Anda di halaman 1dari 57

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945
mengamatkan Negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan
kesejahteran umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosialbagi seluruh rakyat
Indonesia. Untuk memenuhi amanat tersebut, pemerintahpusat maupun di daerah
berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan
Daerah terdiri atas pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten dan kota sehingga setiap daerah mempunyai hak dan kewajiban dalam
mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahannya. Otonomi daerah
diartikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahandan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam menunjang penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan di daerah secara merata, maka dilakukan
pendayagunaan aparatur pemerintah dengan pelaksanaan dan adanya pengawasan
yang efektif sehingga pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik.
Prinsip tata kelola Keuangan Pemerintahan yang baik merupakan prinsip
pokok yang harus diberlakukan diseluruh Negara di Dunia termasuk Negara
Indonesia. Untuk menciptakan tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem
dan kelembagaan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Atas hal tersebut, sesuai dengan amanat Pasal 23C Undang-undang Dasar
(UUD) 1945 Tentang Keuangan Negara perlu dijabarkan aturan pokok yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) ke dalam asas-asas umum dalam
pengelolaan keuangan negara yang meliputi asas tahunan, universalitas, kesatuan,
dan asas spesialitas. Selain asas tersebut penerapan kaidah-kaidahyang baik dalam
pengelolaan keuangan negara juga ditetapkan asas akuntabilitas berorientasi pada
hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan
negara, dan pemeriksaan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

Universitas Sriwijaya
2

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, desa di berikan


kesempatan yang besar untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta
pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat desa. Selain itu Pemerintah Desa di harapkan untuk lebih mandiri
dalam mengelola pemerintahan.
Landasan pemikiran mengenai peratuan tentang desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan pemberdayaan
masyarakat (Widjaja, 2005:3). Landasan pemikiran tersebut merupakan wujud
pemberian dukungan dan dorongan kepada desa dalam rangka meningkatkan peran
sertanya dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintah di Indonesia dan juga
mencerminkan Pemerintah Desa sebagai pemerintah terkecil dan terdekat dengan
masyarakat yang dipangang memiliki kedudukan yang sangat strategis serta
sekaligus diharapkan dapat meningkatkan pembangunan desa secara mandiri,
pelayanan dan pmberdayaan masyarakat secara langsung dan cepat.
Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan
Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum
perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih
kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti
desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang,
dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli dan oleh karenanya
dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia
menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala peraturan
negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah
tersebut. Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan
keberlangsungan hidupnya dalam Negara KesatuanRepublik Indonesia.
Istilah Desa seringkali identik dengan masyarakatnya yang miskin,
tradisionalis dan kolot, namun sebenernya desa mempunyai kuluhuran dan kearifan
lokal yang luar biasa. Desa adalah pelopor sistem demokrasi yang otonom dan
berdaulat penuh. Sejak lama, desa telah memiliki dan mekanisme pemerintahan
serta norma sosial masing-masing. Sampai saat ini pembangunan desa masih di
anggap seperempat mata oleh pemerintah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

Universitas Sriwijaya
3

tentang Pemerintah Daerah, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang


memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem
Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Dengandikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 113
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa ini diharapkan semua yang
berkaitan dengan keuangan desa dapat diarahkan, diatur, dikelola dengan baik
dan benar sesuai peraturan yang berlaku demi terciptanya pengelolaan
keuangan desa yang tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
efektif, terbuka dan manfaat untuk masyarakat.Dalam rangka mendukung
terwujudnya tata kelola yang baik (good governace) dalam penyelenggaraan
desa, pengelolaan keuangan desa dilakukan berdasarkan prinsip tata kelola
yaitu transparan, akuntabel dan partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan
disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa, dikelola dalam masa 1 (satu)
tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengantanggal 31
Desember (Pasal 2, PermendagriNo.37 Tahun 2007). Kemudian Kepala Desa
wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa dalam bentuk
pelaporan atas kegiatan-kegiatan dalam APBDes seperti laporan berkala
tentang pelaksanaan penggunaan dana APBDes. Laporan berkala dibuat secara
rutin setiap bulannya dan laporan akhir mencakup perkembangan pelaksanaan,
penyerapandana,masalahyangdihadapi dan rekomendasi penyelesaian hasil
akhirpenggunaanAPBDes.
Selainpertanggungjawaban kepada Pemerintah Daerah, Kepala Desa juga
wajib mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa kepada
masyarakat desa yang disediakan di kantor Kepala Desa baik dalam bentuk
mading (majalah dinding) atau papan pengumuman yang bertujuan untuk dapat
diakses dengan mudah oleh masyarakatsecaraumum.DalamPasal4 ayat 7
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 13 Tahun 2006,
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dikatakan bahwa transparan
adalah prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui
dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang Keuangan Daerah.

Universitas Sriwijaya
4

Dalam ketentuan umumPeraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113


Tahun 2014 tentang perencanaanpembangunan desa dinyatakan bahwa
perencanaan pembangunan jangka menengah desa (RPJMD) disusun dalam
jangka waktu1 (satu) tahun, yang memuat arah kebijakan pembangunan desa,
arah kebijakan keuangan desa, kebijakan umum, program Satuan Kerja
Perangkat Daerah(SKPD),danlintasSKP. Oleh karena itu dengan adanya
Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 113 Tahun 2014 tentang pedoman
pengelolaan keuangan desa dapat digunakan untuk mengahasilkan suatu
laporan keuangan yang handal dandapat disajikan dalam
pengambilankeputusan. Tanpa adanya pedoman ini, maka laporan yang
dihasilkan olehPemerintah Desa bisa berbeda-beda antar desa dan akan
memunculkan persoalan-persoalan barudilingkunganpemerintahdesa.
Menuju terwujudnya tata kelola keuangan yang baik, Deputi Pengawasan
Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPK, Memandang perlu untuk
memfasilitasi Pemerintah Provinsi dalam mempersiapkan aparatnya dalam
menghadapi perubahan yang berlaku, efisiensi, efektif, transparan, akuntabel, dan
auditabel. Hal ini penting guna meningkatkan kualitas Laporan Keuangan
Pemerintah.
Peraturan memberikan landasan bagi semakin otomnya desa secara praktik,
bukan hanya sekedar normatif. Dengan adanya pemberian kewenangan
pengelolaan keuangan desa (bersdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014)
dan (berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa), seharusnya
desa semakin terbuka (transparan) dan responsibel terhadap proses keuangan.
Dalam ketentuan umum Nomor 113 Tahun 2014 juga disampaikan bahwa
pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi:
perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan
pengawasan keuangan desa, sehingga dengan hak otonom tersebut diharapkan desa
dapat mengelolakeuangan secara mandiri, baik mengelola pendapatan dan sumber-
sumber pendapatan, juga mengelola pembelanjaan anggaran.
Pada kenyataannya sangat banyak desa yang belum dapat memanfaatkan
keistimewaannya tersebut, ketergantungan dana dari pemerintah pusat maupun
Pemerintah Daerah sangat kuat. Desa belum dapat mengoptimalkan sumber-

Universitas Sriwijaya
5

sumber pendapatan desa dengan basis pada kekayaan dan potensi desanya,
Penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes)
yang seharusnya diisi dengan kegiatan atau program-program yang dibutuhkan
oleh masyarakat belum dapat diwujudkan, misalnya: kegiatan pembangunan fisik
tersebut tidak dilaksanakan sesuai yang tercantum di dalam APBDes, contoh
adanya kecurangan terlihat mulai dari adanya perbedaan volume, kualitas, harga
dan sebagainya.
Temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menemukan 14 potensi
persoalan dalam pengelolaan dana desa yang berjumlah Rp. 20,7 triliun dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015. Rencananya,
dana itu akan tersalur pada 74.093 desa di seluruh Indonesia. Masalah yang dimulai
sejak januari 2015 itu terdiri dari aspek regulasi kelembagaan, aspek tata laksana,
aspek pengawasan dan aspek sumber daya manusia. Aspek regulasi kelembagaan
terdiri dari belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan keuangan
desa, potensi tumpang tindih kewenangan Kemendes DPT dengan Ditjen Bina
Pemerintah Desa Kemendagri, tidak transparannya formula pembagian dana desa
dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 2015 dan hanya didasarkan atas dasar
pemerataan, serta kewajiban penyusunan laporan pertanggungjawaban oleh desa
yang tidak efisien akibat ketentuan regulasi tumpang tindih (Pramesti, 2015).
Kekhawatiran beberapa pihak mengenai penggunaan keuangan desa cukup
beralasan mengingat dari 72.944 desa yang ada di Indonesia, belum ada basis data
yang dimiliki Pemerintah Pusat terkait kualitas sumber daya manusia perangkat
desa, terlebih dari beberapa wilayah di Indonesia pemilihan perangkat desa di duga
masih menggunakan money politicdalam proses pemilihan langsungnya. Institute
for Research and Empowerment (IRE) dalam forum Anti Korupsi Indonesia
memaparkan bahwa potensi penyalahgunaan Dana Desa dipengaruhi oleh 4 hal
yakni bagaimana peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014
termasuk peraturan Dana Desa, tinggi/rendahnya tingkat diskresi pengelolaan
keuangan desa, tinggi/rendahnya kualitas sumber daya manusia dan pembinaan
atau pengawasan penggunaan Dana Desa.

Universitas Sriwijaya
6

Saat ini dalam pengelolaan keuangan desa yang ada masih menggunakan
sistem yang manual yaitu menggunkan buku catatan dan akan direkap kembali
untuk membuat laporan. Untuk itu Kementrian Desa, Desa Tertinggal, dan
Transmigrasi membentuk Satgas Desa. Satgas Desa dibentuk untuk melakukan
percepatan dan ketepatan penyaluran, penggunaan, serta pengelolaan dana
desa.Selain itu sangat kurangnya Sistem Informasi Pengelolaan Aset Desa Berbasis
Web pada Kantor Desa sebagai sarana untuk mengelola aset, yang berdampak pada
kurangnya pemahaman teknologi informasi. Dengan demikian perlunya Sistem
Informasi yang dirancang menggunakan aliran dokumen. Data Flow Diagram
(DFD), Enity Relationsship Diagram (ERD) serat menggunakan PHP sebagai
server web dan sebagai basis data.
Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai pengelola keuangan Pemerintah Desa
wajib meningkatkan kualitas. Karena, sesuai dengan Undang-Undang (UU) 6/2014
tentang Desa dan Permendagri 113/2014, bahwa pengelolaan keuangan desa
hingga mencapai Rp 1 miliar harus dikelola dengan profesional, agar tidak terjadi
kesalahan dan menyimpang yang dilakukan aparatur desa. Karena itu, pengetahuan
tentang pengelolaan keuangan desa wajib dimiliki aparatur Pemerintah Desa di
daerah, sehingga penyelenggaraan Pemerintah Desa terlaksana dengan baik dan
tertib administrasi. Dengan adanya aturan tersebut, maka pemerintah provinsi
(Pemprov) terus berupaya memberikan pembinaan terhadap aparatur Pemerintah
Desa. Caranya, dengan melakukan bimbingan teknik pengelolaan Keuangan
Daerah bagi aparatur Pemerintah Desa. Dengan demikian, pengelolaan keuangan
desa dapat dijalankan dengan baik dan tertib administrasi.
Salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap pembangunan pedesaan
adalah adanya anggaran pembangunan secara khusus yang dicantumkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) untuk pembangunan wilayah
pedesaan, yaitu dalam bentuk Dana Desa (DD) yang termasuk dalam kelompok
transfer pendapatan desa. Oleh karena itu, Pemerintah Desa mempunyai
kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan daerah pedesaannya.
Sumber pendapatan desa, selain dari Dana Desa juga dari Pendapatan Asli
Desa (PADes), Tranfer, dan Pendapatan Lain-lain. Dimana dalam kelompok tranfer
dapat dibedakan berdasarkan jenisnya yaitu terdiri dari Dana Desa (DD), Dana

Universitas Sriwijaya
7

Desa (DD). Dengan adanya Program dana desa yang paling sedikit 10% dari hasil
pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota Dana Desa yaitu sebesar 10%
dari dana perimbangan yang di terima kabupaten/kota. Untuk mewujudkan sistem
pemerintahan yang sinergis antara pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah,
ekonomi daerah merupakan suatu jawaban yang logis dan juga sebagai upaya
pemberdayaan dan kemandirian masyarakat daerah.
Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) PP No. 60/2014 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari APBN ditetapkannya PermendesPDTT No.
5/2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa. Prinsip penggunaan dana desa
yang dalam pelaksanannya memiliki dua azas, yaitu: azas desentralisasi dan azas
tugas pembantuan.
Azas desentralisasi merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi
kewenangan desa, didanai dari dan atas beban APBDes (keuangan desa) berupa
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang
pelaksanaanya diatur dan diurus oleh desa.Ada pun azas tugas pembantuan
merupakan penyelenggaraan pemerintahan sesuai azas pembantuan, didanai oleh
tingkat pemerintahan yang menugaskan (APBN, APBD provinsi, dan/atau APBD
kabupaten/kota) berupa kewenangan yang ditugaskan pemerintah, Pemerintah
Daerah provinsi atau kabupaten/kota. Penugasan meliputi penyelenggaraan
Pemerintah Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan
desa dan pemberdayaan masyarakat desa yang pelaksanaannya diurus oleh desa
berdasarkan penugasan dari pemerintah, Pemerintah Daerah provinsi atau
kabupaten/kota.
Dalam pelaksanaannya, tidak membatasi prakarsa lokal dalam merancang
program atau kegiatan pembangunan prioritas yang dituangkan ke dalam dokumen
RKPDes dan APBDes, melainkan memberikan pandangan prioritas penggunaan
dana desa, sehingga desa tetap memiliki ruang untuk berkreasi membuat program
atau kegiatan desa sesuai dengan kewenangannya, analisa kebutuhan prioritas dan
sumber daya yang dimilikinya.
Maksud dari pemberian Dana Desa adalah sebagai bantuan stimulan atau
dana perangsang untuk mendorong dalam membiayai program Pemerintah Desa
yang ditunjang dengan partisipasi, swadaya gotong-royong masyarakat dalam

