Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang menjadi rujukan dan bahan

perbandingan dalam penelitian ini sebagai berikut.

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu

Nama Judul Variabel dan Metode Hasil


Nugroho, BD Pengaruh budaya Budaya organisasi (X1), budaya organisasi memiliki
2016 organisasi, Kepemimpinan (X2), pengaruh signifikan
kepemimpinan, disiplin Disiplin kerja (X3), terhadap kinerja karyawan
kerja dan komitmen Komitmen organisasi secara parsial, kepemimpinan
organisasi terhadap (X4), Kinerja karyawan tidak
kinerja karyawan (Y). Uji validitas dan memiliki pengaruh signifikan
reliabilitas, uji asumsi terhadap kinerja karyawan
klasik dan regresi secara parsial, disiplin kerja
berganda memiliki pengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan
secara parsial dan komitmen
organisasi memiliki pengaruh
signifikan terhadap kinerja
karyawan secara parsial
Pramesta, S. Pengaruh Kepemimpinan (X1), kepemimpinan dan komitmen
2018 kepemimpinan, motivasi kerja (X2), organisasi tidak berpengaruh
motivasi kerja, disiplin disiplin kerja (X3), terhadap kinerja pegawai,
kerja, dan komitmen komitmen organisasi (X4) sedangkan motivasi kerja
organisasi terhadap dan kinerja pegawai (Y). dan disiplin kerja berpengaruh
kinerja pegawai Statistik deskriptif, uji positif terhadap kinerja
pemerintah daerah validitas dan reliabilitas pegawai
dan regresi berganda
Andriyani, L Pengaruh Kepemimpinan (X1), Kepemimpinan, budaya
2017 Kepemimpinan,Budaya Budaya Organisasi (X2), organisasi dan motivasi kerja
Organisasi, Disiplin Disiplin berpengaruh terhadap kinerja
Kerja, Motivasi Kerja, Kerja (X3), Motivasi aparatur Sekretariat Daerah.
Dan Komitmen Kerja (X4), Komitmen Sedangkan, disiplin kerja dan
Terhadap Kinerja (X5), Kinerja (Y) komitmen tidak berpengaruh
Aparatur Sekretariat Analisis regresi linier terhadap kinerja Aparatur
Daerah Kabupaten berganda Sekretariat Daerah.
Boyolali
Kumalasari, Pengaruh Kepemimpinan (X1), kepemimpinan berpengaruh
E. 2018 Kepemimpinan, Motivasi Kerja (X2), terhadap kinerja karyawan, 2)
Motivasi Kerja, Disiplin Kerja (X3), motivasi kerja berpengaruh
Disiplin Kerja Dan Budaya Organisasi (X4), terhadap kinerja karyawan, 3)
Budaya Organisasi Kinerja Karyawan (Y) disiplin kerja berbengaruh
Terhadap Kinerja Uji validitas, reliabilitas, terhadap kinerja karyawan, 4)
Karyawan Pada Kantor analisis regresi linier budaya organisasi berpengaruh
Pos Pusat Ponorogo berganda terhadap kinerja karyawan, 6)
budaya organisasi merupakan
variabel yang paling dominan

8
9

pengaruhnya terhadap kinerja


karyawan.
Ristiyana, C Pengaruh Motivasi Motivasi Kerja (X1), motivasi kerja berpengaruh
2013 Kerja, Kepemimpinan, Kepemimpinan (X2), positif terhadap kinerja
Budaya Budaya karyawan, kepemimpinan
Organisasi, Disiplin Organisasi (X3), Disiplin berpengaruh positif terhadap
Kerja Terhadap Kerja (X4), Kinerja kinerja karyawan, budaya
Kinerja Karyawan Karyawan (Y) organisasi berpengaruh positif
Metode penelitian terhadap kinerja karyawan,
kuantitatif dengan regresi disiplin kerja berpengaruh
linier berganda positif terhadap kinerja
karyawan

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Hasibuan (2012:10) manajemen sumber daya manusia adalah

ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan

efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.

Fungsi-fungsi MSDM terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pengendalian, pengadaan, pengembangan kompensasi, pengintegrasian,

pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian.

Menurut Marihot Tua E.H (dalam Danang, 2012) manajemen sumber daya

manusia didefinisikan: Human resource management is the activities undertaken

to attact, develop, motivate, and maintain a high performing workforce within the

organization (manajemen sumber daya manusia adalah aktivitas yang dilakukan

merangsang, mengembangkan, memotivasi, dan memelihara kinerja yang tinggi

dalam organisasi).

Berdasarkan definisi di atas pula, Marihot Tua dalam Danang (2012)

mengatakan bahwa sumber daya manusia dengan keseluruhan penentuan dan

pelaksanaan sebagai aktivitas, policy, dan program yang bertujuan untuk

mendapatkan tenaga kerja, pengembangan, dan pemeliharaan dalam usaha


10

meningkatkan dukungannya terhadap peningkatan efektivitas organisasi dengan

cara yang secara etis dan sosial dapat dipertanggungjawabkan.

Aktivitas berarti melakukan berbagai kegiatan seperti perencanaan,

pengorganisasian, pengawasan, pengarahan, analisis jabatan, rekrutmen dan

sebagainya menentukan berbagai policy sebagai arah tindakan seperti

mengutamakan sumber dari dalam organisasi untuk mengisi jabatan yang kosong,

memberi kesempatan kepada orang lain untuk menempati jabatan yang kosong,

mengikutkan program pelatihan dan pendidikan.

2.2.2 Perilaku Organisasi

Menurut Robbins (dalam Sopiah, 2008:3) perilaku organisasi adalah

“behavior concern it self with the actions people do that can be observed

ormeasured”. (Perilaku yang berkenaan dengan tindakan-tindakan manusia yang

dapat diamati atau diukur). Sedangkan menurut Thoha (2010:5) perilaku

organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkahlaku manusia

dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu yang meliputi aspek yang

ditimbulkan dari pengaruh organisasi terhadap manusia demikian pula aspek yang

menimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi.

Menurut Robbins dalam Umar (2010:34), permasalahan pokok dalam

perilaku organisasi dapat terbagi dua yaitu:

1. Permasalahan pokok individu dalam organisasi seperti karakteristik biografis

seperti usia, jenis kelamin, status keluarga, dan masa kerja, kemampuan

intelektual dan kesehatan fisik, kepribadian, seperti stress, kesadaran diri dan

sikap berbudaya, belajar, persepsi seperti kepuasan kerja dan inisiatif

pengambilan keputusan, nilai, sikap, keputusan kerja, dan motivasi.


11

2. Permasalahan pokok kelompok dalam organisasi seperti interaksi kelompok,

perilaku kelompok, sumber daya anggota kelompok, struktur kelompok,

kondisi eksternal kelompok, proses kelompok, tugas kelompok, pengambilan

keputusan kelompok, tim kerja, komunikasi, keleluasaan dan politik, konflik,

perundingan, dan perilaku antar kelompok.

2.2.3 Disiplin Kerja

Disiplin kerja secara tidak langsung menumbuhkan gairah dan kinerja

setiap individu untuk terwujudnya keinginan yang hendak dicapai. Untuk itu

setiap manajer selalu berusaha mewujudkan disiplin kerja yang baik pada setiap

karyawannya. Seorang manajer belum bisa dikatakan efektif dalam

kepemimpinannya jika belum mampu menciptakan kedisiplinan yang baik

terhadap bawahannya. Menurut Hasibuan (2012:193) kedisiplinan adalah

kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan

norma-norma sosial yang berlaku.

Karyawan dituntut untuk mematuhi setiap peraturan yang berlaku dengan

kesadaran dan kesediaan mereka, sehingga karyawan mampu memahami standard

organisasi yang ditetapkan. Apabila kebutuhan akan hal ini terpenuhi maka akan

timbul kepuasan dan kelancaran terhadap peningkatan kinerja karyawan. Oleh

karena itu kedisiplinan merupakan sebuah kunci perusahaan agar lebih mudah

untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Menurut Rivai (2004) dalam Dipta dan Susilo (2012) Disiplin kerja adalah

suatu alat yang digunakan para manager untuk berkomunikasi dengan karyawan

agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya
12

untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan

perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Menurut Hasibuan (2012:193) kedisiplinan merupakan fungsi operatif

MSDM yang terpenting karena semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi

prestasi kerja yang dapat dicapainya. Disiplin kerja adalah suatu alat yang

digunakan para manager untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka

bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk

meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan

perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Rivai dan Ella, 2011:825).

Dari penjelasan tentang disiplin diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin

adalah salah satu faktor utama dalam menggapai tujuan organisasi.

Perusahaan/organisasi yang menerapkan kedisiplinan dan memiliki karyawan

dengan tingkat disiplin tinggi akan memudahkan organisasi mencapai visi, misi,

dan tujuan organisasi tersebut.

Menurut Hasibuan (2012:193) kedisiplinan adalah kesadaran dan

kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial

yang berlaku. Banyak indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan

karyawan. Menurut Hasibuan (2012:194) indikator-indikator tersebut adalah

Pertama, tujuan dan kemampuan; tujuan (pekerjaan) yang dibebankan harus

sesuai dengan kemampuan karyawan bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-

sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya. Kedua, teladan pimpinan; teladan

pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena

pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Dengan teladan

pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Jika teladan
13

pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan pun akan kurang

disiplin.

Ketiga, balas jasa; balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi

kedisiplinan karyawan karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan

kecintaan karyawan terhadap perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan

semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.

Keempat, keadilan; keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan,

karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta

diberlakukan sama dengan manusia lainnya. Dengan keadilan yang baik akan

menciptakan kedisiplinan yang baik. pula. Kelima, waskat; waskat (pengawasan

melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan

karyawan perusahaan. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja

karyawan. Karyawan merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk,

pengarahan, dan pengawasan dari atasannya.

Keenam, sanksi hukuman; sanksi hukuman berperan penting dalam

memelihara kedisiplinan karyawan. Berat/ringanya sanksi hukuman yang akan

diterapkan ikut mempengaruhi baik/buruknya kedisiplinan karyawan. Sanksi

hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang indisipliner, bersifat

mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam

perusahaan.. Ketujuh, ketegasan; ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan

akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan yang berani

bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan

disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Kedelapan, hubungan

kemanusiaan; terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan


14

lingkungan dan suasana kerja yang nyaman. Hal ini akan memotivasi kedisiplinan

yang baik pada perusahaan. Jadi, kedisiplinan karyawan akan tercipta apabila

hubungan kemanusiaan dalam organisasi tersebut baik.

Jadi, dapat dikatakan kedisiplinan menjadi kunci terwujudnya tujuan

perusahaan. Maka dengan tingkat disiplin kerja yang tinggi karyawan akan

bekerja dengan tanggungjawab serta mengerjakan tugasnya dengan baik dan

amanah.

Menurut Dipta dan Susilo (2012) disiplin kerja mempunyai pengaruh

positif terhadap kinerja karyawan. Karyawan yang disiplin dalam bekerja sejak

berangkat, saat kerja dan saat pulang kerja serta sesuai aturan dalam bekerja,

biasanya akan memiliki kinerja yang baik. Dapat disimpulkan, semakin tinggi

disiplin kerja, maka semakin tinggi kinerja karyawan. Hasil itu pun sama seperti

penelitian yang dilakukan oleh Setiyawan dan Waridin (2006) menunjukkan

bahwa disiplin berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

2.2.4 Motivasi Kerja

Pada dasarnya sebuah instansi atau perusahaan bukan saja mengaharapkan

para karayawan yang mampu, cakap dan terampil, tetapi yang paling penting

mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapaia hasil kerja yang

optimal. Oleh karena itu motivasi kerja sangatlah penting untuk mencapai kinerja

karyawan, karena dengan adany motivasi baik dari diri sendiri maupun

lingkungan kerja maka karyawan merasa bersemangat dalam menjalankan

tugasnya. Menurut Hasibuan (2012:219) bahwa motivasi adalah “pemberian daya

pengerak yang menciptkan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja
15

sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk

mencapai kepuasan.

Robbins dan Judges (2010) mendefinisikan motivasi kerja adalah proses

yang ikut menentukan intensitas, arah dan ketekunan individu dalam usaha

mencapai sasaran. Motivasi umum terkait dengan upaya ke arah sasaran apa saja

dengan menyempitkan fokus pada tujuan organisasi agar mencerminkan minat

tunggal terhadap perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.

Danang (2012) menyatakan bahwa motivasi menjadi penting karena

dengan motivasi diharapkan setiap karyawan mau bekerja keras dan antusias

untuk mencapai kinerja yang tinggi. Perilaku seseorang dipengaruhi dan

dirangsang oleh keinginan, pemenuhan kebutuhan serta tujuan dan kepuasannya.

Rangsangan ini akan menciptakan dorongan pada seseorang untuk melakukan

aktifitas.

Malthis dan Jackson (2006) menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan

dalam diri seorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak untuk mencapai

tujuan. Jadi motivasi adalah sebuah dorongan yang diatur oleh tujuan. Memahami

motivasi sangatlah penting karena kinerja dan persoalan SDM yang lain

dipengaruhi oleh motivasi.

Berdasarkan pengertian diatas disimpulkan bahwa motivasi merupakan

kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, memelihara dan mendorong perilaku

manusia. Pemimpin perlu memahami orang-orang berperilaku tertentu agar dapat

mempengaruhinya dalam bekerja sesuai dengan keinginan organisasi.

Tanjung, H. (2010) dalam kamus bahasa Indonesia mendefinisikan motif

sebagai sebab-sebab yang menjadi dorongan; tindakan seseorang. Motivasi adalah


16

“ force that energizes, direct, and sustains behavior.” Motivasi merupakan

keadaan dalam diri seseorang yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Motivasi

adalah yang melatarbelakangi perilaku, yang dikenal juga sebagai suatu desakan

atau keinginan atau kebutuhan atau suatu dorongan.

Pengertian motivasi tidak lepas dengan motif. Chaplin (2002) dalam

kamus psikologinya menerangkan motif adalah:

1. Suatu keadaan ketegangan di dalam individu, yang membangkitkan,

memelihara, dan mengarahkan tingkah laku menuju pada satu tujuan atau

sasaran.

2. Alasan yang disadari, yang diberikan individu bagi tingkah lakunya.

3. Satu alasan tidak disadari bagi satu tingkah laku.

4. Suatu dorongan, perangsang.

5. Satu set atau sikap yang menuntun tingkah laku.

Motif adalah kebutuhan, dorongan atau impuls, sedangkan motivasi adalah

kemauan untuk berbuat sesuatu. Motivasi seseorang ditentukan oleh intensitas

motifnya (Atkinson, 2008). Motivasi berasal dari bahasa latin ”movore”, yang

berarti: “to move” (berpindah, bergerak). Terdapat tiga karakteristik utama

motivasi, yaitu apa yang menggerakkan perilaku, apa yang mengarahkan perilaku,

dan bagaimana perilaku itu dipertahankan atau dipelihara,

1. Faktor-faktor Motivasi Kerja

Fredick Hezberg, dkk (Wirawan, 2013) mengemukakan faktor-faktor yang

mempengaruhi Motivasi kerja:


17

a. Faktor Motivasi : faktor yang ada dalam pekerjaan, faktor inilah yang dapat

menimbulkan kepuasan kerja dan kemauan untuk bekerja lebih keras.

Faktor ini akan mendorong lebih banyak upaya.

b. Faktor penyehat : faktor ini disebut penyehat karena berfungsi mencegah

terjadinya ketidakpuasan kerja, faktor penyehat adalah faktor yang

jumlahnya mencukupi faktor motivator. Jika jumlah faktor pemelihara tidak

mencukupi akan menimbulkan ketidakpuasan kerja. Jadi faktor pemelihara

tidak menciptakan kepuasan kerja akan tetapi dapat mencegah terjadinya

ketidakpuasan kerja.

2. Jenis-jenis motivasi

Menurut Hasibuan (2012:222) jenis-jenis motivasi yaitu:

a. Motivasi positif (insentif positif) manajer memotivasi bawahan dengan

memberikan hadiah seperti memberikan pujian, penghargaan, bonus,

piagam dan lain sebagainya kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan

memotivasi positif ini semangat kerjabawahan akan meningkat, karena

manusia umumnya senang menerima yang baik-baik saja.

b. Motivasi negatif (insentif negatif) manajer memotivasi bawahannya dengan

memberikan hukuman seperti peringatan, teguran, himbauan dan sebagainya

kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik (prestasinya rendah).

Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu

pendek akan meningkat, karena mereka taku dihukum; tetapi dalam jangka

waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

3. Teori Motivasi

Menurut Hasibuan (2012:223) teori motivasi dikelompokan atas:


18

a. Teori Kepuasan (Content Theory)

Mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan

individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara

tertentu. Teori ini memusatkan perhatian pada faktor-faktor dalam diri orang

yang menguatkan, mengarahkan, mendukung dan menghentikan

perilakunya. Tinggi rendahnya tingkat kebutuhan dan kepuasan yang ingin

dicapai seseorang mencerminkan semangat bekerja orang tersebut.

b. Teori Proses (Process Theory)

Menyatakan bahwa motivasi sebagai proses sebab akibat bagaimana

seseorang bekerja dan hasil apa yang akan diperolehnya. Contoh : Teori

harapan dan keadilan

c. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)

Menyatakan hubungan sebab akibat dari perilaku dengan pemberian

kompensasi, misal promosi dan bonus. Contoh : Pengukuhan positif dan

negatif.

4. Indikator Motivasi

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan indikator motivasi dari teori

Maslow. Teori hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow menurut Sofyandi dan

Garniwa (2007:102). terdiri dari:

a. Kebutuhan fisiologis (Physiological-need)

Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis merupakan hirarki kebutuhan

manusia yang paling dasar yang merupakan kebutuhan untuk dapat hidup

seperti makan,minum, perumahan, oksigen, tidur dan sebagainya.


19

b. Kebutuhan rasa aman (Safety-need)

Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpuaskan, maka muncul

kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan akan

rasa aman ini meliputi keamanan akan perlindungan dari bahaya kecelakaan

kerja, jaminan akan kelangsungan pekerjaannya dan jaminan akan hari

tuanya pada saat mereka tidak lagi bekerja.

c. Kebutuhan sosial (Social-need)

Jika kebutuhan fisiologis dan rasa aman telah terpuaskan secara

minimal,maka akan muncul kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk

persahabatan, afiliasi dana interaksi yang lebih erat dengan orang lain.

Dalam organisasi akan berkaitan dengan kebutuhan akan adanya kelompok

kerja yang kompak, supervisi yang baik, rekreasi bersama dan sebagainya.

d. Kebutuhan penghargaan (Esteem-need)

Kebutuhan ini meliputi kebutuhan keinginan untuk dihormati, dihargai atas

prestasi seseorang, pengakuan atas kemampuan dan keahlian seseorang serta

efektifitas kerja seseorang.

e. Kebutuhan aktualisasi diri (Self-actualization need)

Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan dari Maslow yang paling

tinggi. Aktualisasi diri berkaitan dengan proses pengembangan potensi yang

sesungguhnya dari seseorang. Kebutuhan untuk menunjukkan kemampuan,

keahlian dan potensi yang dimiliki seseorang. Malahan kebutuhan akan

aktualisasi diri ada kecenderungan potensinya yang meningkat karena orang

mengaktualisasikan perilakunya. Seseorang yang didominasi oleh


20

kebutuhan akan aktualisasi diri senang akan tugas-tugas yang menantang

kemampuan dan keahliannya.

Teori motivasi sebagai pemuas atas kebutuhan seseorang, termasuk

kebutuhan yang sangat bersifat primer seperti sandang, pangan, papan dan

kebutuhan kebendaan lainnya.

2.2.5 Kepemimpinan

Dalam suatu organisasi, faktor kepemimpinan memegang peranan yang

penting karena pemimpin itulah yang akan menggerakkan dan mengarahkan

organisasi dalam mencapai tujuan dan sekaligus merupakan tugas yang tidak

mudah.

Adinata (2015) bahwa dalam organisasi dimana terdapat situasi

bekerjasama diantara orang-orang didalamnya maka dibutuhkan adanya pemimpin

dan kepemimpinan. Faktor kepemimpinan mempunyai peran yang sangat penting

dalam meningkatkan kinerja pegawai, karena kepemimpinan yang efektif

memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai

tujuan-tujuan organisasi. Ini menunjukkan bahwa sebuah kepemimpinan sangatlah

penting untuk mendorong sebuah organisasi meraih tujuannya.

Menurut Yulk (2010) kepemimpinan adalah proses untuk mempengaruhi

orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan

bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi

upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Menurut House

dalam Yulk (2010) kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk

mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan

kontribusinya demi efektivitas dan keberhasilan organisasi.


21

Siagian dalam Edy Sutrisno (2012) mengatakan, kepemimpinan adalah

kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para

bawahannya sedemikian rupa sehingga orang lain itu mau melakukan kehendak

pimpinan meskipun secara pribadi hal itu mungkin tidak disenanginya. Sedangkan

Blancard dan Hersey dalam Edy Sutrisno (2012) mengemukakan, kepemimpinan

adalah proses mempengaruhi kegiatan individu dan kelompok dalam usaha untuk

mencapai tujuan dalam situasi tertentu.

Menurut Rivai (dalam Rani, 2009) kepemimpinan juga dikatakan sebagai

proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya

dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang

terkandung di dalam hal ini yaitu; Pertama, kepemimpinan itu melibatkan orang

lain baik bawahan maupun pengikut. Kedua, kepemimpinan melibatkan

pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara

seimbang, karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya. Ketiga, adanya

kemampuan untuk menggunakan bentuk kekuasaan yang berbeda untuk

mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai cara.

Bermacam-macam pengertian mengenai kepemimpinan yang diberikan

oleh para ahli menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat orang yang

mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi, megarahkan, membimbing dan

juga sebagian orang yang mempunyai kegiatan untuk mempengaruhi perilaku

orang lain agar mengikuti apa yang menjadi kehendak dari pada atasan atau

pimpinan mereka. Karena itu kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan

mempengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk

mencapai tujuan organisasi. Apabila orang-orang yang menjadi pengikut atau


22

bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh

atasan maka merreka akan mau mengikuti kehendak pimpinannya dengan sadar,

rela, dan sepenuh hati.

Model kepemimpinan situasional Hersey dan Blanchard dalam buku

Usman (2009:309) didasarkan saling pengaruh antara prilaku kepemimpinan yang

diterapkan, sejumlah pendukung emosional yang diberikan, dan tingkat

kematangan bawahannya. Empat gaya kepemimpinan yang dihasilkan adalah

Pertama, telling. Ciri-ciri telling (pemberitahuan) yaitu tinggi tugas dan rendah

hubungan, pemimpin memberikan instruksi atau keterangan bagaimana cara

mengerjakan, kapan harus selesai dimana pekerjaan dilaksanakan dan

pengawasan, komunikasi biasanya satu arah.

Kedua, selling. Ciri-ciri selling (menawarkan atau menjual) yaitu tinggi

tugas dan tinggi hubungan, pemimpin menawarkan gagasannya dan bawahan

diberi kesempatan berkomentar, pemimpin masih banyak melakukan pengarahan,

komunikasi sudah dua arah. Ketiga, participating. Ciri-ciri participating

(pelibatan bawahan) yaitu tinggi hubungan dan rendah tugas, pemimpin dan

bawahan saling memberikan gagasan, pemimpin dan bawahan sama-sama

membuat keputusan.

Keempat, delegating. Ciri-ciri delegating (pendelegasian) yaitu rendah

hubungan dan rendah tugas, pemimpin melimpahkan wewenangnya kepada

bawahan, bawahan mendapat wewenang membuat keputusan sendiri.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang efektif

mampu memberikan pengaruh terhadap semua pekerja dalam mencapai tujuan

organisasi. Tanpa adanya pemimpin, hubungan antara individu dengan tujuan


23

organisasi tidak dapat tercapai. Keadaan demikian akan membuat situasi tidak

baik, dimana peran individu hanya bekerja untuk mencapai tujuannya sendiri

sementara keseluruhan organisasi berada dalam keadaan tidak efesien dalam

mencapai tujuan.

2.2.6 Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk

bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu

beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi.

Hal ini sesuai dengan pendapat Schein dalam Mohyi (2013) bahwa budaya

organisasi adalah suatu pola dari asumsi-asumsi dasar yang dapat ditemukan

terlihat atau dikembangkan oleh suatu kelompok sebagai suatu pelajaran untuk

mengatasi masalah-masalah.

Edy Sutrisno (2010:2), budaya organisasi dapat didefinisikan sebagai

perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs), asumsi-

asumsi (assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan

diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan

pemecahan masalah-masalah organisasinya. Budaya organisasi juga disebut

budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang telah

relatif lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan)

sebagai norma perilaku dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasinya.

Robbins dan Judge (2010) mengartikan budaya organisasi sebagai sebuah

sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan

organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Budaya organisasi mewakili sebuah

persepsi yang sama dari para anggota organisasi. Oleh karena itu, diharapkan
24

bahwa individu-individu yang memiliki latar belakang berbeda atau berada pada

tingkatan yang tidak sama dalam organisasi dapat memahami budaya organisasi

dengan pengertian yang serupa.

Robbins dan Judge dalam Danang (2012:225) karakteristik budaya

organisasi terdiri dari: Pertama, inovasi dan mengambil resiko. Sejauh mana

karyawan didorong agar bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Tanpa

keberanian mengambil resiko, inovasi dalam sebuah organisasi akan sulit muncul.

Kedua, perhatian terhadap hal-hal rinci/detail. Sejauh mana karyawan diharapkan

menjalankan kecermatan atau precision, analisis dan perhatian pada hal-hal detail.

Ketiga, orientasi hasil. Sejauh mana pihak manajemen lebih fokus pada hasil

daripada fokus pada teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil

tersebut. Keempat, orientasi orang. Sejauh mana keputusan-keputusan manajemen

mempertimbangkan efek dari hasil tersebut terhadap orang-orang yang ada di

dalam organisasi. Kelima, orientasi tim. Sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja di

organisasi pada tim daripada individu-individu. Keenam, keagresifan atau

aggressiveness. Sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif daripada

santai. Ketujuh, stabilitas. Sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan

dipertahankannya status quo sebagai lawan dari pertumbuhan. Organisasi yang

kuat budayanya adalah yang selalu ingin maju dan berkembang dengan mengubah

kondisi yang ada ke arah yang lebih baik.

Menurut Darsono dan Tjatjuk Siswandoko (2011) bahwa suatu perusahaan

yang memiliki budaya organisasi yang kuat akan menghasilkan kinerja yang baik

dalam jangka panjang. Budaya yang kuat artinya seluruh karyawan memiliki satu

persepsi yang sama dalam mencapai tujuan perusahaan. Perusahaan yang


25

memiliki budaya yang kuat tercermin dari tindakan manajemen dalam komunikasi

dengan karyawannya secara kolegial dan non-formal, saling pengertian, dan

memberi pendidikan tentang filsafat manajemen, mengadakan ritual pada saat

memberikan jasa produksi, mengadakan rekreasi bersama, dan lain-lain tindakan

yang tujuannya memberikan dorongan kepada karyawan untuk bekerja lebih keras

dan lebih produktif.

2.2.7 Kinerja Karyawan

Menurut Rivai dan Ella (2011:548-549) kinerja merupakan perilaku nyata

yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh

karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan

merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk

mencapai tujuan.

Kinerja Karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan

kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberi kepadanya Mangkunegara (2016:67).

Tingkat keberhasilan suatu kinerja meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif.

Menurut Siswanto dalam Sandi (2015:11), kinerja ialah prestasi yang dicapai oleh

seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Menurut Mangkunegara (2016:67) istilah kinerja berasal dari kata job

performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi yang

sesungguhnya yang dicapai seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan Mangkunegara (2016:67).

Kinerja adalah hasil dari proses yang mengacu dan diukur selama periode waktu
26

tertentu berdasarkan ketentuan atau kesepakatan yang telah ditetapkan

sebelumnya (Edison 2016:190). Secara umum kinerja dapat diartikan sebagai

keseluruhan proses bekerja dari individu yang hasilnya dapat digunakan landasan

untukan menentukan apakah pekerjaan individu baik atau sebaliknya (Roziqin

2010:41).

Menurut Rivai dalam Sandy (2015:12), memberikan pengertian bahwa

kinerja atau prestasi kerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara

keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan

dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau

kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama.

Menurut Miner dalam Edy Sutrisno (2012:170) kinerja adalah bagaimana

seseorang di harapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang

telah dibebankan kepadanya. Menurut Wirawan (2013:5) kinerja adalah keluaran

yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau

suatu profesi dalam waktu tertentu. Pekerjaan adalah aktivitas menyelesaikan

sesuatu atau membuat sesuatu yang hanya memerlukan tenaga dan keterampilan

tertentu.

Wirawan (2013:54-55) mengungkapkan secara umum dimensi kinerja

dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat

pribadi yang berhubungan dengan pekerjaan. Pertama, hasil kerja; hasil kerja

adalah keluaran kerja dalam bentuk barang dan jasa yang dapat dihitung dan

diukur kuantitas dan kualitas. Indikator yang digunakan adalah kuantitas kerja,

kualitas kerja dan ketepatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kedua, perilaku

kerja; ketika berada ditempat kerjanya seorang karyawan mempunyai dua


27

perilaku, yaitu perilaku pribadi dan perilaku kerja. Perilaku pribadi adalah

perilaku yang tidak ada hubungannya denga pekerjaan. Perilaku kerja adalah

perilaku karyawan yang ada hubungannya dengan pekerjaan. Indikator yang

digunakan adalah dalam penelitian ini adalah ketelitian, memanfaatkan waktu dan

kerjasama.

Ketiga, Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan adalah sifat

pribadi karyawan yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya. Untuk

melaksanakan suatu jenis pekerjaan, diperlukan sifat pribadi tertentu. Sifat pribadi

yang dinilai dalam evaluasi kinerja hanya sifat pribadi yang ada hubungannya

dengan pekerjaannya. Indikator yang digunakan adalah semangat kerja,

pengetahuan, dan kejujuran.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah membahas tentang

pengaruh disiplin kerja, motivasi kerja, kepemimpinan, budaya organisasi

terhadap kinerja karyawan, maka kerangka teori yang disusun dalam penelitian ini

dapat ditunjukkan pada gambar 2.1.

Disiplin Kerja (X1)

Motivasi Kerja (X2)


Kinerja
Karyawan (Y)
Kepemimpinan (X3)

Budaya
Organisasi (X4)

= secara parsial
= secara simultan
28

2.4 Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,

2016). Pada penelitian ini penulis mengambil hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1 = Diduga Disiplin kerja, Motivasi kerja, Kepemimpinan dan Budaya

organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

H2 = Diduga Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan

H3 = Diduga Motivasi kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan

H4 = Diduga Kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan

H5 = Diduga Budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja

karyawan

Anda mungkin juga menyukai