Anda di halaman 1dari 22

MODUL PELATIHAN

PENDAMPING LOKAL DESA

BAHAN BACAAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

DIREKTORAT JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
TAHUN 2015

H0
MODUL PELATIHAN
PENDAMPING LOKAL DESA

BAHAN BACAAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

DIREKTORAT JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA
TAHUN 2015
PENJELASAN UMUM

1. Desa : adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
2. Kewenangan Desa : adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan di bidang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan
Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat
istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa : adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa : adalah kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain : adalah lembaga yang
melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
6. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain : adalah musyawarah antara Badan
Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan
Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
7. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan nama lain : adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan
Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat
Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
8. Peraturan Desa : adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah
dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa
9. Pembangunan Desa : adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat Desa.
10. Perencanaan pembangunan desa : adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh
pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara
partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan desa.
11. Pembangunan Partisipatif : adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa dan kawasan
perdesaan yang dikoordinasikan oleh kepala Desa dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan,
dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial.
12. Pemberdayaan Masyarakat Desa : adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan
masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran,
serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan
yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
13. Pengkajian Keadaan Desa : adalah proses penggalian dan pengumpulan data mengenai keadaan obyektif
masyarakat, masalah, potensi, dan berbagai informasi terkait yang menggambarkan secara jelas dan
lengkap kondisi serta dinamika masyarakat Desa.
14. Data Desa : adalah gambaran menyeluruh mengenai potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber
daya manusia, sumber dana, kelembagaan, sarana prasarana fisik dan sosial, kearifan lokal, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta permasalahan yang dihadapi desa.
15. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya disingkat RPJM Desa, : adalah Rencana
Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun.
16. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disingkat RKP Desa : adalah penjabaran dari RPJM Desa
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
17. Daftar Usulan RKP Desa : adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi bagian dari RKP Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan diusulkan Pemerintah Desa kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota melalui mekanisme perencanaan pembangunan Daerah.
18. Keuangan Desa : adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala
sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
19. Aset Desa : adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa atau perolehan hak lainnya yang syah.
20. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa : adalah rencana keuangan
tahunan Pemerintahan Desa.
21. Dana Desa adalah : dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang
diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota
dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
22. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD : adalah dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana
Alokasi Khusus.
23. Lembaga Kemasyarakatan desa atau disebut dengan nama lain : adalah lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan
masyarakat,
24. Lembaga adat Desa adalah : merupakan lembaga yang menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan
menjadi bagian dari susunan asli Desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa masyarakat Desa.
25. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah : adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
26. Pemerintahan Daerah : adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

27. Penyandang cacat, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik/atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang
terdiri dari

a. penyandang cacat fisik;


b. penyandang cacat mental; dan
c. penyandangcacat fisik dan mental

28. Inklusi, adalah sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang
semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar
belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya.

29. Difabel , adalah suatu kehilangan atau ketidaknormalan baik psikologis, fisiologis maupun kelainan
struktur atau fungsi anatomis
PERENCANAAN PEMBANGUNAN DALAM PERSPEKTIF INKLUSI
_____________________________________________________________________________________________

T
ujuan Pembangunan Desa sebagaimana dituangkan didalam UU Desa adalah
meningkatkan kesejahteraan hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui
penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa,
pengembangan potensi ekonomi lokal dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan
secara berkelanjutan yang dilaksanakan dengan mengedepankan semangat kebersamaan,
kekeluargaan dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan
keadilan sosial. Didalam pasal 78; Pasal 79; mensyaratkan keharusan bagi Pemerintah Desa
untuk melaksanakan Perencanaan Pembangunan Desa dalam rangka menyusun visi bersama
membangun desa antara Masyarakat dan Pemerintahan Desa yang diselelaraskan dengan
rencana pembangunan Kabupaten/Kota yang dituangkan dalam Dokumen Jangka menengah
(RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) yang ditetapkan dengan
Peraturan Desa. Ketentuan pasal 80; pasal 81 dan Pasal 82 UU Desa mengharuskan
Perencanaan Pembangunan Desa mengikutsertakan masyarakat dan Pelaksanaan
Pembangunan harus melibatkan seluruh masyarakat desa dengan semangat gotong royong
dan menjamin peran serta masyarakat Desa dalam pemantauan dan pengawasan
pembangunan.

