Anda di halaman 1dari 56

PENGARUH PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENGAWASAN

TERHADAP PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA DI


NAGARI LANSEK KADOK KECAMATAN RAO SELATAN
KABUPATEN PASAMAN

PROPOSAL SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Penulisan Skripsi


Pada Program Studi Akuntansi Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Batusangkar

Oleh:

LARA ARYANTI
NIM : 1730403047

JURUSAN AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2021
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah


yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. (Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014). Desa yang baik adalah
desa yang dimana pemerintah desanya memiliki tujuan utama yaitu untuk
mensejahterakan masyarakat. Dimana setiap apa yang direncanakan dan
dilakukan semuanya bertujuan untuk kepentingan masyarakat. Pemerintah
desa sebagai unit organisasi pemerintahan yang berhadapan langsung dengan
masyarakat memiliki peran strategis dalam kemajuan negara. Dimana
kesejahteraan masyarakat dapat terjadi jika perangkat pemerintah desa dapat
menjadikan sebuah desa menjadi desa yang lebih maju dan produktif.
Kemajuan desa dapat memberikan dampak positif untuk perkembangan
pemerintahan pusat dan akan berakhir dengan perkembangan di sebuah
negara. Perangkat desa atau disebut juga dengan pemerintah desa merupakan
penyelanggara urusan pemerintah sekaligus kepentingan masyarakat. Hal
yang paling utama dari urusan pemerintah desa adalah urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang dipercayakan pengaturannya
kepada desa.

Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan


antara eksekutif dan legislative tentang belanja yang ditetapkan untuk
melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk
menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila
diperkirakan akan terjadi deficit dan surplus. Dengan demikian, anggaran
2

mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi


upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk satu
periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. (Anggota IKAPI,
2011: 260). Pemerintahan kabupaten/kota menerima dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah sebagai satu sumber keuangan yang nantinya akan
disalurkan untuk setiap desa yang pembagiannya secara proporsional yaitu
paling sedikit 10% (sepuluh persen) yang disebut dengan alokasi dana desa.
Kemudian, penyaluran anggaran alokasi dana desa tersebut digunakan sebagai
penunjang otonomi daerah/desa guna mewujudkan pemberdayaan masyarakat,
memberikan pelayanan serta pembangunan di tingkat desa. Dalam
menggunakan alokasi dana desa, memerlukan adanya perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban dalam penggunaannya.
Perencanaan dan penggunaan alokasi dana desa tidak jauh dari perencanaan
dan penggunaan yang telah di atur oleh pemerintahan kota/kabupaten,
sehingga penggunaan alokasi dana desa bisa tepat dan teratur. Pelaksanaan
pembangunan desa sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan
dimusyawarahkan masyarakat dengan aparat pemerintah juga berhak
mengetahui dan mengawasi apa saja yang telah dijalankan dalam
pembangunan desa. Oleh karena itu, pengelolaan alokasi dana desa yang baik,
jujur dan benar merupakan kunci dalam mewujudkan tercapainya otonomi
daerah.

Pemerintah desa biasanya di atur dan dikelola oleh kepala desa/wali


nagari. Sehingga berbagai hal yang terkait dengan permasalahan desa yang
bersifat kemasyarakatan akan menjadi tanggungjawab pemerintah desa.
Alokasi dana desa yang disalurkan pada pemerintah desa merupakan wujud
pertanggungjawaban pemerintah desa kepada masyarakat. Pengelolaan alokasi
dana desa guna mewujudkan masyarakat yang sejatera harus bersifat
akuntanbilitas dan transparansi. Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas
transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin
3

anggaran. (Pemendagri Nomor 113 Tahun 2014 Pasal 2). Dalam pelaksanaan
pengelolaan alokasi dana desa pemerintah desa beserta tokoh masyarakat
sebagai perwakilan masyarakat akan ikut serta dalam pengambilan keputusan.
Hal ini bertujuan agar segala keputusan atas perencanaan dalam pengelolaan
alokasi dana desa diarahkan ke tempat yang seharusnya. Peran tokoh
masyarakat sebagai perwakilan masyarakat desa berguna untuk melihat
permasalahan masyarakat lebih dalam guna dilaporkan secara detail apa saja
keterbatasan desa yang harus diperbaiki. Selain itu tokoh masyarakat juga
berguna untuk melihat dan mengawasi pengelolaan alokasi dana desa
sehingga tidak terjadi penyalahgunaan anggaran. Sebagai masyarakat yang
berperan aktif dalam perkembangan desa maka ditunjuklah beberapa
perwakilan masyarakat dalam melakukan musyawarah desa bersama dengan
pemerintah desa. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dana desa dapat
melibatkan beberapa stakeholder seperti karang taruna, tim penggerak PKK,
Badan Pemusyawaratan Desa (BPD), Niniak Mamak/Tokoh Masyarakat dan
Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Nagari. Hal ini dilakukan agar
pengelolaan alokasi dana desa digunakan sesuai dengan aturan dan undang-
undang yang berlaku. Sehingga tindakan penyalahgunaan anggaran alokasi
dana desa dapat dihindari, atau jika kemungkinan terjadinya penyalahgunaan
alokasi dana desa dapat dimusyawarahkan dan diarahkan kearah yang lebih
tepat dan benar.

Pusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang dipimpin oleh


manajer yang bertangggungjawab terhadap aktivitas pusat
pertanggungjawaban yang dipimpinnya. Tangggungjawab manajer pusat
pertanggungjawaban adalah menciptakan hubungan yang optimal antara
sumber daya input yang digunakan dengan output yang dihasilkan dan
dikaitkan dengan target kinerja. (Mardiasmo, 2018: 56). Kepala Desa/Wali
Nagari merupakan pimpinan masyarakat yang mengelola pemerintahan desa.
Dimana pusat segala pertanggungjawaban atas perkembangan desa berada
4

dibawah pimpinannya. Salah satunya seperti pengelolaan alokasi dana desa


merupakan hal yang harus dipertanggungjawabkan oleh kepala desa. Segala
bentuk fasilitas yang dibangun oleh pemerintahan desa merupakan salah satu
bukti pertangggungjawaban desa. Selain itu pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah desa terhadap masyarakat juga merupakan pertanggungjawaban
pemerintah desa. Pelayanan yang baik dan ramah akan membuat masyarakat
merasa lebih nyaman dalam mengurus berbagai hal yang berurusan dengan
pemerintah desa. Sehingga kerjasama antar pemerintah desa dengan
masyarakat akan saling terjaga satu sama lain.

Pengelolaan alokasi dana desa yang direncanakan serta di realisasikan


oleh pemerintah desa akan dibuktikan dengan adanya laporan
pertanggungjawaban tersebut. laporan pertanggungjawaban tersebut nantinya
berguna sebagai bahan evaluasi kinerja pemerintah desa serta berguna bagi
pengawas daerah untuk melihat kinerja pemerintah desa. Realisasi anggaran
alokasi dana desa yang telah dilaporkan kepada pengawas desa nantinya akan
dimusyawarahkan terlebih dahulu sebelum dilaporkan kepada pemerintah
kota/kabupaten. Hal ini berguna agar laporan realisasi anggaran alokasi dana
desa tersebut telah di awasi baik secara internal dari kepala desa itu sendiri
maupun secara kemasyarakatan dari pihak stakeholder sebagai perwakilan
masyarakat setempat. Pengawas yang berperan aktif dalam mengawasi
pemerintah desa akan menjadikan desa lebih disiplin dan tepat waktu.
Sehingga tercapainya tujuan pemerintah daerah dalam mensejahterakan
masyarakat desa akan semakin terwujud. Namun disisi lainnya salah satu
permasalahan pengawasan dan pembinaan adalah pendefinisian peran Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Peran DPOD hanya sebatas
memberikan pertimbangan kepada presiden tentang pembentukan,
penghapusan, penggabungan dan pemekaran desa, perimbangan keuangan
pusat dan daerah, serta kemampuan kabupaten/kota dalam melaksanakan
otonomi daerah. (Indra, 2006 :353)
5

Pemerintah desa telah mengupayakan akan terwujudnya otonomi


daerah. Dimana segala hal yang terkait dengan pengelolaan alokasi dana desa
yang dipimpin oleh kepala desa tidak jauh dari campur tangan stakeholder.
Hal ini terlihat ketika pemerintah desa mengadakan rapat dalam membuat
suatu rancangan perencanaan anggaran dana desa, pemerintah desa selalu
melibatkan para stakeholder di dalamnya. Bahkan untuk pelaksanaan rencana
anggaran dana desa tersebut beberapa perwakilan dari stakeholder juga
ditunjuk dalam mengawasi pembangunan fasilitas masyarakat. Namun
melalui wawancara singkat kepada salah satu stakeholder menyatakan bahwa
keterlibatan yang dilakukan oleh stakeholder dalam bentuk perwakilan
masyarakat sangat terbatas Sumber Daya Manusianya. Hal ini terlihat jika di
adakannya rapat oleh pihak pemerintah desa mengenai pengelolaan keuangan
desa maka keberadaan perwakilan tokoh masyarakat sangat sedikit.
Kemungkinan hal ini terjadi di akibatkan karena kurangnya pengetahuan
beberapa tokoh masyarakat mengenai bagaimana pengelolaan dana desa itu
sendiri. Sehingga hal itu dapat mempengaruhi partisipasi tokoh masyarakat
dalam mensejahterakan desa.

