Anda di halaman 1dari 21

TUGAS 10

PEREKONOMIAN INDONESIA (CP7)


ASPEK-ASPEK PEMBANGUNAN DAERAH

Dosen Pengampu:
Dr. I Gusti Wayan Murjana Yasa, S.E., M.Si.

OLEH:

Ni Putu Riska Antari 2007531001/01

Program Studi Akuntansi Fakultas


Ekonomi Dan BisnisUniversitas
Udayana
2022
PEMBAHASAN
A. Pembangunan Daerah
Pembangunan daerah merupakan usaha mengembangkan dan memperkuat
pemerintahan daerah dalam rangka menciptakan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi,
dan bertanggung jawab (Bappenas, 2014). Pemerintah daerah memiliki kesempatan lebih luas
untuk memperbaiki kondisi pelayanan publik, perkembangan perekonomian daerah dan
mengembangkan berbagai terobosan baru dalam pengelolaan pemerintah daerah karena telah
mendapat kewenangan untuk mengelola daerah masing-masing lewat otonomi daerah yang
telah di tetapkan. Kewenangan pemerintah daerah melalui otonomi daerah akan memberikan
pelayanan maksimal kepada pelaku ekonomi di daerah. Dengan adanya otonomi tersebut maka
daerah – daerah dapat memiliki kebebasan untuk mengembangkan wilayahnya sesuai
kebutuhan masyarakat lokal.
Tujuan pembangunan daerah yaitu:
1. Meningkatkan keadaan ekonomi daerah sehingga mandiri di dalam bidang ekonomi untuk
daerah sehingga mandiri di dalam bidang ekonomi untuk penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan daerah.
2. Meningkatkan keadaan sosial daerah untuk mencapai kesejahteraan sosial secara adil dan
merata bagi seluruh anggota masyarakat didaerah.
3. Mengembangkan setiap ragam budaya daerah sehingga menjamin kelestarian budaya
daerah di antara budaya-budaya nasional Indonesia lainnya.
4. Meningkatkan dan memelihara keamanan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan
peningkatan kegiatan ekonomi, sosial, budaya, kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan
kesejahteraan seluruh anggota masyarkat seutuhnya.
5. Membantu pemerintah pusat dalam mempertahankan, memelihara dan meningkatkan
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara RI.
B. Otonomi Daerah
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen
dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, definisi
otonomi daerah yaitu sebagai berikut: “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan”.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diamandemen dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah juga mendefinisikan
daerah otonom sebagai berikut: “Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi daerah memiliki tujuan yang jelas agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggungjawab. Tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Politik
Pelaksanaan pemberian kewenangan daerah bertujuan untuk mewujudkan proses
demokrasi politik melalui partai politik dan DPRD. Dengan adanya otonomi daerah,
diharapkan masyarakat setempat mendapatkan pelayanan yang baik, pemberdayaan
masyarakat, serta terciptanya sarana dan prasarana yang layak.
b. Tujuan Administratif
Tujuan pelaksanaan otonomi daerah berkaitan dengan pembagian administrasi
pemerintahan pusat dan daerah, termasuk dalam manajemen birokrasi serta sumber
keuangan. Pemberian kewenangan daerah juga bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan
sumber daya alam yang lebih efektif dan memberikan peluang kepada warga setempat
untuk turut serta dalam menyelenggarakan pemerintahan.
c. Tujuan Ekonomi
Dari sisi ekonomi, otonomi daerah diharapkan dapat mewujudkan peningkatan indeks
pembangunan manusia sehingga kesejahteraan masyarakat setempat menjadi lebih baik.
Selain itu, penerapan otonomis ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan kualitas
produksi daerah otonom sehingga berdampak nyata pada kesejahteraan masyarakat.
Prinsip Otonomi Daerah
Sejak Ketetapan MPR No. XXI Tahun 1966 prinsip otonomi daerah bersifat seluas-
luasnya yang kemudian berkembang menjadi otonomi daerah yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, serta agama. Arti dari
prinsip yang nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup dan
berkembang di daerah. Otonomi yang bertanggung jawab merupakan perwujudan
pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah
dalam wujud tugas dan kewajiban yang dipikul oleh daerah.
Hubungan Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
Kebijakan mengenai otonomi daerah tentunya diiringi dengan adanya asas desentralisasi.
Desentralisasi merupakan pengotonomian, yakni proses memberikan otonomi kepada
masyarakat dalam wilayah tertentu. Kaitan desentralisasi dan otonomi daerah seperti
mencakup penyerahan wewenang dalam mengelola keuangan daerahnya. Sehingga salah satu
konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah yakni adanya kebijakan desentralisasi fiskal.
Desentralisasi fiskal merupakan salah satu mekanisme transfer dana dari APBN dalam kaitan
dengan kebijakan keuangan negara yaitu untuk mewujudkan ketahanan fiskal yang
berkelanjutan (fiscal sustainability) dan memberikan stimulus terhadap aktivitas
perekonomian masyarakat, maka dengan kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan akan
menciptakan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang sepadan dengan besarnya
kewenangan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah otonom. Desentralisasi
fiskal merupakan konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia. Sama seperti
otonomi daerah, desentralisasi fiskal pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan
potensi daerah, dalam hal ini adalah dari segifiskal.
Pelaksanaan Otonomi Daerah Mempengaruhi Pembangunan Daerah
Otonomi daerah yang dicanangkan sekarang seperti sekarang ini diharapkan akan
mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, disamping menciptakan keseimbangan
pembangunan antar daerah di Indonesia. Kebijaksanaan pembangunan yang sentralistik
dampaknya sudah kita ketahui, yaitu ketimpangan antar daerah, terutama antara Jawa dan luar
Jawa dan antara Indonesia bagian Barat dan Indonesia bagian Timur. Ahli pembangunan
ekonomi regional sudah melakukan kajian yang intensif akan hal itu. Akan tetapi, pembangunan
daerah tidak akan datang dan terjadi dengan begitu saja. Pembangunan di daerah baru akan
berjalan apabila sejumlah prasyarat dapat dipenuhi, terutama oleh para penyelenggara
pemerintahan di daerah, yaitu pihak legislatif dan eksekutif di daerah (Gubernur, Bupati, dan
Walikota serta DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota).
Otonomi daerah memiliki sejumlah kewenangan sebagaimana ditentukan oleh UU No.
22 tahun 1999 yang merupakan modal dasar yang sangat penting untuk pembangunan daerah.
Yang diharapkan dari pemerintah daerah sebagai faktor prakondisi pelaksanaan otonomi
daerah dalam mewujudkan pembangunan daerah antara lain fasilitas, kreativitas pemerintah
daerah, politik lokal yang stabil, pemerintah daerah harus menjamin
kesinambungan berusaha, serta pemerintah daerah harus komunikatif dengan LSM/ NGO,
terutama dalam bidang perburuhan dan lingkungan hidup.
Otonomi pada Tingkat Provinsi dan Kabupaten.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
1) Pemerintahan Daerah Provinsi terdiri atas Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD
Provinsi.
2) Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
dan DPRDKabupaten/Kota
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah
adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Namun tidak berarti bahwa setiap
penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran
organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan tugas, luas wilayah kerja
dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk faktor kemampuan keuangan,
kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan
banyaknya, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, sarana dan
prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi
masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas
daerah, dan lembaga teknis daerah. Sekretariat daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah.
Sekretaris daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam
menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD mempunyai tugas:
a) Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD
b) Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD
c) Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD
d) Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangandaerah.
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Kepala dinas daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Dae rah. Lembaga teknis daerah
merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah yang bersifat spesifik berbentuk badan, kantor, atau rumah
sakit umum daerah. Kepala badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah tersebut
bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah.
Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Perda berpedoman pada
Peraturan Pemerintah. Kecamatan dipimpin oleh camat yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan sebagian wewenang bupati atau walikota untuk menangani sebagian
urusan otonomi daerah. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Perda berpedoman
pada Peraturan Pemerintah. Kelurahan dipimpin oleh lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya
memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.