Universitas Sriwijaya
8

melaksanakan kegiatan pemrintahan dan pemberdayaan masyarakat. Dalam artian


lain desa telah didukung penuh dan diharapkan menajdi desa yang mandiri dan
sejahtera. Dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/SJ Tahun
2005 tanggal 22 Maret 2005 tentang Pedoman Dana Desa dari Pemerintah
Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Desa adapun tujuan pelaksaan Dana Desa
antara lain meliputi:
1. Meningkatkan penyelenggaraan Pemerintah Desa dalam melaksanakan
pelayanan pemerintah, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan
kewenangannya.
2. Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa dalam
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara partisipatif
sesuai dengan potensi yang dimiliki.
3. Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha bagi masyarakat desa serta dalam rangka pengembangan kegiata
sosial ekonomi masyarakat.
4. Mendorong peningkatan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat.
Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri tersebut juga disebutkan bahwa
perhitungan besaran DD yang disalurkan kepada desa harus bedasarkan asas merata
dan adil. Asas merata adalah besarnya bagian DD yang sama untuk setiap desa,
atau disebut Dana Desa Minimal (DDM), sedangkan asas adil untuk setiap desa
berdasarkan nilai bobot desa yang dihitung dengan rumus variabel yaitu jumlah
penduduk miskinm pendidikan dasar, kesehatan, keterjangkauan desa (jarak desa
ke ibukota Kabupaten/Kota dan Kecamatan), jumlah penduduk luas wilayah, dan
potensi desa.
Dalam pelaksanaan Dana Desa, Pemerintah Desa ternyata masih memiliki
keterbatasan-keterbatasan tertentu khususnya pada pengelolaaan pemerintahannya,
keterbatasan yang dimaksud tersebut, Wasistiono dan Tahir (2006:96) menyatakan
bahwa unsur kelemahan yang dimiliki oleh pemerintahan desa pada umumnya
yaitu:
1. Kualitas sumber daya aparatur yang dimiliki desa pada umumnya masing
rendah.

Universitas Sriwijaya
9

2. Belum sempurnanya kebijakan pengaturan tentang organsisai Pemerintah


Desa, sejak dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang
desa, masih diperlukan beberapa aturan pelaksana baik sebagai pedoman
maupun sebagai operasional.
3. Rendahnya kemampuan perencanaan di tingkat desa, sering berakibat pada
kurangnya sinkronisasi antara output (hasil/keluaran) impelemntasi kebijakan
dengan kebutuhan masyarakat yang merupakan input dari kebijakan.
4. Sarana dan prasarana penunjang operasional administrasi pemerintah masih
sangat terbatas selain mengganggu efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
pekerjaan, juga berpotensi menurunkan motivasi aparat pelaksana, sehingga
pada akhirnya menghambat pencapaian tujuan, tugas, dan pekerjaan.

Fenomena pengelolaan keuangan desa seperti desa-desa di Sumatera Selatan


terkhususnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kecamatan Kota Kayuagung rata-
rata belum memaksimalkan untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tetang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014,
karena minimnya kapasitas dan kapabilitas aparaturnya, maka demi menyukseskan
program pembangunan desa atau “Desa Membangun” menuju desa mandiri yang
demokratis dan partisipatif sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014.
Untuk ini, diperlukan sebuah rangkaian pengembangan kapasitas aparatur dan
stakeholdersPemerintah Desa melaui tertib administrasi dan laporan, kegiatan
pelatihan dan pendampingan dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan desa yang mampu meningkatkan kapasitas Pemerintah Desa dalam
menyusun dan melaksanakan program pembangunan desa yang bertumpu pada
pemberdayaan masyarakat desa serta dapat memahami potensi yang ada di wilayah
desa.
Kedudukan pemerintahan desa dapat dilihat pada struktur dasar kewenangan
pemerintah sebagaimana digambarkan Sudarno Sumarto, 2004 (Smeru) yang masih
relevan sebagai berikut:

Universitas Sriwijaya
10

Sumber: www.bpkp.go.id
Gambar 1.1. Struktur Dasar Kewenangan Pemerintah
Diharapkan konsep Pemerintahan Desa ini dapat menumbuhkan prakarsa dan
kreatifitas masyarakat serta dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang tersedia
yang pada gilirannya menghasilkan dampak positif sehingga menjadikan desa
tersebut menjadi mandiri dan sejahtera.Sebagaimana penggambaran tersebut diatas,
untuk menjamin kelancaran pelaksanaan pembangunan desa.Berikut data Daftar
RealisasiDana Desa di Kecamatan Kota Kayuagung:

Tabel 1.1.
Daftar Realisasi Pencairan Dana Desa yang Bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2017
Kecamatan Kota Kayuagung

PAGU DANA REALISASI PENCAIRAN DANA DESA (DD) SISA


NO KECAMATAN NAMA DESA
DESA TAHAP I (60%) TAHAP II (40%) JUMLAH % DANA

100
1 KAYUAGUNG KIJANG ULU Rp. 900.749.000 Rp. 540.449.400 Rp. 360.299.600 Rp. 900.749.000 % Rp

MUARA 100
Rp. 838.453.000 Rp. 503.071.800 Rp. 335.381.200 Rp. 838.453.000 Rp
BARU %

TANJUNG 100
Rp. 825.846.000 Rp. 495.507.600 Rp. 330.338.400 Rp. 825.846.000 Rp
LUBUK %

ARISAN 100
Rp. 886.649.000 Rp. 531.989.400 Rp. 354.659.600 Rp. 886.649.000 Rp
BUNTAL %

100
CELIKAH Rp. 1.076.281.000 Rp. 645.768.600 Rp. 430.512.400 Rp.1.076.281.000 % Rp

Universitas Sriwijaya
11

BANDING 100
Rp. 781.817.000 Rp. 469.090.200 Rp. 312.726.800 Rp. 781.817.000 Rp
ANYAR %

BULUH 100
Rp. 827.240.000 Rp. 496.344.000 Rp. 330.896.000 Rp. 827.240.000 Rp
CAWANG %

LUBUK 100
Rp. 803.187.000 Rp. 481.912.200 Rp. 321.274.800 Rp. 803.187.000 Rp
DALAM %

100
ANYAR Rp. 813.640.000 Rp. 488.184.000 Rp. 325.456.000 Rp. 813.640.000 % Rp

TANJUNG 100
Rp. 842.131.000 Rp. 505.278.600 Rp. 336.852.400 Rp. 842.131.000 Rp
MENANG %

100
TELOKO Rp. 841.917.000 Rp. 505.150.200 Rp. 336.766.800 Rp. 841.917.000 % Rp

TANJUNG 100
Rp. 1.003.550.000 Rp. 602.130.000 Rp. 401.420.000 Rp.1.003.550.000 Rp
SERANG %

SERIGENI 100
Rp. 866.881.000 Rp. 520.128.600 Rp. 346.752.400 Rp. 866.881.000 Rp
BARU %

SERIGENI 100
Rp. 1.073.438.000 Rp. 644.062.800 Rp. 429.375.200 Rp.1.073.438.000 Rp
LAMA %

Sumber : Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa KAB.OKI.

Dari tabel 1.1. dapat diketahui anggaran Pagu Dana Desa Kecamatan Kota
Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir tahun anggaran 2017. Dalam
pelaksanaan keuangan desa, terdapat beberapa prinsip umum yang harus ditaati
yang mencakup penerimaan dan pengeluaran. Prinsip itu diantaranya bahwa
seluruh penerimaan dan pengeluaran desa dilaksanakan melalui Rekening Kas
Desa. Pencairan dana dalam Rekening Kas Desa ditandatangani oleh Kepala Desa
dan Bendahara Desa. Namun khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan
perbankan di wilayahnya maka pengaturannya lebih lanjut akan ditetapkan oleh
pemerintah kabupaten/kota. Dengan pengaturan tersebut, maka pembayarankepada
pihak ketiga secara normatif dilakukan melalui transfer ke rekening bank pihak
ketiga.
Dalam pelaksanaannya, Bendahara Desa dapat menyimpan uang dalam kas
desa pada jumlah tertentu untuk memenuhi kebutuhan operasional Pemerintah
Desa. Batasan jumlah uang tunai yang disimpan dalam kas desa ditetapkan dengan
peraturan bupati/walikota.Selain itu, agar operasional kegiatan berjalan lancar,
dimungkinkan juga pembayaran kepada pihak ketiga dilakukan dengan
menggunakan kas tunai melalui pelaksana kegiatan (panjar kegiatan). Pemberian
panjar kepada pelaksana kegiatan dilakukan dengan persetujuan terlebih dahulu
dari Kepala Desa setelah melalui verifikasi Sekretaris Desa.Semua penerimaan dan
pengeluaran desa didukung oleh bukti yang lengkap dan sah serta ditandatangani

Universitas Sriwijaya
12

olehKepala Desa dan Bendahara Desa, namun dalam pelaksanaan yang diharapkan
dalam konteks pengelolaah keuangan desa belum memenuhi kriteria yang tertuang
dalam tatakelola yang baik.
Dalam hal ini, adanya keterlambatan pembuatan APBDes yang dikarenakan
hasil evaluasi dari pihak Kecamatan terkait APBDes yang diajukan pihak Desa
(Perangkat Desa) salah satu nya tidak mengacu pada RPJMDes. Sehingga perlu
dilakukan perbaikan APBDes oleh pihak Desa yang membutuhkan waktu yang
cukup lama.
Tabel 1.2.
Laporan Realisasi Penyaluran Dana Desa yang Bersumber dari APBN Tahun
Anggaran 2017 Kecamatan Kota Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir

PENYALURAN
NAMA PAGU DANA TAHAP I TAHAP II TOTAL
NO KECAMATAN
PENYALURAN
SISA
DESA DESA NOMOR NOMOR
Tgl JUMLAH Tgl JUMLAH
SP2D SP2D
6 Rp.540.449.40 Rp.360.299.60
KIJANG 1894/SP2D/
1 KAYUAGUNG Rp.900.749.000 Juli Rp.540.449.400 - - Rp- 0 0
ULU 2017
2017
6 Rp.503.071.80 Rp.335.381.20
MUARA 1894/SP2D/
Rp.838.453.000 Juli Rp.503.071.800 - - Rp- 0 0
BARU 2017
2017
6 Rp.495.507.60 Rp.330.338.40
TANJUNG 1894/SP2D/
LUBUK Rp.825.846.000 Juli Rp.495.507.600 - - Rp- 0 0
2017
2017
6 Rp.531.989.40 Rp.354.659.60
ARISAN 1894/SP2D/
Rp.886.649.000 Juli Rp.531.989.400 - - Rp- 0 0
BUNTAL 2017
2017
6 Rp.645.768.60 Rp.430.512.40
1894/SP2D/
CELIKAH Rp.1.076.281.000 Juli Rp.645.768.600 - - Rp- 0 0
2017
2017
6 Rp.469.090.20 Rp.312.726.80
BANDING 1894/SP2D/
ANYAR Rp.781.817.000 Juli Rp.469.090.200 - - Rp- 0 0
2017
2017
6 Rp.496.344.00 Rp.330.896.00
BULUH 1894/SP2D/
Rp.827.240.000 Juli Rp.496.344.000 - - Rp- 0 0
CAWANG 2017
2017
LUBUK Rp.803.187.00
Rp.803.187.000 - - Rp- - - Rp- Rp- 0
DALAM
6 Rp.488.184.00 Rp.325.456.00
1894/SP2D/
ANYAR Rp.813.640.000 Juli Rp.488.184.000 - - Rp- 0 0
2017
2017
6 Rp.505.278.60 Rp.336.852.40
TANJUNG 1894/SP2D/
MENANG Rp.842.131.000 Juli Rp.505.278.600 - - Rp- 0 0
2017
2017
6 Rp.505.150.20 Rp.336.766.80
1894/SP2D/
TELOKO Rp.841.917.000 Juli Rp.505.150.200 - - Rp- 0 0
2017
2017
6 Rp.602.130.00 Rp.401.420.00
TANJUNG 1894/SP2D/
SERANG
Rp.1.003.550.000 Juli Rp.602.130.000 - - Rp- 0 0
2017
2017
6 Rp.520.128.60 Rp.346.752.40
SERIGENI 1894/SP2D/
BARU Rp.866.881.000 Juli Rp.520.128.600 - - Rp- 0 0
2017
2017
SERIGENI
Rp.1.073.438.000 - - Rp- - - Rp- Rp- Rp.1.073.438.000
LAMA

Sumber : Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa KAB.OKI.

