDRB, dan tingkat kemiskinan.

C. PRINSIP PEMBIAYAAN PEMERINTAH DAERAH


Melalui pemerintah daerah yang memiliki wewenang untuk menggali pendapatan dan
melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas pembangunan.
Otonomi daerah dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah
untuk mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing. Pembangunan di daerah
merupakan bagian dari pembangunan nasional, untuk itu pembangunan di daerah
dilaksanakan secara bertahap sehingga mendukung pencapaian sasaran pembangunan
nasional. Pelaksanaan akan memberikan manfaat yang optimal jika diikuti oleh
kemampuan finansial yang memadai oleh daerah otonom. Perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam
kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat
dan daerah. Struktur pembiayaan daerah mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Pembiayaan dirinci menurut kelompok, jenis, dan obyek pembiayaan.
2) Kelompok pembiayaan terdiri atas: Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah.
3) Kelompok pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam jenis pembiayaan antara lain
berupa: sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, transfer dari dana cadangan,
penerimaan pinjaman dan obligasi dan penjualan aset daerah yang dipisahkan.
4) Jenis pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam obyek pembiayaan.
5) Penerimaan pinjaman dan obligasi dirinci lebih lanjut ke dalam obyek pembiayaan
antara lain berupa pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.

D. SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAERAH


Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan
pembiayaan. Pendapatan satu daerah terdiri dari pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, dan lain-lain pendapatan, sedangkan pembiayaannya bisa bersumber dari
sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan
daerah dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
1) Pendapatan Asli Daerah (PAD). Bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah (yang meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa
giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah). Dalam upaya meningkatkan
PAD, pemerintah daerah dilarang menetapkan peraturan tentang pendapatan yang
menghemat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan
impor/ekspor, sehingga menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Ketentuan mengenai
pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Dana Perimbangan. Dana perimbangan terdiri atas: (a) dana bagi hasil. (b) dana
alokasi umum, dan (c) dana alokasi khusus, yang jumlahnya ditetapkan setiap tahun
anggaran dalam APBN.
(a) Dana bagi hasi. Bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang
bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25
dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 dibagi
antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan dana bagi hasil dari sumber
daya alam yang berasal dari: kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan gas bumi.
(b) Dana alokasi umum (DAU). Jumlah DAU keseluruhan ditentukan sekurang-
kurangnya 26% persen dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlah ini adalah untuk
seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/kota. Dasar un tuk menentukan berapa
jumlah DAU yang diterima oleh satu daerah (provinsi,kabupaten/kota) adalah apa
yang disebut celah fiscal dan alokasi dasar.
(c) Dana alokasi khusus (DAK). Dialokasikan kepada daerah tertentu yang ditetapkan
setiap tahun dalam APBN untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN.
Pemerintah pusat menetapkan kriteria DAK yang meliputi kreteria umum,kriteria
khusus, dan kreteria teknis.
3) Lain – lain Pendapatan. Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan
pendapatan dana darurat. Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat.
Hibah kepada daerah yang bersumberdari luar negeri dilakukan melalui pemerintah
pusat. Pemerintah mengalokaskan dana darurat yang berasal dari APBN untuk
keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar
biasa yang tidak dapat ditanggunglangi oleh daerah dengan menggunakan sumber
APBD. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional dan/atau peristiwa
luar biasa ditetapkan oleh pada daerah yang dinyatakan mengalami kriris solvabilitas.

E. PINJAMAN DAERAH
Pinjaman daerah adalah sebuah transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain
sehingga pemerintah daerah tersebut dibebani kewajiban untk membayar kembali.
Pemerintah pusat yang dalam hal ini Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal
kumulatif pinjaman pemerintah dan pemerintah daerah dengan memperhatikan hal
berikut: (1) Keadaan dan perkiraan perkembangan perekonomian niasional; dan (2) tidak
melebihi 60% dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan.
Pinjaman daerah dapat bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lain,
lembaga keuangan bank dan non bank, serta masyarakat. Pinjaman daerah yang bersumber
dari pemerintah pusat dananya bisa dari dalam negeri atau luar negeri. Pinjaman
pemerintah pusat yang dananya berasal dari luar negeri dapat dinyatakan dalam mata uang
rupiah atau mata uang asing melalui perjanjian penerusan pinjaman kepada pemerintah
daerah antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah yang bersangkutan.
Pinjaman daerah yang berasal dari pemerintah daerah lainnya, lembaga keuangan bank
dan bukan dapat dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan
yang bersumber dari masyarakat berupa obligasi daerah diterbitkan melalui pasar modal.
Pinjaman daerah mungkin berupa:
1) Pinjaman jangka pendek, yang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu
kurang atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali
pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus
dilunasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek ini hanya
dapat dipergunakan untuk menutup kekurangan arus kas dan dapat dilaksanakan tanpa
minta persetujuan DPRD.
2) Pinjaman jangka menengah, yang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu
lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang
meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu
yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. Pinjaman
jenis ini dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak
menghasilkan penerimaan dan harusmendapatkan persetujuan DPRD sebelumnya.
3) Pinjaman jangka panjang, merupakan pinjaman daerah dalam jangaka waktu lebih dari
satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi
pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun -tahun anggaran
berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan.
Pinjaman jenis ini dipergunakan untukmembiayai proyek investasi yang menghasilkan
penerimaan dan harus mendapatkan persetujuan DPRD sebelumnya.
Pemerintah daerah yang ingin mendapatkan pinjaman harus memperhatikan beberapa
ketentuan dan persyaratan, yakni:

1) Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah, serta pinjaman dari pihak lain tidak
bolehdipakai sebagai jaminan.
2) Pemerintah derah yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian
pinjaman yang berasal dari pemerintah pusat.
3) Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak
melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
4) Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh
pemerintah pusat; dan Oblogasi daerah. Pemerintah daerah dapat menerbitkan obligasi
daerah dalam mata uang rupiah di pasar modal domestik yang nilai nominalnya pada
saat jatuh tempo sama dengan nilai nominalnya pada saat diterbitkan. Proyek yang
dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek
tersebut dapat dijadikan jaminan untuk obligasi daerah yang akan dikeluarkan.
DAFTAR PUSTAKA

Nehen, Ketut. 2018. Perekonomian Indonesia. Denpasar : Udayana University Press.

Anda mungkin juga menyukai