Prinsip Pembiayaan Pemerintah Daerah
Struktur pembiayaan daerah mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
6. Pembiayaan dirinci menurut kelompok, jenis dan obyek pembiayaan
7. Kelompok pembiayaan terdiri atas: penerimaan daerah dan pengeluaran daerah
8. Kelompok pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam jenis pembiayaan. Misalnya kelompok
pembiayaan penerimaan daerah dirinci lebih lanjut ke dalam jenis pembiayaan antara lain
berupa: sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, transfer dari dana cadangan, penerimaan
pinjaman dan obligasi dan penjualan aset daerah yang dipisahkan
9. Jenis pembiayaan dirinci lebih lanjut ke dalam obyek pembiayaan. Misal jenis pembiayaan:
penerimaan pinjaman dan obligasi dirinci lebih lanjut dalam obyek pembiayaan antara lain
berupa: pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri.
Ketentuan Umum
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya yang dalam penganggaran peemerintah daerah terutama dimaksudkan
untuk menutup defisit anggaran. Berdasarkan Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, ketentuan dalam pembiayaan daerah adalah sebagai
berikut:
Pembiayaan daerah terdiri atas:
1. Penerimaan Pembiayaan
2. Pengeluaran Pembiayaan
Pembiayaan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, jenis,
obyek, dan rincian obyek pembiayaan daerah.
Ketentuan Terkait Penerimaan Pembiayaan
Berdasarkan Pasal 70 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019, Penerimaan
Pembiayaan Daerah bersumber dari:
a) SiLPA ( Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) tahun anggaran sebelumnya
b) Pencairan dana cadangan
c) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
d) Penerimaan pinjaman daerah
e) Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah; dan/atau
f) Penerimaan pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
SiLPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) huruf a bersumber dari:
a) Pelampauan penerimaan PAD;
b) Pelampauan penerimaan pendapatan transfer;
c) Penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah;
d) Pelampauan penerimaan pembiayaan;
e) Penghematan belanja;
f) Kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan; dan/
atau
g) Sisa dana akibat tidak tercapainya capaian target kinerja dan sisa dana pengeluaran
pembiayaan.
12.3.1 Ketentuan Terkait Pengeluaran Pembiayaan
Berdasarkan Pasal 70 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019, Pengeluaran
Pembiayaan dapat digunakan untuk:
a) Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo
b) Penyertaan modal daerah
c) Pembentukan dana cadangan
d) Pemberian pinjaman daerah; dan/atau
e) Pengeluaran pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dana Cadangan
Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk mendanai kebutuhan pembangunan
prasarana dan sarana daerah yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran.
Dana cadangan bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah kecuali dana alokasi
khusus, pinjaman daerah dan penerimaan lainnya yang penggunaannya
dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan
demikian, pemenuhannya bersumber dari Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Alokasi Umum (DAU), dan Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak.
Pencairan Dana Cadangan digunakan untuk menganggarkan pencairan Dana
Cadangan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dalam tahun
anggaran berkenaan. Posisi Dana Cadangan dilaporkan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban APBD. Penggunaan atas Dana Cadangan
yang dicairkan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum dianggarkan dalam
SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) pengguna Dana Cadangan bersangkutan, kecuali
ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Batasan tegas untuk pengelolaan dana cadangan ini adalah bahwa dana tersebut tidak
boleh digunakan untuk tujuan selain yang telah ditetapkan dalam Perda tentang Pembentukan
Dana Cadangan. Pengertian dari kata “digunakan” adalah dijadikan sebagai input (masukan)
untuk aktifitas di SKPD/SKPKD Pemda. Jika dana cadangan belum digunakan maka dapat
“diberdayakan” untuk memperoleh hasil (return) berupa bunga atau dividen. Misalnya,
diinvestasikan dalam bentuk deposito, SB (Sertifikat Bank Indonesia), atau SUN (Surat Utang
Negara). Namun, penerimaan hasil bunga/jasa giro/imbal hasil/dividen/keuntungan (capital
gain) atas rekening dana cadangan dan/atau penempatan dalam portofolio dicantumkan
sebagai lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Sumber-Sumber Pendapatan Daerah


