Anda di halaman 1dari 16

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1

KEBIJAKAN DAN STRATEGI DEPARTEMEN YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KAWASAN DESA....................................................................................................................2

1. UU No 6 Tahun 2014.........................................................................................................2

2. Gerakan Desa Mandiri (Kementerian Desa)......................................................................5

3. Prudes /Produk Unggulan Desa (Kementerian Desa)........................................................6

4. PDPT / Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (Kementerian Kelautan dan Perikanan). . .7

5. Program Berkerja (Kementerian Pertanian).....................................................................10

6. Sistem Layanan Rujukan Terpadu / SLRT ( Kementerian Sosial )..................................12

7. Sosialisasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan Tahun 2016 (Dinas Sosial


Provinsi Riau).......................................................................................................................13

REFERENSI............................................................................................................................15

1
KEBIJAKAN DAN STRATEGI DEPARTEMEN YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KAWASAN DESA

1. UU No 6 Tahun 2014

Pemerintah pada tanggal 15 Januari 2014 telah menetapkan UU No. 6 Tahun 2014
tentang Desa. Dalam konsideran UU tersebut diisampaikan bahwa Desa memiliki hak asal
usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan
berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa
telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar
menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat
dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera

Jika kita pahami dari konstruksi hukum terhadap struktur pemerintahan desa,
sebenarnya masih menggunakan konstruksi hukum yang diterapkan selama ini. Hal ini dapat
kita telusuri dari teks hukum pada pasal 1 angka UU No 6 Tahun 2014 yang menyatakan,
bahwa Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pertanyaan yang perlu diajukan adalah apa yang dimaksudkan dengan


penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, karena terdapat
ada dua konsep, yakni pertama, penyelenggaraan urusan pemerintahan, kedua, kepentingan
masyarakat setempat.

Untuk memahami ini, harus dipahami lebih dahulu apa yang dimaksud dengan desa,
apabila memperhatikan secara cermat teks hukum UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa pada
pasal 1 angka 1 memberikan batasan tentang desa berikut ini : Desa adalah desa dan desa adat
atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal

2
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan rumusan pasal 1 angka 1, terjawablah, bahwa desa memiliki


kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati. Jadi yang dimaksud penyelenggaraan urusan pemerintahan adalah
“untuk mengatur”, untuk mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat.

Dasar yang digunakan adalah berdasarkan (1) prakarsa masyarakat, (2) berdasarkan
hak asal usul atau hak tradisional. pada Pasal 1 angka 3 yang menyatakan, bahwa Pemerintah
Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

Jadi yang berwenang adalah pemerintah desa, yakni Kepala Desa dibantu perangkat
desa, sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan desa. Ini artinya disamping Kepala Desa
dan perangkat desa ada unsur lain penyelenggara pemerintahan desa.

Pada Pasal 23 UU No 6 Tahun 2014 juga memberikan penegasan bahwa


Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Jelas terjawab siapakah yang
dimaksud pemerintah desa, maka dikembalikan pada pasal 1 angka 3 UU No 6 Tahun 2014,
yakni Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.

Dalam UU No 6 Tahun 2014 juga dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa tujuan dari
Undang- Undang Tersebut yaitu :

1. Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan
keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya NKRI.

3
2. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
3. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa.
4. Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan
potensi dan asset Desa guna kesejahteraan bersama.
5. Membentuk Pemerintahan Desa yang professional, efisien dan efektif, terbuka serta
bertanggung jawab.
6. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat
perwujudan kesejahteraan umum.
7. Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan
masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari
ketahanan nasional.
8. Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan
pembangunan nasional; dan
9. Memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan.

4
2. Gerakan Desa Mandiri (Kementerian Desa)

Gerakan Desa Mandiri merupakan salah satu implementasi dari UU Desa No.6/2014
yang mencakup visi pemberdayaan desa menuju wilayah yang lebih kuat, maju, mandiri,
demokratis, dan sejahtera.

Gerakan Desa Mandiri diadakan pada tahun 2015 dimana di strategi ini dibuat oleh
Kementrian Desa yang bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya yang ada di
desa termasuk kearifan loka, dalam strategi tersebut kementerian pemerintah melakukan
pembentukan dan pengembangan 5.000 Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).