P
elibatan seluruh lapisan masyarakat dalam Pembangunan adalah wujud
pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial , namun dalam kenyataannya hingga
saat ini masih banyak warga masyarakat yang belum dapat diakses maupun
mengakses pembangunan Desa pada berbagai tahapan, mereka ini adalah kelompok
masyarakat yang rentan dan terpinggirkan diantaranya adalah anak-anak, perempuan, warga
lanjut usia, dan tentu saja warga berkebutuhan khusus (difabel) sehingga dampaknya
pembangunan desa sama sekali tidak dirasakan manfaatnya oleh kelompok-kelompok
masyarakat tersebut.
P
adahal sebagaimana amanat Pancasila dan UUD 1945, pemerintah memiliki kewajiban
mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk penyandang
disabilitas. Dalam Pasal 28 H (ayat 2) UUD 45 disebut: Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama
guna mencapai persamaan dan keadilan. Dengan demikian, tuntutan agar pemenuhan hak
Disabilitas menjadi arus utama dalam agenda pembangunan pemerintahan baru 2014 2019
merupakan amanat konstitusi. Terlebih Indonesia merupakan salah satu negara yang
berkomitmen meratifikasi dan mengimplementasikan konfensi hak penyandang disabilitas dan
konvensi hak anak . Desa sebagai pemerintahan terbawah didalam sistem negara tentu harus
mampu membangun sikap inklusi dengan menhadirkan lingkungan sosial yang memerangi
diskriminasi dan meningkatkan kesadaran akan disabilitas di kalangan masyarakat umum, para
pembuat keputusan, dan mereka yang memberikan pelayanan penting bagi anak dan remaja
dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pendidikan, dan perlindungan. Berbeda dengan UU
sebelumnya, UU Desa secara jelas menganut sifat inklusif terhadap berbagai macam
pengelompokan sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Dengan cakupan kelompok-kelompok di
desa yang luas di mana tentu saja dalam hal ini mencakup warga dengan disabilitas.

The Convention on The Rights of Persons with Disabilities (CRPD) merupakan Konvensi
Internasional Hak-Hak Penyandang Cacat yag disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada sidang ke-61 tanggal 13 Desember 2006 sebagai bentuk
usaha menuju pemenuhan hak asasi manusia yang menyandang kecacatan

Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan


mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan
mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik,
kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Terbuka dalam konsep lingkungan
inklusi, berarti semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga,
sekolah ataupun masyarakat merasa aman dan nyaman mendapatkan hak dan melaksanakan
kewajibannya. Jadi lingkungan inklusi adalah lingkungan sosial masyarakat yang terbuka,
ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga masyarakat tanpa
terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan.

Catatan :

Mewujudkan Desa inklusi hendaknya dipersiapkan melalui 2 (dua) hal yaitu regulasi dan
jaringan maka pendamping perlu mendorong adanya :

1. Peraturan Desa yang mengatur pemberian hak-hak yang tidak diskriminatif kepada
kelompok masyarakat difable.
2. mmMendorong Desa memiliki data tentang keberadaan kaum difable di desa
LANGKAH-LANGKAH INKLUSI PADA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA :

1. Memastikan bahwa warga masyarakat berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama
dengan masyarakat lainnya untuk menjadi bagian dari Kelembagaan Desa maupun Tim
Penyusun RPJMDesa dan RKP Desa.
2. Memastikan warga masyarakat berkebutuhan khusus hadir secara aktif dalam proses-
proses munsyawarah Perencanaan pembangunan Desa untuk menyuarakan gagasannya
dalam membangun desa termasuk menyuarakan gagasan pemikiran untuk kegiaatan-
kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat berekebutuhan khusus.
3. Memastikan adanya list kegiatan usulan yang diperuntukan bagi kelompok masyarakat
berkebutuhan khusus (difable).
4. Memastikan kelompok masyarakat berkebutuhan khusus dapat berpartisipasi aktip sebagai
pelaksana pembangunan maupun tenaga kerja dalam kegiatan pembangunan Desa.
5. Memastikan kelompok masyarakat berkebutuhan khusus dapat diberi kesempatan
melakukan pengawasan dan evaluasi pembangunan.

STRATEGI MENGOPTIMALKAN POTENSI DESA

Menurut Borni Kurniawan, Perencanaan pembangunan desa dalam cara pandang lama selalu
menitik beratkan pada analisa masalah sebagai cara awal merumuskan program/kegiatan desa.
Ada yang menyebut analisa masalah dengan metode teknikalisasi masalah. Teknikalisasi
masalah kurang lebih diartikan sebagai cara mencari dan merumuskan masalah-masalah yang
muncul di desa sebagai dasar pengambilan keputusan atas perencanaan program/kegiatan
prioritas pembangunan desa untuk satu periode tertentu. Teknik ini sering diterapkan dalam
kegiatan-kegiatan seperti musyawarah pembangunan desa (musrenbangdes) penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pemerintah
Desa (RKP Desa).
Dalam kegiatan musrenbangdes, masyarakat diajak berbondong-bondong datang dan berani
menyampaikan berbagai persoalan hidup di desa. Lalu pemerintah desa, tepatnya tim
penyusun RPJMDesa dan RKP Desa, mentabulasikannya ke dalam daftar masalah. Lalu
mencari jalan keluarnya dengan membuat daftar rumusan program/kegiatan prioritas. Setelah
disepakati, maka daftar masalah dan rancangan program/kegiatan tersebut didokumentasikan
ke dalam naskah kebijakan yang disebut RPJMDesa dan RKPDesa.