1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang (yang meliputi hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro,
pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dan komisi,
potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang
dan/atau jasa oleh daerah). Dalam upaya meningkatkan PAD, pemerintah daerah dilarang
menetapkan peraturan tentang pendapatan yang menghambat mobilitas penduduk,lalu lintas
barang dan jasa antar daerah dan kegiatan impor/ekspor sehingga menyebabkan ekonomi
biaya tinggi
2. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan terdiri atas dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana Alokasi khusus
yang jumlahnya ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN.
a. Dana Bagi Hasil
Dana ini bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber
dari pajak terdiri atas PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), BPHTB (Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan), dan PPh (Pajak Penghasilan Nilai) Pasal 25 dan pasal 29
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 dibagi antara pusat, provinsi
dan kabupaten/kota sebagai pada Tabel 1 dibawah ini. Sedangkan dana bagi hasil dari
sumber daya alam yang berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi dibagi
sebagai pada Tabel 2
Tabel 1 Pembagian Dana Bagi Hasil dari Pajak Antar Pemerintahan
Keterangan Pusat Provinsi Kab/Kota
Penerimaaan PBB (-9 % bea pemungutan) 9% 16,2% 64,8%
10% dari bagian pemerintah Pusat
65%1

36%2
- -
Penerimaan BPHTB3 20% 16% 64%

20% dari bagian pemerintah pusat - - Rata3


Penerimaan PPh Ps 25, Ps 29 dan Psl 21 80% 8% 12%

(dilaksanakan tiap triwulan)

Keterangan:
 Dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota
 Dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten kota yang realisasi tahun
sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektortertentu
 BPHTB = Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Sumber : UU No.33 Pasal 12 dan 13


Tabel 2 Pembagian Dana Bagi Hasil dari Sumber Daya Alam antar Pemerintahan
Keterangan Pusat Provinsi* Kab/Kota*
Dana Bagi Hasil dari Kehutanan - - -
20% 16% 64%
-Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH)
20% 16% 32%
-Provinsi Sumber Saya Hutan (PSDH)
32% rata1

40%4
60%2 40%3
-Dana Reboisasi
Dana Bagi Hasil dari Pertamb.Umum - - -
20% 16% 64%
- Penerimaan iuran tetap
20% 16% 32%
- Royalty
32% lain5
Dana Bagi Hasil Perikanan:
205 - 80%6
-Penerimaan Pungutan Pengusahaan

-Penerimaan Pungutan Hasil


84,5% 3% 0,5%7
Dana Bagi Hasil Pertamb. Minyak Bumi
6% penghasil
(setelah dikurangi pajak)8
6% lainnya

69,5% 6% 0,5%7
Dana Bagi Hasil Pertam. Gas Bumi8
12%
(setelah dikurangi pajak)
penghasil
12% lainnya

Dana Bagi Hasil Pertambangan Panas Bumi 20% 16% 32%


penghasil
32% lainnya5
Keterangan:
Provinsi, Kab/Kota berarti provinsi atau kabupaten/kota penghasil.
1. Rata untuk semua kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan.
2. Untuk rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional.
3. Sesuai UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, alokasi DBH SDA Kehutanan
Dana Reboisasi dialihkan dari kabupaten/kota penghasil ke provinsi penghasil
4. Untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil.
5. Untuk kabupaten/ kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, dibagi rata.
6. Dibagikan dengan porsi yang sama besar kepada kabupaten/kota di Seluruh Indonesia.
7. Dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar (0,1% di provinsi, 0,2% di
kabupaten/kota penghasil, dan 0,2 % di kabupaten/kota lain di provinsi bersangkutan).
8. Tidak lebih dari 130% dari asumsi dasar harga minyak bumi dan gas bumi dalam APBN
tahun berjalan, sedangkan kalau melebihi 130% penyalurannya dilakukan melalui
mekanisme APBN Perubahan. Pelanggaran akan dikenakan sanksi administrasi:
berupa pemotongan atas penyaluran dana bagi hasil sektor minyak bumi dan gas bumi.
Sumber: UU No.33 Tahun 2004, Pasal 14 - Pasal 26.