Universitas Sriwijaya
13

Dari tabel 1.2. dapat diketahui laporan realisasi penyaluran Dana Desa yang
bersumber dari APBN tahun anggaran 2017 Kecamatan Kota Kayuagung
Kabupaten Ogan Komering Ilir. Untuk realisasi penyaluran Dana Desa Tahap I
(60%) (semester pertama) yang terlihat pada tabel 1.2, rata-rata penyalurantanggal
6 Juli 2017. Namun, masih ada desa yang belum melakukan penyaluran Tahap I
(60%). Dengan demikian temuan tabel diatas menunjukan adanya kekeliruan atau
ketidakpahaman antara pihak Pemerintah Desa, Kecamatan dan Kabupaten, yang
tertuangdari Peraturan Menteri Dalam Negeri No 113 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Keuangan Desa pada BAB V yaitu:
a) Bagian I (Kesatu) yaitu Perencanaan (Pasal 20) ayat (4) menyebutkan bahwa
rancangan peraturan desa tentang APBDes disepakati bersama sebagaimana
dimaksud ayat (3) paling lambat bulan Oktober tahun berjalan. Berarti dalam
pelaksanaan dilapangan pada Desa Lubuk Dalam mengalami kendala dari
Perencanaan yang tertuang dan tertulis dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri No 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
b) Bagian (IV) Keempat yaitu Pelaporan (Pasal 37) menyebutkan bahwa
laporan realisasi pelaksanaan APBDes sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf
(a) disampaikan paling lambat pada akhir bulan Juli tahun berjalan. Dengan
demikian adanya keterlambatan dan kendala yang serius dan harus
diperhatikan demi tercapainya pengelolaan keuangan desa yang optimal.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.113
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa ini diharapkan semua
yang berkaitan dengan keuangan desa dapat diarahkan, diatur, dikelola
dengan baik dan benar sesuai peraturan yang berlaku demi terciptanya
pengelolaan keuangan desa yang tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, efektif, terbuka dan manfaat untuk masyarakat.Dalam
rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik (good governace)
dalam penyelenggaraan desa, pengelolaan keuangan desa dilakukan
berdasarkan prinsip tata kelola yaitu transparan, akuntabel dan partisipatif
serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

Universitas Sriwijaya
14

Gambar. 1.2. Siklus Pengelolaan Keuangan Desa

Setiap tahapan proses pengelolaan keuangan desa tersebut memiliki aturan-


aturan yang harus dipahami dan dilaksanakan sesuai dengan batasan waktu yang
telah ditentukan. Untuk memahami pengelolaan keuangan desa secara utuh, berikut
disajikan gambaran umum pengelolaan keuangan desa dikaitkan dengan
pemerintah pusat/provinsi/kabupaten/kota, subjek pelaksananya di desa, struktur
APBDesa, laporan dan lingkungan strategis berupa ketentuan yang mengaturnya.

Sumber: Bahan Paparan Deputi Bidwas Penyelenggaraan Keuangan DaerahBPKP


Gambar 1.3. Gambaran Umum Pengelolaan Keuangan Desa

Universitas Sriwijaya
15

Gambaran umum ini merupakan gambaran pengelolaan keuangan desa yang


akan diuraikan lebih lanjut. Kegiatan Pengelolaan Keuangan Desa dapat
dilaksanakan dengan baik tentunya harus didukung diantaranya oleh sumber daya
manusia yang kompeten dan berkualitas serta sistem dan prosedur keuangan yang
memadai.Oleh karenanya, Pemerintah Desa harus memiliki struktur organisasi
pengelolaan keuangan, uraian tugas, bagan alir, dan kriteria yang menjadi acuan
dalam kegiatan pengelolaan keuangan desa.
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dipegang oleh Kepala Desa.Namun
demikian dalam pelaksanaannya, kekuasaan tersebut sebagian dikuasakan kepada
perangkat desa sehingga pelaksanaan pengelolaan keuangan dilaksanakan secara
bersama-sama oleh Kepala Desa dan Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan
Desa (PTPKD). Ilustrasi Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan pada
Pemerintah Desa dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber: Diolah dari PP 43/2014 Pasal 62 dan 64 serta Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 pasal 13
Gambar. 1.4. Ilustrasi Struktur Organisasi Pengelolaan Keuangan Desa

Penelitian mengenai Dana Desa (DD) telah dilakukan beberapa peneliti


sebelumnya dimana dalam penelitian mengenai DD terdapat berbagai pendapat
mengenai tingkat keberhasilan DD. Satu sisi implementasi pelaksanaan
pengelolaan DD memberikan dampak positif bagi desa di mana DD memberikan

Universitas Sriwijaya
16

peningkatan kepada penyelenggaraan Pemerintah Desa dan pembangunan.


Pelaksanaan DD masih belum terlalu memberikan dampak positif bagi desa, seperti
penelitian yang dilakukan Ade Irma (2015) DD di Kecamatan Dolo Selatan
Kabupaten Sigi menunjukkan hasil yang positif bagi desa. Hanya saja pelaksanaan
DD belum melalui prosedur yang tepat seperti perencanaan dan
pertanggungjawaban yang menyebabkan efektifitas pelaksanaan DD masih belum
menunjukkan hasil. Seperti penelitian Annivelorita (2015) mengungkapkan bahwa
DD di Desa Liang Butan Krayan Kabupaten Nunukan belum maksimal hasilnya,
karena pendamping kurang tanggap dan juga sumber daya fasilitas beserta
pengelolaan dana juga belum maksimal karena hirarki daerah yang kurang baik.Hal
serupa juga diungkapkan oleh Awardi (2014) yang menunjukkan bahwa teta kelola
Dana Desa masih belum efektif karena belum sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, lemahnya aspek pengawasan terhadap pengelolaan keuangan ditingkat
desa mengakibatkan program Dana Desa belum berjalan secara maksimal.
Berdasarkan hal tersebut tentunya memunculkan permasalahan yang menarik
untuk dikaji yang berkaitan dengan proses Pengelolaan Keuangan Desa. Oleh
karena itu, penelitian masalah tesebut penting untuk dilakukan, dengan melakukan
penelitian dengan dan mengamati proses pengelolaan Dana Desa yang selama ini
telah dilaksanakan, agar dapat mengetahui apakah proses pengelolaan tersebut
sesuai dengan prosedur yang ada dan mempunyai peran terhadap pembangunan
pedesaan, di mana Dana Desa sangat dibutuhkan oleh masyarakat demi tercapainya
kesejahteraan dan pembangunan di Desa Anyar dan Desa Lubuk Dalam, maka
peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian: Implementasi Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
(Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Kota Kayuagung).

1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian adalah:
1. BagaimanakahImplementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa(Studi Pengelolaan
Keuangan Desa Kecamatan Kota Kayuagung)?

Universitas Sriwijaya
17

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam Implementasi Peraturan


Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Keuangan Desa(Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Kota
Kayuagung)?

1.3 TujuanPenelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari jawaban atas permasalahan yang
terjadi sehingga diperoleh gambaran yang jelas dari jawaban permasalahan yang
terjadi. Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana Implementasi Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Keuangan Desa(Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Kota
Kayuagung).
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa(Studi Pengelolaan
Keuangan Desa Kecamatan Kota Kayuagung).

1.4 ManfaatPenelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan masukan bagi kajian Ilmu Administrasi Publik untuk
mengetahui proses implementasi kebijakan publik, khususnya mengenai
Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Keuangan Desa (Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Kota
Kayuagung).Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
terhadap perkembangan ilmu administrasi publik khususnya tahap implementasi
kebijakan.

1.4.2. Manfaat Praktis


Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan gambaran mengenai
Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Keuangan Desa (Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Kota
Kayuagung).

Universitas Sriwijaya
18

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LandasanTeori
Penelitian ini menjelaskan tentang kebijakan publik, khususnya implementasi
kebijakan. Kebijakan dalam konteks ini adalah Implementasi Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
(Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Kota Kayuagung). Oleh karena itu,
teori-teori utama yang diambil dari pustaka adalah teori-teori kebijakan publik
khususnya tentang teori implementasi kebijakan publik.

2.1.1. Implementasi KebijakanPublik


Menurut Thomas R.Dye, (dalam Alfatih,2010:2) “Public Policy is whatever
governments choose to do or not to do”. (Kebijakan publik adalah apapun yang
Pemerintah pilih untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan). Menurut H.Hugh
Helco, (dalam Alfatih,2010:2) Public Policy is a course of actions intended to
accomplish some ends.(Kebijakan publik yaitu serangkaian tindakan yang diambil
yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya).
Pengertian implementasi lainnya seperti yang dikemukakan oleh seorang ahli studi
kebijakan Eugene Bardach (1991:3) dalam Leo Agustino, S.Sos., M.Si (2008:138),
yaitu:
“adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang
kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam
kata- kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga
para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi
untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang memuaskan semua orang
termasuk mereka anggap klien.”

Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier dalam bukunya Implementation and


Public Policy (1983:61) dalam buku Leo Agustino, S.Sos., M.Si (2008:139),
mendefinisikan Implementasi kebijakan sebagai:
“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-
undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-
keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya,
keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,

Universitas Sriwijaya
19

menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan
berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur prosesimplementasinya.”

Sedangkan, Van Meter dan Van Horn (1975) dalam buku Leo Agustino,
S.Sos., M.Si (2008:139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:
“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-
pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digunakan dalam keputusan
kebijaksanaan.”

Dari tiga definisi diatas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan


menyangkut tiga hal, yaitu adanya tujuan atau sasaran kebijakan, adanya aktivitas
atau kegiatan pencapaian tujuan dan adanya hasil kegiatan (Leo Agustino, S.Sos.,
M.Si (2008:139). Adapun bentuk Kebijakan publik adalah beragam, diantaranya:
Undang–undang Dasar, Undang–undang, Keputusan Presiden,
KeputusanPemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang–undang, Surat Keputusan dan masih banyak lagi bentuk-bentuk lainnya.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat diketahui bahwa implementasi
kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: 1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan; 2)
adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan 3) adanya hasil kegiatan.
Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena masalah-masalah
yang kadang tidak dijumpai dalam konsep muncul di lapangan.Ancaman utama
dari implementasi kebijakan adalah inkonsistensi implementasi. Dalam
pelaksanaannya kemungkinan bisa terjadi adanya kendala dan penyimpangan yang
dilakukan oleh pelaksananya kemungkinan bisa terjadi adanya kendala dan
penyimpangan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan. Masalah implementasi ini
berkaitan dengan tujuan-tujuan kebijakan dengan realisasi dari kebijakan tersebut.
Kesulitan dalam proses implementasi kebijakan dapat kita lihat dari pernyataan
seorang ahli studi kebijakan Eugne Bardach (dalam Agustino, 2008:138)
melukiskan kerumitan dalam proses implementasi menyatakan pernyataan sebagai
berikut: “adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang
kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata
dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan bagi telinga pemimpin dan
para pemilih yang mendengarkannya.

Universitas Sriwijaya
20

2.2. Beberapa Teori Implementasi KebijakanPublik


Berdasarkan studi kepustakaan terdapat beberapa teori implementasi
kebijakan yang di sampaikan oleh para ahli, beberapa model tori implementasi
kebijakan tersebut diantaranya adalah model implementasi kebijakan yang
disampaikan oleh Donald Van Metter dan Carl Van Horn, Daniel Mazmanian dan
Paul Sabatier, George Edward III, serta Merilee S. Grindle. Dibawah ini akan
dipaparkan dan dijelaskan teori-teori implementasi dari beberapa ahli tersebut,
berikut penjelasannya:

2.2.1. Model Donal Van Metterdan Carl Van Horn


Dalam Agustino (2008:141-144). Ada enam variabel, menurut Van Metter
dan Van Horn yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik.
1. Ukuran dan TujuanKebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika
dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan
sosio- kulturyang mengada di level pelaksana kebijakan.
2. Sumber Daya
Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangan tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia
merupakan sumberdaya terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan
proses implementasi. Tetapi diluar sumberdaya manusia, sumberdaya-
sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumberdaya
finansial dan sumberdaya waktu.
3. Karakteristik AgenPelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan
organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan
publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan akan
sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan
para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implentasi
kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen
pelaksana.