Dalam program tersebut juga dilakukan revitalisasi pada desa di lebih dari 5.000
kawasan pedesaan yang ada di Indonesia, dalam programnya yang menjadi pembangunan
utama iyalah pembangunan infrastruktur jalan pendukung & pengembangan produk unggulan
di 3.500 desa mandiri. Program prioritas lainnya iyalah dari Nawakerja Desa yaitu dengan
penyiapan implementasi penyaluran dana desa 1,4 miliar perdesa secara bertahap selama lima
tahun dan menyalurkan modal UMKM di 5.000 kawasan pedesaan.

5
3. Prudes /Produk Unggulan Desa (Kementerian Desa)

Produk Unggulan Desa atau disingkat Prudes merupakan salah satu dari empat konsep
pembangunan desa yang di buat oleh Kemendes yang dipimpin oleh Eko Putro Sandjojo.
Program ini merupakan langkah awal dalam strategi pembangunan desa yang ada di
Indonesia, Prudes pada dasarnya digencarkan untuk menjadi gerakan terintegrasi secara
nasional. Program ini berfokus pada yakni membentuk sebuah desa atau kawasan pedesaan
untuk fokus pada satu produk unggulan.

Konsep ini terlahir dari bentuk kondisi tenaga kerja yang ada di Indonesia dimana 60
persen angkatan kerja merupakan tamatan SD dan SMP, dalam hal ini penerapan Prudes
menekankan pada konsep yang simpel dan sederhana dimana “One Village One Product”
(Satu Desa Satu Produk).

Dalam pelaksanaannya Presiden telah menetapkan 19 Kementrian/Kelembagaan


untuk menbantu terwujudnya program strategi Prudes di Indonesia, salah satu kebijakannya
yaitu telah menintruksikan kepada setiap kepala daerah baik Gubernur dan Bupati untuk
menentukan salah satu produk unggulan yang ada di daerahnya, nantinya proses perencanaan
dan pembangunan desa atau kawasan pedesaan tersebut hanya terfokus pada salah satu

6
produk unggulan yang ada agar bisa menjadi penunjang utama dalam pembangunan desa
tersebut.

Dalam targetnya Program Prudes harus bisa mencapai target untuk mengentaskan
setidaknya 5.000 desa. Di Indonesia terdapat kurang lebih 33.541 desa tertinggal, dalam
penjelasan Kementrian desa tertinggal adalah belum terpenuhinya dasar sarana dan prasarana
desa. Untuk itu dalam Pelaksanaannya program ini masuk dalam kategori RPJMN (Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional) tahun 2015-2019.

Desa-desa di Indonesia, diberi kewenangan tidak hanya untuk mengelola


pemerintahan saja, melainkan juga berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat. Sehingga di
tahun 2015 lalu, pemerintah menggulirkan dana langsung ke desa atau yang disebut dana
desa sebesar Rp20 triliun, Tahun 2016 meningkat sebesar Rp 46,9 triliun dan meningkat lagi
di tahun 2017 menjadi Rp 60 triliun.

4. PDPT / Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (Kementerian Kelautan dan


Perikanan)

PDPT atau disebut Pengembangan Desa Pesisir Tangguh merupakan salah satu
strategi program pemerintah dalam menanggulani permasalahan yang terdapat pada daerah
daerah pesisir di Indonesia. Program ini di buat oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara bertahap telah melakukan intervensi
terhadap penguatan ekonomi masyarakat pesisir dan ketahanan desa terhadap bencana yang
dilaksanakan melalui program Pengembangan Desa Pesisir Tangguh (PDPT).

7
Berdasarkan UU No 27 tahun 2007 Program PDPT sudah sesuai dengan tujuan dari
RKP 2013, Renstra, RPJP, RZWP3K Kab/Kota, dan Rencana Desa Pesisir Terpadu dan
Mandiri 20 Tahun. Untuk selanjutnya, setelah penyusunan profil desa dalam proses, hasil,
dan keluaran program PDPT masyarakat dan pemerintah perlu untuk selalu mengawasi
jalannya proses yang sedang berlangsung dan bisa mengadopsi beberapa konsep teknis
program yang sejenis dengan PDPT dari negara lain yang telah berhasil mengelola kawasan
pesisirnya dengan baik.. Kedudukan program PDPT dalam konteks perencanaan pengelolaan
wilayah pesisr dan pulau-pulau kecil menurut UU No.27 tahun 2007 merupakan rencana
zonasi rinci sebagai jabaran rencana zonasi kabupaten. Pada program Pengembangan Desa
Pesisir Tangguh (PDPT) mendorong masyarakat desa menjadi ujung tombak dalam
pemerataan pembangunan perlu didukung oleh setiap sektor,