b. Dana Alokasi Umum

Jumlah DAU keseluruhan ditentukan sekurang-kurangnya 26 persen dari


pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN). Jumlah ini adalah untuk seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/kota.
Dasar untuk menentukan berapa jumlah DAU yang diterima oleh satu daerah
(provinsi,kabupaten/kota) adalah apa yang disebut celah fiscal dan alokasi dasar. Celah
fiskal adalah kebutuhan fiscal dikurangi dengan kapasitas fiskal, sedangkan alokasi dasar
dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Setiap kebutuhan
pendanaan diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, indeks
kemahalan konstruksi, produk domestic regional bruto per kapita, dan indeks
pembangunan manusia. Kapasitas fiscal daerah merupakan sumber pendanaan daerah
yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil. Proporsi DAU antara daerah provinsi dan
Kabupaten/Kota ditetapkan berdasarkan rasio kewenangan antara provinsi dan
kabupaten/kota. DAU atas dasar celah Fiskal untuk satu daerah provinsi dihitung
berdasarkan perkalian bobot daerah provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU
seluruh daerah provinsi.
Bobot daerah provinsi adalah perbandingan antara celah fiskal daerah provinsi
yang bersangkutan dan total celah fiskal seluruh daerah provinsi. Perhitungan yang sama
berlaku untuk daerah kabupaten/kota. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama
dengan nol (kebutuhan fiskalnya = kapasitas fiskalnya) menerima DAU sebesar alokasi
dasar. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil
dari alokasi dasar menerima DAU sebesar alokasi dasar setelah dikurangi nilai celah
fiskal. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negative tersebut sama atau
lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal
dihitung dengan memakai data yang diperoleh dari Lembaga statistik pemerintah.
Pemerintah merumuskan formula dan penghitungan DAU dengan
memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan
terhadap kebijakan otonomi daerah. Hasil penghitungan DAU per provinsi, kabupaten.
dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden dan disalurkan setiap bulan sebelun bulan
bersangkutan, masing-masing sebesar 1/12 (satu perdua belas) dari DAU daerah yang
bersangkutan. Data DAU untuk seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/ kota disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 3 DAU Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia

Keterangan 2019 2020 2021

Seluruh Provinsi 58.692 53.314 60.670

Seluruh Kabupaten/Kota 344.623 359.530 361.722


Jumlah seluruh DAU
(Indonesia) 403.315 412.844 422.392
Kenaikan untuk Indonesia 2,36% 2,31%
Sumber : www. bps.go.id.

Kenaikan Dana Alokasi Umum pada tahun 2020 sebesar 2,36% ini didapat dari
jumlah seluruh DAU dibagi selisih jumlah seluruh DAU pada tahun 2019 dan 2020
sedangkan kenaikan pada tahun 2021 didapat dari selisih antara tahun 2021 dengan 2020
dibagi jumlah seluruh Dau pada tahun 2020
c. Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK dialokasikan kepada daerah tertentu yang ditetapkan setiap tahun dalam
APBN untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Pemerintah pusat menetapkan kriteria
DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum
ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam
APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan memperhatikan peraturan perundang-
undangan dan karakteristik daerah. Dan kriteria teknis ditetapkan oleh kementerian
negara/departemen teknis. Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping
sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari alokasi DAK. Dana pendamping tersebut
dianggarkan dalam APBD. Daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan
menyediakan dana pendamping. Dana DAK yang diterima oleh provinsi dan
Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2019-2021 adalah sebagai pada Tabel 10.4 berikut:
Tabel 10.4 DAK Provinsi dan Kabupaten di Indonesia, 2019-2021
Keterangan 2019 2020 2021

Seluruh Provinsi 66.244 67.974 74.739

Seluruh Kabupaten/Kota 110.095 114.903 113.725


Jumlah seluruh DAK
(Indonesia) 176.339 182.877 188.464
Kenaikan untuk Indonesia 3,71% 3,06%

Sumber: www. bps.go.id


Kenaikan Dana Alokasi Khusus pada tahun 2020 sebesar 3,71% ini didapat dari jumlah
seluruh DAU dibagi selisih jumlah seluruh DAU pada tahun 2019 dan 2020 sedangkan
kenaikan pada tahun 2021 sebesar 3,06% didapat dari selisih antara tahun 2021 dengan
2020 dibagi jumlah seluruh Dana Alokasi Khusus pada tahun 2020