Universitas Sriwijaya
21

4. Sikap atau Kecenderungan (Disposition) ParaPelaksana


Sikap penerimaan atau penolakkan dari agen pelaksana akan sangat
banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi
kebijakn publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan
yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang
mengenal betul persoalan dan permasalahan yang merekarasakan.
5. Komunikasi Antarorganisasi dan AktivitasPelaksana
Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi
kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diatara pihak-
pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya
kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi.
6. Lingkungan Sosial, Ekonomi danPolitik
Untuk menilai kinerja implementasi kebijakan publik dalam perspektif
yang ditawarkan Van Metter dan Van Horn adalah, sejauh mana
lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan public
yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak
kondusif dapat menjadi biang keladi dari kegagalan kinerja
implementasikebijakan.
Berikut model implementasi kebijakan Van Metter dan Van Horn jika
disajikan dalam bentuk gambar:

Aktivitas
Implementasi dan
Standar dan komunikasi Antar
Kebijakan Organisasi
Kinerja
Kebijakan Publik Kecenderun
Karakteristik dari Agen Kebijakan
Pelaksana gan/Disposisi Publik
dari Pelaksana
Standar dan
Tujuan Kondisi Ekonomi Sosial
dan Politik

Sumber : Metter dan Horn (dalam Agustino,2008:144)


Gambar. 2.1. Model Implementasi Kebijakan Donal Van Metter dan Carl Van
Horn

Universitas Sriwijaya
22

2.2.2. Model Mazmanian dan Sabatier


Model yang dikembangkan Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam
Agustino (2008:144-149) disebut model kerangka Analisis Implementasi (A
Framework for policy Implementation). Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran
penting implementasi kebijakan public adalah kemampuannya dalam
mengindentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-
tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel yang dimaksud di
klasifikasikan mejadi tiga kategori dasar, yaitu:
1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap,meliputi:
a) Kesukaran-kesukaranteknis
Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada
sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya: kemampuan untuk
mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak
terlalu mahal serta serta pemahaman mengenai prinsip- prinsip hubungan
kausal yang mempengaruhi masalah.
b) Keberagaman perilaku yangdiatur
Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin beragam
pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat
peraturan yang tegas dan jelas.
Persentase totalitas penduduk yang tercakup dalam kelompok sasaran.
Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya akan
diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar peluang
untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah kebijakan dan
dengannya kan lebih terbuka peluang bagi pencapaian tujuan kebijakan.
c) Tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki
Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh
kebijakan, maka semakin sukar atau sulit para pelaksana memperoleh
implementasi yangberhasil.
2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secaratepat.
Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang dimilikinya untuk
menstruktur proses implementasi secara tepat melalui beberapa cara:
a) Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang

Universitas Sriwijaya
23

akandicapai.
b) Keterandalan teori kausalitas yangdiperlukan.
Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira
tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi
kebijakan.
c) Ketetapan alokasi sumber dana.
Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat diperlukan
agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal.
d) Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga- lembaga
atau instansi-instansipelaksana.
e) Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana.
Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan, memperkecil
jumlah titik-titik veto, dan intensif yang memadai bagi kepatuhan
kelompok sasaran, suatu undang-undang harus pula dapat mempengaruhi
lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara menggariskan
secara formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-
badanpelaksana.
f) Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaksuk dalam undang-
undang. Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan
demi tercapainya tujuan.
g) Akses formal pihak-pihakluar.

3. Variabel-variabel diluar undang-undang yang mempengaruhImplementasi.


a) Kondisi sosial-ekonomi danteknologi
Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah-wilayah hukum
pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi sangat
signifikan berpengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan.
b) Dukunganpublik
Hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan kesukaran-
kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan suatu
implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya dukungan dariwarga.
c) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat.
d) Kesempatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana.

Universitas Sriwijaya
24

Kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi dari kemampuan


undang-undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan-badan
pelaksana melalui penyeleksian institusi dan pejabat-pejabatterasnya.

Berikut ini penulis gambarkan model implementasi kebijakan menurut


Mazmanian dan Sabatier:

Mudah Tidaknya masalah Dikendalikan


Dukungan teori danteknologi
Keragaman PerilakuKelompok
Tingkat Perubahan Perilaku yang Dikehendaki

Kemampuan Kebijakan untuk Menstruktur Variabel Diluar Kebijakan yang


Proses Implementasi Mempengaruhi Proses Implementasi
Kejelasan dan Konsistensi Tujuan Kondisi Sosio-Ekonomi danTeknologi
Dipergunakannya TeoriKausal DukunganPublik
Ketepatan AlokasiSumberdaya Sikap dan Sumberdaya darikostituen
Keterpaduan Hirarki Antar Lembagapelaksana Dukungan Pejabat yang LebihTinggi
Aturan Pelaksanaan dari LembagaPelaksana Komitmen dan Kualitas Kepemimpinan dari
Perekrutan PejabatPelaksana PejabatPelaksana
Keterbukaan Kepada Pihak Luar

Tahapan dalam Proses Implementasi


Kebijakan
Output Kepatuah Hasil Diterimanya Revisi
Kebijakan Target untuk Nyata hasil Undang-
dariLembaga Mematuhi output tersebut Undang
Pelaksana Kebijakan
Output

Sumber : Mazmanian dan sabatier (dalam Agustino, 2008:149)


Gambar 2.2. Model implementasi kebijakan menurut Mazmanian dan Sabatier

2.2.3. Model George C. EdwardIII

Model ini dinamakan sebagai model Direct and Indirect Impact on


Implementation. Model ini memiliki empat variabel yang menentukan keberhasilan
implementasi suatu kebijakan, yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi dan
struktur birokrasi (dalam Agustino, 2008:149).

Universitas Sriwijaya
25

Variabel pertamayang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu


kebijakan adalah Komunikasi.
Terdapat tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan
variabel komunikasi, yaitu:
a. Transmisi, penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu
implementasi yang baik pula.
b. Kejelasan, komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan harus
jelas dan tidakmembingungkan.
c. Konsistensi, perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi
haruslah kosisten dan jelas (untuk diterapkan ataudijalankan).
Variabel keduayang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan adalah Sumberdaya.
a. Staf, sumberdaya utama dalam implernentasi kebijakan adalah staf.
Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya
disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun
tidak kompeten dibidangnya.
b. Informasi, dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk,
yaitu pertamainformasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan
kebijakan. Keduainformasi menegnai data kepatuhan dari para pelaksana
terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
c. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah
dapat dilaksanakan.
d. Fasilitas, fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka
implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
Varibel ketiga, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi
kebijakan publik, menurut Edward adalah Disposisi.Disposisi atau sikap dari
pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga dalam pendekatan mengenai
pelaksanaan suatu kebijakan publik.

Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi menurut Edward
III adalah:
a. Pengangkatan birokrat, disposisi atau sikap para pelaksana akan

Universitas Sriwijaya
26

menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi


kebijakan apabila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan- kebijakan
yang diingikan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan
pengangkatan personil pelaksana kebijakan harus orang- orang yang memiliki
dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada
kepentingan warga.
b. Insentif, Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk
mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan
memanipulasiinsentif.
Variabel keempatmenurut Edward III, yang mempengaruhi tingkat
keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah Struktur Birokrasi.
Walaupun sumber-sumber untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau
para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang harus dilakukan, dan mempunyai
keinginan untuk melaksanakan kebijakan, kemungkinan kebijakan tidak akan
terlaksana karena terdapat kelemahan dalm struktur birokrasi.
Dua karakteritik menurut Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja
struktur birokrasi kearah yang lebih baik adalah: melakukan Standar Operating
Procedures (SOPs) dan melaksankan Fragmentasi. SOPs adalah suatu kegiatan
rutin yang memungkinkan para pegawai untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sedangkan
pelaksanaan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggung jawab kegiatan-
kegiatan atau aktivitas-aktivitas.

Berikut model implementasi kebijakan Edward III yang disajikan dalam


bentuk gambar:

KOMUNIKASI

SUMBER IMPLEMENTASI
DAYA

STRUKTUR
BIROKRASI DISPOSISI
Sumber : George Edward III (dalam Agustino,2008:150)
Gambar.2.3. Model Implementasi Kebijakan George Edward III

Universitas Sriwijaya
27

2.2.4. Model Merilee S. Grindles


Model Grindle ini ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya
(dalam Nugroho,2011:634-635). Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan
ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan.Keberhasilannya
ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan
tersebut mencakup hal-hal berikut:
a. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan
b. Jenis manfaat yang akan diusulkan
c. Derajat perubahan yang di inginkan
d. Kedudukan pembuat kebijakan
e. Pelaksana program (Siap)
f. Sumber daya yang dikerahkan
Sementara itu, konteks implementasinya adalah:
i. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat
ii. Karakteristik lembaga dan penguasa
iii. Kepatuhan daan daya tanggap.

Berikut model implementasi kebijakan Merilee S. Grindles yang disajikan


dalam bentuk gambar:

Sumber : Grindle (dalam Nugroho,2011:634-635)


Gambar 2.4. Model implementasi kebijakan menurut Grindle

Universitas Sriwijaya
28

2.3.1. Model Goggin, Bowman, dan Laster


Pendekatan model ini mengembangkan apa yang disebutnya sebagai
“communication model”untuk implementasi kebijakan (dalam Nugroho,2011:633).
Goggin,dkk bertujuan mengembangkan sebuah model implementasi kebijakan
yang “lebih ilmiah” dengan mengedepankan pendekatan “metode penelitian”
dengan adanya, variabel independen, intervening, dan dependen, dan meletakkan
faktor “komunikasi” sebagai penggerak dalam implementasi kebijakan.
Berikut model implementasi kebijakan menurut Goggin,dkk yang disajikan
dalam bentuk gambar:

Independent Interventing Dependent


variables variables variables

Federal-level
inducement and Feedback
constrains

State
State implementation
capacity

State
decesional
outcome

State-andlocal level
inducement and
contraints
Feedback

Sumber: Goggin, dkk (dalam Nugroho, 2011:633)


Gambar. 2.5. Model implementasi kebijakan menurut Goggin, dkk

2.3.2. Model Ripley dan G. Franklin


Untuk mengetahui keberhasilan implementasi dalam buku yang berjudul
Policy Implementation and Bureaucracy (1986), Randall B. Ripley dan Grace
Franklin memberikan pandangan tentang faktor yang menentukan sebuah
implementasi. Menurut Ripley dan Franklin ada tiga cara yang dominan digunakan
dalam mencapai keberhasilan implementasi, sebagai berikut:

Universitas Sriwijaya
29

“There are three dominant ways of thinking about successful implementation.


There are : First, some argue that success should be measured by the degree
of compliance of the part bureaucratic underlings.
A second perspective argues that successful implementation is characterizied
by smoothly functioning routines and the absence of problems.
A third perspective, whice is that successful implementation leads to desired
performance in impact from whatever program (1986: 232-233)”.
Pemikiran pokok implementasi kebijakan menurut Ripley dan Franklin dapat
digambarkan seperti pada gambar berikut:

Keberhasilan
Kebijakan

Kelancaran Rutinitas Terwujudnya Kinerja dan


Tingkat Kepatuhan Fungsi Dampak yang diinginkan
(1) (2) (3)

Sumber : Ripley and Franklin (diadaptasi oleh Penulis).


Gambar 2.6. Model implementasi kebijakan menurut Ripley and Franklin.

2.4. Teori Implementasi Yang Digunakan Dalam Penelitian.


Dari beberapa teori yang diutarakan diatas, dalam penelitian ini teori yang
digunakan sebagai konsep operasional adalah yang disampaikan oleh Ripley dan
Franklin (dalam Alfatih, 2010:51-54), adapun alasannya adalah sebagai berikut:
1) Secara umum, diantara model tidak ada yang terbaik. Menurut Riant
Nugroho D (dalam Alfatih, 2010:52) tidak ada suatu model kebijakan pun
yang cocok untuk semua implementasi kebijakan sebab setiap kebijakan
memerlukan model yang sesuai dengan sifat kebijakan itu sendiri. Dengan
demikian, model implementasi kebijakan yang mana pun bisa saja dipakai
sejauh sesuai dengan kondisi yang ada dalam penelitian.
2) Model dalam Ripley dan Franklin ini lebih cocok dengan konteks
penelitian ini sebab pemerintah sebagai implementor kebijakan harus
patuh terhadap ketetapan keikutsertaan pada kebijakan tersebut.

Universitas Sriwijaya
30

Disamping itu pemerintah dalam menjalankan kebijakan harus punya core


aktivitas yang harus tetap dilaksanakan walaupun banyak kegiatan lain
namun proses pemberian hibah harus tetapjalan.
3) Teori dalam Ripley dan Franklin juga mengakomodasi beberapa point
yang terdapat pada teori Van Meter dan Van Horn serta Brian W.
Hogwood dan Lewis A.Gunn. Dalam teori Ripley dan Franklin
menetapkan sasaran dan target kebijakan yang harus dipatuhi, begitupun
teori Van Meter dan Van Horn. Kinerja juga mendapat perhatian, baik
dalam Ripley and Franklin maupun Van Meter dan Van Horn serta
Goerge C. Edward III, begitupun dengan faktor sumber daya, kondisi
ekonomi sosial, dan politik serta sikap para implementor juga sama-sama
dianggap penting dalam teori mereka selanjutnya, teori dalam Ripley and
Franklin juga mempunyai keterkaitan dengan teori Hogwood dan Gunn.
Variabel sumber daya, tugas yang rinci dan komunikasi pada teori
Hogwood dan Gunn merujuk pada faktor kelancaran rutinitas fungsi tidak
akan berjalan dengan baik, sedangkan point komunikasi yang baik serta
prosedur yang efektif dari teori. Hogwood dan Gunn secara implisit,
dapat mengacuh pada dimensi kepatuhan yang terdapat pada teori Ripley
and Franklin. Dengan demikian, antara ketiga teori tersebut ada
keterkaitan unsur, walaupun cara pengungkapannya berbeda.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan model implementasi kebijakan
yang dikemukakan oleh Ripley dan Franklin. Dalam buku yang berjudul Policy
Implementation and Bureacracy, Randall. B. Ripley and Grace A. Franklin
(1986 :232-33), menulis tentang three conceptions relating to successful
implementation sambil menyatakan:
“the notion of success in implementation has no single widely accepted
definition. Different analists and different actors have very different
meanings in mind when they talk about or think about successful
implementtion. There are three dominant ways of thinking about successful
implementation”