Pengelolaan dana desa sudah jelas merupakan sebuah


pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh kepala desa beserta perangkat
desanya. Namun untuk mewujudkan sebuah rencana agar terealisasikannya
anggaran dana desa yang baik dan terarah, maka kepala desa tidak bisa berdiri
sendiri dalam mewujudkan rencana tersebut. untuk itu dibutuhkan tim
pelaksana dalam mewujudkan rancangan pembangunan nagari. Tim pelaksana
sendiri di ambil dari tokoh masyarakat seperti jorong dan niniak mamak yang
memang telah memahami permasalahan dalam setiap subdesanya. Sehingga
peran stakeholder disini tidak hanya berperan dalam bentuk pengawasan, tapi
ikut terjun langsung dalam melaksanakan rencana anggaran dana desa
tersebut.
6

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk meneliti


mengenai pengaruh pertanggungjawaban pemerintah desa terhadap
pengelolaan alokasi dana desa, pengaruh pengawasan stakeholder terhadap
pengelolaan alokasi dana desa, serta keterkaitan pengaruh pertanggugjawaban
dan pengawasan terhadap pengelolaan alokasi dana desa. Maka dari itu
penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Pertanggungjawaban dan Pengawasan terhadap Pengelolaan Alokasi
Dana Desa di Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten
Pasaman”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah dapat diidentifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Laporan pertanggungjawaban pemerintah desa berpengaruh terhadap
pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao
Selatan Kabupaten Pasaman.
2. Pengawasan kinerja pemerintah desa berpengaruh terhadap pengelolaan
alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan
Kabupaten Pasaman.
3. Kendala yang mempengaruhi pengelolaan alokasi dana desa yang sering
dihadapi oleh kepala desa selaku pemimpin pemerintah desa.
4. Strategi yang digunakan pemerintah desa dalam mewujudkan
kesejahteraan masyarakat baik dalam infrastruktur maupun pelayanan.
5. Pertanggungjawaban pemerintah desa dan pengawasan stakeholder
berpengaruh terhadap pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek
Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.

C. Batasan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan batasan


masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pertanggungjawaban
7

dan pengawasan terhadap pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek


Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas maka perumusan masalah dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh pertanggungjawaban pemerintah desa


terhadap pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok
Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman?
2. Seberapa besar pengaruh pengawasan kinerja pemerintah desa
terhadap pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok
Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman?
3. Seberapa besar pengaruh pertanggungjawaban pemerintah desa dan
pengawasan stakeholder terhadap pengelolaan alokasi dana desa di
Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari penelitian


ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh pertanggungjawaban pemerintah desa


terhadap pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok
Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengawasan kinerja pemerintah desa
terhadap pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok
Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.
3. Untuk mengetahui pengaruh pertanggungjawaban pemerintah desa dan
pengawasan stakeholder terhadap pengelolaan alokasi dana desa di
Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.
8

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang di harapkan dalam penelitian ini adalah sebagai


berikut:

1. Bagi peneliti, menambah pengetahuan baik secara kemampuan


intelektual dan pemahaman secara mendasar mengenai pengelolaan
alokasi dana desa, pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh
pemerintah desa serta pengawasan yang dilakukan dalam menilai
kinerja pemerintah desa.
2. Bagi pemerintah desa, khususnya pemerintah nagari Lansek Kadok
yang nantinya kemungkinan dapat berguna sebagai bahan evaluasi
atau pertimbangan kerja dalam pengelolaan alokasi dana desa atas
pertanggungjawaban dan pengawasan yang akan dilakukan.
3. Bagi mahasiswa dan umum, diharapkan dapat berguna sebagai bahan
rujukan dalam melakukan penelitian khususnya untuk bidang
akuntansi pemerintahan serta perbandingan hasil penelitian nantinya.
Kemudian bagi masyarakat umum diharapkan dapat berguna sebagai
bahan bacaan dalam memahami serta menyikapi permasalahan nagari
yang berkaitan dengan pengelolaan dana desa.

G. Definisi Operasional
1. Pengelolaan adalah suatu teknik dari perencanaan atas penemuan suatu
masalah yang mungkin timbul di masa yang akan datang, yang
mempunyai hubungan penting di dalam pencapaian dan pelaksanaan
dari pada tujuan organisasi.
2. Alokasi dana desa adalah dana perimbangan yang diperoleh dari
anggaran dan pendapatan belanja nagari yang berasal dari dana bagi
9

hasil pajak dan sumber daya alam ditambah dana alokasi umum
setelah dikurangi dana belanja pegawai, paling sedikit 10% (sepuluh
persen). (Perda Kabupaten Pasaman No 8 Tahun 2007).
3. Pertangggungjawaban adalah alat untuk melaksanakan strategi dan
program-program yang telah diseleksi melalui proses perencanaan
stratejik. Melalui pertanggungjawaban tersebut anggaran dibuat, dan
jika telah disahkan anggaran dikomunikasikan kepada manajer level
menengah dan bawah untuk dilaksanakan.
4. Pengawasan adalah pencegahan atau untuk memperbaiki kesalahan,
penyimpangan, ketidak-sesuaian, penyelewengan dan lainnya yang
tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan.
10

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Akuntansi Pemerintah Daerah

Akuntansi merupakan suatu kegiatan yang berusaha


memberikan informasi mengenai kegiatan yang berkaitan dengan
transaksi keuangan. Data yang ada dalam akuntansi keuangan
digunakan untuk memberikan informasi keuangan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan. Adapun definisi akuntansi sebagai berikut:

a. Menurut Accounting Principle Board (1970)


Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa. Fungsinya menyediakan
informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan tentang
entitas ekonomi yang dimaksudkan agar berguna dalam
pengambilan keputusan ekonomik dalam membuat pilihan-
pilihan yang nalar di antara berbagai alternative arah tindakan.
b. Menuruti American Accounting Association (1996)
Akuntansi adalah suatu proses pengidentifikasian, pengukuran,
pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari
suatu organisasi/entitas yang dijadikan sebagai informasi
dalam rangka pengambilan ekonomi oleh pihak-pihak yang
memerlukan.

Dari pengertian di atas dapat ditarik bahwa akuntansi


merupakan suatu kegiatan yang tujuan akhirnya adalah untuk
memberikan informasi kepada para pengambil keputusan dalam suatu
entitas atau organisasi. Tujuan dari entitas ada yang berusaha mencari
laba dan ada juga yang bersifat nirlaba. Salah satu entitas yang bersifat
nirlaba adalah organisasi pemerintahan. Akuntansi pemerintahan
11

adalah akuntansi yang digunakan oleh suatu organisasi pemerintahan


baik itu pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah.

Akuntansi pemerintahan memiliki peran yang sangat vital


dalam rangka memberikan informasi dan pengungkapan atas aktivitas
kinerja finansial pemerintah daerah untuk menfasilitasi terciptanya
transparansi dan akuntabilitas public. Menurut Mardiasmo (2000:7)
Govermental Accounting Standar Board (GASB) menyatakan bahwa
akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan di
pemerintahan, di mana laporan keuangan pemerintah harus dapat
memberikan informasi untuk membantu pemakai dalam membuat
keputusan ekonomi, sosial, dan politik. (Abdul, 2002:29).

Sedangkan pemerintah desa merupakan unsur penyelenggara


pemerintah yang terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Dalam
menjalankan tugas-tugasnya, pemerintah desa dipimpin oleh kepala
desa dibantu oleh sekretaris desa dan perangkat desa yang terdiri atas
kepala-kepala urusan, pelaksana urusan, dan kepala dusun. Untuk
mengatur dan mengurus urusannya, pemerintah desa membuat
peraturan desa yang disusun kepala desa bersama dengan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD. (Faizatul, 2014: 598)

2. Anggaran Pemerintah Daerah

Anggaran pemerintah daerah adalah rencana kegiatan yang


direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan
belanja dalam satuan moneter. Anggaran merupakan dokumen yang
menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi
informasi mengenai pendapatan, belanja, aktivitas, dan estimasi
mengenai apa yang dilakukan organisasi di masa yang akan datang.
Anggaran juga menggambarkan mengenai rencana strategis yang akan
dilakukan oleh organisasi pemerintah daerah berdasarkan mandate
12

yang diberikan oleh para stakeholder pemerintah daerah. System


penyelenggaraan pemerintah di Indonesia anggaran yang disusun oleh
pemerintah daerah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD).

Dalam PP 105 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban


Kepala Daerah dinyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah disusun berdasarkan pendekatan kinerja. Anggaran kinerja
adalah pendekatan penyusunan anggaran yang menekankan pada
pencapaian tujuan dan sasaran kinerja, yang artinya anggaran
digunakan sebagai alat pencapaian tujuan dengan penilaian kinerja
yang didasarkan pada konsep value for money. Fungsi utama anggaran
bagi pemerintah daerah meliputi sebagai: alat perencanaan, alat
pengendalian, alat kebijakan fiscal, alat politik, alat koordinasi dan
komunikasi, alat penilaian kinerja, alat motivasi, dan alat menciptakan
ruang public. (Abdul, 2002:36).

Fungsi anggaran dilingkungan pemerintah mempunyai


pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara lain
karena:

a. Anggaran merupakan pernyataan kebijakan public.


b. Anggaran merupakan target fiscal yang menggambarkan
keseimbangan antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang
diinginkan.
c. Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki
konsekuensi hukum.
d. Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah.
e. Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan
pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah
kepada public. (SAP, 2005: 25).
13

Masalah yang sangat penting dalam kerangka Otonomi Daerah


adalah menyangkut pembagian/perimbangan pusat dan daerah.
Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah sangat penting, karena
keadilan sesungguhnya harus meliputi dua hal, yaitu keadilan politik
dan keadilan ekonomi. Beberapa hal penting yang termaktub dalam
undang-undang tersebut, antara lain:

a. Pembiayaan penyelenggaraan pemerintah


1) Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan DPRD dibiayai
dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
2) Penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah dibiayai dari dan
atas beban Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara.
b. Sumber Pendapatan Daerah
1) Pendapatan asli daerah, yaitu: hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil
pengelolaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah
yang sah.
2) Dana perimbangan.
3) Pinjaman daerah.
4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
c. Persentase dana perimbangan
1) Dana perimbangan:
a) Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan
bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan,
dan penerimaan dari sumber daya alam.
b) Dana alokasi umum
c) Dana alokasi khusus.
2) Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan
sector pedesaan, perkotaan, dan perkebunan serta bea
14

perolehan hak atas tanah dan bangunan diterima langsung oleh


daerah penghasil.
3) Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan
sector pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari
sumber daya alam, diterima oleh daerah penghasil dan daerah
lainnya untuk pemerataan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
4) Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dengan
pembagian imbalan 10% untuk pemerintah pusat dan 90%
untuk daerah.
5) Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk pemerintah
pusat dan 80% untuk pemerintah daerah.
6) 10% penerimaan pajak bumi bangunan dan 20% penerimaan
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi
bagian dari pemerintah pusat dibagikan kepada seluruh
kabupaten atau kota.
7) Penerimaan negara dari sumber daya alam sector kehutanan,
sector pertambangan umum, dan sector perikanan dibagi
dengan imbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk
pemerintah daerah.
8) Penerimaan negara dari sumber daya alam sector
pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari
wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan imbangan
sebagai berikut:
a) Penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi
yang berasal dari wilayah daerah setelah dikurangi
komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dibagi dengan imbangan 85% untuk pemerintah pusat
dan 15% untuk pemerintah daerah.
15

b) Penerimaan negara dari pertambangan gas alam yang


berasal dari wilayah daerah setelah dikurangi
komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dibagi dengan imbangan 70% untuk pemerintah pusat
dan 30% untuk pemerintah daerah.