3. Lain-Lain Pendapatan
Lain-lain Pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat.
Pendapatan hibah merupakan bantuan yang tidak mengikat. Hibah dituangkan dalam satu
naskah perjanjian antara pemerintah daerah dan pemberi hibah. hibah digunakan sesuai
dengan naskah perjanjian. Tata cara pemberian, penerimaan, dan penggunaan hibah, baik dari
Pemerintah. dalam negeri maupun luar negeri diatur dengan Peratuan Pemerintah, pemerintah
mengalokasikan dana darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak seperti
bencana nasional. Keadaan yang dapat digolongkan sebagai bencana nasional ditetapkan oleh
presiden. Pemerintah dapat mengalokasikan dana darurat pada daerah yang dinyatakan
mengalami krisis solvabilitas berdasarkan evaluasi pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang undangan
Tabel 5 Dana Lain-lain yang sah di Indonesia

Keterangan 2019 2020 2021

Seluruh Provinsi 28.304 26.804 18.391

Seluruh Kabupaten/kota 148.396 179.456 169.680

Indonesia (jumlah) 176.700 206.260 188.071


Pertumbuhan untuk
Indonesia 16,73% 8,82%
Sumber : www.bps.go.id

Pertumbuhan untuk Indonesia pada tahun 2020 sebesar 16,73% didapat dari selisih antara
jumlah pada tahun 2020 dan 2019 sebesar 29.560 kemudian dibagi jumlah pada tahun 2019
Sedangkan pertumbuhan pada tahun 2021 sebesar 8,82% didapat dari selisih antara tahun
2020 dan 2021 kemudian dibagi dengan jumlah pada tahun 2020
4. Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah adalah seluruh transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah
menerima sejumlah uang atau manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga pemerintah
daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Dalam hal ini, pemerintah pusat
yaitu Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal kumulatif pinjaman pemerintah dan
pemerintah daerah dengan memperhatikan hal-hal berikut:
 Keadaan dan perkiraan perkembangan perekonomian nasional
 Tidak melebihi 60% dari Produk Domestik Bruto tahun bersangkutan
Penetuan atas maksimal tersebut dilakukan selambat-lambatnya bulan Agustus untuk
tahun anggaran berikutnya, dan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah
tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri, dan pelanggan terhadapnya
dikenakan sanksi administratif berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran dana
perimbangan oleh Menteri Keuangan. Sumber pinjaman. Pinjaman daerah dapat bersumber
dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank dan non bank, serta
masyarakat

Pinjaman daerah yang bersumber dari pemerintah pusat dananya bisa dari dalam
negeri atau luar negeri. Pinjaman pemerintah pusat yang dananya berasal dari luar negeri
dapat dinyatakan dalam mata uang rupiah atau mata uang asing melalui perjanjian penerusan
pinjaman kepada pemerintah daerah antara Menteri Keuangan dan Kepala
Daerah yang bersangkutan. Pinjaman daerah yang berasal dari pemerintah lainnya, lembaga
keuangan bank dan bukan dapat dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak,
sedangkan yang bersumber dari masyarakat berupa obligasi daerah diterbitkan melalui pasar
modal.