Universitas Sriwijaya
31

2.5. Kerangka Teori


Menurut Ripley dan Franklin (dalam Alfatih, 2010:51-52) ada tiga
parameter yang digunakan dalam mencapai keberhasilan implementasi kebijakan
publik yaitu (1) tingkat kepatuhan, (2) kelancaran rutinitas fungsi serta (3)
terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki.
Tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku (the degree of compliance
on the statute), Tingkat keberhasilan implementasi kebijakan dapat diukur dengan
melihat tingkat kepatuhan terhadap isi kebijakan dengan peraturan yang telah
diatur.Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat,
kepatuhan adalah istilah yang menjelaskan ketaatan pasrah pada tujuan yang telah
ditentukan. Menurut Kholit (dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 2004 :
411), patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan
kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Jadi dapat disimpulkan
bahwa kepatuhan (ketaatan) adalah melaksanakan cara dan perilaku yang
disarankan oleh orang lain, dan kepatuhan juga dapat didefinisikan sebagai
perilaku positif dalam mencapai tujuan. Ripley memperkenalkan pendekatan
“kepatuhan” dan pendekatan “faktual” dalam implementasi kebijakan (Ripley &
Franklin, 1986: 11) (dalam Alfatih, 2010).Pendekatan kepatuhan muncul dalam
literatur administrasi publik.Pendekatan ini memusatkan perhatian pada tingkat
kepatuhan agen atau individu bawahan terhadap agen atau individu
atasan.Perspektif kepatuhan merupakan analisis karakter dan kualitas perilaku
organisasi. Menurut Ripley, paling tidak terdapat dua kekurangan perspektif
kepatuhan, yakni: (1) banyak faktor non-birokratis yang berpengaruh tetapi justru
kurang diperhatikan, dan (2) adanya program yang tidak didesain dengan baik.
Perspektif kedua adalah perspektif faktual yang berasumsi bahwa terdapat banyak
faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan yang mengharuskan
implementor agar lebih leluasa mengadakan penyesuaian. Kedua perspektif
tersebut tidak kontradiktif, tetapi saling melengkapi satu sama lain. Secara
empirik, perspektif kepatuhan mulai mengakui adanya faktor eksternal organisasi
yang juga mempengaruhi kinerja agen administratif. Kecenderungan itu sama
sekali tidak bertentangan dengan perspektif faktual yang juga memfokuskan
perhatian pada berbagai faktor non-organisasional yang mempengaruhi

Universitas Sriwijaya
32

implementasi kebijakan. Berdasarkan pendekatan kepatuhan dan pendekatan


faktual dapat dinyatakan bahwa keberhasilan kebijakan sangat ditentukan oleh
tahap implementasi dan keberhasilan proses implementasi ditentukan oleh
kemampuan implementor, yaitu: (1) kepatuhan implementor mengikuti apa yang
diperintahkan oleh atasan, dan (2) kemampuan implementor melakukan apa yang
dianggap tepat sebagai keputusan pribadi dalam menghadapi pengaruh eksternal
dan faktor non-organisasional, atau pendekatan faktual.Selanjutnya adalah
parameter yang kedua yaitu kelancaran rutinitas fungsi.
Kelancaran rutinitas Fungsi, (smoothly functioning routine and the absence
of problem), Rutinitas berasal dari kata rutin yang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia rutin memiliki pengertian prosedur yang teratur dan tidak berubah-
ubah. Prosedur itu sendiri adalah tahapan-tahapan tertentu pada suatu program
yang harus dijalankan untuk mencapai suatu tujuan, dengan adanya kelancaran
rutinitas suatu pelaksanaan pada program kegiatan dapat menjadikan
implementasi yang baik juga, sehingga suatu keberhasilan implementasi
kebijakan dapat ditandai dengan lancarnya rutinitas fungsi dan tidak adanya
masalah yang dihadapi. Sehubungan dengan penjelasan rutinitas fungsi, Ripley
dan Franklin (1986:97) menyatakan bahwa rutinitas kebijakan memerlukan
kondisi-kondisi, sebagai berikut:
a. Harus ditentukan suatu proses bagi pembuatan keputusan implementasi
yang dapat membuat keputusan-keputusan tersebut
terlaksana/pelaksanaanfungsi.
b. Harus ada kesempatan umum tentang pengaruh distribusi yang stabil
dalam keputusan-keputusan implementasi yang bisa diramalkan dan secara
konstan mempunyai pengaruh paling besar terhadap aktor-aktor yang
telibat tanpa menimbulkan konflikserius.
Selanjutnya adalah parameter yang ketiga yaitu terwujudnya kinerja dan
dampak yang dikehendaki.
Terwujudnya kinerja dandampak yang dikehendaki (the leading of the
desired performance and impact),bahwa dengan adanya kinerja dan dampak yang
baik merupakan wujud keberhasilan implementasi kebijakan. Keberhasilan
kebijakan atau program, juga dikaji berdasarkan perspektif proses implementasi

Universitas Sriwijaya
33

dan perspektif hasil. Pada perspektif proses, program pemerintah dikatakan


berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan
yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain cara pelaksanaan,
agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program. Sedangkan pada
perspektif hasil, program dapat dinilai berhasil manakala program membawa
dampak seperti yang diinginkan. Suatu program mungkin saja berhasil dilihat dari
sudut proses, tetapi boleh jadi gagal ditinjau dari dampak yang dihasilkan, atau
sebaliknya.
Teori Ripley dan Franklin ingin menekankan tingkat kepatuhan para
implementor kebijakan terhadap isi kebijakan itu sendiri. Setelah ada kepatuhan
terhadap kebijakan yang ada, pada tahap selanjutnya melihat  kelancaran
pelaksanaan rutinitas fungsi, serta seberapa besar masalah yang dihadapi dalam
implementasi. Pada akhirnya setelah semua berjalan maka akan terwujud kinerja
yang baik dan tercapainya tujuan (dampak) yang diinginkan.Adapun cara-cara
pengukuran kinerja yang dapat dilakukan untuk mengetahui dampaknya menurut
Andy Alfatih (2010:56) adalah sebagai berikut:
a. Perbandingan antara kinerja nyata dengan kinerja yang direncanakan.
b. Perbandingan antara kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan.
c. Perbandingan antara kinerja nyata tahun ini dengan tahun-tahun
sebelumnya.
d. Perbandingan antara kinerja suatu unit organisasi lain yang unggul di
bidangnya dengan perusahaan lain.
e. Trend data kinerja untuk tahun-tahun dalam rencana jangka panjang
perusahaan yang sedang berjalan.

Pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut dapat dipakai untuk mengukur apakah


tugas pokok organisasi implementor tersebut telah berjalan dengan lancar atau
belum. Fungsi selanjutnya dapat untuk mengidentifikasi permasalahan yang ada,
yang dapat menghambat lancarnya implementasi sebuah kebijakan.Ketiga
parameter tersebut digunakan untuk mengukur keberhasilan implementasi
kebijakan, sehingga menjadi lebih mudah untuk diidentifikasi.  

2.6. KerangkaPemikiran

Universitas Sriwijaya
34

Untuk mengukur keberhasilan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113


Tentang Pengelolaan Keuangan Kecamatan Kota Kayuagung Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, penulis menggunakan teori Ripley dan
Franklin, karena relatif lebih mudah untuk diidentifikasi.
Secara operasional, dalam kaitannya penelitian ini, ketiga ukuran
keberhasilan implementasi tersebut menurut teori Ripley dan Franklin (dalam
alfatih, 2010:51-52) terdiri dari tiga parameter, yaitu:

2.6.1. Kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku


Dalam penelitian ini terdiri dari beberapa indikator, di antaranya yaitu:
Perencanaan Kegiatan (APBDes), Pelaksanaan Kegiatan (APBDes),
Penatausahaan Keuangan Desa, Pelaporan Pelaksanaan Realisasi (APBDes),
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Realisasi (APBDes).
A. Perencanaan Kegiatan (APBDes).
Perencanaan Kegiatan (APBDes) penggunaan Dana Desa untuk tahun
anggaran 2017 sesuai dengan Peraturan Kepala Desa Lubuk Dalam Nomor 2
Tahun 2017 dan Peraturan Kepala Desa Ayar Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun Anggaran 2017.
Pemerintah Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar yang tertuang di dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBdes) Tahun Anggaran 2017, telah
menentukan prioritas kegiatan di masing-masing desa dalam bidang pembangunan
desa. Adapun bentuk perencanaan kegiatan (APBDes) Dana Desa tahun anggaran
2017 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1.
Perencanaan Kegiatan (APBDes) tahun Anggaran 2017 di Desa
Lubuk Dalam dan Desa Ayar

1. Desa Lubuk Dalam.


Anggaran Belanja Tahun 2017 adalah sebesar Rp. 1.166.580.000,- yang
terdiri dari:
1. Pendapatan Desa Rp. 1.166.580.000,-
2. Belanja Desa
a. Bidang Penyelenggaraan Pemerintah Desa Rp. 296.835.000,-
b. Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa Rp. 798.050.000,-
c. Bidang Pembinaan Masyarakat Rp. 6.000.000,-
d. Bidang Pemberdayaan Masyarakat Rp. 80.287.000,-
e. Bidang Tak Terduga Rp. 0,-
Jumlah Belanja Rp. 1.181.172.000,-

Universitas Sriwijaya
35

Surplus/Defisit Rp. 14.592.000,-


3. Pembiayaan Desa
a. Penerimaan Pembiayaan Rp. 14.592.000,-
b. Pengeluaran Pembiayaan Rp. 14.592.000,-

2. Desa Ayar
Anggaran Belanja Tahun 2017 adalah sebesar Rp. 1.223.593.000,-
yang terdiri dari :
1. Pendapatan Desa Rp. 1.223.593.000,-
2. Belanja Desa
a. Bidang Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Rp. 419.537.000,-
b. Bidang Pembangunan Rp. 794.217.000,-
c. Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Rp. 6.000.000,-
d. Bidang Pemberdayaan Masyarakat Rp. 19.423.000,-
e. Bidang Tak Terduga Rp. 0,-
Jumlah Belanja Rp. 1.239.537.000,-
Surplus/Defisit Rp. 15.584.000,-
3. Pembiayaan Desa
a. Penerimaan Pembiayaan Rp. 15.584.000,-
b. Pengeluaran Pembiayaan Rp. 15.584.000,-
Sumber : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBdes) Tahun Anggaran 2017
Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar.

Dari tabel diatas, menunjukan bahwa perencanaan kegiatan sudah


ditetapkan pembagian dalam peraturan atau ketentuan di APBDes. Dalam
Penelitian ini, Pemerintah DesaLubuk Dalam dan Desa Ayar sudah menentukan
perencanaan kegiatan dari bidang penyeleanggaraan pemerintah, bidang
pembangunan, bidang pembinaan kemasyarakatan, bidang pemberdayaan
masyarakat.

B. Pelaksanaan Kegiatan (APBDes)


Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana
yang sudah disusun secara matang dan terperinci, dan dilakukan setelah
perencanaan sudah dianggap siap. Untuk keberhasilan pelaksanaan pengelolaan
keuangan desa, BPKP memberikan petunjuk pelaksana (Juklak) pengelolaan Dana
Desa bahwa setiap pelaksanaan kegiatan (TPK) yang merupakan perpanjangan
tangan Kepala Desa dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Desa.
Dan setiap perencanaan kegiatan desa tersebut harus berpihak pada
kepentingan warga atau masyarakat yang disebutkan dalam peraturan Kepala
Desa. Dalam hal pelaksanaan program kegiatan penggunaan Dana Desa,
Pemerintah Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar melaksanakan musyawarah

Universitas Sriwijaya
36

bersama BPD dengan tujuan untuk merancang pelaksanaan kegiatan, waktu


pelaksanaan dan membentuk Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), untuk pelaksanaan
kegiatan APBDes di Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar dapat dilihat dalam Tabel
berikut:
Tabel 2.2.
Pelaksanaan Kegiatan (APBDes) tahun Anggaran 2017
Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar

Nama Pelaksana/ Uraian Waktu


No Anggaran
Desa TPK Kegiatan Pelaksanaan
1. Lubuk 1. Kepala Desa 1. Bidang Pelaksanaan Pemerintahan Desa Rp. 296.835.000 Januari s/d
Dalam 2. Sekretaris 2. Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa Rp. 798.050.000 Desember
3. Bendahara 3. Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Rp. 6.000.000 (1 Tahun)
4. Tim TPK 4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat Rp. 80.287.000
2. Ayar 1. Kepala Desa 1. Bidang Pelaksanaan Pemerintahan Desa Rp. 419.537.000 Januari s/d
2. Sekretaris 2. Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa Rp. 779.217.000 Desember
3. Bendahara 3. Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Rp. 6.000.000 (1 Tahun)
4. Tim TPK 4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat Rp. 34.423.000
Sumber : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBdes) Tahun Anggaran 2017
Desa Lubuk Dalamdan Desa Ayar

Berdasarkan tabel diatas, menunjukan bahwa Pemerintah Desa Lubuk


Dalam dan Desa Ayar melakukan pelaksanaan kegiatan (APBdes) yang terdapat
di masing-masing uraian kegiatan desa menunjukan di segala bidang kegiatan
yang mempunyai anggaran dan waktu pelaksanaan nya 1 (satu) tahun berjalan
dalam 2 (dua) kali penyaluran dana. Dengan demikian pelaksanaan kegiatan ini
harus dilaksanakan dengan ketentuan yang baik dan berjalan dengan semestinya.