Kementrian atau lembaga lain terkait untuk menciptakan sinergi, karena program
PDPT ini telah mengacu mengacu pada Kerangka acuan pengurangan risiko bencana dunia
yang dirumuskan di Hyogo, Jepang tahun 2005 (HFA 2005), yang telah menyebutkan bahwa
risiko bencana di suatu kawasan meningkat jika potensi kejadian bahaya yang tinggi bertemu
dengan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan yang tidak tertata untuk menghadapi
bencana. Jika indikasi tersebut dibawa untuk melihat kondisi desa-desa pesisir di Indonesia,
maka secara umum tingginya potensi risiko bencana di kawasan pesisir Indonesia selain
disebabkan oleh faktor geologis dan meteorologis, juga disebabkan oleh kondisi lingkungan
dan ekosistem pesisir yang tidak terjaga, rendahnya kemandirian sosial, mulai lunturnya

8
norma dan budaya lokal dalam menjaga lingkungan serta rendahnya kualitas dan kuantitas
infrastruktur dasar yang berujung pada tingginya tingkat kemiskinan di kawasan pesisir.

Dalam konteksnya masyarakat pesisir masih menghadapi empat persoalan utama


yakni tingginya tingkat kemiskinan, kerusakan sumber daya pesisir, rendahnya kemandirian
organisasi sosial desa, serta minimnya infrastruktur dan kesehatan lingkungan di pemukiman
desa. Keempat persoalan pokok diatas memberikan andil atas tingginya kerentanan desa
menghadapi bencana alam dan perubahan iklim. Di sisi lain, hal tersebut turut didukung
dengan posisi Indonesia yang berada di kawasan cincin api (ring of fire). Berdasarkan realitas
tersebut, program PDPT menitikberatkan pada upaya integrasi pembangunan sumber daya
manusia, pembangunan infrastruktur wilayah pesisir serta mendukung pembangunan iklim
usaha ekonomi produktif. "Artinya program PDPT ini, bermuara pada penanggulangan
kemiskinan, keberlanjutan kelembagaan masyarakat, kelestarian lingkungan, kemandirian
keuangan desa, siaga terhadap bencana serta perubahan iklim," imbuhnya.

Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan pokok yang dihadapi komunitas desa


pesisir tersebut, PDPT memiliki bina program yang diterjemahkan menjadi kedalam lima
bina, yakni bina manusia, bina usaha, bina sumberdaya, bina lingkungan, dan bina siaga
bencana. Rupanya, program tersebut tidak hanya sekedar wacana dan jargon saja, hal ini
ditandai dengan telah berjalannya kelima bina program yang terkandung di dalam PDPT.

Kelima program tersebut yakni, pertama untuk bina infrastruktur dan lingkungan
seperti pembuatan dan atau peningkatan jalan dengan total 37,3 km, sarana air bersih
sebanyak 86 unit, MCK sebanyak 110 unit, rehabilitasi rumah nelayan 17 unit serta jembatan

9
dan drainase. Kedua, bina sumber daya pesisir seperti, telah dilakukannya penanaman
sebanyak 576 ribu vegetasi pantai berupa mangrove, ketapang, cemara udang, diserahkannya
221 unit terumbu karang buatan, dan pondok informasi pengelolaan sumberdaya pesisir
sebanyak 1 unit. Ketiga, bina siap siaga bencana dan perubahan iklim seperti, pembangunan
shelter penampungan sebanyak 3 unit, sarana informasi bencana berupa pondok informasi
bencana sebanyak 4 unit, 7 paket sarana informasi dini, 18 paket sarana dan prasarana
antisipasi bencana, dan pelindung pantai sepanjang 2500m. Keempat, bina usaha seperti,
usaha alternatif serta pelatihan kewirausahaan sebanyak 198 unit kegiatan dan yang terakhir
bina siaga bencana.

Adapun dari 16 kabupaten yang mendapat sentuhan program PDPT, yakni, Kabupaten
Asahan, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Kaur, Kabupaten Tangerang, Kabupaten
Sukabumi, Kabupaten Kendal, Kabupaten Kulon Progo,

Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pontianak, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten


Banjar, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Parigi Moutong, Kota Bau - Bau, Kabupaten Seram
Bagian Barat dan Kabupaten Teluk Wondama.

5. Program Berkerja (Kementerian Pertanian)

Guna menentaskan masalah kemiskinan yang ada di wilayah pedesaan pada tanggal
23 april 2018 pemerintah melalui Kementrian Pertanian membuat suatu program yaitu
Program Berkerja atau disebut juga Program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera. Program
ini menjangkau lebih dari 1000 desa dan 100 kabupaten yang termasuk dalam angka
kemiskinan di Indonesia, secara proses kerjanya program ini mempunyai terget kemiskinan
dibawah 10 % dapa 2018.

Sesuai arahan Presiden Jokowi, Program Bedah Kemiskinan ini adalah bagian
program padat karya tunai, berbasis pada pertanian. Sektor pertanian harus menjadi ujung
tombak untuk menekan angka kemiskinan khususnya di desa, serta mengangkat
kesejahteraan petani.Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin
sudah turun signifikan dari 10,96% (27,73 juta orang) pada Septeber 2014, menjadi 10,12%
(26,58 juta orang) di September 2017. Dari total penduduk miskin di 2017 sebesar 26,58 juta
orang, 16,31 juta orang diantaranya atau 13,47%. Dengan skenario optimis, dalam lima tahun
ke depan angka kemiskinan desa dapat diturunkan menjadi 9,92%. Atau dengan kata lain,

10
pada 2022, 1 juta rumah tangga miskin dapat terentaskan dari kemiskinan dari posisi saat ini
3,6 juta rumah tangga.

Setiap rumah tangga miskin akan menerima bantuan 50 ekor ayam, 3 ekor
kambing/domba, 5 ekor kelinci beserta kandang dan pakan selama 6 bulan, 2-3 batang bibit
mangga/manggis/durian/pisang/pepaya, 2-3 batang bibit kopi/kakao/pala/lada dan 10 batang
bibit cabai/bawang merah. ''Secara khusus, Kementan telah melakukan refocusing anggaran
anggaran untuk menyediakan 10 juta ekor ayam. Program Bekerja memanfaatkan pekarangan
masyarakat secara intensif untuk pertanian,'' terang Amran.

Terkait efektivitas distribusi program, Kementan memperhatikan agro-climate, kultur


tanaman, serta keunggulan komparatif yang dimiliki oleh setiap daerah. Hal ini bertujuan
agar Program Bekerja bisa mewujudkan klaster ekonomi yang fokus sehingga bisa menopang
skala industri di daerah. Pada setiap klaster ekonomi dikembangkan usaha hulu (produksi)
hingga hilir (pengolahan dan pemasaran).

Untuk memastikan program tersebut bisa tepat sasaran, Kementan membentuk tim
yang langsung turun ke lapangan untuk penerapannya. Terdapat sejumlah provinsi prioritas
sebagai awal yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sumsel, Lampung,
Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.

11
6. Sistem Layanan Rujukan Terpadu / SLRT ( Kementerian Sosial )

Masalah kesejahteraan sosial merupakan hal yang mendesak dan memerlukan


langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh dalam
rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat secara layak. Dalam
menangani permasalahan sosial terutama yang berkaitan dengan penyandang masalah
kesejahteraan sosial, baik perseorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat dikarenakan
suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan sehingga tidak dapat melaksanakan fungsi
sosialnya untuk memenuhi kebutuhan hidup baik jasmani, rohani maupun sosial secara
memadai dan wajar, maka pemerintah perlu untuk lebih memberi perhatian dalam
memudahkan akses terhadap program-program peningkatan kesejahteraan sosial.

12
Dalam mendukung hal tersebut, pemerintah pusat maupun daerah mengembangkan
Sistem Layanan dan Rujukan Terpadu (SLRT) untuk perlindungan sosial dan
penanggulangan kemiskinan baik di kawasan pedesaan maupun kawasan lainnya. Sistem
layanan ini akan membantu dalam mengidentifikasi keperluan masyarakat miskin dan rentan
miskin berdasarkan profile dalam daftar penerima manfaat dan menghubungkan mereka
dengan program-program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan yang
dilakukan oleh pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten daerah) sesuai dengan kebutuhan
yang ada.

SLRT juga membantu mengideintifikasi keluhan masyarakat miskin dan rentan


miskin, melakukan rujukan dan memantau penanganan keluhan untuk memastikan bahwa
keluhan-keluhan tersebut ditangani dengan baik.Untuk suksesnya penyelenggaraan SLRT
memerlukan sejumlah prasyarat, antara lain; adanya komitmen pimpinan daerah yang
didukung oleh semua elemen baik birokrasi, dunia usaha dan lembaga sosial kemasyarakatan
untuk membangun pelayanan terpadu, regulasi penyelenggaraan pelayana terpadu yang
mengatur keterlibatan pemerintah, dunia usaha dan lembaga sosial kemasyarakatan,
ketersediaan sarana dan prasarana penyelenggaraan pelayanan terpadu termasuk keberadaan
UPT (Unit Pelayanan Terpadu), kesiapan dukungan anggaran daerah untuk pelaksanaan
program.

SLRT ditetapkan sebagai salah satu sasaran di Bidang Pemerataan dan


Penanggulangan Kemiskinan. Pelaksanaan SLRT ini diharapkan dapat membantu tercapainya
pembangunan berkelanjutan utamanya dalam penanganan fakir miskin yang ada di seluruh
kawasan baik pedesaan maupun kota. Untuk teknis operasional pelaksanaan SLRT,
Kementerian Sosial menerbitkan Pedoman Umum Pelaksanaan Sistem Layanan dan Rujukan
Terpadu.

7. Sosialisasi Program Penanggulangan Kemiskinan Perdesaan Tahun 2016 (Dinas


Sosial Provinsi Riau)

Masyarakat yang ada sebagian besar tinggal didaerah pedesaan, dan sebagian besar
penduduknya hidup dalam kemiskinan. Penyebab kemiskinan masyarakat desa yaitu
keisolasian wilayah, kekurangan sumber daya alam dan rusaknya lingkungan sekitarnya.
Minimnya akses transportasi, pendidikan dan kesehatan juga menjadi penyebab kemiskinan

13
di pedesaan. Dengan berbagai keterbatasan tersebut maka penduduk desa bekerja untuk
mendapatkan hasil yang sangat terbatas walau sudah berusaha maksimal. Bagi Penduduk
yang merasa kaya di desa mereka akan meninggalkan desa dan pindah diperkotaan untuk
mendapatkan berbagai akses pembangunan yang bisa di dapatkan di perkotaan. Akibatnya
penduduk yang tinggal di desa akan tetap menjadi miskin dan tertinggal dari segi ekonomi.

Di Provinsi Riau pada tahun 2016 pernah diadakannya kegiatan Sosialisasi doleh
Dinas Sosial Provinsi Riau melalui seksi Peningkatan Kapasitas Fakir Miskin dan KAT
dalam rangka penyuluhan program penanggulangan kemiskinan pedesaan bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman dan mensosialisasikan pelaksanaan kegiatan Penanganan Fakir
Miskin Perdesaan di masing-masing daerah. Peserta yang berjumlah 34 orang berasal dari
Kabupaten Kampar, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Siak dan dari Provinsi Riau.

Dalam pelaksanaannya program ini mulai dilaksanakan pada 11 oktober 2016 dan
berkolaborasi dengan menggerakan program KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang
nantinya dengan meningkatkan kesejahteraan melalui program KUBE yang ada di sekitar
kawasan kawasan berpenduduk maupun di pedesaan

14
REFERENSI

https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2014/6TAHUN2014UU.

www.keuangandesa.com/Anotasi-Undang-Undang-Nomor-6-Tahun-2014

https://kabar24.bisnis.com/read/pemberdayaan-daerah-3500-desa-masuk-program-gerakan-desa-
mandiri

https://www.kemendesa.go.id/program-prioritas-kementerian-desa-pdt-dan-transmigrasi

https://www.kompasiana.com/percepatan-pembangunan-desa-melalui-empat-program-priotitas

http://www.beraunews.com/serba-serbi/2599-mendes-pdtt

pdpt-kkp.org,2013

https://www.kompasiana.com/

https://www.pu.go.id/

http://www.depkes.go.id/

http://dinsos.riau.go.id/

15
16

Anda mungkin juga menyukai