Jangka Waktu dan Pengangsuran Pinjaman


Pinjaman daerah yang ada dapat berupa :
1. Pinjaman jangka pendek, yang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu kurang
atau sama dengan satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang
meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain seluruhnya harus dilunasi dalam tahun
anggaran yang bersangkutan. Pinjaman jangka pendek ini hanya dapat dipergunakan untuk
menutup kekurangan arus kas dan dapat dilaksanakan tanpa minta persetujuan DPRD.
2. Pinjaman jangka menengah, yang merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih
dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi
pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak
melebihi sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. Pinjaman jenis ini
dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan
penerimaan dan harus mendapatkan persetujuan DPRD sebelumnya.
3. Pinjaman jangka panjang, merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu
tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok
pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi pada tahun- tahun anggaran berikutnya
sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Pinjaman jenis ini
dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan dan harus
mendapatkan persetujuan DPRD sebelumnya.
Persyaratan Pinjaman
Pemerintah daerah yang ingin mendapatkan pinjaman harus memperhatikan beberapa
ketentuan dan persyaratan, yakni:
1. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah, serta pinjaman dari pihak lain tidak
boleh dipakai sebagai jaminan;
2. Pemerintah daerah yang bersangkutan tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian
pinjaman yang berasal dari pemerintah pusat.
3. Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi
75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
4. Rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman ditetapkan oleh
pemerintah pusat; dan Oblogasi daerah. Pemerintah daerah dapat menerbitkan obligasi
daerah dalam mata uang rupiah di pasar modal domestik yang nilai nominalnya pada saat
jatuh tempo sama dengan nilai nominalnya pada saat diterbitkan. Proyek yang dibiayai dari
obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat
dijadikan jaminan untuk obligasi daerah yang akan dikeluarkan. Pemerintah pusat tidak
menjamin obligasi daerah.
Prosedur dan Pengelolaan Penertiban Obligasi Daerah
Penerbitan obligasi daerah ditetapkan dengan peraturan daerah, di mana ditentukan
bahwa kepala daerah terlebih dahulu harus mendapatkan persetujuan DPRD dan dari
pemerintah pusat. Persetujuan tersebut hanya diberikan atas nilai bersih maksimal obligasi
daerah yang akan diterbitkan pada saat penetapan APBD. Nilai tersebut harus telah meliputi
pembayaran semua kewajiban bunga dan pokok yang timbul sebagai akibat penerbitan
obligasi daerah dimaksud. Penerbitan obligasi daerah wajib mengikuti peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal, yang antara lain harus mencantumkan:
a. Nilai nominal;
b. Tanggal jatuh tempo;
c. Tanggal pembayaran bunga;
d. Tingkat bunga (kupon);
e. Frekuensi pembayaran bunga;
f. Cara perhitungan pembayaran bunga
g. Ketentuan tentang hak untuk membeli kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo;
dan
h. Ketentuan tentang pengalihan kepemilikan.
Pengelolaan obligasi daerah diselenggarakan oleh kepala daerah yang sekurang-
kurangnya meliputi:
1) Penetapan strategi dan kebijakan pengelolaan obligasi daerah termasuk kebijakan
pengendalian risiko;
2) Perencanaan dan penetapan struktur portofolio pinjamandaerah;
3) Penerbitan obligasi daerah;
4) Penjualan obligasi daerah melalui lelang;
5) Pembelian kembali obligasi daerah sebelum jatuh tempo;
6) Pelunasan pada saat jatuh tempo; dan
7) Pertanggungjawaban.
Hasil Penjualan Obligasi Daerah dan Peruntukannya
Pemerintah daerah dapat mengeluarkan obligasi daerah untuk membiayai investasi
sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Penerimaan dari investasi sektor publik yang dibiayai melalui obligasi daerah digunakan untuk
membiayai kewajibanbunga dan pokok obligasi daerah terkait dan sisanya disetorkan ke kas
daerah. Dana untuk membayar bunga dan pokok pinjaman disediakan dalam APBD setiap
tahun sampai dengan berakhirnya kewajiban tersebut. Dalam hal pembayaran bunga
dimaksud melebihi perkiraan dana yang disediakan, Kepala Daerah melalukan pembayaran
dan menyampaikan realisasi pembayaran tersebut kepada DPRD dalam pembahasan
Perubahan APBD.
Pelaporan dan Sanksi
Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD
tahun anggaran yang bersangkutan dan pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif
pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada pemerintah pusat setiap semester dalam tahun
anggaran berjalan. Kalau laporan tersebut tidak dibuat, pemerintah pusat dapat menunda
penyaluran dana perimbangan yang menjadi hak pemerintah daerah yang bersangkutan.
Sedangkan kalau pemerintah daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjaman kepada
pemerintah pusat, kewajiban membayar pinjaman tersebut diperhitungkan dengan DAU
dan/atau Dana Bagi Hasil dari penerimaan negara yang menjadi hak pemerintah daerah
yang bersangkutan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pinjaman daerah termasuk obligasi
daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Cara pemda merancang kebijakan mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat di