Otonomi yang diberikan kepada daerah meliputi empat aspek


utama, yaitu otonomi politik, otonomi hukum, otonomi ekonomi, dan
otonomi budaya. Otonomi politik menyangkut proses pengambilan
keputusan politik terutama menyangkut penentuan kepemimpinan
daerah. Otonomi hukum menyangkut kewenangan penyusunan
peraturan daerah sesuai dengan kebutuhan dalam penyelenggaraan
otonomi. Otonomi ekonomi menyangkut kewenangan pengelolaan dan
penggalian sumber daya ekonomi dan keuangan di daerah. Terakhir
otonomi budaya, menyangkut kewenangan memelihara tradisi dan
kultural di daerah. (Indra, 2006: 340).

3. APBD Sebagai Suatu Perencanaan Pemerintah Daerah

Perencanaan adalah proses dasar yang digunakan untuk


memilih tujuan dan menentukan cakupan pencapaiannya. Kegiatan
merencanakan berarti mengupayakan penggunaan sumber daya
manusia (human resources), sumber daya alam (natural resources),
dan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan. Suatu perencanaan
adalah suatu aktivitas integrative yang berusaha memaksimumkan
efektivitas seluruhnya dari suatu organisasi sebagai suatu system,
sesuai dengan tujuan yang ingin di capai. (Yusuf & Eka, 2019: 42).

Perencanaan dan pengendalian manajemen pemerintahan


daerah terbentuk dari berbagai elemen yang ada dalam UU No.17
tahun 2003, UU No. 1 tahun 2004, UU No. 15 tahun 2004, UU No. 25
tahun 2004, dan UU No. 32 dan 33 tahun 2004. Tahapan proses
16

tersebut dapat dikelompokkan atas; system perencanaan


pembangunan; penyusunan dan pernyataan APBD; pelaksanaan dan
pemantauan; pelaporan dan pertanggungjawaban; dan audit eksternal.

a. System perencanaan pembangunan

System perencanaan pembangunan mencakup lima


pendekatan dalam seluruh rangkaian perencanaan, yaitu: politik,
teknokratik, partisipatif, top-down, dan bottom-up. Pendekatan
politik memandang bahwa pemilihan Kepala Daerah adalah proses
penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan
pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang
ditawarkan masing-masing calon Kepala Daerah. Oleh karena itu,
rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda-agenda
pembangunan yang ditawarkan Kepala Daerah pada saat
kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.
Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan
menggunakan metode dengan kerangka berpikir ilmiah oleh
lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk
itu. Perencanaan dengan pendekatan partisipatif dilaksanakan
dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan
(stakeholder) terhadap pembangunan. Pendekatan top-down, dan
bottom-up dalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang
pemerintahan. Rencana hasil proses atas-bawah dan bawah-atas
diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di
tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa.

Perencanaan pembangunan terdiri dari empat tahapan


yakni: penyusunan rencana, penetapan rencana, pengendalian
pelaksanaan rencana, dan evaluasi pelaksanaan rencana. Keempat
17

tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara


keseluruhan membentuk suatu siklus perencanaan yang utuh.

Dalam system perencanaan pembangunan tercakup pula


evaluasi pelaksanaan rencana yang dilakukan dengan
pengumpulan dan analisa data dan informasi secara sistematis
untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja
pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indicator
dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana
pembangunan yang mencakup input, output, result, benefit dan
impact.

Perencanaan pembangunan Daerah menghasilkan:


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD); Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); dan Rencana
Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). (Abdul, 2002: 213-214).

b. Rencana pembangunan jangka panjang daerah

RPJP daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan


daerah yang mengacu pada RPJP nasional. Visi adalah rumusan
umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode
perencanaan. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya
yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.

Penyusunan RPJP dilakukan melalui urutan: penyiapan


rancangan awal rencana pembangunan, musyawarah perencanaan
pembangunan, dan penyusunan rancangan akhir rencana
pembangunan. Rancangan RPJP Daerah dibuat oleh Kepala
Bappeda dan menjadi bahan utama bagi Musrenbang yang diikuti
oleh unsur-unsur penyelenggara negara dengan mengikutsertakan
masyarakat. Kepala Bappeda menyelenggarakan Musrenbang
18

Jangka Panjang Daerah yang dilaksanakan paling lambat satu


tahun sebelum berakhirnya peiode RPJP yang sedang berjalan.
Selanjutnya Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RPJP
Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Panjang Daerah.
RPJP Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (Abdul, 2002:
214).

c. Rencana pembangunan jangka menengah daerah

RPJMD atau Rencana Strategis Daerah (Renstrada)


merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah
yang penyusunannya berpedoman pada RPJPD dan
memperhatikan RPJM Nasional. RPJMD memuat arah kebijakan
keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum,
dan Program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), program
lintas SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-
rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif. Yang dimaksud dengan ‘bersifat indikatif’
adalah bahwa informasi, baik tentang sumberdaya yang diperlukan
maupun keluaran dan dampak yang tercantum di dalam dokumen
rencana, hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai bersifat
tidak kaku. Strategi adalah langkah-langkah yang berisikan
program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi.
Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah
Pusat/Daerah untuk mencapai tujuan. Program adalah instrument
kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan
oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan
tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan
masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.
19

Proses penyusunan RPJMD (atau Renstrada) dimulai


dengan penyiapan rancangan awal RPJMD oleh Kepala Bappeda
sebagai penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah ke
dalam strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, program
prioritas Kepala Daerah, dan arah kebijakan keuangan daerah.
Rancangan awal RPJMD menjadi pedoman bagi Kepala SKPD
dalam menyiapkan rancangan Renstra-SKPD sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya. Selanjutnya Kepala Bappeda menyusun
rancangan RPJMD dengan menggunakan rancangan Renstra-
SKPD dan berpedoman pada RPJP Daerah. Rancangan RPJMD
menjadi bahan bagi Musrenbang Jangka Menengah yang
diselenggarakan dalam rangka menyusun RPJM. Musrenbang
Jangka Menengah diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara
dengan mengikut sertakan masyarakat dilaksanakan paling lambat
dua bulan setelah Kepala Daerah dilantik. Kepala Bappeda
menyusun rancangan akhir RPJMD berdasarkan hasil musrenbang
jangka menengah Daerah. Renstra-SKPD ditetapkan dengan
peraturan pimpinan SKPD setelah disesuaikan dengan RPJMD.
(Abdul, 2002: 215-216).

d. Rencana kerja pemerintah daerah

Rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) merupakan


penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP. RKPD
memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas
pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh
dengan mendorong partisipasi masyarakat.

Proses penyusunan RKPD dimulai dengan penyusunan


rancangan awal RKPD yang dibuat oleh Kepala Bappeda sebagai
20

penjabaran dari RPJM Daerah. Selanjutnya kepala SKPD


menyiapkan Renja-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dengan mengacu kepada RKP dan rancangan awal
RKPD serta berpedoman pada Renstra-SKPD. Renstra-SKPD
memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Kepala
Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD
dengan menggunakan Renstra-SKPD. Rancangan RKPD menjadi
bahan bagi Musrenbang yang diikuti oleh unsur-unsur
penyelenggara pemerintahan dan diselenggarakan oleh Kepala
Bappeda, dilaksanakan paling lambat bulan Maret. Berdasarkan
hasil Musrenbang, Kepada Bappeda menyusun rancangan akhir
RKPD. RKPD ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah dan
menjadi pedoman penyusunan RAPBD. (Abdul, 2002: 217).

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan dan penatausahaan merupakan tahapan setelah


perencanaan pembangunan desa. Dalam pelaksanaan ini akan
menentukan seberapa jauh organisasi tersebut telah berhasil
melakukan pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, pentingnnya
pengendalian internal yang dilakukan oleh pimpinan yaitu kepala desa
itu sendiri. Melalui pelaksaan ini nantinya pemerintah desa akan
mengeksekusi rencana yang telah dibuat. (Komang dkk, 2018: 7).
Pengelolaan ADD menurut Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 37
Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa pada pasal
20 adalah pengelolaan ADD merupakan satu kesatuan dengan
pengelolaan keuangan desa yakni keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan,
21

pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan desa. (Chandra dkk,


2013:1205).

Dalam pelaksanaan alokasi dana desa, aparat pemerintahan


desa memiliki peran yang sangat penting, keran memiliki kewajiban
dengan menjadi ketua pelaksanaan oleh kepala desa, dan juga anggota
pelaksanaan oleh aparat pemerintahan desa lainnya. Agar
pembangunan di suatu desa dapat berjalan dengan baik, diperlukan
adanya tim pelaksana yang dapat bekerjasama dalam mengatur
jalannya pelaksanaan pembangunan. (Siti, dkk 2017: 152). Kemudian,
hasil dari pengelolaan atau pelaksaaan alokasi dana desa tersebut akan
digunakan untuk membahas pengawasan dalam alokasi dana desa
dengan tahapan yaitu menentukan standar pelaksanaan (perencanaan
program ADD), melakukan pengukuran pelaksanaan ADD,
membandingkan pelaksanaan program ADD dengan standar juga
menganalisa penyimpangan yang terjadi, dan melakukan pengambilan
tindakan perbaikan atau koreksi yang memastikan agar pelaksanaan
Alokasi Dana Desa sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan untuk
menjamin keberlanjutan dari program ADD itu sendiri. (Noerma,
2017: 8-9)

5. Pertanggungjawaban

Pusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang


dipimpin oleh seorang manajer pusat pertanggungjawaban. Pusat
pertanggungjawaban bisa berupa unit organisasi besar sampai unit
organisasi terkecil. Contoh: pemerintah daerah merupakan sebuah
pusat pertanggungjawaban besar yang memiliki sejumlah pusat
pertanggungjawaban yang lebih kecil, seperti: Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan, Dinas Kesejahteraan Masyarakat, Dinas Pertanian, Dinas
Kebersihan, Badan Pengawasan Daerah, Badan Pengelola Keuangan
22

Daerah, dan sebagainya. Tia-tiap dinas dan badan tersebut memiliki


pusat pertanggungjawaban yang lebih kecil lagi yaitu berupa subdinas.
Subdinas-subdinas tersebut memiliki pusat pertanggungjawaban yang
lebih kecil lagi berupa bagian-bagian, subbagian-subbagian, dan
seterusnya.