C. Penatausahaan Keuangan Desa


Penatausahaan penerimaan wajib dilaksanakan oleh bendahara desa,
penatausahaan menggunakan (1) Buku Kas Umum (2) Buku Kas Pembantu
perincian obyek penerimaan dan (3) Buku Kas Harian Pembantu. Bendahara Desa
wajib mempertanggungjawabkan melalui laporan pertanggungjawaban
penerimaan kepada Kepala Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya,
laporan pertanggungjawaban penerimaan dilampiri dengan buku kas umum, buku
kas pembantu dan buku penerimaan yang sah.

Selanjutnya, penatausahaan pengeluaran wajib dilakukan oleh bendahara


desa, dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan dengan Peraturan

Universitas Sriwijaya
37

Desa tentang APBDes atau peraturan Desa tentang perubahan melalui pengajuan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP), pengajuan SPP harus disetujui oleh Kepala
Desa melalui Pejabat Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PPTKD).
Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang yang menjadi
tanggungjawabnya melalui Laporan Pertanggungjawaban Keuangan kepada
Kepala Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Dokumen yang digunakan Bendahara Desa dalam melaksanakan
penatausahaan pengeluaran meliputi, (1) Buku Kas Umum, (2) Buku Kas
Pembentu perincian obyek pengeluaran dan (3) Buku Kas harian pembantu.
Laporan pertanggungjawaban pengeluaran dilampiri dengan, Buku Kas Umum,
Buku Kas Pembantu yang disertai dengan buktu-bukti pengeluaran yang sah dan
bukti atas penyetoran PPn/PPh ke kas Negara. Berikut tabel data Buku Kas
Umum Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar:
Tabel 2.3.
Buku Kas Umum Desa Ayar

N Kode
o Tgl Uraian Penerimaan (Rp) Pengeluaran (Rp)
Rekening
1 2 3 4 5 6
1. 6 Juli 2017 Penyelenggaraan Pemerintah Desa Rp. 419.537.000,- Rp. 419.537.000,-
2. 6 Juli 2017 Pembangunan Desa Rp. 779.217.000,- Rp. 779.217.000,-
3. 6 Juli 2017 Pembinaan Kemasyarakatan Rp. 6.000.000,- Rp. 6.000.000,-
4. 6 Juli 2017 Pemberdayaan Masyarakat Rp. 34.423.000,- Rp. 34.423.000,-
TOTAL Rp. 1.239.177.000 Rp. 1.239.177.000
Sumber : Pemerintah Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar

Berdasarkan data pada tabel diatas, menunjukan bahwa Pemerintah Desa


Ayar dalam pelaksanaannya sudah melakukan pembukuan (BKU) yang dilakukan
Bendahara Desa yang diketahui atau disetujui oleh Kepada Desa. Bendahara Desa
wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan
tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Berbeda halnya dengan Desa Lubuk
Dalam, yang belum sama sekali melakukan pembukuan dikarenakan belum
adanyapenerimaan atau penyaluran Dana Tahap I.

D. Pelaporan Realisasi Pelaksanaan (APBDes)


Mekanisme pelaporan sebagai bahan pembinaan dan pengendalian Dana

Universitas Sriwijaya
38

Desa dilakukan secara berjenjang dari laporan tinggkat Desa kemudian pelaporan
tingkat kabupaten. Adapun alur penyampaian laporan menurut Permendagri No
113 tahun 2014 yaitu:
1. Kepala Desa dengan mengkoordinasikan oleh Camat menyampaikan
laporan realisasi penggunaan Dana Desa tahunan kepada Bupati.
2. Laporan realisasi tahap I paling lambat bulan juli tahun anggaran berjalan.
3. Laporan realisasi tahap II paling lambat akhir bulan september tahun
anggaran berjalan.
4. Laporan realisasi tahunan paling lambat akhir bulan februari tahun anggaran
berjalan.
5. Laporan tersebut harus didukung dengan bukti yang sah.
Apabila Kepala Desa tidak menyampaikan Laporan dan Laporan
Pertanggungjawaban tersebut, maka Bupati akan menunda penyaluran Dana Desa
sampai dengan disampaikannya Laporan dan Laporan pertanggungjawaban
penggunaan semester sebelumnya. Untuk data pelaporan realisasi kegiatan Desa
Lubuk Dalam dan Desa Ayar dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 2.4.
Data Pelaporan Hasil Kegiatan Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar

Realisasi
No Nama Desa Semester Periode Laporan Keterangan
laporan
1. Desa Lubuk Tahap I Juli - Tidak Tepat
Dalam (Tahun berjalan) waktu
Tahap II September - Tidak Tepat
(Tahun berjalan) waktu
2. Desa Ayar Tahap I Juli Juli Tepat waktu
(Tahun berjalan)
Tahap II September Seprember Tepat waktu
(Tahun berjalan)
Sumber : Pemerintah Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar, 2017.

Berdasarkan pada tabel diatas, menunjukan bahwa pelaporan hasil kegiatan


(APBDes) di Desa Ayar sudah melakukan pelaporan dengan tepat waktu atau
boleh dikatakan sudah patuh terhadap ketentuan. Sedangkan di Desa Lubuk
Dalam masih adanya kendala keterlambatan atau bisa dikatakan belum patuh pada
ketentuan yang berlaku.

Universitas Sriwijaya
39

E. Pertangggungjawaban Realisasi Pelaksanaan (APBDes)


Berdasarkan APBDes, Pemerintah Desa melaksanakan program atau
kegiatan yang telah memperoleh anggran. Program yang direncanakan untuk
memperoleh anggaran pada APBDes, pada dasarnya merupakan intrumentuntuk
memecahkan masalah yang dihadapi Pemerintah Desa dan masyarakat Desa.
Program yang diajukan untuk memperoleh anggran pada APBdes pada
umumnya diturunkan dari Dokumen perencanaan tahunan desa yang dikenal
sebagai Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes) yang merupakan
penjabaran dari dokumen perencanaan lima tahunan yang dikenal dengan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes). Selanjutnya, dengan
adanya penjelasan diatas yaitu berlajut kepada Laporan Pertanggungjawaban tiap
tahap penyaluran anggaran. Berikut data Pertangggungjawaban Realisasi
Pelaksanaan (APBDes):

Tabel 2.5.
Data Pertangggungjawaban Realisasi Pelaksanaan (APBDes)
Hasil Kegiatan Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar

Pertangggung
No Nama Desa Anggaran jawaban
Keterangan
1. Desa Lubuk Rp. 1.166.580.000,- Per 31
Dalam Desember Tidak Tepat
Tahun waktu
Anggran
2. Desa Ayar Rp. 1.223.593.000,- Per 31
Desember Tepat waktu
Tahun
Anggran
Sumber : Pemerintah Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar, 2017.

Berdasarkan pada tabel diatas, menunjukan bahwa Pertangggungjawaban


Realisasi Pelaksanaan (APBDes) di Desa Ayar sudah melakukan
Pertangggungjawaban dengan tepat waktu atau boleh dikatakan sudah patuh
terhadap ketentuan yang tertuang di dalam Permendagri No 113 Tahun 2014.
Sedangkan di Desa Lubuk Dalam masih adanya kendala keterlambatan atau bisa
dikatakan belum patuh pada ketentuan yang berlaku.

2.6.2. Kelancaran Rutinitas Fungsi

Universitas Sriwijaya
40

Kelancaran Rutinitas Fungsi pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa


di Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar memiliki indikator-indikator yang meliputi:
Ketersediaan Anggaran dan Ketersediaan Sumber Daya.

A. Ketersediaan Anggaran
Untuk pelaksanaannya, suatu kebijakan atau program tidak akan mencapai
tujuan atau sasaran tanpa dukungan anggaran yang memadai. Artinya, besar atau
kecilnya anggaran merupakan penentu keberhasilan suatu program. Menurut
Nouri dan Parker (1998) ketersediaan atau kecukupan anggaran adalah tingkat
persepsi masing-masing individu manager pusat pertanggung jawaban bahwa
sumber-sumber yang dianggarkan untuk unit organisasinya mencukupi tujuannya.
Dalam hal pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, pemerintah
pusat telah menganggarkan Dana Desa cukup besar yang diperoleh dari Anggran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan tujuan digunakan untuk
keperluan mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Jika dilihat dari Anggran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun
anggaran 2017 Pemerintah Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar menerima
anggaran Dana Desa cukup besar dari Pemerintah Pusat. Berikut data Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa tahun 2017 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.6.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2017

No Nama Desa Anggaran Keterangan


1. Desa Lubuk Rp. 1.166.580.000,- 20 % dari anggaran digunakan
Dalam untuk program
pemeberdayaan dan
2. Desa Ayar Rp. 1.223.593.000,- selebihnya untuk
pembangunan fisik.
(PP No. 43 th 2014 Psl 100)
Sumber : Pemerintah Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar, 2017.

Berdasarkan tabel diatas, anggaran Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar bisa
dikatakan cukup untuk merealisasikan beberapa kegiatan dalam satu tahun
anggaran baik dibidang pembangunan maupun di bidang pemberdayaan

Universitas Sriwijaya
41

masyarakat sesuai dengan pembagiannya. Oleh karena itu, dana yang dianggarkan
harus direalisasikan dengan baik dan tepat sasaran.

B. Ketersediaan Sumber Daya


Dalam merencanakan besarnya anggaran belanja untuk setiap program atau
kegiatan yang diusulkan, bahwa dalam mengimplementasikan keberhasilan suatu
kebijakan sumber daya merupakan hal yang penting. Deskripsi sumber daya
terdiri dari : staf (pelaksana atau implementor yang merupakan sumber daya yang
paling utama dalam penentuan pelaksanaan kegiatan), fasilitas (sarana dan
prasarana yang mendukung berjalannya pelaksanaan kegiatan).
Sependapat menurut Winarno (2002:138) menyebutkan bahwa sumber-
sumber yang akan mendukung kebijakan yang efektif terdiri dari jumlah staf yang
mempunyai keterampilan yang memadai serta yang cukup, kewenangan, dan
fasilitas.
Dikaitkan dengan penelitian ini, maka fenomena yang akan dilihat dalam
sumber daya yang akan mempengaruhi implementasi adalah:
1. Kemampuan Sumber Daya manusia sebagai pelaksana.
2. Penyediaan fasilitas yang mendukung.
Adapun sumber daya yang dimiliki oleh Pemerintah Desa Lubuk Dalam dan
Desa Ayar dalam mendukung penyelenggaraan kegiatan pengelolaan keuangan
desa, dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 2.7.
Sumber Daya yang ada di Desa Lubuk dalam dan Desa Ayardalam
mendukung pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa

No. Nama Desa Sumber Daya


Pelaksana/TPK Fasilitas
1. Desa Lubuk Dalam 6 Orang Cukup
2. Desa Ayar 6 Orang Cukup
Sumber : Pemerintah Desa Lubuk Dalam dan Desa Ayar, 2017.

Berdasarkan data pada tabel diatas, menunjukan bahwa Pemerintah Desa


Lubuk Dalam dan Desa Ayar dalam mendukung pelaksanaan pengelolaan
keuangan desa memiliki sumber daya yang cukup sesuai dengan juknis

Universitas Sriwijaya
42

pengelolaan Dana Desa.Sumber daya tersebut adalah Sumber Daya Manusia dan
Fasilitas pendukung. Peran dan pentingnya Sumber Daya Manusia adalah bahwa
segala potensi sumber daya yang dimiliki manusia dapat dimanfaatkan sebagai
usaha untuk meraih keberhasilan dalam mencapai tujuan baik secara pribadi
maupun di dalam organisasi, yang selanjutnya didukung dengan adaya fasilitas
yang mendukung berjalannya suatu kegiatan.
Dengan demikian, apabila didalam organisasi sudah memiliki fasilitas yang
canggih, sumber daya alam yang melimpah namun tidak adanya dukungan dari
sumber daya manusia yang dapat mengelola dan memanfaatkan, maka mungkin
akan sulit untuk meraih keberhasilan dalam mencapai suatu tujuan. Oleh sebab
itu, pentingnya peran sumber daya manusia dan fasilitas pendukung sebagai unsur
pengendali keberhasilan organisasi.

2.6.3. Kinerja dan Dampak yang Diinginkan


Suatu implementasi bisa menghasilkan dampak yang baik, apabila
implementornya memiliki kinerja yang tinggi. Sebaliknya apabila kinerja yang
rendah akan menghasilkan dampak yang kurang baik. Indikator dalam penelitian
ini dilihat dari tingkat kinerjanya adalah meningkatnya pemahaman tentang
pengelolaan keuangan desa, sehingga mampu mengatur, mengelola, dan
menertibkan tentang pengelolaan keuangan desa.
Sedangkan indikator penelitian dari tingkat dampaknya adalah terwujudnya
tertib administrasi pengelolaan yang mandiri. Apabila dari ketiga perspektif
tersebut yang terdiri dari tingkat kepatuhan, kelancaran rutinitas fungsi, dan
kinerja dan dampak yang baik. Maka akan menghasilkan implementasi peraturan
menteri dalam negeri Nomor 113 tentang pengelolaan keuangan desa berjalan
dengan baik maka akan berhasil, dan sebaliknya apabila dari ketiga perspektif tadi
salah satunya tidak berjalan dengan baik, berarti implementasi peraturan menteri
dalam negeri Nomor 113 tentang pengelolaan keuangan desa belum berhasil atau
gagal.

Berikut merupakan skema kerangka berpikir Implementasi Peraturan


Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan
Desa (Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Kota Kayuagung) menurut

Universitas Sriwijaya
43

teori Ripley & Franklin yang telah diolah oleh Penulis:

Keberhasilan Implementasi Peraturan Menteri Dalam


Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Keuangan Desa (Studi Di 2 Desa, Kecamatan Kota
Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir,
Privinsi Sumatera Selatan Tahun 2017).

Tingkat Kelancaran Kinerja dan Dampak


Kepatuhan Rutinitas Fungsi Implementasi yang
diinginkan

Sumber : Diolah oleh penulis dengan teori Ripley and Franklin.


Gambar 2.7. Alur Pemikiran

2.7. Hipotesis Deskriptif


Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran, maka hipotesis
sementara yang digunakan dalam penelitian ini adalah:“Implementasi Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan
Desa. (Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Kota Kayuagung) belum
optimal”.

2.8. Penelitian terdahulu


Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini tercantum pada tabel
berikut:
Tabel 2.8.
Penelitian Terdahulu

Nama, tahun, judul


No Tujuan dan metode Hasil Penelitian
penelitian
1 Wisakti, Daru. 2008. Untuk memberikan Implementasi kebijakan
Implementasi Kebijakan gambaran pelaksanaan Dana Desa di Kecamatan
Dana Desa. Dana Desa di Geyer Kabupaten Grobogan
Kecamatan Geyer berjalan dengan lancar.
Kabupaten Grobogran, Namun bila dikaitkan
serta faktor-faktor dengan pencapaian tujuan,
penghambat dan pelakasanaanya belum
pendukung yang optimal.
mempengaruhi
implementasi kebijakan

Universitas Sriwijaya
44

selain itu memberikan


rekomendasi bagi
Pemerintah Daerah
dalam pengelolaan
Dana Desa. Metode
yang digunakan
deskriptif kualitatif.
2 Prabawa, Akbar. 2015. untuk mengetahui Dari hasil penelitian
Pengelolaan Dana Desa penggunaan Dana menunjukan bahwa
dalam pembangunan Pembangunan Desa penggunaan dana
Desa Dalam Meningkatkan pembangunan desa dalam
(http://ejournal.ip.fisip- Pembangunan, meningkatkan pembangunan
unmul.ac.id/site/wp- penyaluran dana Di Desa Loa Lepu
content/uploads/2015/02 pembangunan desa, Kecamatan Tenggarong
/Jurnal%20(02-25-15- pembinaan dan Seberang Kabupaten Kutai
01-29-32).pdf pengawasan dana Kartanegara,sudah
pembangunan desa loa terlaksana.
lepu kecamatan
tenggarong seberang
kabupaten kutai
kartanegara. Metode
yang digunakan adalah
penelitian kepustakaan
dan penelitian lapangan
yang terdiri dari
observasi,wawancara
mendalam dan
dokumentasi.
Sedangkan Informan
diambil secara
purposive sampling.

3 Saputra, I Wayan. 2016. mengetahui (1) tingkat (1)Efektivitas pengelolaan


Efektivitas Pengelolaan efektivitas pengelolaan alokasi dana desa dari tahun
Alokasi Dana Desa alokasi dana desa pada 2009-2014 sudah berada
Pada Desa Lembean Desa Lembean tahun dalam kategori efektif.
Kecamatan Kintamani, 2009-2014, (2) Tingkat efektivitas
Kabupaten hambatan yang pengelolaan alokasi dana
Bangli(https://media.ne dihadapi dalam desa pada
liti.com/media/publicati merealisasialokasi dana Desa Lembean yaitu tahun
ons/5428-ID-efektivitas- desa 2009 (98,98%), 2010
pengelolaan-alokasi- pada Desa Lembean, (100%), 2011 (100%), 2012
dana-desa-add-pada- (3) cara menanggulangi (98,24%), 2013 (100%), dan
desa-lembean- hambatan dalam 2014
kecamatan-kintam.pdf. merealisasi alokasi dana (99,57%). (2) Hambatan
Yang diakses pada desa pada Desa yang dialami dalam
tanggal 3 Agustus 2017) Lembean. Jenis merealisasi alokasi dana
penelitian ini adalah desa pada Desa Lembean
metode deskriptif. adalah pemahaman
masyarakat terhadap ADD,
miss komunikasi , dan
pencairan alokasi dana desa
yang Terlambat. (3)
menanggulangi hambatan
dalam merealisasi alokasi
dana desa dapat dilakukan
dengan pelatihan,

Universitas Sriwijaya
45

Meningkaatkan koordinasi
unit kerja,Dan anggaran
dana cadangan.
4 Abidin, Muhammad Untuk mengetahui Hasil penelitian
Zainul. 2015. Tinjauan pelaksanaan keuangan menunjukkan bahwa
Atas Pelaksanaan desa dan penggunaan pelaksanaan keuangan desa
Keuangan Desa dalam Alokasi Dana Desa telah didasarkan pada
Mendukung Kebijakan (ADD) dalam Peraturan Menteri Dalam
Dana Desa mendukung kebijakan Negeri Nomor 37 Tahun
(http://jurnal.dpr.go.id/i dana desa berdasarkan 2007 tentang Pedoman
ndex.php/ekp/article/vi UU Nomor 6 Tahun Pengelolaan Keuangan
ew/156diakses pada 2014 tentang Desa. Desa. Selama tahun 2010–
tanggal 3 Agustus 2017) Pengumpulan data 2013, pelaksanaan keuangan
menggunakan data desa menunjukkan perbaikan
sekunder melalui studi dari sisi tertib pelaksanaan
kepustakaan. Teknik administrasi keuangan,
analisis data kualitas laporan keuangan,
dilaksanakan secara dan penyerapan anggaran
kualitatif deskriptif. pada kegiatan yang telah
diprogramkan.
5 Putra, Candra Untuk menggambarkan Sebagian dari adanya Dana
Kusuma,dkk. 2013. pengelolaan Dana Desa Desa untuk pemberdayaan
Pengelolaan Dana dalam pemberdayaan masyarakat digunakan untuk
Desa dalam masyarakat desa serta biaya operasional
Pemberdayaan faktor-faktor pendorong Pemerintah Desa dan BPD.
Masyarakat Desa. dan penghambat.
Metode deskriptif.
Sumber: Diolah oleh penulis

BAB III
METODE PENELITIAN

Universitas Sriwijaya
46

3.1 Desain Penelitian


Sugiyono (2003:32) mengatakan bahwa metode penelitian adalah cara
ilmiah yang digunakan untuk mendapatkan data yang obyektif, valid, dan reliabel,
dengan tujuan dapat dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan, sehingga
dapat digunakan untuk memahami dan memecahkan masalah. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif.
Tipe atau jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif yaitu
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau
menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain.
Sedangkan kualitatif maksudnya prosedur penelitian yang menghasilkan
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
diamati dengan metode observasi, wawancara dan studi pustaka. Dengan metode
penelitian deskriptif kualitatif diharapkan dapat menggambarkan bagaimana
Implementasi Kebijakan Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan Permendagri
Nomor 113 Tahun 2014. (Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kota Kayuagung).

3.2 Definisi Konsep


Definisi konsep merupakan abstraksi dari sejumlah karakteristik kejadian,
keadaan, kelompok, atau individu tertentu. Definisi konsep dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Kebijakan Publik adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
2) Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaanmasyarakat.
3) Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang

Universitas Sriwijaya
47

berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibanDesa.


4) Kepatuhan adalah ketaatan implementor dalam melaksanakan kebijakan
yang tertuang didalam kebijakan (peraturan).
5) Fungsi adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dalam implementasi
yang telah diamanatkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 113 Tahun
2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
6) Kelancaran adalah situasi dimana pelaksanaan kegiatan–kegiatan terkait
implementasi Pengelolaan Keuangan Desa dengan sistem tertib
administrasi, dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang
baik (good governace) dalam penyelenggaraan desa, pengelolaan
keuangan desa dilakukan berdasarkan prinsip tata kelola yaitu
transparan, akuntabel dan partisipatif serta dilakukan dengan tertib
dan disiplin anggaran.
7) Kinerja adalah keadaan di mana implementor dapat melaksanakan
pekerjanyaan sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan yangada.
8) Dampak adalah pengaruh atau akibat dari Implementasi Peraturan
Menteri Dalam Negeri No 113 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

3.3 Fokus Penelitian


Penelitian ini menggunakan Teori Implementasi Kebijakan yang
dikemukakan oleh Refley dan Franklin yaitu Tingkat Kepatuhan, Kelancaran
Rutinitas Fungsi, dan Kinerja, Dampak yang di inginkan. Menurut Sugiyono
(2010:32), fokus penelitian sama dengan batasan masalah dan yang berisi pokok
masalah yang masih bersifat umum, dan topik dalam penelitian kualitatif dimana
lebih didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang diperoleh dari situasi
lapangan. Membatasi penelitian dilakukan karena terlalu luasnya masalah, hal ini
merupakan upaya pembatasan dimensi masalah atau gejala agar jelas ruang
lingkupnya dan batasan yang akan di teliti. Maka sesuai dengan aspek dan
kerangka teori yang digunakan peneliti diatas, maka fokus penelitian ini, yaitu:

Universitas Sriwijaya
48

Tabel 3.1.
Fokus Penelitian

Variabel Dimensi Indikator Deskripsi


Implementasi 1. Tingkat a. Perencanaan Kegiatan a) Jenis Kegiatan
Peraturan Memteri Kepatuhan (APBDes) b) Waktu Kegiatan
Dalam Negeri c) Prioritas Kegiatan
Nomor 113 Tentang b. Pelaksanaan Kegiatan a) Pelaksanaan Pembangunan Fisik
Pengelolaan (APBDes) b) Pelaksanaan Kegiatan
Keuangan Desa di Pemberdayaan
Desa Lubuk Dalam i. Pelatihan, dan
ii. Penyertaan Modal BUMDes
dan Desa Ayar
c. Penatausahaan a) Penatausahaan (Pembukuan)
tahun 2017. Penerimaan
Keuangan Desa.
b) Penatausahaan (Pembukuan)
Pengeluaran.
d. Pelaporan Realisasi a) Bukti yang lengkap dan sah
Pelaksanaan (APBDes) b) Tepat waktu sesuai dengan
ketentuan
e. Pertangggungjawaban a) Pelaporan Realisasi Semester I,
Realisasi Pelaksanaan dan
(APBDes) b) Pelaporan Realisasi Semester II

6. Kelancaran a. Ketersediaan Anggaran a) Jumlah Anggaran


Rutinitas b) Penggunaan Anggaran
Fungsi b. Ketersediaan Sumber a) Cukupnya fasilitas Sarana dan
Daya fasilitas Prasarana
b) Sumber daya manusia
d. Adanya Pengawasan a) Pengawas
b) Mekanisme Pengawasan
i. Standar
ii. Pelaksanaan Kegiatan
i) Tahap Perencanaan
ii) Tahap Pelaksanaan
iii) Tahap LPJ
9. Kinerja a. Tertib Administrasi a) Perencanaan
b) Pelakasanaan
i) Pelaksanaan Fisik,
ii) Pelaksanaan Pemberdayaan
c) Penatausahaan
d) Pelaporan dan
e) Pertanggungjawaban
Dampak a. Terwujudnya a) Mandiri
Tatakelola Pengelolaan b) Sejahtera
yang berasaskan
Pengelolaan Keuangan
Desa.
Sumber : Teori Ripley and Franklin disesuaikan dengan konteks penelitian yang di olah oleh Penulis.

Universitas Sriwijaya
49

9.4 Data dan Sumber Data


9.4.1 Data
1. Ditinjau dari jenis
a. Data Kualitatif
Data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian deskriptif yang merupakan hasil
penafsiran dari data hasil wawancara yang di dapat dari lapangan, yaitu Kepala
Desa dan perangkat desa di desa Ayar dan desa Lubuk Dalam.
b. Data Kuantitatif
Data kuantitatif disajikan dalam bentuk angka-angka dan tabel. Merupakan hasil
dari kuisioner atau angket yang di berikan kepada key informant yaitu Kepala
Desa dan Perangkat Desa di Desa Ayar dan Desa Lubuk Dalam.
2. Data dilihat dari sumber perolehan.
a. Data Primer
Yaitu melalui wawancara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara.
Data Primer tersebut adalah Kepala Desa dan Perangkat desa (Key Informant)
yang diharapkan dapat memberikan data dan informasi untuk mendeskripsikan
serta menjawab bagaimana implementasi peraturan menteri dalam negeri nomor
113 tahun 2014.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari sumber yang sifatnya secara tidak langsung mampu
melengkapi atau menunjang yang berhubungan dengan permasalahan yang
diteliti oleh penulis. Sumber data sekunder ini di dapat melalui data tertulis
seperti diperoleh dari dokumen-dokumen, catatan tertulis, laporan-laporan
tertulis, dan keterangan-keteangan lainnya.

9.4.2 Sumber Data


Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan ada dua macam, yaitu:
a. Data primer bersumber dari wawancara mendalam kepada informan secara
langsung di lapangan, jumlah informan sebanyak 8 orang yang tertera pada tabel
3.2.
b. Data sekunder diperoleh dari laporan Tahunan Kepala Desa di Desa Ayar, dan
Desa Lubuk Dalam; peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
pengelolaan keuangan desa; laporan tahunan tentang pengelolaan keuangan desa

Universitas Sriwijaya
50

Kecamatan Kota Kayuagung; profil Desa Ayar, dan Desa Lubuk Dalam;
rekapitulasi data Dinas Pemberdayaan Masyarakat, dan keterangan lainnya yang
ada kaitannya dengan pengelolaan keuangan desa di Kecamatan Kota
Kayuagung.
Data dapat diartikan sebagai bahan mentah yang didapatkan peneliti dari
penelitiannya, bisa berupa fakta maupun keterangan yang dapat digunakan sebagai
dasar analisis. Data dapat berfungsi sebagai bukti dan petunjuk tentang adanya sesuatu.

3.5 Unit Analisis Deskriptif


Unit analisis deskriptif adalah satuan yang diteliti yang berupa kelompok atau
organisasi, individu sebagai subjek peneliti. Unit analisis dibedakan dalam dua bagian
yaitu: individu meliputi orang-orang dan non individu meliputi organisasi atau
lembaga. Unit analisis sebagai pedoman definisi dikaitkan dengan cara penentuan
pertanyaan-pertanyaan awal penelitian. Dalam penelitian ini, unit analisis individunya
adalah informantdan Key informant penelitian yaitu Masyarakat dan Kepala Desa
beserta perangkatnya, unit analisis non individu adalah Desa Lubuk dalam dan Desa
Ayar di Kecamatan Kota Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir.

3.6 Informant
Informant adalah orang yang bisa memberi informasi tentang situasi dan kondisi
latar penelitian. Adapun teknik penentuan informant dalam penelitian ini menggunakan
teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sample didasarkan atas tujuan
tertentu (orang yang dipilih betul-betul memiliki kriteria sebagai sampel). Informant ini
di butuhkan untuk mengetahui kondisi yang sesuai dengan Fenomena tentang
Implementasi pengelolaan keuangan desa di Desa Ayar dan Desa Lubuk Dalam di
Kecamatan Kota Kayuagung. Teknik yang digunakan dalam pemilihan informant
menggunakan Prurposive Sampling, artinya teknik penentuan sumber data
mempertimbangkan terlebih dahulu, bukan diacak. Dengan demikian menentukan
informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian.

3.6.1 Kriteria Informant


Kriteria informant dalam penelitian ini dilakukan secara purposive. Prosedur
purposive merupakan salah satu cara untuk menentukan informant penelitian
berdasarkan kriteria terpilih yang memiliki pengalaman, mengetahui, atau yang

Universitas Sriwijaya
51

memiliki wawasan tentang masalah yang diteliti. Selanjutnya menurut Arikunto


pemilihan sempel secara purposive pada penelitian ini akan berpedoman pada syarat-
syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a) Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik
tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi, ialah Masyarakat Desa Anyar
dan Desa Lubuk Dalam serta pihak Kecamatan Kota Kayuagung.
b) Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling
banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjectis). Ialah
Kepala dan Perangkat Desa Ayar dan Desa Lubuk Dalam.
c) Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi
pendahuluan.

Seperti yang telah disebutkan bahwa pemilihan informan pertama merupakan hal
yang sangat utama sehingga harus dilakukan secara cermat, karena penelitian ini
mengkaji Implementasi pengelolaan keuangan desa di Desa Ayar dan Desa Lubuk
Dalam di Kecamatan Kota Kayuagung.

3.6.2 Key Informant


Adapun key informant yang membantu dalam penelitian yang berjudul
Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Keuangan Desa (Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Kota
Kayuagung), yaitu:
Tabel 3.2.
Informan Penelitian
No Informan Jumlah (orang)
1. Kepala Desa 2
2. Sekretaris Desa 2
3. Bendahara Desa 2
4. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 2
Jumlah 8
Sumber: Diolah oleh Penulis, 2017.

Universitas Sriwijaya
52

3.7. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data (Sugiyono,2012:224) merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan
data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Pengumpulan data dapat dilakukan
dalam berbagai setting , berbagai sumber, dan berbagai cara (Sugiyono,2005:62). Untuk
mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian deskriptif kualitatif ini, maka
teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
1. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi (Document’s Study) teknik merupakan cara pengumpulan data
dengan cara mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini
berupa catatan-catatan, arsip-arsip dan kumpulan peraturan-peraturan, bahan pustaka
dari sumber yang diteliti. Dalam penelitian ini studi dokumentasi berasal dari Peraturan
Menteri Dalam Negeri yang memiliki keterkaitan dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 113 tentang pengelolaan Keuangan Desa, Laporan Akuntabilitas
Pemerintah Desa, Laporan Tahunan Kantor Desa, Laporan Keuangan Bendahara
Penerimaan Desa, dan catatan yang berkaitan langsung dengan pengelolaan keuangan
desa di Kecamatan Kota Kayuagung.
2. Wawancara Mendalam (indepth interview)
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data primer dengan cara mengajukan
sejumlah pertanyaan kepada informan berdasarkan indikator variabel penelitian yang
telah ditentukan. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat
wawancara mendalam yang bertujuan untuk mendapatkan informasi sebanyak-
banyaknya melalui daftar pedoman wawancara yang sudah dibuat sebelum wawancara
dilaksanakan.
Pelaksanaan wawancara diawali dengan menyiapkan instrumen penelitian melalui
daftar pedoman wawancara. Daftar wawancara inilah yang diperlukan peneliti untuk
memperoleh informasi dan data yang diperlukan. Wawancara mendalam ini dilakukan
terhadap narasumber (key informant) yang dianggap memiliki pengetahuan yang
memadai tentang suatu persoalan atau fenomena yang sedang diamati, yakni dari
wilayah Kota Kayuagung.

Universitas Sriwijaya
53

Tabel. 3.3.
Pemenuhan Persyaratan

No Key Informant Panduan Wawancara


1. Kepala Desa 1. Tahapan Persiapan Pelaksanaan
Permendagri No. 113 Tahun 2014.
2. Proses Pelaksanaan Perencanaan Kegiatan
(APBDes)
3. Pelaporan Realisasi Kegiatan (APBDes)
4. Pelaporan Pertanggung Jawaban
Pelaksanaan Kegiatan (APBDes)
2. Sekretaris Desa 1. Teknis Pengelolaan Keuangan Desa
2. Menyusun Pelaporan dan
Pertanggungjawaban Pelaksanaan Kegiatan
(APBDes)
3. Verifikasi Bukti Penerimaan dan
Pengeluaran (APBDes)
3. Bendahara Desa 1. Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran
Keuangan Desa
2. Pelaporan Realisasi Kegiatan (APBDes)
4. Badan 1. Teknis Pelaksanaan Kegiatan
Permusyawaratan 2. Kesiapan SDM
Desa 3. Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Kegiatan
4. Teknik dan Prosedur Pengawasan
Sumber : Data Primer 2017

3. Observasi (observation)
Observasi yaitu teknik pengumpulan data dilakukan oleh peneliti secara langsung
dengan cara mengamati berbagai fenomena, keadaan, tindakan, dan peristiwa yang
terjadi di lapangan terutama yang berkaitan dengan objek penelitian. Tujuan observasi
dilakukan untuk melengkapi dan menguji hasil wawancara yang diberikan oleh
informan yang kemungkinan belum menyeluruh atau belum mampu menggambarkan
segala macam situasi atau bahkan melenceng dari apa yang diharapkan.
Dalam observasi, instrumen penelitian yang digunakan berupa format atau
blangko pengamatan. Format yang di susun berisi item-item tentang kejadian atau
tingkah laku dalam menggambarkan suatu kondisi yang akan terjadi.

Universitas Sriwijaya
54

Tabel.3.4.
Lokasi Observasi

Lokasi
No Proses Observasi
Observasi
1. Kantor Desa 1. Mengamati penyelenggaraan urusan
Pemerintah Desa dan kepentingan
masyarakat setempat.
2. Mengamati respon Pemerintah Desa
3. Mengamati fasilitas sarana dan prasarana.
2. Ruang Kerja 1. Mengamati Petugas dalam melaksanakan
kegiatan Pemerintahan Desa
2. Mengamati kesiapan dan sikap petugas
Pemerintah Desa
3. Mengamati proses dan prosedur
pelayanan
3. Balai Desa 1. Mengamati prosedur Pelaksanaan
Kegiatan
2. Mengamati kesiapan Pemerintah Desa
4. Lokasi 1. Mengamati pelaksanaan Pengawasan
Pembangunan 2. Mengamati Kesiapan petugas
Fisik pengawasan
3. Mengamati kondisi sarana pengawasan
4. Mengamati ketaatan petugas dalam Tata
laksana kegiatan.
Sumber :Data Primer 2017

4. Studi Kepustakaan (literature study)


Studi Kepustakaan mengumpulkan literature ilmiah tentang teori-teori, pendapat-
pendapat, atau dapat pula berupa regulasi/aturan-aturan. Dalam penelitian ini studi
kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan teori teori yang berhubungan dengan
kebijakan publik, sumber daya manusia, implementasi kebijakan publik, dan beberapa
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa
Ayar dan Desa Lubuk Dalam, Kecamatan Kota Kayuagung.

3.8. Teknik Analisis Deskriptif


Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif dengan bentuk deskriptif. Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah suatu

Universitas Sriwijaya
55

aktivitas pengamatan atau observasi untuk memperoleh pemahaman utuh dan


memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang fenomena yang diteliti. Tujuan
penelitian deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran atau melukiskan secara
sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan dari
obyek yang diamati yang disesuaikan dengan teori atau dalil yang berlaku dan diakui. 
Dalam penelitian kualitatif, setelah seluruh data yang diperoleh melalui observasi,
wawancara mendalam, dokumentasi dan studi pustaka terkumpul, kegiatan selanjutnya
adalah analisis data. Analisis data menurut Patton (Moleong, 1994:103) adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori, dan satuan
uraian dasar. Menurut Miles and Huberman (Sugiyono, 2011:246) Aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas, sehingga datanya sudah penuh, aktivitas tersebut yaitu reduksi data,
penyajian data dan kesimpulan.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Data-data yang diperoleh di lapangan dicatat dalam bentuk deskriptif, yaitu
uraian data yang diperoleh dari Kantor Camat Kecamatan Kota Kayuagung.
2. Reduksi data (Data Reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian, pada
penyederhanaan, mengabstrakkan, dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data dilakukan secara terus
menerus selama penelitian dilaksanakan. Reduksi data merupakan wujud
analisis yang menajamkan, mengklasifikasikan, mengarahkan dan membuang
data yang tidak berkaitan dengan aktivitas Implementasi Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
(Studi Pengelolaan Keuangan Desa Kecamatan Kota Kayuagung).
3. Penyajian data (Data Dislay)
Alur terpenting ketiga dari kegiatan analisis adalah penyajian data. Dari
penyajian data tersebut diharapkan data dapat terorganisasikan, tersusun dalam
pola hubungan sehingga mudah dipahami, sehingga memberikan kemungkinan
adanya kesimpulan dan pengambilan tindakan.
4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification)

Universitas Sriwijaya
56

Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan upaya mencari makna dari


komponen-komponen data yang disajikan dengan mencermati pola-pola
keteraturan, penjelasan, konfigurasi, dan hubungan sebab akibat. Kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak
ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data
berikutnya. Sebaliknya, apabila kesimpulan awal yang dikemukakan didukung
oleh bukti yang valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan
mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan
kesimpulan yang kredibel sehingga dapat menjawab rumusan masalah yang
diajukan. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Temuan tersebut dapat berupa deskripsi atau
gambaran suatu objek yang belum jelas sehingga menjadi lebih jelas setelah
diteliti.

Telah dikemukakan empat hal utama, yaitu pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat
sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk yang sejajar untuk
membangun wawasan umum yang disebut “analisis”. Empat hal tersebut dapat dilihat
pada gambar berikut:

PENGUMPULAN DATA

PENYAJIAN DATA

REDUKSI DATA
PENARIKAN KESIMPULAN
DAN VERIFIKASI

Sumber : Matthew B. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011:247)


Gambar. 3.1. Analisis Data Model Interaktif

Universitas Sriwijaya
57

3.9 Teknik Keabsahan Data


Penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan teknik dimana
peneliti mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber (informan dan key
informant), hingga data tersebut bisa dinyatakan benar (valid) dan juga melakukan
observasi serta dokumentasi diberbagai sumber.
Semua data yang diperoleh dari lapangan yang telah dipisahkan kemudian disusun
untuk mencari pola, hubungan dan kecenderungan hingga sampai pada tahap
kesimpulan. Untuk memperkuat kesimpulan dari penelitian diperlukan verifikasi ulang
atau menambahkan data baru yang mendukung kesimpulan tersebut sehingga
kesimpulan akan menjadi data yang valid. Dalam proses ini peran bahan bacaan atau
literature review dapat membantu peneliti untuk memperoleh kesimpulan yang valid
berkaitan dengan hasil data yang diperoleh dari lapangan dengan triangulasi data.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Terdapat triangulasi
sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu. Triangulasi sumber dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber, triangulasi
teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda, dan triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan
dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.
Sugiyono memaparkan triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil
penelitian.

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai