Anda di halaman 1dari 9

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

PENDAMPINGAN LOKAL DESA

I. PENGANTAR

Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana yang tertulis dalam BAB I, pasal 1


penjelasan 12, UU Desa No 6 Tahun 2014 adalah upaya mengembangkan kemandirian
dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap,
keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya
melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai
dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

Pada BAB XIV: Pembinaan dan Pengawasan, pasal 112 ayat 3 dalam UU Desa No 6
Tahun 2014 juga menyebutkan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberdayakan masyarakat Desa dengan:
a. menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi
tepat guna, dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan pertanian Desa;
b. meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui pendidikan,
pelatihan, dan penyuluhan; dan
c. mengakui dan memfungsikan lembaga asli yang sudah ada di masyarakat Desa.

Selanjutnya, detail proses pemberdayaan masyarakat Desa telah disebutkan secara


tegas dalam Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pemberdayaan masyarakat Desa
bertujuan memampukan Desa dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu kesatuan
tata kelola Pemerintahan Desa, kesatuan tata kelola lembaga kemasyarakatan Desa
dan lembaga adat, serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan. Pemberdayaan
masyarakat Desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa,
forum musyawarah Desa, lembaga kemasyarakatan Desa, lembaga adat Desa, BUM
Desa, badan kerja sama antar-Desa, forum kerja sama Desa, dan kelompok kegiatan
masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung kegiatan pemerintahan dan
pembangunan pada umumnya.

Pemberdayaan masyarakat Desa dilakukan dengan:


a. mendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan Desa
yang dilaksanakan secara swakelola oleh Desa;
b. mengembangkan program dan kegiatan pembangunan Desa secara berkelanjutan
dengan mendayagunakan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada
di Desa;
c. menyusun perencanaan pembangunan Desa sesuai dengan prioritas, potensi, dan
nilai kearifan lokal;
d. menyusun perencanaan dan penganggaran yang berpihak kepada kepentingan
warga miskin, warga disabilitas, perempuan, anak, dan kelompok marginal;
e. mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan
Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa;
f. mendayagunakan lembaga kemasyarakatan Desa dan lembaga adat;

1
g. mendorong partisipasi masyarakat dalam penyusunan kebijakan Desa yang
dilakukan melalui musyawarah Desa;
h. menyelenggarakan peningkatan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia
masyarakat Desa;
i. melakukan Pendampingan Desa yang berkelanjutan; dan
j. melakukan pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa
dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.

Dalam bangunan kerangka pikir pemberdayaan masyarakat Desa, penerapan UU Desa


ini harus dikawal oleh pendamping Desa yang bertugas mengajarkan aturan legal
kepada masyarakat desa. Pendampingan dan pelatihan dari pendamping Desa kepada
masyarakat desa ini diharapkan mempercepat proses internalisasi UU Desa sebagai
sebuah proses pembiasaan sosial dalam diri masyarakat desa. Selain itu, pendamping
Desa juga bertugas mendampingi warga desa meningkatkan daya tawar dalam
mengakses sumberdaya yang dibutuhkan rakyat desa sehingga program dan kegiatan
pembangunan mampu dikelola masyarakat desa itu sendiri.

Secara legal formal, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal
112 ayat 4 diamanatkan bahwa pemberdayaan masyarakat Desa dilaksanakan dengan
pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan Pembangunan
Desa dan Kawasan Perdesaan. “Pendampingan” termasuk penyediaan sumber daya
manusia pendamping dan manajemen. Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014
telah memandatkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan
pemberdayaan masyarakat Desa dengan pendampingan secara berjenjang sesuai
dengan kebutuhan. Pendampingan Desa secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja
perangkat daerah kabupaten/kota dan dapat dibantu oleh tenaga pendamping
profesional, kader pemberdayaan masyarakat Desa, dan/atau pihak ketiga.

Yang dimaksud pihak ketiga adalah antara lain, adalah lembaga swadaya masyarakat,
perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, atau perusahaan, yang sumber
keuangan dan kegiatannya tidak berasal dari anggaran Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan/atau Desa.

Dalam rangka pembinaan dan pengendalian Pendampingan Desa demi tercapainya


kinerja Pembangunan dan Pemberdayaan Desa secara efektif dan efisien, maka Ditjen
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa, PDT
dan Transmigrasi menetapkan dan menerbitkan “Panduan Pendampingan Desa
Tahun Anggaran 2015”.

Panduan Pendampingan Desa Tahun Anggaran 2015 memuat hal-hal pokok teknis
terkait dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab, kerangka kerja pendampingan
serta hasil kerja (output) Pendampingan Desa. Petunjuk Teknis ini juga digunakan
sebagai sarana untuk menjamin terciptanya transparansi dan akuntabilitas dalam
pelaksanaan Pendampingan Desa. Dengan demikian, setiap pelaku Pendampingan
Desa wajib untuk mentaati dan mematuhi seluruh ketentuan dan peraturan yang
ditetapkan dalam Panduan Pendampingan Desa Tahun Anggaran 2015.

2
II. PENDAMPINGAN DESA

1. Konsep Pendampingan Desa

Intisari Pendampingan Desa adalah memfasilitasi dan mendampingi masyarakat


dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyaraktan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Fasilitasi
dapat dilakukan dengan cara-cara yang kreatif dengan berpedoman kepada
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa beserta seluruh aturan
pelaksanaannya.

Masyarakat desa difasilitasi belajar untuk mampu mengelola kegiatan


pembangunan secara mandiri. Berbagai pelatihan dan beragam kegiatan
pengembangan kapasitas diberikan oleh pendamping mayarakat desa kepada
masyarakat. Pengembangan kapasitas di desa dikelola langsung oleh masyarakat
sebagai bagian proses belajar sosial.

Dalam bangunan kerangka pikir pemberdayaan masyarakat Desa, penerapan UU


Desa ini harus dikawal oleh pendamping Desa yang bertugas mengajarkan aturan
legal kepada masyarakat desa. Pendampingan dan pelatihan dari pendamping
Desa kepada masyarakat desa ini diharapkan mempercepat proses internalisasi
UU Desa sebagai sebuah proses pembiasaaan sosial dalam diri masyarakat desa.
Selain itu, pendamping Desa juga bertugas mendampingi warga desa
meningkatkan daya tawar dalam mengakses sumberdaya yang dibutuhkan rakyat
desa sehingga program dan kegiatan pembangunan mampu dikelola masyarakat
desa itu sendiri.

Pendamping Desa bukan pengelola proyek pembangunan di desa. Kerja


Pendampingan Desa difokuskan pada upaya memberdayakan masyarakat desa
melalui proses belajar sosial. Dengan demikian, pendamping desa tidak dibebani
dengan tugas-tugas pengelolaan administrasi keuangan dan pembangunan desa
yang berdasarkan UU Desa sudah menjadi tugas dan tanggungjawab pemerintah
desa.

Kerja Pendampingan Desa bukanlah melakukan kontrol dan “mobilisasi


partisipasi” terhadap warga desa dalam rangka menjalankan prosedur-prosedur
kerja yang serba dirancang dari kepentingan luar desa. Kerja pendampingan lebih
tepat dimaknai sebagai proses fasilitasi terhadap warga desa agar berdaya dalam
memperkuat desanya sebagai komunitas yang memiliki pemerintahannya sendiri
(self governing community). Gambaran self governing community tercermin dari
definisi desa dalam UU Desa yaitu bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus, yang adalah aktualisasi dari
kedudukan desa sebagai self governing community, berdasarkan Pasal 5 UU Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa meliputi : kewenangan berdasarkan hak asal usul; dan
kewenangan lokal berskala Desa.

3
Kewenangan desa dikelola dalam tata pemerintahan desa yang demokratis dengan
bertumpu pada empat komponen utama yaitu: musyawarah desa, pemerintah
desa, Badan Permusyawaratan Rakyat (BPD) dan masyarakat desa. Pemerintahan
desa merupakan ”bejana kuasa rakyat”, sehingga kewenangan desa sejatinya
menjadi kewenangan rakyat yang ditopang oleh adanya kebersamaan,
kekeluargaan, dan kegotongroyongan dalam bingkai pengarusutamaan
perdamaian dan keadilan sosial.

Hal penting yang harus dicermati dalam Tata Kelola Desa yang Demokratis adalah
disebutkannya dalam Pasal 54 UU Desa bahwa Musyawarah Desa merupakan
forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan dan
menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Desa.

Hal yang bersifat strategis yang dimusyawarahkan di dalam musyawarah desa


meliputi: penataan Desa; perencanaan Desa; kerja sama Desa; rencana investasi
yang masuk ke Desa; pembentukan BUM Desa; penambahan dan pelepasan Aset
Desa; dan kejadian luar biasa. Musyawarah Desa ini diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa dan diikuti oleh Pemerintah Desa dan unsur masyarakat
yaitu antara lain: tokoh adat; tokoh agama; tokoh masyarakat; tokoh pendidikan;
perwakilan kelompok tani; kelompok nelayan; kelompok perajin; kelompok
perempuan; dan kelompok masyarakat miskin.

Dalam rangka mewujudkan desa sebagai self governing community, fokus kerja
Pendampingan Desa diarahkan pada proses kaderisasi masyarakat desa.
Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah sebuah bagian dari proses transformasi
sosial yang digerakkan oleh kader-kader desa yaitu warga desa yang dengan
kebebasannya memilih untuk secara sukarela terlibat menjadi penggerak
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di desanya. Kader desa adalah
orang kunci yang mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju
pencapaian cita-cita. Kader Desa hadir sebagai pemimpin Desa, para penggerak
pembangunan Desa, tokoh-tokoh masyarakat, pengelola organisasi
kemasyarakatan yang ada di desa, kader-kader perempuan, maupun para pemuda
yang yang akan menjadi generasi penerus di desanya. Pendamping Desa
memfasilitasi dan mendampingi warga desa untuk bersama-sama merekrut,
melatih dan membentuk kader-kader desa.

2. Landasan Hukum bagi Kerja Pendampingan Desa


Pendamping desa bergerak memfasilitasi pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa dengan berbekal keahlian diri sebagai pendamping profesional.
Kreativitas dan kemampuan diri untuk melakukan pembacaan kondisi politik,
sosial, ekonomi dan budaya yang ada di setiap desa menjadi bekal utama dalam
melakukan pendampingan bagi masyarakat desa.
Aturan dasar yang mengingat kerja pendampingan adalah peraturan hukum
tentang desa. Oleh sebab itu, ketaatan Pendamping Desa kepada produk hukum
tentang desa yang ditetapkan Negara akan sangat menentukan kualitas
pendampingan itu sendiri. Landasan hukum yang menjadi dasar tindak

4
pendamping desa, dan wajib untuk dipahami dan dimengerti oleh para
pendamping desa meliputi:
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang
Bersumberkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa.
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 112 Tahun 2014
tentang Pemilihan Kepala Desa.
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
g. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa.
h. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal
Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
i. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme
Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
j. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa.
k. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan
Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
l. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa
Tahun 2015.
m. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana
Desa Tahun 2016.

Aturan pelaksanaan UU Desa akan terus berkembang dengan dinamis, sehingga


terbuka untuk munculnya produk hukum baru maupun revisi terhadap produk
hukum yang sudah ada. Karenanya, pendamping pun harus senantiasa
memperbaharui diri dengan belajar secara terus-menerus dan mengikuti dinamika
perkembangan pengaturan desa. Dengan demikian, pendamping desa akan mampu
memfasilitasi masyarakat desa dalam menjalankan aturan hukum tentang desa,
maupun dalam merumuskan produk hukum desa yang taat kepada produk hukum
negara.
3. Fungsi Dasar dan Kompetensi Pendamping L o k a l Desa

Pendamping Desa wajib memiliki kompetensi dasar dan menguasai fungsi dasar
sebagai pendamping desa yang profesional. Fungsi dasar pendamping desa dalam
pendampingan desa ada 4 (empat) yaitu:
a. Fungsi Penyadaran;
b. Funsi Pembelajaran;
c. Fungsi Pelembagaan dan Pengorganisasian; serta
d. Fungsi Pengembangan Kemandirian/Otonomi/Keadulayan
5
Atas dasar 4 (empat) fungsi tersebut maka pendamping desa memerlukan
kompetensi yang disesuai dengan kondisi obyektif desa. Ada 7 (tujuh) kriteria
terkait kompetensi dasar pendamping desa yaitu:
a. kemampuan untuk mengumpulkan, menganalisis, mengorganisasikan
informasi;
b. kemampuan untuk mengkomunikasikan informasi dan ide-ide;
c. kemampuan untuk merencanakan dan mengorganisasikan aktivitas/ kegiatan;
d. kemampuan untuk bekerjasama dengan orang lain dan kelompok;
e. kemampuan untuk menggunakan gagasan secara matematis dan teknis;
f. kemampuan untuk memecahkan masalah; dan
g. kemampuan untuk menggunakan teknologi.

Atas dasar 7 (tujuh) kriteria komptensi dasar tersebut maka kemampuan


pendamping desa dibagi menjadi 3 (tiga) kategori kompetensi, yaitu:
a. Kompetensi umum meliputi:
∗ membangun relasi sosial;
∗ mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada di masyarakat;
∗ mengembangkan kesadaran masyarakat untuk berubah menuju kehidupan
yang lebih baik;
∗ mengembangkan kapasitas sebagai fasilitator;
∗ meningkatkan aksesibilitas antar pemangku kepentingan; dan
∗ membangun visi dan kepemimpinan masyarakat.
b. Kompetensi inti meliputi:
∗ membangun jejaring dan kemitraan;
∗ membangun solidaritas sosial;
∗ mengembangkan kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintahan
lokal;
∗ memperkuat posisi tawar masyarakat;
∗ merancang perubahan kehidupan masyarakat;
∗ mengelola pembelajaran di dalam masyarakat;
∗ menyiapkan kader pemberdayaan masyarakat;
∗ mengembangkan kemandirian masyarakat;
∗ mengelola konflik di dalam masyarakat; dan
∗ mengembangkan sistem kontrol sosial
c. Kompetensi khusus/pilihan meliputi:
∗ mengembangkan inovasi pemberdayaan masyarakat; dan
∗ memfasilitasi penerapan inovasi pemberdayaan masyarakat di
bidang/sektor kegiatan tertentu.

4. Tugas Pokok dan Fungsi Pendamping Desa


Perbedaan mendasar model pendampingan paska ditetapkannya UU Desa adalah
ada tuntutan terhadap para Pendamping Desa untuk mampu melakukan
transformasi sosial dengan mengubah secara mendasar pendekatan “kontrol dan
mobilisasi” pemerintah terhadap desa” menjadi pendekatan “pemberdayaan
masyarakat desa”. Masyarakat desa dan pemerintah desa sebagai satu kesatuan
self governing community diberdayakan untuk mampu hadir sebagai komunitas
mandiri. Dengan demikian, desa-desa didorong menjadi subyek penggerak
pembangunan Indonesia dari pinggiran, sehingga mampu merealisasikan salah
satu agenda strategis prioritas Pemerintahan Jokowi-JK yaitu “Membangun

6
Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam
Kerangka Negara Kesatuan”.
a. Tugas Pokok Pendamping Desa
Tugas pokok Pendamping Desa yang utama adalah mengawal implementasi UU
Desa dengan memperkuat proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat
desa.
b. Fungsi Pendamping Desa (PD dan PLD)
Pendamping Desa dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi:
1) fasilitasi penetapan dan pengelolaan kewenangan lokal berskala desa dan
kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul
2) fasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan desa yang disusun secara
partisipatif dan demokratis
3) fasilitasi pengembangan kapasitas para pemimpin desa untuk mewujudkan
kepemimpinan desa yang visioner, demokratis dan berpihak kepada
kepentingan masyarakat desa
4) fasilitasi demokratisasi desa
5) fasilitasi kaderisasi desa
6) fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan desa
7) fasilitasi pembentukan dan pengembangan pusat kemasyarakatan
(community center) di desa dan/atau antar desa
8) fasilitasi ketahanan masyarakat desa melalui penguatan kewarganegaraan,
serta pelatihan dan advokasi hukum
9) fasilitasi desa mandiri yang berdaya sebagai subyek pembangunan mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa yang
dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel
10) fasilitasi kegiatan membangun desa yang dilaksanakan oleh supradesa
secara partisipatif, transparan dan akuntabel
11) fasilitasi pembentukan dan pemngembangan Badan Usaha Milik Desa
(BUM Desa)
12) fasilitasi kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga
13) fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial dan kemitraan

c. Rincian Tugas, Kerangka Kerja, dan Output Pendampingan Desa


Pendampingan Desa yang secara khusus dibiayai oleh Pemerintah pada tahun
anggaran 2015 dan ditempatkan di wilayah kabupaten/kota adalah
pendamping Desa dan pendamping Teknis.
Pendamping Desa berkedudukan di kecamatan dan dapat ditempatkan di
ibukota kecamatan, desa dan/atau antar desa. Pendamping Desa dapat
berkualifikasi sarjana dan berkualifikasi lulusan sekolah menengah atas (SMA)
atau yang sederajat. Pendamping Desa berkualifikasi lulusan SMA disebut
dengan istilah Pendamping Lokal Desa (PL Desa) seluruhnya berkompetensi
pemberdayaan masyarakat.
Pendamping Desa berkualifikasi sarjana yang selanjutnya disebut dengan
istilah Pendamping Desa dibagi menjadi dua jenis kompetensi pendampingan
yaitu kompentensi pemberdayaan masyarakat desa dan kompetensi teknik
sipil. Selanjutnya, Pendamping Desa berkualifikasi sarjana disebut dengan
istilah Pendamping Desa.

7
Pendamping Teknis berkedudukan di kabupaten/kota. Pendamping Teknis
berkualifikasi sarjana dan dibagi menjadi empat jenis kompetensi
pendampingan yaitu: kompentensi pemberdayaan masyarakat desa,
manajemen keuangan, teknik sipil, dan usaha kredit mikro. Pendamping
Teknis di kabupaten/kota selanjutnya disebut dengan istilah Pendamping
Teknis Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pendamping Teknis Infrastruktur
Desa, Pendamping Teknis Keuangan Desa, Pendamping Teknis Usaha Ekonomi
Desa.
Rincian tugas, kerangka kerja dan output pendamping local desa adalah
sebagai berikut:

Pendamping Lokal Desa (PL-Desa)


No Tugas Pokok Langkah Kerja Output Kerja
a) melakukan fasilitasi ∗ fasilitasi penyusunan ∗ tersusunnya
perencanaan RPJMDesa RPJMDesa
pembangunan dan ∗ fasilitasi penyusunan ∗ tersusunnya RKP
keuangan desa RKP Desa Desa
∗ fasilitasi penyusunan ∗ tersusunnya
APBDesa APBDesa
b) melakukan fasilitasi ∗ fasilitasi tahapan ∗ adanya rencana
pelaksanaan persiapan pelaksanaan kerja pelaksa-naan
pembangunan desa kegiatan kegiatan
∗ fasilitasi tahapan pembangunan desa
pelaksanaan kegiatan ∗ adanya swakelola
pembangunan desa pembangunan desa
∗ adanya
pendayagunaan
sumberdaya lokal
∗ adanya swadaya
masyarakat desa
∗ adanya penanganan
pengaduan dan
masalah secara
mandiri
c) melakukan fasilitasi ∗ fasilitasi pemdes dan ∗ adanya tata kelola
pengelolaan keuangan pelaksana kegiatan pembiayaan
desa dalam rangka untuk mengembangkan pembangunan desa
pembangunan desa dan tata kelola pembiayaan yang baik dan dapat
pemberdayaan pembangunan secara dipertanggung
masyarakat desa baik dan dapat diper- jawabkan
tanggungjawabkan ∗ adanya
∗ fasilitasi pelaksana pendayagunaan
kegiatan untuk dana apbd desa
mengelola dana oleh pelaksana
apbdesa dalam rangka kegiatan secara
pembangunan dan transparan dan
pemberdayaan akuntabel
masyarakat desa
d) melakukan fasilitasi ∗ fasilitasi proses ∗ adanya pertang-
evaluasi pelaksanaan evaluasi pelaksanaan gungjawaban
pembangunan desa pelaksanaan

8
No Tugas Pokok Langkah Kerja Output Kerja
kegiatan pelaksanaan kegiatan
pembangunan desa pembangunan desa
oleh pelaksana
kegiatan
masyarakat desa
melalui
musyawarah desa
e) melakukan fasilitasi ∗ fasilitasi pengawasan ∗ adanya laporan
pengawasan berbasis komunitas hasil pengawasan
pembangunan desa ∗ fasilitasi audit sosial berbasis komunitas
oleh masyarakat ∗ adanya laporan
desa hasil audit sosial
oleh masyarakat
desa

Anda mungkin juga menyukai