Pusat pertanggungjawaban dibentuk sebagai sarana untuk


mencapai tujuan organisasi. Tiap-tiap pusat pertanggungjawaban
didirikan untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan pusat
pertanggungjawaban tersebut harus mendukung pencapaian tujuan
organisasi secara keseluruhan yang ditetapkan dalam proses
perumusan strategi. Untuk mencapai tujuannya, tiap-tiap pusat
pertanggungjawaban juga diberikan sumber input berupa dana
(anggaran), personel, infrastruktur, dan wewenang. Pusat
pertanggungjawaban menggunakan sumber daya input tersebut untuk
menghasilkan output tertentu. Pusat pertanggungjawaban akan dinilai
kinerjanya berdasarkan tingkat efisiensi dan efektivitasnya. Efisiensi
diukur dengan membandingkan input yang dikonsumsi dengan output-
nya, sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan output
yang dihasilkan dengan target dan tujuan yang ditetapkan. (Mahmudi,
2015: 74).

Pada dasarnya terdapat empat jenis pusat pertanggungjawaban,


yaitu:

a. Pusat biaya (expence center) adalah pusat pertanggungjawaban


yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan biaya yang telah
dikeluarkan. Suatu unit organisasi disebut sebagai pusat biaya
apabila ukuran kinerja dinilai berdasarkan biaya yang telah
digunakan (bukan nilai output yang dihasilkan). Pusat biaya
banyak dijumpai pada sector public karena ouput yang dihasilkan
23

sering kali ada akan tetapi tidak dapat diukur atau hanya dapat
diukur secara fisik tidak dalam nilai rupiahnya. Contoh:
Departemen Produksi, Dinas Sosial, dan Dinas Pekerjaan Umum.
b. Pusat pendapatan (revenue center) adalah pusat
pertanggungjawaban yang prestasi manajernya dinilai berdasarkan
pendapatan yang dihasilkan. Contoh: pusat pendapatan adalah
Dinas Pendapatan Daerah dan Departemen Pemasaran.
c. Pusat laba (profit center) adalah pusat pertanggungjawaban yang
membandingkan input (expense) dengan output (revenue) dalam
satuan moneter. Kinerja manajer dinilai berdasarkan laba yang
dihasilkan. Contoh: BUMN dan BUMD, objek pariwisata milik
PEMDA, bandara dan pelabuhan.
d. Pusat investasi (investment center) adalah pusat
pertanggungjawaban yang berisi prestasi manajernya dinilai
berdasarkan laba yang dihasilkan dikaitkan dengan investasi yang
ditanam pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya.
Contoh pusat investasi adalah Departement Riset dan
Pengembangan dan Balitbang. (Mardiasmo, 2018: 57-58).

Tanpa membedakan keempat jenis pusat pertanggungjawaban


tersebut, pusat pertanggungjawaban bisa diklasifikasikan menjadi dua
yaitu: pusat pelayanan dan pusat misi. Output dari pusat pelayanan
mendukung kerja dari pusat pertanggungjawaban lain, sedangkan
output dari pusat misi adalah membantu secara langsung tujuan
organisasi. Pusat pelayanan disebut juga pusat pendukung (support
center). Pusat pelayanan dapat berbentuk pusat biaya atau pusat laba.
Jika pusat pelayanan berbentuk pusat laba maka berarti pelayanan
tersebut dijual. (Mahmudi, 2015: 75).

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan


negara dalam Pasal 32 mengamanatkan bahwa bentuk dan isi laporan
24

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan


sesuai dengan Standar Akunatansi Pemerintahan. Standar akunatansi
pemerintah tersebut disusun oleh Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan yang independen dan ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan
Pemeriksa Keuangan. (Anggota IKAPI, 2011: 7)

6. Pengawasan

Pengawasan adalah segala kegiatan dan tindakan untuk


menjamin agar pelaksanaan suatu kegiatan berjalan sesuai dengan
rencana, aturan-aturan, dan tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan
kesepakatan seminar Indische Compslahiliteitwet (ICW), 30 Agustus
1970 pengawasan keuangan daerah adalah segala tindakan untuk
menjamin agar pengelolaan keuangan daerah berlangsung sesuai
dengan rencana, aturan-aturan, dan tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan pengawasan APBD adalah segala kegiatan untuk
menjamin agar pengumpulan-pengumpulan pendapatan daerah, dan
pembelanjaan pengeluaran-pengeluaran daerah berjalan sesuai dengan
rencana, aturan-aturan, dan tujuan yang telah ditetapkan.

Pengawasan bukanlah suatu kegiatan yang semata-mata


ditujukan untuk mencari kesalahan. Pengawasan adalah kegiatan yang
berorientasi pada pencapaian tujuan. Ia menjiwai seluruh aspek dalam
fungsi pengelolaan. Jika dikaitkan dengan berbagai fungsi
kepengelolaan lainnya, seperti perencanaan, pengorganisasian, dan
pengarahan, pelaksanaan pengawasan harus menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari pelaksanaan seluruh fungsi pengelolaan tersebut.
karena pihak yang paling bertanggungjawab untuk menjamin
kesesuaian pelaksanaan suatu kegiatan dengan rencana, aturan-aturan
dan tujuannya adalah pihak pimpinan, maka tanggungjawab
25

pelaksanaan pengawasan terhadap suatu kegiatan atau program


tertentu sesungguhnya terletak dipundak pimpinan. Pelaksanaan
pengawasan oleh berbagai pihak lain selain pihak pimpinan yang
bersangkutan, harus dipandang sebagai kegiatan untuk pihak pimpinan
tersebut. walaupun secara operasional pelaksanaan pengawasan oleh
berbagai pihak selain pimpinan dan suatu kegiatan tertentu dilakukan
terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut, tetapi tindakan itu terutama
harus dipahami sebagai upaya untuk memastikan bahwa seorang
pimpinan telah benar-benar melaksanakan tugas sesuai dengan amanat
yang diembannya.

Tujuan utama pengawasan pada dasarnya adalah untuk


membandingkan antara yang seharusnya terjadi dengan yang
sesungguhnya terjadi dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
Bila dalam kenyataan ditemukan penyimpangan maka melalui
mekanisme pengawasan, penyebab penyimpangan itu diharapkan
dapat segera dikenali, agar dapat segera ditentukan tindakan koreksi
yang diperlukan. Tindakan koreksi dalam hal ini tidak hanya dapat
dilakukan terhadap pimpinan, para pelaksana kegiatan, melainkan
dapat pula dilakukan terhadap rencana kegiatan yang bersangkutan,
aturan-aturan pelaksanaanya, serta terhadap tujuan kegiatan tersebut.
melalui tindakan koreksi tersebut, pelaksanaan kegiatan yang
bersangkutan diharapkan masih dapat kembali berjalan dan mencapai
tujuan tertentu secara operasional.

Jika tujuan pengawasan secara umum itu diterapkan terhadap


pengawasan keuangan daerah, maka tujuan pengawasan keuangan
daerah dalam garis besarnya adalah sebagai berikut:

1) Untuk menjamin kemanan seluruh komponen keuangan


daerah;
26

2) Untuk menjamin dipatuhinya berbagai aturan yang berkaitan


dengan pengelolaan keuangan daerah;
3) Untuk menjamin dilakukannya berbagai upaya penghematan,
efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah.

Selanjutnya, jika tujuan pengawasan secara umum itu dijabarkan


sesuai dengan tahap proses pengelolaan APBD, maka tujuan
pengawasan APBD secara rinci adalah:

1) Untuk memastikan APBD yang disusun benar-benar sesuai


dengan rencana strategic dan prioritas program yang telah
ditetapkan;
2) Untuk memastikan bahwa pelaksanaan APBD tersebut benar-
benar sesuai dengan anggaran, aturan-aturan, dan tujuan yang
telah ditetapkan; dan
3) Untuk memastikan bahwa pelaksanaan APBD yang
bersangkutan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
(Abdul, 2002:51-53).

a. Perbedaan antara pengawasan dengan pemeriksaan

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, fungsi


pengawasan terutama terletak di pundak pimpinan. Sehubungan
dengan itu, terdapat berbagai jenis kegiatan yang dapat dilakukan
oleh seorang pimpinan dalam rangka melaksanakan fungsi
pengawasan tersebut, diantaranya: menyusun rencana, menata
organisasi, membakukan prosedur pelaksanaan kegiatan, meminta
laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan, dan
mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan yang bersangkutan.

Tujuan pelaksanaan pemeriksaan keuangan pada suatu


lembaga atau institusi, sangat tergantung pada jenis pemeriksaaan
27

keuangan yang dilakukan. Pemeriksaaan keuangan secara internal,


seperti yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) dalam lingkungan pemerintahan secara
keseluruhan atau inspektorat wilayah (Itwil) dalam lingkungan
pemerintah daerah, adalah dalam pelaksanaan fungsi pengawasan
Presiden atau Kepala Daerah. Sedangkan pemeriksaan keuangan
(BPK) dalam lingkungan kenegaraan/kedaerahan, dilaksanakan
dalam rangka memenuhi amanat kontitusi untuk memeriksa
pertanggungjawaban keuangan pemerintah terhadap DPR dan
masyarakat. Sebagai bagian dari pelaksanaan fungsi pengawasan
pimpinan, pelaksanaan pemeriksaan keuangan secara internal
tentu tidak dapat mengelak dari keharusan membandingkan antara
yang seharusnya terjadi dengan yang sungguh-sungguh terjadi.
Hal ini dilakukan baik dengan mengacu pada rencana, aturan,
aturan, maupun terhadap tujuan yang hendak dicapai.

Dalam memeriksa laporan pertanggungjawaban keuangan


manajemen keuangan perusahaan, kantor akuntan public
membatasi diri pada empat jenis pendapat sebagai berikut:

1) Wajar tanpa pengecualian,


2) Wajar dengan pengecualian,
3) Tidak wajar,
4) Menolak memberikan pendapat.

Sedangkan dalam memeriksa laporan pertanggungjawaban


keuangan pemerintah, BPK membatasi pada penggunaan istilah
penyimpangan. Dengan mengemukaan perbedaan antara
pemeriksaan keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi
pengawasan pimpinan dengan pemeriksaan keuangan dalam
rangka memeriksa laporan pertanggungjawaban keuangan
28

pimpinan tersebut. Perbedaan pokok antara pengawasan


pendapatan daerah dan pengawasan pengeluaran daerah terletak
pada segi kompleksitasnya dan keketatannya. (Abdul, 2002:53-
55).

b. Jenis-jenis pengawasan APBD


1) Pengawasan berdasarkan objek
Sesuai dengan strukturnya, pengawasan APBD dapat
digolongkan menjadi pengawasan terhadap pendapatan daerah
dan pengawasan terhadap pengeluaran daerah. Dilihat dari segi
tujuannya, tujuan pengawasan pendapatan daerah lebih
ditekankan pada segi pengumpulannya. Sedangkan tujuan
pengawasan pengeluaran meliputi baik segi penyusunan
anggaranya, penyalurannya maupun segi
pertanggungjawabanya. Perbedaan pokok antara pengawasan
pendapatan daerah dengan pengawasan pengeluaran daerah
terletak pada segi kompleksitasnya dan keketatannya. Dilihat
dari segi kompleksitasnya, pengawasan pengeluaran daerah
jauh lebih komplek daripada pengawasan pendapatan daerah.
Sebabnya adalah karena pengawasan pengeluaran daerah tidak
hanya dilakukan pada waktu sedang atau sesudah
berlangsungnya kegiatan, tetapi juga pada waktu sebelum
diadakan pengeluaran. Sedangkan pengawasan pendapatan
hanya dilakukan berkaitan dengan penyetorannya ke kas
daerah.
Sementara berdasarkan keketatannya, pengawasan pendapatan
biasanya jauh lebih longgar daripada pengawasan pengeluaran.
Alasannya adalah agar kegiatan pengawasan tidak
menghambat pengumpulan sumber-sumber pendapatan asli
daerah. Prinsip-prinsip yang dipakai dalam mengawasi
29

pembelanjaan pengeluaran secara umum adalah sebagai


berikut:
a) Wetmatigheid, yaitu prinsip pengawasan pengeluaran
yang menekankan pentingnya aspek kesesuaian antara
praktek pelaksanaan APBD dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
b) Recmatigheid, yaitu prinsip pengawasan pengeluaran
yang menitikberatkan perhatian pada segi legalitas
praktek pelaksanaan APBD.
c) Doelmatigheid, yaitu prinsip pengawasan pengeluaran
yang menekankan pentingnya peranan factor tolok
ukur dalam praktek pelaksanaan APBD. (Abdul,
2002:55-56).
2) Pengawasan menurut sifatnya
Menurut sifatnya, pengawasan APBD dapat dikelompokkan
menjadi pengawasan preventif dan pengawasan detektif.
Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan
pada tahap penyusunan APBD. Sedangkan pengawasan
detektif dilakukan pada tahap pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBD, yakni dengan membandingkan
antara yang seharusnya terjadi dengan yang sungguh-sungguh
terjadi. (Abdul, 2002:51-56).
Pengawasan preventif ialah pengawasan yang dilakukan
sebelum rencana itu dilaksanakan. Maksud dari pengawasan
preventif ini ialah untuk mencegah terjadinya
kekeliruan/kesalahan dalam pelaksanaan. Dalam system
pemeriksaan anggaran, pengawasan preventif ini disebut pre-
audit.
Pengawasan preventif dapat dilakukan dengan usaha-usaha
sebagai berikut:
30

a) Menentukan peraturan-peraturan yang berhubungan


dengan system prosedur, hubungan dan tata kerjanya.
b) Membuat pedoman/manual sesuai dengan peraturan-
peraturan yang telah ditetapkan.
c) Menentukan kedudukan, tugas, wewenang dan
tanggungjawabnya.
d) Mengorganisasikan segala macam kegiatan,
penempatan pegawai dan pembagian pekerjaannya.
e) Menentukan system koordinasi, pelaporan dan
pemeriksaan.
f) Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pejabat yang
menyimpang dari peraturan yang telah ditetapkan.
(Soewarno, 1985: 145).

Tujuan pengawasan preventif terutama untuk mencegah


terjadinya penyimpangan pada pelaksanaan APBD. Bentuk-
bentuk pengawasan preventif APBD secara terperinci sebagai
berikut:

a) Menetapkan tujuan dan sasaran yang hendak dicapai.


b) Menetapkan strategi, prioritas dan program yang
hendak dilaksanakan.
c) Menentukan wewenang dan tanggungjawab berbagai
instansi sehubungan dengan tugas pokoknya masing-
masing.
d) Memberikan pedoman pelaksanaan kegiatan atau
program secara jelas sesuai dengan prinsip-prinsip
kehematan, efisiensi, dan efektivitas.

Pengawasan detektif dimaksudkan untuk mengetahui


kesesuaian pelaksanaan APBD dengan rencana, aturan-aturan
31

dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengawasan ini


biasanya dilakukan untuk memeriksa dokumen-dokumen
laporan pertanggungjawaban bendaharawan.

Berdasarkan caranya, pengawasan detektif dapat dibedakan


menjadi pengawasan dari jauh dan pengawasan dari dekat.
Pengawasan dari jauh adalah pengawasan yang dilakukan
dengan cara menguji dan meneliti laporan pertanggungjawaban
bendaharawan berdasarkan bukti-bukti pendukungnya.
Pengawasan dari jauh ini cenderung bersifat pasif, karena
pengawasan tidak berhubungan secara langsung dengan objek
yang diperiksa. Selain itu pengawasan dari jauh juga memiliki
kelemahan dari segi akurasi hasil pemeriksaannya. Bukti-bukti
yang diperiksa seringkali hanya memperhatikan aspek
formalnya, sedangkan aspek materialnya cenderung terabaikan.
Pengawasan dari dekat dilakukan dari tempat berlangsungnya
pekerjaan atau ditempat diselenggarakanya kegiatan
administrasi. Pada pemeriksaan ini tidak hanya dilakukan
terhadap bukti-bukti penerimaan atau bukti-bukti pengeluaran,
tetapi biasanya dilanjutkan terhadap akurasi bukti-bukti
tersebut dengan melakukan pemeriksaan secara material.

Kelemahan utama pengawasan dari dekat terletak pada


terbukanya peluang untuk berkolusi antara aparat pegawas
dengan pihak yang diawasi. Hal ini dimungkinkan karena
sebelum melakukan tugasnya, petugas pemeriksa biasanya
menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu mengenai waktu
pemeriksaan kepada instansi yang akan diperiksa. Akibatnya
instansi yang diperiksa dapat menyiapkan diri dengan
menertibkan administrasi keuangannya sebelum pemeriksaan
dilakukan. (Abdul, 2002:56-57).
32

3) Pengawasan menurut metodenya


Pengawasan APBD dapat dibedakan menjadi pengawasan
melekat dan pengawasan fungsional. Penngawasan melekat
adalah pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atau atasan
langsung suatu instansi/unit kerja dalam lingkungan
pemerintah daerah terhadap bawahannya, terutama melalui
pelembagaan system pengawasan pimpinan. Alasan
penyelenggaraan pengawasan melekat antara lain adalah
karena adanya jabatan structural yang melekat pada seorang
pimpinan setiap instansi/unit kerja pemerintah daerah. Jabatan
structural itu memberikan kewajiban padanya untuk
mengawasi kegiatan dan program yang berlangsung dibawah
kewenangannya. Efektivitas pengawasan melekat sangat
tergantung pada kombinasi antara kualitas kepemimpinan dan
kualitas system pengawasan pimpinan yang dilembagakan
oleh instansi/unit kerja tersebut. Sementara itu pengawasan
fungsional APBD adalah pengawasan yang dilakukan oleh
aparat pengawasan fungsional yang meliputi BPKP, Itwilprop,
Itwilkab/kota. Cakupan pelaksanaan pengawasan fungsional
meliputi baik pelaksanaan tugas umum pemerintahan maupun
pelaksanaan pembangunan. Sedangkan tujuannya tidak hanya
untuk melakukan verifikasi, melainkan juga dimaksudkan
untuk membantu pihak yang diawasi dalam menunaikan
tugasnya secara baik. (Abdul, 2002:57).
c. Tujuan pengawasan keuangan
1) Untuk menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dapat
dijalankan;
2) Untuk menjaga agar kegiatan pengumpulan penerimaan dan
pembelanjaan pengeluaran sesuai dengan anggaran yang
digariskan;
33

3) Untuk menjaga agar pelaksanaan APBD benar-benar dapat


dipertanggungjawabkan.

Menurut (Damanik, 2000) salah satu aspek dari kegiatan


pengawasan adalah pelaksanaan pemeriksaan yang secara umum
diartikan sebagai proses yang sistematis untuk
mengidentifikasikan masalah, analisis, dan evaluasi yang
dilakukan secara independen dan konstruktif serta dengan
pemberian pendapat atau apabila dipandang perlu rekomendasi.
(Ihyaul, 2009: 129).

B. Penelitian Terdahulu

Noerma Alifahrani Bahtiar (2017) melakukan penelitian yang berjudul


Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan Program Alokasi Dana Desa
(ADD) di Desa Panjunan, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Sidiarjo. Metode
penelitian ini yaitu metode penelitian kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui
bahwa partisipasi masyarakat dalam pengawasan program ADD ditunjukkan
dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi berbentuk aspirasi
dalam perenanaan, materi atau uang, tenaga, dan juga menikmati hasil
pembangunan. Partisipasi masyarakat termasuk dalam derajat tokenizm
dengan tingkat partisipasi yang paling menonjol ada pada pengawasan
perencanaan dan pelaksanaan program ADD di Desa Panjunan. Partisipasi
masyarakat dalam pengawasan program ADD di Desa Panjunan ada disetiap
titik strategi pengawasan yaitu pengawasan yang menonjol pada perencanaan
dan pelaksanaan, sedangkan partisipasi masyarakat untuk mengawasi hasil
output hanya dilakukan dengan menilai hasil program dan hanya bisa
mengetahui laporan secara lisan dari informasi RT/RW setempat.

Chandra Kusuma Putra, Ratih Nur Pratiwi, Suwondo (2013)


melakukan penelitian yang berjudul Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam
Pemberdayaan Masyarakat Desa (Studi pada Desa Wonorejo Kecamatan
34

Singosari Kabupaten Malang). Metode penelitian yang digunakan dalam


penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dari hasil penelitian ini diketahui
bahwa sebagian dari dana ADD untuk pemberdayaan masyarakat digunakan
untuk biaya operasional pemerintah desa dan BPD sehingga pengguna ADD
tidak sesuai dengan peruntukannya. Dalam perencanaan ADD tingkat
partisipasi masyarakat dalam kegiatan musyawarah desa cukup tinggi. Namun
dalam proses penjaringan aspirasi tersebut terkendala dari rendahnya
pendidikan masyarakat sehingga aspirasi masyarakat cenderung bersifat
pembangunan secara fisik (infrastruktur desa) seharusnya mengutamakan
pemberdayaan masyarakat.

Faizatul Karimah, Choirul Saleh, Ike Wanusmawatie (2014)


melakukan penelitian yang berjudul Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam
Pemberdayaan Masyarakat (Studi pada Desa Deket Kulon Kecamatan Deket
Kabupaten Lamongan). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian ini
diketahui bahwa pengelolaan alokasi dana desa dalam pemberdayaan
masyarakat Desa Deket Kulon Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan secara
normative dan administrative sudah baik. Namun, secara substansi ada
beberapa hal yang harus diperbaiki yaitu partisipasi masyarakat pada tahap
perencanaan, pengawasan, pertanggungjawaban, dan transparansi yang belum
maksimal karena masyarakat tidak banyak mengetahui akan adanya kegiatan
tersebut. peran stakeholder pada pengelolaan alokasi dana desa dalam
pemberdayaan masyarakat Desa Deket Kulon masih belum maksimal. Hanya
Kepala Desa yang terlibat aktif dalam setiap tahapan pengelolaan alokasi dana
desa mulai dari perencanaan, mekanisme penyaluran dan pencairan dana,
pelaksanaan, pengawasan, pertanggungjawaban sampai pada transparansi
anggaran. Sedangkan stakeholder lain seperti karang taruna, tim penggerak,
masyarakat dan BPD peranannya hanya sebatas pada tahap perencanaan yaitu
keikutsertaan dalam penyusunan Daftar Rencana Kegiatan (DRK) dan tahap
35

pelaksanaan dengan terlibatnya dalam pembangunan infrastruktur Desa Deket


Kulon.

Siti Ainul Wida, Djoko Supatmoko, Taufik Kurrohman (2017)


melakukan penelitian yang berjudul Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana
Desa (ADD) di Desa-desa Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif. Dari
hasil penelitian ini diketahui bahwa Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana
Desa di 9 Desa di Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi tahun 2014
adalah (1) Sistem Akuntabilitas dalam perencanaan Alokasi Dana Desa di 9
Desa kecamatan Rogojampi telah berlangsung sebesar 100%, dan
memperoleh nilai AA. Hal itu berarti akuntabilitas pengelolaannya telah
berlangsung dengan memuaskan, dan sesuai dengan peraturan perundang –
undangan yang berlaku. Dalam perencanaan ADD telah dilakukan kegiatan
Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan baik di tingkat dusun, di tingkat
desa, maupun di tingkat kecamatan dengan melibatkan BPD, LPMD, serta
perwakilan dari masyarakat. Sistem Akuntabilitas dalam pelaksanaan Alokasi
Dana Desa di 9 Desa kecamatan Rogojampi telah berlangsung sebesar 100 %,
dan memperoleh nilai AA. Hal itu berarti sistem akuntabilitas pelaksanaan
telah berlangsung dengna memuaskan dan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan. Penggunaan dana ADD telah digunakan sesuai dengan Rencana
Penggunaan Dana ADD dengan proporsi sebesar 70 % yang ditujukan untuk
masyarakat desa, dan sebesar 30 % untuk penyelenggaraan pemerintahan
desa. (3) Sistem Akuntabilitas dalam pengawasan Alokasi Dana Desa di 9
Desa kecamatan Rogojampi telah berlangsung sebesar 100 % dan
memperoleh nilai AA. Hal itu berarti sistem akuntabilitas dalam pengawasan
telah berlangsung dengan memuaskan. Pengawasan telah dilaksanakan oleh
pihak inspektorat, pihak kecamatan, pihak desa, dan pihak masyarakat
terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban terhadap
pengelolaan ADD. Pengawasan dilakukan dalam kegiatan monitoring dan
36

evaluasi yang dilaksanakan sekali dalam satu tahun. (4) Sistem Akuntabilitas
dalam pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa di 9 Desa kecamatan
Rogojampi telah berlangsung sebesar 87,5 %, dan mendapat nilai AA. Artinya
sistem akuntabilitas dalam pertanggungjawaban telah berlangsung dengan
memuaskan, dengan merekap setiap kegiatan dalam bentuk laporan yang telah
ditentukan berdasarkan Prosedur yang telah ditetapkan.

Komang Lia Mahartani, Anantawikrama Tungga Atmadja, Made


Aristia Prayudi (2018) melakukan penelitian yang berjudul Implementasi
Permendagri 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Dana Desa (Studi Kasus
pada Desa Jinengdalem, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng). Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian kualitatif. Dari hasil
penelitian ini diketahui bahwa pelaksanaan pengelolaan keuangan Kantor
Kepala Desa Jinengdalem Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng secara
garis besar sudah sesuai dengan peraturan terbaru yaitu Permendagri Nomor
113 Tahun 2014. Walaupun terdapat beberapa hal seperti dalam
pengaplikasian Undang-undang Desa Kepala Desa Jinengdalem mengatakan
pemerintah belum secara konsisten menerapkan peraturan Undang-undang
Desa seperti dana BKK (bantuan keuangan khusus), ini dikarenakan dalam
penerapannya masih awam atau premature sehingga mengakibatkan yang
awalnya menggunakan PP No. 113 Tahun 2014 kembali menggunakan PP
No. 37 Tahun 2007. Solusi untuk menyelesaikan kendala yang dihadapi
Kantor Kepala Desa Jinengdalem Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng
dari kendala penerapan beberapa point yang berkaitan dengan peraturan baru
yaitu penerapan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 adalah melaksanakan
sosialisasi dan pelatihan kepada perangkat desa mengenai penerapan
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 dengan bantuan dari pemerintah daerah
maupun pusat.
37

C. Kerangka Berpikir

Agar penelitian ini lebih jelas, maka diberikan kerangka berpikir.


Untuk lebih bisa dipahaminya penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1

Pertanggungjawaban

(X1)

Pemerintah Desa
Pengelolaan
Alokasi Dana Desa

(Y)
Pengawasan

(X2)

Stakeholder

Keterangan:

: Pengaruh Secara Parsial

: Pengaruh Secara Simultan

Gambar 2.1
Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 menjelaskan bagaimana pertanggungjawaban dan


pengawasan berpengaruh terhadap pengelolaan alokasi dana desa. Hasil
38

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chandra Kusuma Putra, Ratih Nur
Pratiwi, Suwondo (2013) Pengawasan dalam pelaksanaan program ADD
terdiri dari 3 jenis pengawasan. Pertama, pengawasan fungsional yakni
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Malang maupun
Kecamatan Singosari yang berupa pelaporan, seharusnya dilakukan setiap
bulan (Laporan Berkala) dan setiap akhir tahun (SPJ), namun pada
pelaksanaannya hanya dilakukan 3 kali dalam satu tahun. Kedua, pengawasan
secara melekat yaitu pengawasan yang dilakukan oleh atasan langsung
melalui struktur organisasi pemerintah desa, dalam hal ini dilaksanakan oleh
Kepala Desa, perangkat desa dan masing-masing ketua pelaksana kegiatan.
Ketiga, pengawasan langsung oleh masyarakat, faktanya belum terjadi
pengawasan secara langsung oleh masyarakat dalam pengelolaan ADD. Hal
tersebut terjadi dikarenakan ketidak pahaman masyarakat akan adanya
program ADD. Sedangkan pertanggungjawaban ADD terdiri dari dua jenis
pertanggungjawaban. Pertama, pertanggungjawaban administrasi sebenarnya
sudah dilakukan secara tepat, yakni dilaksanakan 3 kali dalam satu tahun
yakni pada saat untuk pencairan ADD tahap selanjutnya. Kedua,
pertanggungjawaban secara langsung kepada masyarakat belum terjadi karena
keterbukaan oleh pemerintah desa sebagai pengelola ADD kepada masyarakat
dalam bentuk informasi penggunaan dana ADD sangat rendah.

D. Hipotesis

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh


Pertanggungjawaban dan Pengawasan sebagai variable bebas (independen)
terhadap Pengelolaan Alokasi Dana Desa sebagai variable terikat (dependen).

Berdasarkan kerangka berpikir di atas maka hipotesis dalam penelitian


ini yaitu:
39

Ho 1.1 : Pertanggungjawaban pemerintah desa tidak berpengaruh signifikan


terhadap pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok
Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.

Ho 1.2: Pertanggungjawaban pemerintah desa berpengaruh signifikan


terhadap pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok
Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.

Ho 2.1 : Pengawasan kepada pemerintah desa tidak berpengaruh signifikan


terhadap pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok
Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.

Ho 2.2 : Pengawasan kepada pemerintah desa berpengaruh signifikan terhadap


pengelolaan alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok Kecamatan
Rao Selatan Kabupaten Pasaman.

Ho 3.1: Pertanggungjawaban pemerintah desa dan pengawasan stakeholder


tidak berpengaruh signifikan terhadap Pengelolaan alokasi dana
desa di Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten
Pasaman.

Ho 3.2 : Pertanggungjawaban pemerintah desa dan pengawasan stakeholder


berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan alokasi dana desa di
Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.
40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah field research atau


penelitian lapangan yaitu dilakukan di Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao
Selatan Kabupaten Pasaman. Metode penelitian yang digunakan adalah
metode kuantitatif yang bersifat deskriptif, yang menjelaskan mengenai
Pengaruh Pertanggungjawaban dan Pengawasan terhadap Pengelolaan
Alokasi Dana Desa di Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan
Kabupaten Pasaman.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Wali Nagari Lansek Kadok


Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman. Penelitian dilakukan dalam
kurun waktu sekitar pada bulan September sampai dengan Oktober 2021.

C. Populasi dan Sampel

Menurut Sugiyono (2011:81) populasi adalah wilayah generalisasi


yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. (Mahir & Avian, 2016: 4). Adapun populasi dalam penelitian
ini yaitu pegawai Pemerintah Nagari Lansek Kadok dan para stakeholder
(Badan Pemusyawaratan Desa (BPD), karang taruna, tim penggerak PKK,
Niniak Mamak/Tokoh Masyarakat dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
Nagari (LPMN) yang telah berpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan
alokasi dana desa, serta ikut berperan dalam pelaksanaan dan pengawasan
alokasi dana desa di Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten
41

Pasaman. Adapun rincian dari masing-masing kelompok responden ialah


sebagai berikut:

Tabel 3.1
Kelompok Responden
No Responden Anggota
1. Pemerintah Desa 20
2. Badan Pemusyawaratan Desa 9
3. Tim Penggerak PKK 30
4. Karang Taruna 35
5. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari 9
6. Niniak Mamak/Tokoh Masyarakat 45
Jumlah 148
Sumber: Wali Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten
Pasaman
Menurut Sugiyono (2011:81) menyatakan bahwa sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
(Mahir & Avian, 2016: 4). Karena jumlah populasi dalam penelitian diketahui
maka pengambilan jumlah sampel penulis menggunakan rumus Slovin lihat
(Sevilla 1994) seperti berikut:

Keterngan:
n = ukuran sampel

N = ukuran populasi relative banyak


e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel
yang dapat ditoleransi. (Husein, 2008 hal 67).
Berdasarkan data di atas, terdapat 148 orang responden yang ikut
berpartisipasi dalam perencanaan pengelolaan alokasi dana desa dan jumlah
responden tersebut di tetapkan sebagai populasi. Sedangkan tingkat toleransi
42

yang ditetapkan untuk menentukan sampel adalah 10%. Adapun jumlah


sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

( )

= 59,67 dibulatkan menjadi 60

Maka jumlah sampel minimum dalam penelitian ini adalah 60 orang


responden. Penentuan jumlah sampel masing-masing responden dilakukan
dengan membagi populasi perkelompok dengan jumlah populasi dan dikali
dengan jumlah sampel minimum. Maka diperoleh jumlah sampel dari
Pemerintah Desa sebanyak 8 orang, Badan Pemusyawaratan Desa sebanyak 4
orang, Tim Penggerak PKK sebanyak 12 orang, Karang Taruna sebanyak 14
orang, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagari 4 orang, dan Niniak
Mamak/Tokoh Masyarakat sebanyak 18 orang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu


dengan menyebarkan kuisoner kepada pegawai Pemerintah Nagari beserta
stakeholder di Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten
Pasaman, dan wawancara kepada pimpinan Pemerintah Nagari yaitu Kepala
Desa/Wali Nagari Lansek Kadok, terakhir penulis melakukan dokumentasi di
Kantor Wali Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten
Pasaman.

E. Pengembangan Instrumen
1. Penyusunan Instrumen Angket

Instrument yang dilakukan oleh penulis adalah menggunakan


kuisoner atau angket yang pernah digunakan oleh penelitian
sebelumnya untuk mengetahui pendapat responden. Kuisoner yang
43

disebarkan memakai skala likert. Skala likert digunakan untuk


mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok
orang tentang fenomena sosial. Untuk analisis data kuantitatif, maka
jawaban responden diberi skor sebagai berikut.

Tabel 3.2
Skor kuisoner
No Sikap Responden Skor
1. Sangat Setuju 5
2. Setuju 4
3. Kurang Setuju 3
4. Tidak Setuju 2
5. Sangat Tidak Setuju 1
Sumber : Sugiyono (2017: 108)

Dengan skala likert,

maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indicator


variable. Kemudian indicator tersebut dijadikan sebagai titik tolak
untuk menyusun item-item intrumen yang dapat berupa pernyataan
atau pertanyaan. Adapun indicator (kisi-kisi) instrument penelitian
yaitu:

Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Penelitian
No
Variable Teori Indicator
Item
Pertanggungjawaban Pertangggungjawaban adalah Pencapaian 1
(X1) alat untuk melaksanakan strategi Strategi 2
dan program-program yang telah
diseleksi melalui proses Kinerja 1
perencanaan stratejik. Prestasi 1
(Mahmudi, 2015: 74) Pelayanan 1
44

Misi 3
Pengawasan Pengawasan adalah segala keg Program 1
(X2) iatan untuk menjamin agar Intensitas 2
pengumpulan-pengumpulan
pendapatan daerah, dan Evaluasi 1
pembelanjaan pengeluaran- Tindak lanjut 1
pengeluaran daerah berjalan Kualitas 1
sesuai dengan rencana, aturan-
aturan, dan tujuan yang telah Jadwal 1
ditetapkan. (Abdul, 2002:51) Resiko 1
Biaya 1
Pemantauan 1
Pelaporan 1
Pengelolaan Alokasi Perencanaan adalah suatu Tujuan 3
Dana Desa aktivitas integrative yang Keterkaitan 3
berusaha memaksimumkan
efektivitas seluruhnya dari suatu Sistematis 1
organisasi sebagai suatu system, Anggaran 3
sesuai dengan tujuan yang ingin Jadwal 1
di capai. (Yusuf & Eka, 2019:
42) Program 2
Pengembangan 1
Pelaksanaan dan penatausahaan Proses 3
merupakan tahapan setelah Omset 4
perencanaan pembangunan desa.
Dalam pelaksanaan ini akan Pemanfaatan 4
menentukan seberapa jauh Relevansi 1
organisasi tersebut telah berhasil Target 1
melakukan pengelolaan
keuangan. Ketertiban 2
(Komang dkk, 2018: 7)
Sumber : (Sugiyono, 2018: 112)

2. Pengujian Instrument Angket


a. Uji validitas
45

Uji validitas berguna untuk mengetahui apakah ada


pertanyaan-pertanyaan pada kuisoner yang harus dibuang/diganti
kar

ena tidak di anggap relevan. Pengujian dilakukan secara


statistic, yang dapat dilakukan secara manual atau dukungan
computer, misalnya melalui bantuan paket computer SPSS.
(Husein, 2008: 54)

b. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas berguna untuk mengetahui apakah


pada model regresi yang diajukan telah ditemukan korelasi kuat
antarvariabel independen. Jika terjadi korelasi kuat, terdapat
masalah multikolinieritas yang harus di atasi.

Terdapat dua metode dalam pengukuran uji


multikolinieritas yaitu sebagai berikut:

1) Mengukur multikolinieritas juga dapat diketahui dari besaran


VIF (Variance Inflation Factor). Menghitung VIF untuk
koefisien dari variable independen menggunakan rumus:
VIF = 1/(1-R2)
2) Mengukur multikolinieritas juga dapat diketahui berdasarkan
besaran TOLERANCE. Menghitung TOL dengan rumus:
TOL = (1-R2). (Husein, 2008: 83)
c. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah


dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari
residual suatu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari
residual suatu pengamatan ke pengematan lain tetap, disebut
homoskedastisitas, sedangkan untuk varians yang berbeda disebut
46

heteroskedatisitas. Model regresi yang baik adalah model yang


heteroskedatisistas. (Husein, 2008: 84)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengolahan, penyajian, interpretasi


dan analisis data yang diperoleh di lapangan, dengan tujuan agar data yang
disajikan mempunyai makna, sehingga pembaca dapat mengetahui hasil
penelitian. (Nanang, 2010:127). Pemakaian alat-alat analisis akan sangat
tergantung pada apakah variable-variabel penelitian bersifat ketergantungan
(jelas mana variable dependen dan independen) atau saling berketergantungan
(tidak memerhatikan mana yang variable dependen dan independen). Adapun
metode yang digunakan dalam menganalisis data dan menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah:

1. Analisis Regresi Linear Sederhana

Analisis ini dilakukan untuk mengukur pengaruh satu variable


dan variable lainnya, seperti mengetahui pengaruh pengelolaan alokasi
dana desa terhadap pertanggungjawaban dan pengawasan. Adapun
rumus yang digunakan dalam regresi linear sederhana yaitu:

Y = a + b1X1 + b2X2
Keterangan:
Y = Pengelolaan Alokasi Dana Desa (variable independen/bebas)
a = Intersep
b = Koefisien Variable X
X1 = Pertanggungjawaban (variable dependen/terikat)
X2 = Pengawasan (variable dependen/terikat). (Husein, 2008: 117)

2. Uji Hipotesis
47

Uji hipotesis yaitu jawaban sementara yang kebenarannya


masih harus diuji, atau di rangkuman kesimpulan teoritis yang
diperoleh dari tinjauan pustaka. (Nanang, 2010:57).
a. Uji T
Uji T merupakan alat uji statistic yang digunakan untuk
menguji hipotesis komparatif dua sampel bila datanya berada pada
skala interval atau rasio.
Menurut (Riduwan, 2003) pengujian dengan menggunakan
uji T tergolong dalam uji perbandingan (komparatif) yang
bertujuan untuk membandingkan (membedakan apakah rata-rata
dua kelompok yang diuji berbeda secara signifikan atau tidak.
Fungsinya adalah untuk menguji kemampuan generalisasi
(signifikan) hasil penelitian yang berupa perbandingan keadaan
kelompok dari dua rata-rata sampel. Adapun syarat untuk
menggunakan uji T yaitu:
1) Variable independen (X) yang harus berada pada skala nominal
atau ordinal (bersifat kategoris).
2) Variable dependen (Y) harus berada pada skala interval atau
rasio. (Nanang, 2010:153).
b. Uji Realibilitas
Uji reabilitas berguna untuk menetapkan apakah
instrument yang dalam hal ini kuisoner dapat digunakan lebih dari
satu kali, paling tidak oleh responden yang sama. Misalnya,
seseorang yang telah mengisi kuesioner dimintakan mengisi lagi
karena kuesioner pertama hilang. Isian kuesioner pertama dan
kedua haruslah sama atau dianggap sama. (Husein, 2008: 57)
c. Uji Normalitas
Uji normalitas berguna untuk mengetahui apakah variable
dependen, independen, atau keduanya berdistribusi normal,
mendekati normal atau tidak. Jika data ternyata tidak berdistribusi
48

normal, analisis nonparametik dapat digunakan. Jika data


berdistribusi normal, analisis parametik termasuk model-model
regresi dapat digunakan.
Mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak
dapat diketahui dengan menggambarkan penyebaran data melalui
grafik. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti
arah garis diagonalnya, model regresi memenuhi asumsi
normalitas. (Husein, 2008: 57)
DAFTAR PUSTAKA

Anggota Ikapi. 2011. Standar Akuntansi Pemerintahan. Bandung: FOKUSMEDIA.

Bahtiar, Noerma Alifahrani. (2017). Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan


Program Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Panjunan, Kecamatan Sukodono,
Kabupaten Sidiarjo. Jurnal Perpustakaan Universitas Airlangga.

Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Halim, Abdul. 2002. Akuntansi dan Pengendalian Pengelolaan Keuangan Daerah.


Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Hamali, Yusuf & Budihastuti, Eka Sari. 2019. Pemahaman Praktis Adiministrasi,
Organisasi, dan Manajemen: Strategi Mengelola Kelangsungan Hidup
Organisasi. Jakarta: Kencana.

Handayaningrat, Soewarno. 1985. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan


Managemen. Jakarta: PT Gunung Agung.

Karimah, Faizatul. Dkk. (2014). Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam


Pemberdayaan Masyarakat (Studi pada Desa Deket Kulon Kecamatan Deket
Kabupaten Lamongan). Jurnal Administrasi Publik Vol 2 No 4.

Mahartani, Komang Lia. Dkk. (2018). Implementasi Permendagri 113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Dana Desa (Studi Kasus pada Desa Jinengdalem, Kecamatan
Buleleng, Kabupaten Buleleng). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi Universitas
Pendidikan Ganesha Vol 9 No 2.

Mahmudi. 2015. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Sekolah Tinggi


Ilmu Manajemen YKPN.

Mardiasmo, 2018. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI.


Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis
Data Sekunder. Jakarta: Rajawali Pers.

Peraturan Daerah Kabupaten Pasaman Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pemerintahan


Nagari.

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pradana, Mahir & Reventiary, Avian. (2016). Pengaruh Atribut Produk terhadap
Keputusan Pembelian Sepatu Merek Customade (Studi di Merek Dagang
Customade Indonesia). Jurnal Manajemen Vol 6 No 1.

Putra, Chandra Kusuma. Dkk. (2013). Pengelolaan Alokasi Dana Desa dalam
Pemberdayaan Masyarakat Desa (Studi pada Desa Wonorejo Kecamatan Singosari
Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi Publik Vol 1 No 6.

Standar Akuntansi Pemerintahan (PP RI No. 24 Th. 2005). Jakarta: Sinar Grafika.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Ulum, Ihyaul. 2009. Audit Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Umar, Husein. 2008. Desain Penelitian Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Wida, Siti Ainul. Dkk. (2017). Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)
di Desa-desa Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Ekonomi
Bisnis dan Akuntansi Vol 4 No 2.
Lampiran : Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

Kepada Yth:

Bapak/Ibu/Sdr/I Pemerintah Desa

Di Tempat

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lara Aryanti

NIM 1730403047
Jurusan : Akuntansi Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Perguruan Tinggi : Institut Agama Islam Negeri Batusangkar

Memohon kesediaan dari Bapak/Ibu/Sdr/I untuk kiranya dapat berpartisipasi dalam mengisi
kuesioner penelitian ini, berkaitan dengan penyusunan skripsi yang saya lakukan dalam rangka
menyelesaikan program studi Akuntansi Syariah S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pemerintah
desa. Oleh karena itu mohon kesediaannya untuk mengisi/menjawab kuesioner ini dengan
sejujur-jujurnya. Kuesioner ini hanya untuk kepentingan skripsi tidak untuk
dipublikasikan, dan kerahasiaan data yang diisi akan tetap di jaga.

Atas kerjasama yang baik dan kesungguhan Bapak/Ibu/Sdr/I dalam mengisi kuesioner
ini, saya ucapkan terima kasih.

Batusangkar, September 2021

Hormat Saya,

Lara Aryanti
NIM 1730403047

KUESIONER PENELITIAN

Identitas Responden

1. Nama : (Boleh tidak diisi)


2. Jenis Kelamin :
Laki-laki Perempuan
3. Usia : Tahun
4. Tingkat Pendidikan : SD SMP SMA/SMK

D3 S1 S2
Lain-lain

5. Jabatan :
6. Pengalaman Kerja : Tahun
7. Nama Desa :

Petunjuk Pengisian

Pilihlah jawaban dibawah ini dengan memberi tanda checklist (√) pada salah satu
jawaban yang paling mendekati pendapat anda

Penilaian: SS = Sangat Setuju

S = Setuju

KS = Kurang Setuju

TS = Tidak Setuju

STS = Sangat Tidak Setuju


1. KEPATUHAN ATAS PERUNDANG-UNDANGAN

NO PERNYATAAN SS S KS TS STS
1. Siklus pengelolaan dana desa sesuai dengan
Permendagri 113 tahun 2014 tentang pedoman
pengelolaan keuangan desa.
2. Pelaporan keuangan desa sesuai dengan standar
yang berlaku.
3. Format laporan pertanggungjawaban desa sesuai
dengan aturan yang berlaku.
4. Tugas pokok yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Desa sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
5. Pengelolaan dana desa dilakukan secara
tsransparan, akuntabel, partisipatif dan tertib.
Sumber: Ulfah Waladiyah (2018)

1. PERTANGGUNGJAWABAN PEMERINTAH DESA

NO PERNYATAAN SS S KS TS STS
1. Masyarakat (Publik) selalu mengawasi proses dan
pertanggungjawaban terkait pengelolaan keuangan
desa.
2. Pertanggungjawaban kepada public tidak terlalu
penting.
3. Pengunguman kebijakan penggunaan keuangan
desa mudah didapatkan oleh masyarakat (Publik).
4. Informasi yang dimuat dalam pengunguman sudah
sangat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang ada.
5. Melakukan pelaporan pertanggungjawaban
kepada Pemerintah Daerah (Bupati) sangatlah
penting.
6. Perkembangan system informasi dan teknologi
selalu digunakan oleh Pemerintah Desa untuk
pelaporan pertanggungjawaban keuangan desa
kepada Pemerintah Daerah dan Masyarakat
(Publik).
7. Peran aktif masyarakat (Publik) sangat penting
dalam proses pertanggungjawaban penggunaan
keuangan desa.
8. Masyarakat (Publik) seharusnya mendapatkan
perlakukan yang sama oleh pemerintah desa
pemberian informasi keuangan desa.
Sumber: Ilham Zitri (2017)
2. PENGAWASAN STAKEHOLDER (MASYARAKAT)

NO PERNYATAAN SS S KS TS STS
1. Masyarakat (Publik) desa terlibat dalam
pengambilan keputusan program-program desa.
2. Masyarakat desa memberikan masukan kepada
BPD dan Pemerintah Desa.
3. Masyarakat desa membuat dan mengusulkan
Rencana Anggaran Alternatif (tandingan) terhadap
Rancangan Anggaran Desa yang diajukan oleh
Kepala Desa dan/atau BPD.
4. Masyarakat desa terlibat aktif dalam Rapat Dengar
Pendapat atau Rapat Paripurna Pembahasan dan
Penetapan anggaran desa.
5. Masyarakat desa melakukan pengawasan
pelaksanaan anggaran desa.
6. Masyarakat desa memberikan penilaian
pelaksanaan anggaran desa.
7. Masyarakat desa memberikan penghargaan atas
keberhasilan Pemerintah Desa dalam pengelolaan
anggaran desa.
8. Masyarakat desa memberikan penghargaan atas
keberhasilan BPD dalam pengawasan (control)
pelaksanaan anggaran desa.
Sumber: Ulfah Waladiyah (2018)

3. PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA


a. Perencanaan

NO PERNYATAAN SS S KS TS STS
1. Kepentingan public dan golongan menjadi
perhatian dalam pertimbangan utama terkait
pengelolaan keuangan desa.
2. Informasi selalu diberikan pemerintah desa
kepada public tentang perencanaan keuangan
desa.
3. Dampak sosial yang ditimbulkan oleh opini
terhadap laporan keuangan periode sebelumnya
mempengatuhi praktik perencanaan pengelolaan
keuangan desa periode selanjutnya.
4. Pendapat Masyarakat (Publik) menyebabkan
tekanan dalam perencanaan pengelolaan keuangan
desa.
5. Mengelola keuangan desa dengan prinsip
partisipatif, transparan dan akuntabel sangat
diperlukan oleh pemerintah desa saat ini.
6. Pemerintah desa sudah melakukan komunikasi
yang baik dengan masyarakat (public) terkait
perencanaan pengelolaan keuangan desa.
7. Peran aktif masyarakat (Publik) sangat penting
dalam perencanaan pengelolaan keuangan desa.
8. Pemerintah desa ataupun BPD selalu mengundang
masyarakat (Publik) pada setiap rapat tentang
perencanaan pengelolaan keuangan desa setiap
kali diadakan.
Sumber: Ilham Zitri (2017)

b. Pelaksanaan

NO PERNYATAAN SS S KS TS STS
1. Akses untuk memperoleh informasi tentang
pengelolaan dana desa sangat mudah didapatkan
oleh public.
2. Melaksanakan nilai-nilai pemusyawaratan,
pemufakatan proses kekeluargaan, dan kegotong
royongan dalam pelaksanaan pengelolaan
keuangan desa sangat penting dilakukan oleh
pemerintah desa.
3. Peran aktif masyarakat (Publik) sangat penting
dalam pelaksanaan penggunaan keuangan desa.
4. Fasilitas umum yang digunakan oleh masyarakat
desa saat ini, ialah menggunakan keuangan desa.
5. Masyarakat desa seharusnya mendorong
terciptanya keamanan dalam penggunaan
keuangan desa-desa oleh pemerintah desa.
6. Masyarakat seharusnya selalu berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan desa guna pengawasan
penggunaan keuangan desa.
Sumber: Ilham Zitri (2017)

*Terimakasih*

Anda mungkin juga menyukai