Dengan menerapkan pendekatan masalah, forum musrenbangdes di satu sisi berhasil menggali
banyak keluhan permasalahan desa. Tapi di sisi lain melupakan bahwa di balik permasalahan
ada kekuatan, bahkan ada peluang kemudahan. Banyak data statistik menjustifikasi bahwa
kemiskinan tertinggi ada di desa. Rumah kurang sehat, dan terbuat dari material berkualitas
rendah yang terbanyak ya ada di desa. Tidak sedikit pula hasil penelitian yang menyimpulkan
bahwa pendapatan masyarakat di desa rendah sehingga anak-anak desa tidak mampu
mengakses pendidikan tinggi. Pendidikan masyarakat desa yang rendah kemudian disinyalir
menjadi akar masalah kemiskinan di desa.

Bukankah di balik kemiskinan desa, ternyata kita masih menemukan ketangguhan wong-wong
deso. Meski di desa tidak ada sarana-prasaran kesehatan yang memadai, apalagi modern,
ternyata masih ada warung hidup yang bisa dimanfaatkan untuk membuat jamu. Meski tidak
mengenyam lembaga pendidikan umum, apalagi pendidikan tinggi, tidak sedikit penduduk desa
yang hanya belajar di pesantren ternyata banyak yang berhasil menjadi usahawan desa yang
sukses. Misalnya menjadi juragan kerajinan genteng, pengrajin mebeuler, pedagang tembakau
sampai dengan pedagang beras. Demikian pula dengan pendapat bahwa kualitas rumah
penduduk desa buruk, ternyata ketika terjadi bencana gempa bumi, justru rumah-rumah di desa
terbukti tahan gempa. Ketika kota kehabisan stok sembako, justru di desa masih kita dapatkan
berbagai jenis bahan makanan.

Kita lebih sering melihat sisi kelemahan tapi lupa bahwa di sisi yang lain kita memiliki kekuatan,
mempunyai aset berharga yang apabila dioptimalkan maka aset terbut akan berubah jadi energi
perubahan. Di sinilah arti penting mengimbangi analisa masalah dalam perencanaan
pembangunan desa dengan pendekatan aset. Dengan pendekatan aset kita dilatih untuk lebih
menghargai kondisi dan prestasi desa secara positif. Jadi, di sela-sela masalah, sejatinya masih
ada aset baik dalam bentuk fisik maupun non fisik yang perlu diapresiasi, hingga baik untuk
dijadikan motivasi untuk mendorong perubahan desa menjadi lebih baik.
Maka, ada baiknya model perencanaan pembangunan desa tidak hanya mengumpulkan
masalah tapi juga menghimpun aset dan potensi yang desa miliki. Dengan kata lain pendekatan
pesimistis harus diimbangi dengan pendekatan optimistik. Jadi, prioritas program pembangunan
desa yang direncanakan dalam RPJMDesa dan RKPDesa tidak hanya mencerminkan
permasalahan desa semata, tapi proyeksi rencana pembangunan yang didasarkan pada
perhitungan dan analisa kekuatan yang ada di desa (strength based approach). Kekuatan-
kekuatan tersebut bisa berasal dari aset tangible seperti sumber daya alam dan sumber daya
fisik dan berasal dari aset intangible seperti aset sosial, budaya, dan ekonomi desa.

Ragam Jenis Aset

Yang namanya aset tentu bukan hanya tanah semata. Dalam teori aset, dikenal ada dua jenis
aset yaitu aset yang berwujud dan dan asset yang tidak berwujud. Aset berwujud yang dapat
dipersepsi dengan indra peraba disebut intangible asset. Sementara untuk aset yang berwujud
karenanya dapat dipersepsi dengan indra disebut tangible asset.

Secara fisik jenis tangible asset adalah jenis aset yang memiliki nilai ekonomi (economic value),
nilai komersial (commercial value) dan nilai tukar (exchange value). Bagaimana dengan
intangible asset. Aset jenis ini memang tidak berwujud dan tidak memiliki ukuran secara fisik.
Tapi sesungguhnya memiliki energi potensial yang apabila teraktualisasikan, maka ia akan
terlihat nilainya, misalnya nilai manfaat.

Pada dasarnya kedua jenis aset tersebut sama-sama memiliki posisi penting dalam
pembangunan desa. Keduanya adalah modal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
desa. Sumber daya alam misalnya. Kehidupan masyarakat sejak masih mengenal tradisi
meramu dan berladang berpindah-pindah hingga zaman teknologi informasi saat ini, untuk
memenuhi kebutuhannya adalah dengan memanfaatkan sumber daya alam.

Untuk mengoptimalkan nilai manfaat sumber daya alam atau aset fisik lainnya, tetap
membutuhkan sumber daya lainnya yaitu sumber daya manusia dan sumber daya sosial. Peran
sumber daya manusia tidak hanya diketahui dari aspek ekonomi, tapi juga non ekonomi. Jika
melihat manusia dari sudut pandang ekonomi yang sempit, maka manusia hanya akan
ditafsirkan sebagai bagian dari faktor produksi semata. Dengan demikian manusia hanya akan
menjadi obyek pembangunan. Padahal manusia adalah subyek pelaku pembangunan.
Dalam teori pentagonal asset, paling tidak dikenal ada lima jenis aset yang saling
berkomplementer. Artinya, satu sama lain saling dibutuhkan. Kelima aset tersebut yaitu :

1. sumber daya alam (natural capital). Contohnya sumber mata air, sawah, hutan, mineral
bebatuan, sungai, cahaya matahari, laut, dan frekuensi/gelombang radio;
2. keuangan (financial capital). Contohnya Anggaran Pendapatan Belanja Desa, Pendapatan
Asli Desa, Dana Desa, Dana Publik (kas RT, arisan, tabungan).
3. fisik (physical capital). Contohnya, jalan aspal, jalan setapak, kantor desa, gedung serba
guna, rumah penduduk, pos kesehatan desa, computer, kursi.
4. Sosial (social capital). Contohnya, gotong royong, solidaritas sosial, ilmu pengetahuan dan
teknologi, tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk.
5. Sumber daya manusia. Contohnya, tokoh masyarakat, pemulung, petani, PNS, pedagang,
pengusaha, siswa dan mahasiswa, kader posyandu.

Jadi, untuk mengaktualisasikan potensi yang terkandung dalam asset, maka perlu
memperhatikan kelima aset tersebut.

PENDEKATAN ASET DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA :

Kemanfaatan dari suatu aset desa bergantung pada kemampuan dan kreativitas tata kelola
baik yang diperankan pemerintah desa dan masyarakat desa. Beberapa desa di Gunungkidul
seperti Desa Bleberan dan Desa Bejiharjo adalah contoh desa yang dikenal berhasil
mengelola sumber daya lokalnya. Kedua desa tersebut berhasil mengembangkan usaha desa
wisata dengan menjual eksotika goa. Desa Bleberan mengembangkan goa Rancang Kencono,
sedangkan Desa Bejiharjo mengandalkan keindahan goa Pindul.

Bagaimana dengan desa kita. Jangan bilang kalau desa kita miskin, tidak punya sumber daya
se-menarik dua desa di atas. Jangan berargumen pula bahwa masyarakat atau pemerintah
desa kita payah, tidak punya motivasi maju. Pada hakikatnya, setiap wilayah pasti memiliki aset
yang didalamnya mengandung potensi. Nah, potensi itu akan menjadi aktual bergantung pada
kapasitas pengelolaan asset atau manajemen aset yang dilakukan desa, khususnya oleh
pemerintah desa. Menurut Kolopaking (2011), kapasitas dalam aras desa yang perlu dikuatkan
untuk mengaktualisasikan energi potensial yang ada di desa adalah:

Pertama, peningkatan kepekaan terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Pemerintah


mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat. Salah satu bentuknya adalah menyusun
program/kegiatan pembangunan desa yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar
masyarakat. Termasuk pemanfaatan asset desa yang dialamatkan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat.

Kedua, kapasitas mengumpulkan, mengerahkan dan mengoptimalkan atau mendistribusikan


aset desa untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Pemerintah desa seharusnya memiliki
kesiapan untuk mengelola kelima jenis aset di atas. Hal ini dimaksudkan agar pemerintah desa
mampu memproses perencanaan ruang, pelaksanaan atau pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang yang dilakukan bersama masyarakat.

Ketiga, menguatkan pemerintah desa mengidentifikasi dan merumuskan pengaturan kehidupan


desa beserta semua asset yang terkandung didalamnya melalui peraturan desa yang bersandar
pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

Penerjemahan secara kongkrit upaya mengaktualisasikan nilai manfaat dari aset desa bisa
dilakukan pemerintah desa dan masyarakatnya melalui serangkaian kegiatan yang kami sebut
apresiasi aset ke dalam sistem perencanaan pembangunan desa agar memiliki basis analisis
aset yang kuat. Langkahnya sebagai berikut:

1. mengidentifikasi mengetahui jenis dan potensi aset yang dimiliki desa.

2. merumuskan trajectory strategi optimalisasi dan pemanfaatan aset desa baik dalam skala
jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

mengkonsolidasikan rencana jangka panjang pemanfaatan aset desa tersebut ke dalam


manajemen perencanaan program/kegiatan pembangunan desa. Misalnya menjadikan rencana
jangka panjang tersebut menjadi acuan pembuatan dokumen perencanaan pembangunan
desa (RPJMDes dan RKPDesa.

PROSES PENENTUAN PRIORITAS

Penentuan prioritas kegiatan dalam penyusunan RPJMDesa dilaksanakan melalui Musyawarah


Desa yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa, yang dilaksanakan setelah
tim penyusun RPJMDesa menyampaikan laporan hasil pengkajian Keadaan Desa. Agenda
pembahasan yang dilaksanakan dalam Musyawarah Desa adalah :

1. Laporan hasil pengkajian keadaan Desa

2. Rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan misi Kepala
Desa; dan

3. Rencana Prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa,


pembinaan kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa

Pembahasan rencana prioritas kegiatan dilakukan melalui diskusi kelompok secara terarah
yang dibagi berdasarkan bidang penyelenggaraan pemerintahan Desa, Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Diskusi kelompok tersebut membahas hal-hal sebagai berikut :


1. laporan hasil pengkajian keadaan Desa
2. Prioritas kegiatan Desa dalam jangka waktu 6 (enam) tahun;
3. Sumber pembiayaan rencana kegiatan pembangunan Desa; dan
4. Rencana pelaksanaan kegiatan Desa yang akan dilaksanakan oleh Perangkat
Desa, Unsur Masyarakat Desa, Kerjasama Antar Desa dan/atau Kerjasama dengan
pihak ketiga
1. Hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa dituangkan dalam berita acara
hasil musyawarah Desa
2. Hasil kesepakatan Musyawarah Desa menjadi pedoman bagi Pemerintah
Desa dalam menyusun RPJM Desa.

PENYELARASAN PERENCANAAN DESA DENGAN PERENCANAAN


KABUPATEN/KOTA

Perencanaan merupakan tindaklanjut dari proses pengambilan keputusan dalam bentuk arah
dan kebijakan pembangunan dalam bentuk strategi, operasi, pola kerja, dan manajemen
sumber daya. Perencanaan menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan untuk
melaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsinya serta memberikan ruang bagi upaya
melakukan percepatan dan sinergisitas dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Perencanaan
pembangunan Desa merupakan bagian integral (kesinamabungan) dan holistic dari sistem
perencanaan pembangunan Daerah yang mengindikasikan arah kebijakan pemerintah pusat
yang perlu dijabarkan lebih rinci dalam arah kebijakan dan program di daerah sekaligus
memperkuat kesinambungan dengan kebutuhanan pengembangan masyarakat di tingkat
lokal/Desa.
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan peraturan lainnya
yang terkait dengan Peraturan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Perencanaan
Pembangunan Desa mensyaratkan adanya sinkronisasi antara Perencanaan Pembangunan
Daerah dan Desa. Sumber-sumber keuangan desa yang dicatat sebagai sumber penerimaan
Desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDEsa) dibelanjakan untuk
pelaksanaan kewenangan lokal berskala desa yang meliputi urusan Penyelenggaraan
pemerintahan, Pembangunan Desa, Kemasyarakatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Sedangkan dalam rangka pembangunan urusan pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Desa
Pasal 43 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tentang Pedoman Pembangunan
Desa menyatakan bahwa Pemerintah Desa dapat mengusulkan prioritas program dan kegiatan
pembangunan Desa dan pembangunan kawasan perdesaan kepada Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan/atau pemerintah daerah kabupaten/kota.
Beradasrkan mekanisme perencanaan pembangunan desa terdapat di tahapan kunci yang
dapat dilakukan untuk menyelaraskan perencanaan pembangunan daerah dan perencanaan
pembangunan desa yaitu :
1. Kegiatan Penyelarasan Arah Kebijakan Pembangunan Kabupaten/Kota Dalam
Rangka Penyusunan Dokumen RPJM Desa

Penyelarasan arah kebijakan dilakukan untuk mengintegrasikan program dan kegiatan


pembangunan Kabupaten/Kota dengan pembangunan Desa. Hal ini dilakukan dengan
mengikuti sosialisasi dan/atau harus mendapatkan informasi tentang arah kebijakan
pembangunan kabupaten/kota yang meliputi:

a. rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota;


b. rencana strategis satuan kerja perangkat daerah;
c. rencana umum tata ruang wilayah kabupaten/kota;
d. rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota; dan
e. rencana pembangunan kawasan perdesaan.
Kegiatan penyelarasan, dilakukan dengan cara mendata dan memilah rencana program dan
kegiatan pembangunan Kabupaten/Kota yang akan masuk ke Desa.Rencana program dan
kegiatan pembangunan Kabupaten/kota, dikelompokkan menjadi bidang penyelenggaraan
pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa. Hasil pendataan dan pemilahan, dituangkan dalam format
data rencana program dan kegiatan pembangunan yang akan masuk ke Desa(lihat Lampiran
1 FORM 1).Data rencana program dan kegiatan, menjadi lampiran hasil pengkajian keadaan
Desa.
Apabila di tingkat Kabupaten/Kota belum dilaksanakan sosialisasi arah kebijakan pembangunan
daearah Kabupaten/Kota, maka tim penyusun RPJM Desa dapat melaksanakan kegitan
penyelarasan arah kebijakan pembangunan Kabupetan/Kota melalui rapat pencermatan arah
kebijakan pembangunan daerah Kabupaten/Kota. Pada proses rapat ini perlu dipastikan agar
tim penyusun RPJM Desa sudah memiliki dokumen perencanaan daerah
2. Rapat Pencermatan Pagu Indikatif Dalam Rangka Penyusunan Dokumen RKP Desa

Dalam rangka pelaksanaan penyusunan Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Desa yang
merupakan rencana pembangunan tahunan desa sebagai penjabaran dari dokumen RPJM
Desa, maka tim oenyusun RKP Desa harus melakukan tahapan pencermatan Pagu Indikatif
agar terjadi sinkronisasi antara perencanaan tahunan Desa dengan perencanaan tahunan
Kabupaten/Kota. Dokumen yang dicermati meliputi :

1. Rencana Alokasi Dana Desa yang Berseumber dari APBN


2. Rencana Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang
diterima Kabupaten/Kota
3. Rencana bagi hasil dari pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota
4. Rencana bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja derah Provinsi dan
Anggaran Pendapatan belanja daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan input informasi sebagaimana perencanaan alokasi anggaran yang akan diterimna
oleh Desa diatas maka tim penyusun RKPDesa melaksanakan langkah penyelarasan dengan
memperhatikan:

1. Rencana Kerja Pembangunan Kabupaten/Kota


2. Rencana program Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota yang akan masuk ke Desa.
3. Hasil penjaringan aspirasi masyarakat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota.

APB DESA

SEKALA DESA

Musdes RPJM RKP Musdes RKP


DESA DESA Desa

SEKALA M U SREN BAN G


SUPRA DESA KECAM ATAN

KUOTA
KABUPATEN

APBD KUA & PPA RKPD RENJA SKPD FORU M


PRO RAKYAT ( M U SREN BAN G ( TOTAL PAG U SKPD /G AB SKPD
KABUPATEN) SKPD )

PAG U IN D IKATIF
SKPD
IMPLEMENTASI APBD (KU OTA KAB)
PRO RAKYAT

21
PENJELASAN :

Pagu Indikatif Kecamatan adalah sejumlah patokan batas maksimal anggaran yang diberikan
kepada SKPD yang penentuan alokasi belanjanya ditentukan oleh mekanisme partisipatif
melalui Musrenbang Kecamatan dengan berdasarkan kepada kebutuhan dan prioritas program.

Hasil Kegiatan Pencermatan Pagu Indikatif dalam rangka penyusunan Dokumen RKP Desa
dalah :

PENJELASAN :

Pagu Indikatif Kecamatan adalah sejumlah patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada
SKPD yang penentuan alokasi belanjanya ditentukan oleh mekanisme partisipatif melalui Musrenbang
Kecamatan dengan berdasarkan kepada kebutuhan dan prioritas program.

PERENCANAAN YANG DEMOKRATIS PARTISIPATIF DALAM PENYUSUNAN


RPJMDESA dan RKPDESA
Sebagaimana diuraikan dalam gambar dibawah membangun Desa bukan hanya tanggung
jawab pemerintah desa dengan BPD melainkan juga melibatkan seluruh komponen
masyarakat. Pembangunan di desa tidak hanya dilakukan kepala desa dan perangkat desa
tetapi dilakukan juga oleh lembaga kemasyarakatan dan kelompok sosial di desa. Misalnya
pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, Penanganan Gizi Buruk, peningkatan
kesehatan ibu hamil. Ibu menyusui bayi dan balita tidak hanya dilakukan oleh kader Posyandu
tetapi harus dilakukan juga oleh perangkat desa. Begitupula dalam pembangunan sarana dan
prasarana desa yang sudah dituangkan didalam RKP Desa dan didukung pendanaannya oleh
APB Desa misalnya pekerjaan jalan desa, jembatan dan irigasi, maka pemerintah desa atas
hasil musyawarah dapat membentuk kepanitiaan pembangunan yang ditetapkan dengan Surat
Keputusan Kepala Desa.

Semua pihak harus dapat memastikan proses dan tahapan perencanaan pembangunan Desa
dilaksanakan secara partisipatif yaitu dengan memastikan semua komponen masyarakat
mendapat akses untuk hadir dan berperan aktif, serta seluruh pihak yang hadir didalam proses
dan tahapan perencanaan dapat menuangkan ide dan gagasan secara lugas agar dapat
mengambil keputusan secara mufakat sebagai wujud demokratisasi dan hadirnya kuasa kolektif
antara masyarakat dan pemerintahan Desa.

Berikut ini ringkasan hal-hal penting yang dibahas untuk masing-masing tahapan musyawarah RPJM
Desa:

Persiapan dan Penyelarasan Pemaparan umum RPJMDesa & RKP Desa dan proses
Arah Kebijakan Pembangunan perencanaan partisipatif
Penjelasan tentang hak-hak dasar masyararakat
Kabupaten/Kota Pembentukan tim/pokja perencanaan desa termasuk
fasilitator, narasumber serta calon peserta yang akan
diundang dalam musdus/musdes

Identifikasi masalah & potensi tingkat dusun & sektoral


Musdus - Pengkajian Keadaan Membuat sketsa dusun/desa, kalender musim, profile
Desa dusun (kemiskinan, kesehatan dll)
Pemilihan delegasi dusun & sektoral

Pengelompokan masalah misalnya berdasarkan isu


pengembangan wilayah (infrastruktur), ekonomi,
sosial danbudaya.
Penentuan peringkat/prioritisasi masalah sehingga
Musdes ditemukan prioritas program.
Penyusunan draft visi dan misi desa.
Penyusunan matrik kegiatan 6 tahunan berdasar skala
desa dan skala kabupaten.

Pembahasan dan penyepakatan visi dan misi desa.


Musyawarah perencanaan Pembahasan matrik program/kegiatan prioritas enam
pembangunan Desa tahunan.
Pembahasan draft raperdes dan penandatanganan
(RPJM Desa) berita acara.
Memilih delegasi forum musrenbangdesa.
PELIBATAN MASYARAKAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL DALAM
PEMBANGUNAN DESA
Pengalaman Desa Cibiruwetan Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung

Pengantar
Guna membangkitkan semangat partisipasi dan kesadaran kritis masyarakat, diperlukan keberanian
dan inovasi yang mampu melindungi hak-hak masyarakat desa melalui mekanisme perencanaan dan
penganggaran yang sinergis dan terintegrasi. Menjadi penting kedepan, bagaimanamenjadikan satu
dokumen perencanaan untuk semua dan satu dokumen anggaran desa untuk semua. Perencanaan
desa akan dipercaya oleh masyarakat ketika ada kepastian bahwa program dan kegiatan termaktub/
terakomodasi dalam kebijakan penganggaran, sehingga konsistensi antara perencanaan dan
penganggaran dapat lebih terjamin. Dengan demikian desa dituntut untuk mampu menyusun sebuah
perencanaan pembangunan yang paripurna menjawab seluruh persoalan yang dihadapi desa dengan
disukung oleh potensi dominan yang dimiliki sebagaimana telah disepakati bersama dengan
masyarakat dalam Visi dan Misi Desa.
Berangkatd dari cita-cita ideal diatas, maka Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPMD) Desa
Cibiruwetan telah melakukan upaya strategis untuk mewujudkan sebuah model perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan Desa melalui pendekatan perumusan issue-issue strategis, pemanfaatan
potensi dan sumberdaya manusia dalam hal ini pelaku kelembagaan dan kader PKK/Posyandu dalam
spirit Sabilulungan. Pengertian sabilulungan mengandung pengertian bahwa segala aspek
penyelenggaraan kegiatan berpemerintahan dan bermasyarakat dilakukan dengan semangat
kebersamaan dan kegotongroyongan.

Latar Belakang
1. Pembangunan Desa masih berorientasi pada pembangunan sarana prasarana, sedangkan
prioritas pembangunan lainnya seperti; layanan pendidikan, layanan kesehatan, pengembangan
kegiatan ekonomi dan penguatan kapasitas sumberdaya manusi hampir tidak mendapat perhatian.
2. Keberadaan PKK dan Posyandu kurang mendapatkan dukungan pendanaan yang memadai padahal
sebagian besar kegiatan PKK dan Kader Posyandu menyangkut pelayanan dasar yang menjadi bagian dari
tanggungjawab Pemerintahan Desa.
3. Kelembagaan LPMD belum cukup optimal menjalankan perannya selaku mitra konsultatif dan koordinatif
Kepala Desa dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
4. Kelembagaan lokal Desa dan kelembagaan masyarakat lainnya tidak secara langsung terlibat dalam
pelaksanaan pembangunan

Permasalahan :

1. Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan Desa tidak cukup optimal membuka akses pada
kelompok-kelompok masyarakat dan kelembagaan desa untuk merumuskan usulan kegiatan yang
dipandang mampu menjawab persoalan-persoalan yang dirasakan.
2. Masih terbatasnya orientasi pembangunan yang dimiliki oleh Pemerintahan Desa sehingga Visi Misi Kepala
Desa tidak dijaalankan secara konsisten
3. Kelembagaan lokal tidak diberi akses yang memadai untuk mengusulkan kegiatan pembangunan.

Strategi dan Taktik :

1. Analisa Lingkungan :

- Potensi sumberdaya Alam


- Potensi Seni Budaya
- Potensi Infrastruktur Desa
- Potensi Sumberdaya Manusia
- Potensi Perguruan Tinggi

Perilaku umum :
- Masyarakat cukup berani untuk mengeluarkan pendapat
- Masyarakat masih memiliki tradisi gotongroyong
- Masyarakat rasional yang tidak selalu tunduk pada ketokohan individu masyarakat lainnya.
- Partisipasi masyarakat akan terwujud manakala diberikan contoh konnkrit tindakan

2. Analisa pelaku :

- Kepala Desa
- Perangkat Desa
- PKK
- Posyandu
- LPMD
- BPD
- Babinsa
- Binmas
- Karang Taruna
- Kelompok Tani
- Tokoh Masyarakat
- Tokoh Agama

Perilaku umum :

1. Kepala Desa baru terpilih, memiliki tipikal pekerja, tidak suka konsep teoritis dan memiliki pengaruh
yang kuat pada perangkat Desa, Kader dan Para Ketua RW.
2. Kader PKK dan Posyandu, Cukup militan memiliki kapasitas dan keterampilan yang memadai
3. Lembaga BPD dapat menjadi mitra yang sinergis karena berorientasi pada kemajuan desa tidak
bersikap sebagai pengawas Pemerintahan Desa
4. Karang Taruna ada sebagai sebuah lembaga tetapi masih sebatas pada aktifitas yang bersipat
temporer
5. Binmas dan Babinsa berperan aktif dan mau terlibat dalam urusan-urusn pembangunan Desa

Langkah-Langkah Pendekatan :

1. Membangkitkan Kesadaran :

Langkah ini dilakukan melalui serangkaian pendekatan dan bentuk-bentuk dialogis tentang gagasan
ideal Desa Maju dan Mandiri, dihubungkan dengan pelaung-peluang dan potebsi yang dimiliki Desa
terhadap Kepala Desa, BPD dan kelembagaan lainnya. Khusu terhadap kader PKK/Posyandu
momentum pelatihan Revitalisasi Posyandu dijadikan wahana menggali pemikiran soal persoalan
kebutuhan gizi dan makanan tambahan bagi bayi dan balita di Posyandu, maka dari kegiatan ini
diasadari bahwa pemenuhan Gizi untuk bayi dan balita sebenarnya bisa diusahakan sendiri.

2. Membangun Dinamika :

Dalam rangka membangun dinamika berdasarkan analisis strategi dan taktik terhadap pelaku dan
lingkungan strategis dipilih isu ketahanan pangan sebagai starting point untuk memulai sebuah gerakan
bersama, dimana pada awalnya dilakukan di lingkungan sendiri dengan melakukan kegiatan bercocok
tanam dalam pot dan polybag, dari kegiatan individu selanjutna berkembang diikuti oleh tetangga
terdekat hingga akhirnya di lokasi tersebut tumbuh komunitas yang mengorganisir diri melakukan
upaya-upaya pembudidayaan tanaman meskipun dalam kapasitas yang masih terbatas. Gerakan
dalam satu lingkungan kemudian mulai menumbuhkan lingkungan yang sama di tempat lainnya
sehingga hal ini juga mulai menarik perhatian ketua RW, tokoh masyarakat dan Pemerintah Desa.
Sehingga secara pribadi Kepala Desa turut membantu memfasilitasi alat dan bahan serta turut pula
memasyarakatkan gerakan ketahanan pangan keluarga.

3. Pengembangan Jaringan

Setalah gerakan ketahanan pangan tumbuh di beberap Rukun Warga, tahapan berikutnya adalah
mengorganisir menjadi kelompok-kelompok wanita tani (KWT) dimana kelompok-kelompok ini
memiliki basis kader PKK dan Posyandu, selanjutnya untuk memperkuat kapasitas kelompok dalam
budidaya tanaman dalam pot dan polybag dan kegiatan yang mendatangkan manfaat ekonomi lainnya,
Kepala Desa memfasilitasi kerjasama dengan Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Universitas Padjadjaran Bandung dimana sesuai MOU Desa dijadikan Mitra Kerja, melalui kegiatan ini
kelompok secara rutin mendapatkan pelatihan di bidang budidaya tanaman dan pengolahan hasil
pertanian dan peternakan, mengingat di Desa Cibiruwetan juga terdapat masyarakat yang memelihara
sapi perah.

4. Pemanfaatan Potensi

Gerakan Ketahana Pangan oleh Kelompok Wanita Tani (KWT) pada akhirnya berkembang pada 9
(Sembilan) Rukun Warga dari 17 Rukun Warga di Wilayah Desa Cibiruwetan, sehingga aktifitas
kegiatan budidaya tanaman sayuran yang dilakukan selain memnuhi kebutuhan sendiri juga dapat
dijual kepada pedagang bakso dan martabak di sekitar dea sehingga aktifitas ini pada akhirnya
mendatangkan manfaat ekonomi bagi Kelompok Wanita Tani.

Dampak Kegiatan :

1. Dalam rangka mempartahankan konsistensi capaian keberhasilan kegiatan ini pada akhirnya
mendorong inisiatif warga masyarakat dan pemerintahan desa untuk disuport melalui APBDEs
sehingga kegiatan ketahanan pangan ini menjadi bagaian yang direncanakan dalam Dokumen
RPJMDes dan RKPDes.
2. Kader PKK dan Posyandu diberikan akses untuk menyampaikan usulan kegiatan pendukung
Pelayanan Pendidikan dan Kesehatan .
3. Adanya dukungan intervensi program-program kegiatan SKPD terkait
4. Meningkatnya intensitas dukungan pembinaan dari UPT Teknis Kecamatan

Anda mungkin juga menyukai