daerah era otonomi daerah

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik yang dalam pelaksanaan
pemerintahannya dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan
kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupatan dan kota mempunyai pemerintahan daerah untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintah daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur,
memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Salah satu solusi untuk pemerataan pembangunan dan meningkatan kesejahteraan
masyarakat di daerah era otonomi daerah adalah dengan melakukan Pemekaran Wilayah Desa.
Pemekaran wilayah pemerintahan merupakan suatu langkah strategis yang ditempuh oleh
Pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan baik dalam rangka
pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan menuju terwujudnya suatu tatanan kehidupan
masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera, adil dan makmur. Dengan perkataan lain, hakikat
pemekaran daerah otonom lebih ditekankan pada aspek mendekatkan pelayanan pemerintahan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pemekaran daerah
merupakan cara atau pendekatan untuk mempercepat akselerasi pembangunan daerah.
Dalam kehidupan berpemerintahan, disadari disatu pihak tuntutan kebutuhan masyarakat
makin lama semakin meningkat dan kompleks, sementara pada sisi yang lain, kinerja Pemerintah
untuk memenuhi segala tuntutan kebutuhan masyarakat tersebut harus diakui belum optimal oleh
karena berbagai alasan baik alasan lokasional, alasan keterbatasan sumber daya maupun teknis
administratif dan sebagainya. Hal mendasar dilakukannya pemekaran wilayah adalah adanya
keinginan untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dengan jalan berotonomi.
Beberapa alasan mengapa pemekaran wilayah dapat dianggap sebagai salah satu pendekatan
dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintah daerah dan peningkatan publik, yaitu :
10. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat
memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui
pemerintahan daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas. Melalui
proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan
publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.
11. Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka
pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal, dengan dikembangkannya daerah
baru yang otonom, maka akan memberikan peluang untuk menggali berbagai potensi
ekonomi daerah baru yang selama ini tidak tergali.
12. Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah dan pembagian kekuasaan di
bidang politik dan pemerintahan. Kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan
yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagai peluang ekonomi baru
baik secara formal maupun informal menjadi lebih tersedia sebagai dampak pemekaran
wilayah.
Pembentukan daerah otonom memang ditujukan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan
pemerintahan dengan suatu lingkungan kerja yang ideal dalam berbagai dimensinya. Daerah
otonom yang memiliki otonomi luas dan utuh diperuntukkan guna menciptakan pemerintahan
daerah yang lebih mampu mengoptimalkan pelayanan publik dan meningkatkan pemberdayaan
masyarakat lokal dalam skala yang lebih luas. Oleh karena itu, pemekaran daerah seharusnya
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan obyektif yang bertujuan untuk tercapainya
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
KESIMPULAN
Pembangunan daerah oleh pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja,
lapangan usaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, maupun peningkatan indeks
pembangunan manusia di daerah. Pembangunan daerah dicapai dengan pelaksanaan otonomi
daerah. Sedangkan Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Diharapkan dengan adanya Otonomi setiap daerah berusaha mendorong potensi
daerah agar berkembang menurut preferensi daerah itu sendiri sesuai dengan kondisi fisik daerah
dan aspirasi masyarakatnya yang terus berkembang. Salah satu konsekuensi dari pelaksanaan
otonomi daerah yakni adanya kebijakan desentralisasi fiskal.
Urusan keuangan Daerah Otonom dikelola sesuai APBD dengan memanfaatkan semua
sumber dana dari pendapatan asli daerah (PAD), bantuan umum atau Dana Alokasi Umum
(DAU), dan bantuan khusus yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat, dana dari
pinjaman daerah, serta dana perolehan sesuai kontribusi ekonomi daerah, dengan tetap
memperhatikan aspek pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 2019.
Diakses tanggal 23 April 2022 dari
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/103888/pp-no-12-tahun-2019

Kementrian Keuangan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. Konsep Dasar Pinjaman


Daerah. Diakses tanggal 23 April 2022 dari
https://djpk.kemenkeu.go.id/?page_ id=328

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah


Christia, A. M. (2019). Desentralisasi Fiskal dan Otonomi Daerah di Indonesia . Jurnal
Hukum, 01-15

Syaukani, dkk. 2005. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai