Anda di halaman 1dari 9

Tugas 3

Teori dan Isu Pembangunan

“Multistakeholder Collaboration dalam Pengelolaan Dana Desa”

Penyusun :
Jeri Dermawan (530079496)

MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS HUKUM ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TERBUKA
PENDAHULUAN

Keberadaan desa telah diatur oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam UU
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Desa yang merupakan hasil revisi dari UU
Nomor 22 tahun 1999. UU tersebut mengatur seterusnya terkait dengan adanya organisasi
pemerintahan pada suatu desa. Nantinya diharapkan jika setiap desa akan mampu
melaksanakan kegiatan pembangunan pada tiap daerahnya serta mengatur dan mengurus
sendiri otonomi daerahnya. Hal dasar yang merupakan tanggung jawab pemerintahan desa
yaitu perihal pemerintahan yang merupakan wewenang pemerintah kabupaten/kota yang
pengaturannya diserahkan kepada pemerintahan desa (UU nomor 72 tahun 2005). Salah satu
yang merupakan kewenangan desa yaitu terkait dengan pembangunan desa. Pembiayaan atau
sumber penerimaan tentu akan dibutuhkan sebagai bentuk mewujudkan implikasi
penyelenggaraan pembangunan.

Dana perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah contoh wujud sumber
penerimaan desa. Dana ini diperoleh kabupaten/kota yang yang nantinya akan dibagikan
kepada tiap desa secara proporsional dengan jumlah minimal sekitar 10% (sepuluh persen).
Dana ini biasanya disebut dengan alokasi dana desa. Anggaran tersebut nantinya akan
dimanfaatkan untuk penyokong segala urusan otonomi desa agar dalam proses pemberian
pelayanan, proses pembangunan, serta usaha pemberdayaan masyarakat pada tingkat
pedesaan dapat maksimal. Oleh sebab itu, anggaran perlu diatur dengan baik dan jujur agar
kegiatan otonomi desa terutama terkait pemberdayaan masyarakat akan membuahkan hasil
yang nampak jelas.

Tidak hanya itu, peran serta masyarakat juga penting pada proses pengelolaan alokasi
dana desa terutama ketika mengambil keputusan dan dalam melaksanakan kegiatan terkait
dengan apa yang menjadi kebutuhan masyarakat desa setempat. Selanjutnya, kerjasama yang
terjalin dengan baik antara masyarakat dengan para aparatur desa juga diperlukan dalam
setiap rangkaian proses pengelolaan alokasi dana desa. Masyarakat akan mampu
mengembangkan diri jika hal-hal itu dapat berjalan dengan baik. Besar kemungkinan
kemajuan bersama akan dicapai oleh masyarakat seperti halnya yang menjadi harapan dari
berjalannya program ini, yaitu peningkatan daya masyarakat. Tidak hanya masyarakat, tetapi
keterlibatan stakeholders internal seperti Kades, perangkat desa, tim penggerak PKK, Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), karang taruna, dan masyarakat desa serta stakeholders
eksternal seperti Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) Kecamatan, dan Pendamping Desa
juga tidak kalah penting. Diharapkan nantinya para Stakeholders mampu untuk bekerja sama
dalam pelaksanaan pengelolaan alokasi dana desa.

PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Alokasi Dana Desa

Pengelolaan alokasi dana desa adalah proses krusial dan tidak dapat dihilangkan dari
rangkaian proses pengelolaan keuangan desa dalam APBDes. Alokasi dana desa bukan
merupakan dana bantuan untuk desa tetapi dana bagi hasil antara pemerintah kabupaten/kota
dengan desa untuk memenuhi hak desa agar dapat melaksanakan otonomi desa.

Pertama, proses perencanaan awal merupakan tahap awal dalam alokasi dana desa dari segala
rangkaian proses pengelolaan alokasi dana desa. Tujuan dilakukan perencanaan yaitu guna
merancang rencana kegiatan secara partisipatif dan juga menentukan alokasi dana yang
dialirkan pada Daftar Rencana Kegiatan (DRK). Jika DRK sudah disusun, kemudian Kades
yang merupakan penanggung jawab akan membentuk sebuah tim atau kelompok yang
melaksanakan alokasi dana desa yang terdiri dari bendahara desa serta Pelaksana Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD).

Kedua, setelah DRK alokasi dana tersusun dan disepakati, DRK bersama segala lampiran dan
kelengkapan administrasinya akan diberikan kepada Camat untuk diperiksa kemudian
penyaluran alokasi dana akan dapat dilaksanakan. Camat akan menyampaikan kepada Dinas
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) yang kemudian diteruskan kepada Badan
Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (BPKAD) agar proses pencairan yang akan
dilakukan melalui Bank rekanan dapat terlaksana. Anggaran alokasi dana desa dapat
dicairkan dengan melakukan 3 (tiga) tahap per tahun, yakni tahap pertama sejumlah 20% dari
keseluruhan, tahap kedua 40%, dari keseluruhan dan tahap terakhir yaitu sisanya sebesar
40%.
Ketiga, tahap perwujudan dari segala rencana kegiatan yaitu adalah pelaksanaan alokasi dana
desa yang sudah disepakati. Ketika suatu desa sudah menerima lokasi dana tersebut,
kemudian dapat digunakan sebagai modal dalam diselenggarakannya pemerintahan yang
kewenangannya diberikan pada tiap-tiap pos dan sebagai biaya pemberdayaan masyarakat
yang diberikan kepada tim pelaksana tingkat desa. Tim ini nanti akan bertanggung jawab
kepada Kades. Pelaksana kegiatan tersebut meliputi Kades, perangkat desa, tim pengerak
PKK, karang taruna, BPD, dan juga masyarakat desa.

Keempat, agar penyalahgunaan atau penyimpangan dalam pelaksanaan tugas tidak terjadi,
maka diperlukan pengawasan. Kegiatan pengawasan bisa dilakukan secara langsung dan juga
tidak langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan oleh Kades terhadap para anggota tim
pelaksana pengelolaan alokasi dana desa, sedangkan pengawasan secara tidak langsung
merupakan pengawasan dalam bentuk laporan yang ditulis seperti Surat Pertanggung
Jawaban (SPJ) alokasi dana desa. Masyarakat pun seharusnya ikut andil dalam proses
pengawasan, namun nampaknya masyarakat desa belum peduli atau bahkan cenderung tidak
peduli sama sekali dengan keberadaan program tersebut. Padahal terjadinya penyelewengan,
kesalahan, atau hal lain dapat dihindarkan dengan adanya pengawasan dari masyarakat.

Kelima, SPJ dengan format keuangan yang telah ditetapkan merupakan suatu bentuk
pertangungjawaban alokasi dana desa yang dilaksanakan dengan cara administratif dalam
peraturan yang berlaku. Pertanggungjawaban itu adalah bentuk tanggung jawab administratif
desa kepada pemerintah di tingkat atas. Meski begitu, bukti pertanggungjawaban pemerintah
desa kepada masyarakat dinilai tetap belum terlihat.

Keenam, rapat dengan perwakilan dari masyarakat serta lembaga yang berkaitan perlu
diadakan untuk melakukan transparansi alokasi dana desa sebagai bentuk
pertanggungjawaban. Namun, tidak adanya antusiasme yang terlihat dari masyarakat desa
atas upaya yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah desa.
B. Peran Stakeholders dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa

Ada sejumlah pemangku kepentingan yang menjadi bagian dalam proses pengelolaan alokasi
dana desa yaitu internal Kades, perangkat desa, karang taruna, masyarakat desa, tim
penggerak PKK, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sedangkan eksternal adalah Tim
monitoring dan evaluasi (monev) Kecamatan dan pendamping desa. Stakeholders tersebut
diharapkan mampu bekerjasama secara kolaboratif demi melaksanakan program kegiatan
desa secara tertib, efisien, efektif, dan transparan dalam pelaksanaannya serta mampu
bertanggung jawab baik secara teknis maupun administratif. Ada dua macam stakeholders
yaitu:

o Stakeholders Internal
1. Kepala Desa

Kepala desa yang berperan sebagai penanggungjawab urusan pengelolaan alokasi dana desa
memiliki sejumlah peran yaitu seperti:

(a) Melaksanakan sosialisasi atas dilaksanakannya kegiatan;


(b) Membentuk sebuah kelompok atau tim pelaksana tingkat desa;
(c) Bersamaan dengan lembaga-lembaga yang berkaitan serta tokoh masyarakat
membuat DRK alokasi dana desa, dan;
(d) Memberikan dampingan kepada bendahara desa ketika proses pencairan alokasi dana
desa berjalan.

2. Perangkat Desa

Perangkat Desa yang merupakan anggota staf berperan menolong Kades ketika proses
koordinasi dan disusunnya kebijakan. Pelaksanaan proses ini diwadahi dalam sekretariat
Desa, serta anggota pendukung tugas kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang
diwadahi dalam wujud penyelenggara teknis dan unsur kewilayahan. Perangkat Desa terdiri
atas:

 Sekretariat Desa, meliputi Sekretaris, Kepala Urusan Keuangan, Kepala Urusan


Perencanaan, dan juga Kepala Urusan Tata Usaha Dan Umum.
 Pelaksana Kewilayahan, meliputi Kepala Dusun.
 Pelaksana Teknis, meliputi Kepala Seksi Pemerintahan, Kesejahteraan, dan juga
Pelayanan.

3. Karang Taruna dan tim Penggerak PKK

Karang taruna dan tim penggerak PKK merupakan contoh stakeholders lainnya yang
memiliki kontribusi yang sama pada penyusunan DRK serta pelaksanaan berbagai kegiatan
terutama pada pembangunan infrastruktur. Selanjutnya, pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat khususnya untuk generasi muda dilakukan oleh karang taruna dengan
memberdayakan sumber dan potensi yang ada untuk membeli segala peralatan seni dan
olahraga guna menunjang kegiatan kepemudaan di desa. Sedangkan pemberdayaan anggaran
alokasi dana desa untuk kegiatan simpan pinjam para ibu anggota PKK dilakukan oleh tim
penggerak PKK sebagai bentuk usaha pelaksanaan program PKK yang memiliki kaitan
dengan kesejahteraan keluarga di desa.

4. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Ada Stakeholders lain yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD). BPD tidak berkaitan
secara langsung, namun ikut memiliki peran dalam pengelolaan alokasi dana desa karena
BPD memiliki hak untuk melaksanakan pengawasan. BPD juga memiliki tanggung jawab
dalam kegiatan tersebut bersama dengan pemerintah desa. BPD juga memiliki kontribusi
pada proses perencanaan penyusunan DRK alokasi dana desa serta berkontribusi dalam
gotong royong bersama masyarakat dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur desa.

5. Masyarakat Desa

Masyarakat desa dituntut untuk berperan juga pada setiap tahapan pengelolaan alokasi dana
desa karena nantinya mereka yang akan mendapatkan manfaat secara langsung. Namun pada
kenyataannya, sebagian masyarakat justru tidak tahu keberadaan program tersebut karena
ketidakmerataan proses sosialisasi. Hal tersebut mengakibatkan masyarakat menjadi tidak
peduli dan terlalu mempercayakan segala proses pelaksanaan kepada para tim pelaksana
secara keseluruhan. Padahal masyarakat yang seharusnya berperan terbesar dalam
pelaksanaan program itu sesuai dengan tujuan yang sebenarnya yaitu pemberdayaan
masyarakat.

o Stakeholder eksternal
1. Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) Kecamatan

Stakeholder eksternal terdiri dari Bhabinkamtibmas yaitu perwakilan dari polsek di


Kecamatan, Babinsa yaitu perwakilan dari koramil di Kecamatan, serta pegawai kantor
kecamatan yang ditunjuk dalam tim monitoring dengan bertujuan agar penggunaan dana desa
tetap right on track dan tidak terjadi penyalahgunaan sedangkan tim evaluasi terdiri dari staf
Kantor kecamatan di bidang pemerintahan dengan memiliki tujuan untuk evaluasi segala
kebutuhan yang diperlukan untuk mengajukan Rencana Anggaran Belanja (RAB) Desa dan
pencairan termin Dana Desa yang kemudian diteruskan kepada Bupati/ Walikota melalui
DPMD.

2. Pendamping Desa

Stakeholder eksternal lainnya adalah Pendamping Desa. Pendamping desa merupakan tenaga
yang profesional dalam mendampingi sumber daya manusia serta mempunyai kemampuan
dan kompetensi dalam hal pendampingan, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat
Desa. Para pendamping ini direkrut oleh kementerian yang berwenang dalam urusan
pemerintahan dalam bidang pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan
masyarakat desa, percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi.

C. Kolaborasi Multistakeholders Pengelolaan Dana Desa

Kolaborasi memiliki asal kata ‘co-labor’ yang mempunyai arti ‘bersamabekerja’. Makna dari
konteks ‘bersama-bekerja’ di sini adalah ‘saling berinteraksi’ dan ‘saling berkontribusi’
(Salman, 2012). Salman (2012) membagi kolaborasi menjadi kolaborasi dua pihak dan
kolaborasi multipihak (multi stakeholder) dimana dalam konteks pembangunan daerah,
kolaborasi dua pihak merupakan saling bekerja serta berkontribusi antara pemerintah dan
komunitas dalam pencapaian visi daerah di satu sisi dan pemecahan masalah lokal spesifik
komunitas di sisi lain. Adapun kolaborasi multipihak atau multi stakeholder adalah kolaborasi
yang bukan hanya melibatkan pihak komunitas dan pemerintah, melainkan melibatkan
berbagai pihak yang lebih bervariasi dan interaksi yang berlangsung lebih kompleks.

Dari keterangan tersebut maka dapat kita ketahui bahwa multistakeholder collaboration pada
pengelolaan dana desa merupakan struktur tata kelola yang berupaya untuk menggabungkan
para stakeholder agar berpartisipasi dalam pembicaraan, pengambilan keputusan, dan
pelaksanaan solusi bagi masalah dalam mempersatukan kepentingan demi mencapai suatu
tujuan dalam pengelolaan dana desa dengan harapan output yang dihasilkan bisa memberikan
rasa puas kepada setiap pihak yang terlibat.

KESIMPULAN

Kolaborasi secara multistakeholder yaitu stakeholder internal (Kepala desa, perangkat desa,
karang taruna, tim penggerak pkk, masyarakat desa dan BPD) dan stakeholder eksterna (tim
monev kecamatan yang terdiri dari petugas yang ditunjuk dari kantor kecamatan,
bhabinkamtibmas sebagai perwakilan polsek dan babinsa sebagai perwakilan koramil serta
pendamping desa) sangat diperlukan dalam pengelolaan dana desa karena dengan adanya
kerjasama yang baik dan sejalan dengan semua stakeholders maka pengelolaan dana desa
dapat dilakukan dengan baik dengan diiringi dengan pengawasan yang baik sehingga
terciptanya good governance dalam pengelolaan dana desa.
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, R. (2013). Pembangunan Perdesaan: Pendekatan Partisipatif, Tipologi, Strategi, Konsep


Desa Pusat Pertumbuhan. Graha Ilmu.

Raharjo, M. M. I. (2021). Pengelolaan Keuangan Desa dan Aset Desa. Bumi Aksara.

Ismail, M., Widagdo, A. K., & Widodo, A. (2016). Sistem akuntansi pengelolaan dana desa. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, 19(2), 323-340

Oktara, L.P., Wardaya, M. K. (2019). Buku pintar bijak mengelola dana desa. Literasi Desa Mandiri.

Pemerintah, B. P. K. (2015). Petunjuk Pelaksanaan Bimbingan & Konsultasi Pengelolaan Keuangan


Desa. Deputi Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah. Indonesia (AIPI).

Karimah, F. (2014). Pengelolaan alokasi dana desa dalam pemberdayaan masyarakat (studi pada
Desa Deket Kulon Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan) (Doctoral dissertation,
Universitas Brawijaya).

Anda mungkin juga menyukai