Anda di halaman 1dari 41

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA
LAMPIRAN 2

BIDANG STUDI/MATERI POKOK


KEPEMIMPINAN

MODUL 2
SUB B.S
KEPEMIMPINAN VISIONER

POKJA KEPEMIMPINAN
LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI
TAHUN 2011
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR ISI i
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ……………………………………………………… 1
2. Umum ……………………………………………………………….. 2
3. Tujuan Instruksional ……………………………………………….. 3
4. Sistematika Penulisan …………………………………………….. 3

I. TANTANGAN BAGI PARA PEMIMPIN DI ERA PERUBAHAN


Pengantar …………………………………………………………… 4
Pokok-pokok Bahasan ……………………………………………. 4
Pergeseran Seisme Global ………………………………………. 4
Memimpin Era Transisi …………………………………………… 6
Model Baru Kepemimpinan Perubahan ………………………… 8

II. ALTERNATIF TINDAKAN PARA PEMIMPIN PERUBAHAN


Pengantar …………………………………………………………… 11
Pokok-pokok Bahasan ……………………………………………. 11
Memecahkan Masalah Bukan Menciptakan ……………………. 12
Pemimpin yang Efektif Terbuka terhadap Kejutan ……………… 12
Perubahan Berawal dari Sedikit Orang yang Bersemangat …… 13

III. STRATEGI DI DUNIA YANG SERBA MUNGKIN


Pengantar …………………………………………………………… 15
Pokok-pokok Bahasan …………………………………………….. 15
Pelajaran Startegis dari Peristiwa 11 September 2002 ………… 15
Berpikir Strategis “Bagaimana – Kalau” ………………………….. 17
Kegiatan Memantau Strategi …….……………………………….. 19

IV. PELAJARAN BAGI PEMIMPIN STRATEGIS


Pengantar …………………………………………………………… 23
Pokok-pokok Bahasan …………………………………………….. 23
Kepemimpinan Strategis Dituntut Memiliki Kewaspadaan …….. 23
Proses Merupakan Jangkar Mengimplementasikan Strategi …. 24
Lubang-lubang Perangkap yang Menggiurkan ………………… 26

V. ERA KEPEMIMPINAN KONEKTIF


Pengantar …………………………………………………………… 28
Pokok-pokok Bahasan …………………………………………….. 29
Memahami Keadaan Saling Bergantung dan Keragaman ……. 29
Memimpin di Era Konektif ………………………………………… 29
Prinsip-prinsip Pemimpin Konektif ………………………………. 34

RANGKUMAN ………………………………………………………….. 37

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 39

-1-
IMPLEMENTASI KEPEMIMPINAN
PADA TINGKAT STRATEGIK

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pasca perang dingin telah menimbulkan perkembangan baru di dunia


internasional, dengan munculnya sikap untuk menata kembali hak dan pola masing-
masing negara dalam keterkaitan dan komunikasi antar negara. Hal yang muncul adalah
kecenderungan untuk menempatkan kepentingan nasionalnya tanpa adanya batas antar
negara secara lebih agresif. Keadaan tersebut merupakan sinyal Globalisasi secara
terbuka. Globalisasi atau proses pendunia tersebut bersifat sentripetal dan dipopulerkan
sebagai kemenangan liberalisme ekonomi dunia, yang bercirikan penetrasi sarana sosial-
ekonomi di bidang informasi, Iptek, media komunikasi dan elektronika, permodalan serta
transportasi.
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia sekaligus bagian
dari bisnis global, tidak mungkin melepaskan diri dari pengaruh globalisasi tersebut.
Seluruh dunia akan berkembang sebagai suatu pasar yang berdampak ke arah
persaingan yang ketat dan tajam dengan tetap mengedepankan kepentingan nasionalnya.
Menghadapi keadaan tersebut bangsa Indonesia telah mengambil sikap antisipasi ke
depan yaitu siikap keterbukaan. Sikap keterbukaan memang diperlukan untuk
memperkuat daya kompetisi kita dengan mempertahankan jati diri bangsa dan Ketahanan
Nasional, dalam upaya untuk memanfaatkan peluang yang timbul sebagai kesempatan
untuk maju dan mandiri, disamping keberanian untuk menyaring dan menolak masukan-
masukan yang bisa mengorbankan kepentingan nasional. Masalah ini merupakan critical-
point mengingat implementasinya tidak saja berdampak pada bidang sosial-ekonomi saja
tetapi cenderung merambah ke dalam bidang kehidupan dan penghidupan yang lain,
apakah sosial politik, sosial budaya maupun pertahanan dan keamanan bangsa. Dengan
kecenderungan tersebut negara-negara berkembang mencoba menerapkan ekonomi

-2-
pasar, meskipun dengan penerapan yang berbeda-beda sesuai dengan situasi dan
kondisi politik, tradisi dan pengalaman masing-masing negara bersangkutan. Globalisasi
ekonomi yang juga dipopulerkan sebagai era informasi, ternyata telah mampu
mengaktualisasikan perpaduan antara informasi dan data-data aktual yang apabila
dianalisa secara baik dan cermat akan menghasilkan semua yang dibutuhkan sebagai
pengetahuan ( knowledge).
Untuk itu kalangan pemimpin segenap komponen bangsa perlu
menciptakan stabilitas nasional yang dapat meluangkan keterbukaan, konsistensi dan
kepastian hukum dalam meng-implementasikan berbagai kebijaksanaan. Suasana
keterbukaan akan meluangkan aktualisasi fungsi artikulasi dan agregasi kepentingan dari
kalangan infrastruktur politik dan sekaligus melapangkan keseimbangan antara tuntutan
dan dukungan dari kalangan masyarakat luas (substruktur politik).

2. Umum

Tanpa disadari ternyata kita sudah memasuki era abad ke – 21 di mana


jika ditinjau dari masalah kepemimpinan terjadi pergeseran nilai dan budaya yang sangat
mendasar. Kita akan menemukan profil pemimpin di era ini yang berbeda dengan era
sebelumnya yaitu : (1) Perubahan yang tidak berkelanjutan ( discontinuous change)
yang bergerak cepat dengan mempertimbangkan saran-saran ; (2) Kepemimpinan dari
setiap orang ( leadership from every body ) secara kenyal ; (3) Pengendalian melalui
sorotan dan penilaian ( control by vision and value ); (4) Pembagian informasi (
information shared ) yang menjunjung kebebasan daya cipta dan gerak hati serta sikap
toleransi yang mendua ; (5) Proaktif atau wirausaha ( proactive ; entrepreneurial ) dengan
ciri-ciri saling ketergantungan sesuai hukum, mengintegrasikan kebenaran, dan berfokus
pada persaingan lingkungan ; (6) Menciptakan pasar masa depan ( creating tomorrow’s
market )
Pembahasan selanjutnya dalam tulisan akan mendasari ke-6 profil tersebut di atas
agar dapat ditemukan implementasinya.

-3-
3. Tujuan Instruksional :

a. Tujuan Instruksional Umum (TIU) : Agar para peserta dapat memahami


permasalahan kepemmpinan era perubahan (visioner) pada tingkat strategi
untuk bahan pengembangan di lingkungan kerja masing-masing.
b. Tujuan Instruksional Khusus (TUK) :
 Memahami masalah dan tindakan pemimpin era perubahan.
 Mendalami hal-hal strategis sebagai pelajaran bagi pemimpin
strategis.
 Menemukenali makna dan model kepemimpinan konektif.

4. Sistematika Penulisan.

Untuk pembahasan selanjutnya akan diuraikan dalam :


a. Tantangan bagi para pemimpin di era perubahan.
b. Alternatif tindakan para pemimpin perubahan
c. Strategi di dunia yang serba mungkin.
d. Pelajaran bagi pemimpin strategis
e. Era kepemimpinan konektif

-4-
BAB I

TANTANGAN BAGI PARA PEMIMPIN DI ERA PERUBAHAN

Pengantar : Peter F.Drucker dalam bukunya Managing in a Time of Great Change


(2001) , menulis suatu pernyataan : Agar organisasi anda dapat
mencapai standar yang tinggi, para anggotanya harus percaya bahwa
apa yang sedang dilakukan organisasi, dalam analisa terakhir, adalah
suatu kontribusi bagi komunitas dan masyarakat di mana semua saling
bergantung. Bagaimana suatu organisasi dan kepemimpinannya mampu
menghadapi dunia dalam pusaran perubahan ? Pertama-tama, terimalah
kenyataan bahwa organisasi harus menghadapi perubahan. Kedua, para
pemimpin harus menciptakan sikap menerima perubahan dan hanya ada
satu cara untuk melakuannya yaitu Anda harus membangun pengabaian
( carelessness) yang terorganisasikan dalam sistem Anda.

Pokok-pokok Bahasan : Bab I ini akan membicarakan 3 (tiga ) hal sebagai berikut :

 Pergeseran seisme Global.


 Memimpin era transisi.
 Model Baru Kepemimpinan Perubahan.

Pergeseran Seisme Global

Sembari berusaha mencari pemahaman lebih dalam mengenai tantangan


organisasi, Anda perlu memikirkan 7 ( tujuh) pergeseran seismik yang menjadi ciri era
baru, yaitu :
 Globalisasi Pasar dan teknologi. Berbagai teknologi baru mengubah sebagian
besar pasar lokal, regional, dan nasional menjadi pasar-pasar global tanpa
batas. Sebagai contoh, orang mengatakan bahwa revolusi informasi baru mulai
berdampak, namun tidak ada yang memprediksi kekuatan terbesar bagi
perubahan di era informasi yaitu e-commerce. E – commerce akan membuat
perusahaan mutinasional yang kita kenal sekarang menjadi usang.

-5-
 Munculnya Komunikasi Universal. Aluran-saluran komunikasi yang sempit,
tidak dapat ditingkatkan kapasitasnya, dan tertutup, yang sempit, tidak dapat
ditingkatkan kapasitasnya dan tertutup yang selama ini dipergunakan untuk
menghubungkan orang atau perusahaan menjadi satu, dalam waktu amat
singkat menjadi usang. Oleh karena itu, struktur bisnis yang membentuk atau
atau mengeksploitasi saluran-saluran itu menjadi usang. Secara singkat,
perekat yang secara tradisional telah mengikuti semua aktivitas ekonomi
secara cepat mencair terkena panasnya komunikasi universal.
 Demokratisasi Informasi / Harapan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah,
suara murni dari semangat manusia berdentang keluar lewat berjuta-juta
pembicaraan yang tidak disensor, diedit, atau dihalangi oleh batas- batas
wilayah. Informasi yang datang seketika (real-time) mendorong harapan dan
kemauan sosial, yang pada akhirnya mendorong kemauan politik yang
mempengaruhi setiap orang.
 Peningkatan Kompetisi secara Eksponensial. Teknologi internet dan satelit
membuat siapapun yang terhubung dengannya menjadi calon kompetitir.
Setiap organisasi harus secara terus menerus mengembangkan cara-cara
baru untuk berkompetisi melawannya dengan biaya tenaga kerja yang lebih
murah, biaya material yang lebih rendah, inovasi yang elbih cepat, efisiensi
yang lebih besar dan kualitas yang lebih tinggi. Kekuatan dari usaha bebas
dan persaingan akan menaikkan kualitas, menurunkan biaya-biaya, dan
mendorong peningkatan kecepatan maupun fleksibilitas untuk melakukan
pekerjaan yang diminta oleh pelanggan. Tak seorangpun bisa bertahan hanya
dengan sekedar menyejajarkan diri dengan pesaing atau bahkan dengan
mereka yang dianggap unggul, melainkan kita harus menyejajarkan diri
dengan mereka yang termasuk “kelas dunia”.
 Pergeseran Penciptaan Kekayaan dari Modal Keuangan ke Modal Intelektual
dan Sosial. Penciptaan kekayaan telah beralih dari uang ke orang – dari modal
keuangan ke modal manusia (baik intelektual maupun sosial), yang meliputi
semua dimensi. Lebih dari 2/3 nilai tambah yang diberikan oleh produk-produk
dewasa ini datang dari “kerja pengetahuan” (knowledge work, suatu kerja yang
amat mengandalkan muatan pengetahuan) dibandingkan hanya 1/3 pada era
dua puluh tahun yang lalu.

-6-
 Tenaga Kerja Bebas (Free Agency). Orang menjadi semakin banyak memiliki
informasi, semakin sadar dan mengerti akan berbagai pilihan atau alternatif
dari pada dimasa-masa sebelumnya. Pasar tenaga kerja berubah menjadi
sebuah pasar tenaga kerja bebas dan orang-orang semakin menyadari
mengenai pilihan-pilihan yang tersedia. Para pekerja pengetahuan akan
menolak upaya-upaya manajemen untuk mengelompokkan mereka dalam
label-label tertentu, dan mereka memiliki kekuatan semakin besar untuk
memberi merek / label pada diri mereka sendiri.
 Perubahan Terus Menerus. Kita sekarang hidup di dalam sebuah lingkungan
yang terus berubah tanpa henti. Di dalam gejolak yang perubahan yang terus
berlangsung itu, setiap orang harus memiliki pedoman dalam dirinya untuk
memandu keputusan-keputusan mereka. Mereka harus secara mandiri
memahami tujuan dan prinsip-prinsip utama organisasi. Jika Anda mencoba
untuk mengatur mereka, mereka tidak akan mendengarkan Anda. Mereka
terlalu sibuk dengan segala kebisingan, ketergesa-gesaan, dan krisis dalam
menghadapi tantangan yang senantiasa berubah.

Memimpin Era Transisi

Perubahan bukan hal yang baru bagi pemimpin, juga bukan yang utama bagi
mereka. Saat ini kita sudah mengerti bahwa organisasi tidak dapat terus-menerus dikelola
dengan mengulangi praktik-praktik dimasa lalu untuk mencapai keberhasilan. Kondisi
bisnis berubah-ubah dan asumsi serta praktik-praktik masa lalu tidak lagi berhasil, harus
ada inovasi, dan inovasi berarti perubahan. Namun banyak kegiatan dan usaha yang
bertujuan untuk membantu “mengelola perubahan” sering kali tidaklah cukup. Sarana
tersebut cenderung mengabaikan dinamika individu dan transisi organisasi yang dapat
menentukan hasil dari semua upaya perubahan. Akibatnya sarana semacam itu gagal
memenuhi kebutuhan para pemimpin untuk melatih orang lain melewati proses transisi,
juga gagal mengakui fakta bahwa para pemimpin sendirinya biasanya memerlukan
pelatihan sebelum mereka dapat melatih orang lain dengan efektif.
Ini terjadi karena transisi muncul dalam setiap upaya pada saat perubahan. Transisi
adalah keadaan dimana perubahan menempatkan manusia ke dalam perubahan.
Perubahan bersifat eksternal (kebijakan, praktik, atau struktur berbeda yang ingin
diwujudkan pemimpin), sedangkan transisi bersifat internal (suatu re-orientasi psikologis

-7-
yang harus dilalui orang sebelum perubahan dapat berhasil). Masalahnya, sebagian besar
pemimpin membayangkan bahwa transisi terjadi secara otomatis – atau transisi terjadi
karena terjadi perubahan. Kenyataannya tidak demikian. Adanya komputer di setiap meja
bukan berarti semua database pelanggan yang baru diakses satu persatu akan
mentransformasi operasi secara otomatis seperti yang dijanjikan konsultan.
Bahkan ketika suatu perubahan menunjukkan tanda-tanda akan berhasil, masih ada
masalah timing , sebab transisi terjadi jauh lebih lambat dibandingkan perubahan. Oleh
karena itu, jadwal yang ambisius yang ditunjukkan kepada dewan direksi menjadi terlalu
optimis : jadwal itu didasarkanpada upaya untuk membuat perubahan tercapai, bukan
membuat orang-orang untuk melalui transisi.
Transisi terjadi lebih lambat dari perubahan dan mencakup tiga proses yaitu : (1)
meninggalkan cara lama yang membuat orang sukses di masa lampau dan merupakan
bagian dari identitas kerja mereka ; (2) berubah menjadi netral, mengatasi ketidakpastian,
dan mengerjakan apa yang diminta ; dan (3) bergerak maju dengan berperilaku dengan
cara baru.
Mengucapkan selamat tinggal dan meninggalkan cara lama. Syarat pertama
adalah meninggalkan cara-cara kerja yang lama - dan yang lebih buruk, cara lama
mereka sendiri. Dalam permainan base-ball, “Anda tidak dapat mencuri base kedua jika
kaki anda masih di base pertama”. .Anda harus meninggalkan tempat Anda berada
sekarang ! Banyak orang menghabiskan seluruh hidup mereka dengan tetap berdiri di
base pertama. Bukan saja kegemaran pribadi yang Anda minta agar mereka lepaskan,
tetapi mereka harus melepaskan juga cara-cara menangani atau menyelesaikan tugas
yang membuat mereka sukses di masa lampau.
Di atas kertas mungkin hal ini merupakan perubahan yang masuk akal menuju tim
yang dapat mengantar dirinya sendiri, tetapi ternyata orang-orang dituntut agar tidak lagi
bergantung pada supervisor mereka untuk membuat semua keputusan (dan pasti
disalahkan kalau terjadi kesalahan). Atau ini kelihatannya seperti upaya sederhana untuk
menggabungkan dua kelompok kerja, tetapi dalam praktiknya berarti orang-orang tidak
lagi bekerja sama dengan teman-teman mereka atau melapor kepada orang yang
prioritasnya sudah mereka pahami (boss).
Berubah menjadi netral. Meskipun orang-orang telah meninggalkan cara-cara
mereka yang lama, mereka merasa tidak mampu memulai yang baru. Mereka memasuki
tahap kesulitan kedua dari transisi yaitu zona netral di mana dalam keadaan antara ini
penuh dengan ketidakpastian dan kebingungan yang sangat menguras energi. Zona

-8-
netral sangat sulit selama merger atau akuisisi, ketika karier dan keputusan mengenai
kebijakan serta aturan permainan yang sebenarnya menjadi terlantar, sementara dua
kelompok kepemimpinan menyelesaikan persoalan kekuasaan dan pengambilan
keputusan.
Zona netral tidak nyaman, jadi orang ingin keluar dari situ. Ada sebagian orang ingin
maju dengan tergesa-gesa ke dalam situasi baru atau situasi apapun, sedangkan yang
lain berusaha berbalik dan mundur ke masa lalu. Bagaimanapun juga, transisi yang
sukses mengharuskan suatu organisasi dan orang-orangnya menghabiskan beberapa
waktu di zona netral. Waktu di zona netral ini tidak sia-sia, sebab di situlah kreativitas dan
energi transisi ditemukan dan transformasi sesungguhnya ditemukan. Perubahan dapat
maju ke arah sesuatu yang dekat dengan jadwalnya sendiri, sementara transisi mengikuti,
namun perlu diingat bahwa jika transisi tidak ditangani, perubahan dapat gagal. Dalam hal
ini orang-orang tidak dapat melakukan sesuatu yang baru yang diperlukan oleh situasi
baru, sampai mereka menghadapi apa yang diminta.
Bergerak maju dan berperilaku baru. Beberapa orang gagal melalui transisi
karena mereka tidak meninggalkan cara-cara lama dan mengakhirinya ; yang lain gagal
karena ketakutan dan bingung dengan zona netral, dan tidak dapat bertahan cukup lama
untuk mengatasinya. Sebagian lagi berhasil melalui dua fase pertama transisi
(mengucapkan selamat tinggal dan berubah menjadi netral), namun terhenti ketika
mereka menghadapi fase ketiga (bergerak maju) sebagai permulaan yang baru. Sebab
fase ketiga ini mengharuskan orang untuk mulai berperilaku dengan cara baru, dengan
mempertaruhkan perasaan bahwa mereka mampu dan dihargai. Dalam organisasi yang
mempunyai sejarah menghukum kesalahan, orang-orang akan menjauhkan diri selama
fase terakhir transisi ini, sambil menunggu untuk melihat bagaimana orang lain akan
menangani permulaan yang baru itu.

Model Baru Kepemimpinan Perubahan

Sekali Anda memahami transisi, Anda akan melihatnya dimana-mana. Anda


menyadari bahwa banyak persoalan yang biasanya dianggap sebagai tantangan
perkembangan kepemimpinan, pembelajaran, ataupun organisasi yang sebenarnya
adalah bagian yang tak terelakkan dari transisi. Sesungguhnya, dalam organisasi masa
kini, tidak ada pemimpin efektif dapat bertahan dalam waktu lama tanpa mengalami dan

-9-
atau sukses dalam mengelola transisi yang sulit. Program pengembangan kepemimpinan
terbaik yang secara implisit mampu mengatasi tantangan perubahan, program-
programnya harus bersifat eksperimental, yang disesuaikan dengan kebutuhan si
pemimpin, selain berdasarkan kenyataan, juga diperkuat oleh perhatian eksplisit terhadap
manajemen transisi.Selain itu, hal yang tidak kalah pentingnya bahwa hubungan antara
penasihat dan pemimpin tidak terlalu berbeda dengan hubungan antara pemimpin dengan
yang dipimpinnya, mengingat kepemimpinan yang cocok untuk organisasi moderen dan
bergerak cepat - dimana pekerjaan didasarkan pada tugas dan misi, bukan pada deskripsi
tugas dan didistribusikan di antara para kontributor di dalam dan di luar organisasi – telah
mempunyai arti baru.
Jenis kepemimpinan yang paling efektif saat ini adalah wujud bantuan kolaboratif
yang bersifat pemecahan masalah dan pengembangan dengan target berupa situasi
sekaligus kemampuan profesional seseorang. Pemimpin masa kini dan yang paling baik
adalah belajar tentang peran melalui pelatihan.
Pengambilan keputusan pada hakekatnya merupakan proses dimana seseorang
harus memilih antara berbagai macam tindakan alternatif. Tindakan memilih alternatif
tersebut berkaitan erat dengan tingkat berpikir rasional dari orang yang mengambil
keputusan tersebut. Cukup banyak pakar yang memberikan definisi tentang pengambilan
keputusan. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, bahwa keputusan adalah pengakhiran dari
proses pemikiran tentang apa yang dianggap sebagai masalah, dengan menjatuhkan
pilihan pada salah satu alternatif pemecahannya.
Herbert A. Simon menyatakan bahwa pengambilan keputusan identik dengan
managemen, sedangkan menurut Sondang P. Siagian pengambilan keputusan adalah
suatu pendekatan yang sistematis terhadap suatu masalah yang dihadapi, menyangkut
pengetahuan tentang hakikat dari masalah yang dihadapi, bagaimana data dan fakta yang
dikumpulkan relevan dengan masalah yang dihadapi, bagaimana data dan fakta dianalisa
untuk menentukan alternatif yang paling rasional dengan memperoleh tingkat resiko yang
paling kecil sebagai konsekuensi dari keputusan yang diambil.

Dari pemahaman tersebut di atas menunjukkan bahwa :


1. Dalam proses pengambilan keputusan tidak ada hal-hal yang terjadi secara
kebetulan.
2. Pengambilan keputusan tidak boleh dilakukan begitu saja tanpa melalui pendekatan
sistematis dan dilihat dari sesuatu yang kontekstual.

- 10 -
3. Keputusan yang diambil adalah keputusan yang dipilih dari berbagai alternatif yang
telah dikaji dan dirumuskan secara matang.
4. Hakikat masalah yang dipecahkan harus diketahui secara jelas.
5. Setiap keputusan yang diambil mempunyai tingkat resiko sebagai konsekuensi dari
keputusan.
6. Keputusan yang diambil tidak hanya didasarkan pada intuisi, tetapi harus juga pada
fakta dan data yang ada serta diolah secara sistematis dan terpercaya.

Untuk menghindari berbagai masalah yang mungkin timbul, pengambilan keputusan


harus didasarkan pada hal-hal tersebut diatas. Sebab jika tidak acap kali menimbulkan
masalah-masalah lain seperti :
a. Tidak adanya ketetapan dari keputusan yang diambil, karena didasarkan pada data
dan fakta yang tidak akurat, tidak dipercaya, tidak up to date dan tidak relevan.
b. Keputusan yang dipilih tidak realistis atau tidak dapat dilaksanakan, karena tidak
sesuai dengan kapasitas organisasi, termasuk ketidakmampuan aparat pelaksana.
c. Tidak jarang keputusan itu mendapat penolakan, karena faktor lingkungan tidak
sesuai atau tidak dipersiapkan sebelumnya untuk menerima dan melaksanakan
keputusan yang ditetapkan.

- 11 -
BAB II

ALTERNATIF TINDAKAN PARA PEMIMPIN PERUBAHAN

Pengantar : Peter F. Drucker dalam bukunya On Leading Change (2002)


mengidentifikasi beberapa implikasi tentang apa yang dibutuhkan para
pemimpin agar efektif di abad ke-21. Pertama, semua organisasi harus
belajar menerima perubahan, bahkan dianjurkan agar semua organisasi
menjadi “pemimpin perubahan”, atau mereka akan mengalami nasib buruk
di masa depan apabila hanya dengan bereaksi. Kedua, karena era
perubahan itu berlanjut, kemungkinan akan banyak pekembangan yang
mengejutkan – misalnya, muncul industri-industri di mana teknologi
informasi memainkan peranan yang penting tetapi kecil. Ketiga, para
pemimpin harus belajar menciptakan sikap menerima perubahan dengan
mempraktikkan prinsip penghentian (abandonment), melepaskan diri dari
praktik-praktik lama, sebelum semuanya menjadi tidak valid lagi secara
ekonomi.
Identifikasi lainnya berupa beberapa prinsip yang akan menjadi
pertimbangan penting yaitu melemahkan cengkeraman pemecahan
masalah yang obsesif supaya dapat menciptakan, melihat perubahan
sebagai peluang bukan ancaman, dan memahami bahwa perubahan
bergantung pada sedikit orang yang bersemangat untuk menciptakan
sesuatu yang baru bukan pada mayoritas orang. Kita juga diingatkan
tentang konsekwensi para eksekutif yang tidak “memperhatikan hal-hal
yang tak terduga” dan waktu untuk inovasi dan membangun kinerja.

Pokok-pokok Bahasan : Dalam Bab II ini akan dibicarakan 3 (tiga) topik sebagi berikut :
 Memecahkan masalah bukan menciptakan.
 Pemimpin yang efektif terbuka terhadap kejutan.
 Perubahan dimulai dengan sedikit orang yang bersemangat.

- 12 -
Memecahkan Masalah Bukan Menciptakan

Kehidupan organisasi dibentuk oleh dua orientasi yang saling berbeda:


menciptakan versus memecahkan masalah. Bagi kebanyakan orang, mmecahkan
masalah adalah yang dominan. Sebenarnya seluruh sistem pendidikan didasari hal
tersebut. Sebagian besar pekerjaan sebagai manajer adalah memecahkan masalah dan
teridentifikasi sebagai pemecah masalah (problem solver). Dan organisasi yang terutama
mendifinisikan kesuksesan dari pemecah masalah sebagai juga yang menciptakan
harapan dan kemampuan tertentu. Ini adalah sudut pandang yang wajar jika kita melihat
dunia di sekeliling kita terbuat dari mesin : mesin rusak = harus diperbaiki.
Jika kita hanya berfokus pada masalah, kita tidak akan punya waktu untuk
melihat kemungkinan. Ada perbedaan mendasar antara memecahkan masalah –
membuat masalah pergi – dengan menciptakan atau mewujudkan sesuatu yang baru.
Sebagai pelaku-pelaku era masa lalu, kita cenderung melihat kehidupan kerja sebagai
serangkaian hal yang harus diperbaiki, namun sebagian besar dari kita melihat
keterbatasan pendekatan ini dalam kehidupan pribadi. Ketika orang diminta untuk
mengidentifikasi hal terpenting bagi mereka, jawaban yang muncul biasanya adalah
masalah keluarga, anak-anak, atau peran sebagai orang tua. Orang tua secara naluri tahu
bahwa mereka berpartisipasi dalam sebuah proses membawa sesuatu ke dalam realitas.
Tentu saja kegiatan mengasuh anak sehari-hari sering terasa seperti seperangkat
masalah. Namun kita tentu memahami bahwa itu adalah menciptakan, membantu anak
bertumbuh, bukan hanya memecahkan masalah yang membuat kegiatan mengasuh anak
begitu bermakna. Makna bagi kehidupan kerja kita adalah menciptakan sesuatu yang
baru bukan hanya mengelola masalah sehari-hari Hal tersebut mengingatkan kita untuk
berfokus pada apa yang paling penting, yaitu membangun daya tahan, bukan “mengatasi”
semua gejala yang timbul. Menumbuhkan sistem yang sehat sambil menolak untuk
menghilangkan semua gangguan, berarti kita sedang menciptakan.

Pemimpin yang Efektif Terbuka terhadap Kejutan

Setiap organisasi harus memiliki pendekatan yang sistematis untuk mengamati


masa depan. Pada saat yang sama, para pemimpinnya harus mencari keberhasilan pada
saat ini yang tidak terduga, dan biasanya hal itu adalah cara terbaik untuk melihat

- 13 -
peluang-peluang baru. Peter Drucker, mengistilahkannya sebagai tangan kanan berisi
pemikiran yang disiplin dan tangan kiri keterbukaan terhadap kejutan (shock), yang selalu
siap menerima apa pun yang datang dari mana pun. Sikap menerima ini biasanya datang
dari atas, namun hanya sedikit organisasi yang memiliki eksekutif senior yang menekuni
hal-hal tak terduga. Kondisi ini tidak mengejutkan, lagi pula pada umumnya yang
dipromosikan dalam organisasi adalah mereka yang hebat dalam pemecahan masalah
atau orang-orang yang menghargai hal-hal yang dapat diperkirakan atau dapat
dikendalikan.
Keadaan seperti ini menempatkan isu praktis tentang bagaimana kita
mengidentifikasi dan mengembangkan orang-orang untuk menduduki posisi
kepemimpinan. Faktanya adalah, sebagian besar organisasi dan sebagian besar orang
tidak siap menerima keadaan yang tak terduga. Bahkan sebagian besar orang akan setuju
bahwa bagi para eksekutif senior adalah penting untuk secara terus menerus memantau
lingkungan atau mengidentifikasi tren yang muncul, namun tentunya sukar sekali bagi kita
untuk melakukannya.
Oleh karena itu masalah keragaman (diversity) menjadi isu kepemimpinan yang
utama, termasuk hal-hal perbedaan etnis, ras, dan agama atau gender, meskipun
keragaman mencakup hal-hal tersebut . Organisasi masa depan yang ingin sukses akan
secara sadar berusaha mengembangkan keragaman pemikiran . Organisasi dan
komunitas memerlukan banyak pengamatan, oleh karena itu hanya dengan bekerja sama
dengan orang-orang yang melihat hal-hal secara berbedalah kita akan dapat benar-benar
terbuka terhadap kejutan.

Perubahan Berawal dari Sedikit Orang yang Bersemangat

Para pemimpin (dan pengajar) menghabiskan terlalu banyak waktu untuk


memperbaiki kelemahan dan terlalu sedikit yang membangun kekuatan. Untuk
membangun strategi bagi perubahan, perlu dilihat dimana kepemimpinan alami siap
muncul dalam organisasi. Orang-orang mengikuti pemimpin mereka sendiri berdasarkan
keunggulan kinerja mereka, kejelasan visi, atau kualitas hati mereka. Itulah satu- satunya
penawar racun dalam mengandalkan seseorang untuk mengerahkan yang lain dan
berharap orang tersebut terbuka terhadap hal-hal yang tidak terduga. Mencari pemimpin
alami dan melihat “ke mana energi ingin pergi” kedengarannya lembut dan tak berdaya,
namun ini adalah salah satu tantangan tersulit bagi kepemimpinan. Ini berarti

- 14 -
menempatkan diri kita untuk mengembangkan kepemimpinan di seluruh organisasi,
membangun suatu budaya kinerja, dan menciptakan suatu lingkungan di mana orang-
orang melihat bahwa misi mereka sangat penting.
Namun prinsip ini sepertinya berlawanan dengan pemikiran di era masa lalu.
Kelihatannya jauh lebih “alami” bagi para pemimpin untuk berpikir menurut program
perubahan dan menjalankannya.Perubahan mendasar yang diperlukan bila kita ingin
mengikuti prinsip-prinsip dasar adalah menganggap organisasi sebagai organisasi yang
bidup. Kita menghadapi masalah kekuatan yang besar dalam perubahan. Di era masa
lalu kita telah menciptakan sistem ekonomi yang paling boros dalam sejarah manusia
yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi pada kekayaan dan pendapatan. Era
sekarang ke depan memerlukan kepedulian terhadap masalah-masalah keadilan, sosial,
dan lingkungan. Menghadapi era masa depan, kita akan dihadapkan pada dua hal yang
penting, yaitu demografi dan revolusi informasi . Implementasinya dimulai dengan berpikir
sedikit mendalam tentang transisi ekonomi dan sosial yang menciptakan konteks untuk
kepemimpinan masa kini. Industri-industri yang muncul dalam ekonomi masa depan,
akan sedikit berkait dengan pendapat kita saat ini tentang teknologi informasi, karena
industri-industri itu akan lebih banyak berkaitan dengan ilmu-ilmu tentang kehidupan.
Bukan teknologi yang membuat era baru dalam sejarah, melainkan pola pikir yang baru.
Apakah suatu teknologi mengubah dunia, hal itu akan tergantung pada cara kita untuk
memikirkan dan menggunakan teknologi tersebut. Secara teknologi ,hal terbaik yang
dapat dilakukan adalah memberi kemungkinan, dan ini akan ditentukan oleh kita sendiri,
oleh nilai-nilai kita, komitmen kita, gairah dan pada akhirnya ketekunan dan kesabaran
kita.

- 15 -
BAB III

SRATEGI DI DUNIA YANG SERBA MUNGKIN

Pengantar : Pemikiran tentang strategis – yang jelas – bukan saja mungkin terjadi dalam
abad yang keadaannya tidak berkesinambungan ini , tetapi merupakan
suatu keharusan mutlak. Strategi sifatnya lentur, tidak sama dengan
rencana jangka panjang yang merupakan pekerjaan berat bagi daya tahan
korporat : “Robah salah satu jumlah saja dalam rencana, maka segala
sesuatupun akan ikut berubah “. Strategi menyangkut pemikiran ke depan,
bukan proyeksi finansial dan kecenderungan menuju hal yang tidak dikenal.
Ia menyangkut penentuan arah bukan waktu serta berurusan dengan
keinginan organisasi untuk mewujudkan “apa “.
Dalam beberapa tahun terakhir, proses strategis telah berkembang
dalam merespons perubahan, serta memberikan platform yang kuat untuk
apa yang mungkin terjadi. Pemikiran strategis yang efektif telah menjadi
kurang linier ketimbang di masa yang lebih stabil. Khususnya pengamatan
secara tetap terhadap ancaman dan peluang yang sebelumnya tidak
terpantau dalam kenyataannya menjadi semakin penting. Kreativitas yang
diterapkan dalam pemikiran semacam itu akan menjadi salah satu senjata
paling ampuh dalam suatu era yang tidak dapat diprediksikan dan selalu
berubah-ubah.

Pokok-pokok Bahasan : Bab III ini akan membahas 3 (tiga) hal sebagai berikut :
 Pelajaran Strategis dari peristiwa 11 September 2002.
 Berpikir Strategis “bagaimana – kalau”.
 Respons dan pemulihan

Pelajaran Strategis dari Peristiwa 11 September 2002

Asumsi yang dibuat oleh para pemimpin Barat tentang perang militer dan
ekonomi masih berakar dalam gerakan para pemimpin militer di masa lalu seperti :
Iskandar Agung, Napoleon, Wellington dan Patton. Ada unsur-unsur yang sama dalam

- 16 -
konflik tersebut ; musuh dan lokasinya diketahui atau dapat di-identifikasikan, maksud-
maksud musuh dinyatakan dengan jelas, persenjataannya diketahui, dan aturan-aturan
perang pada umumnya sudah disepakati. Tidak demikian dengan penyerangan pada 11
September. “Perang yang asimetris” ini ditandai dengan :
 Musuh yang pada awalnya tidak diketahui dan tersembunyi dari
pandangan.
 Unsur kejutan..
 Skalanya, keberaniannya, dan sifat spektakulernya.
 Kesediaan musuh berkorban termasuk nyawanya sendiri.
 Pemikiran “di-luar-kebiasaan” yang digunakan untuk merencanakan
penyerangan.
 Kurangnya kepedulian terhadap yang tidak berdosa dan pada kerusakan
yang ditimbulkannya.
 Perencanaan dan pelaksanaan yang nyaris tidak bercacat.
 Bentuk-bentuk persenjataan baru (pesawat terbang yang digunakannya
sendiri).
 Tujuannya untuk secara psikologis menghancurkan dan mematahkan
moril.
 Dampak di bidang ekonomi, politis dan sosial yang ditimbulkannya.

Pertempuran semacam ini tidak memiliki pola, imbangan, proporsi, konsisten,


atau koherensi , sama sekali baru dan kurang dipahami. Demikian pula respons terhadap
serangan semacam itu tidak seperti yang pernah diketahui sebelumnya. Sederet tindakan
terbuka maupun tertutup dilancarkan di front-front diplomatik, politik, finansial dan
psikologis. Respons militer sendiri mencakup perang konvensional dan perang gerilya,
pasukan khusus, skuad pembunuh, dan penggulingan pemerintahan. Kerangka waktu
upaya-upaya semacam itu, maupun tingkat kemajuannya serta taktik-taktik yang
digunakan, sama sekali berbeda dari pertempuran tradisional.
Kekacauan aturan pemainan yang luar biasa pada 11 September tersebut
merupakan tanda yang paling dramatis tentang ketidakpastian dekade kita sekarang. Di
sini tampak adanya sisi lain dari mata uang yang sama. Kalau disimak dari tindakan yang
diambil berbagai pemerintah dan badan-badannya baik sebelum maupun sesudah
peristiwa 11 September tercatat :

- 17 -
 Seberapa hebatnya badan intelijen internasional dalam menghimpun,
menganalisis berbagai informasi serta mengkoordinasikan rencana
untuk bertindak berdasarkan informasi intelijen tersebut ?
 Apakah sudah pernah dikembangkan skenario tentang serangan
semacam itu ?
 Jika demikian, rencana apa yang ada untuk mencegah serangan
semacam itu ?
 Berapa sumber daya yang dialokasikan antara perang konvensional dan
memerangi terorisme internasional ? Apakah investasi dilakukan untuk
ketrampilan baru, pesenjataan baru, modal intelektual yang berbeda,
dan logistik yang inovatif ?
 Bagaimana komunitas politik, militer, dan intelijen menyusun rencana
untuk mengkoordinasikan upaya mereka selama krisis semacam itu ?

Karena dininabobokan oleh perasaan aman yang keliru, Pemerintah AS jelas


terjebak oleh sistem pertahananannya sendiri. Para pemimpin negeri itu tahu bahwa
serangan yang asimetris dapat terjadi kapan saja, di mana saja. Tetapi mereka tidak
bertindak secara menentukan. Kita berharap bahwa mereka dan pemerintah lainnya di
seluruh dunia telah memetik pelajaran bahwa persentase besar dari sumber dayanya
harus dicurahkan untuk mengidentifikasi masalah potensial semacam itu dan membuat
rencana konkret untuk mengatasinya. Sekalipun dengan manfaat melihat ke belakang,
peristiwa 11 September sulit dipahami. Serangan besar berikutnya, apakah di front politik
atau di front korporat, lagi-lagi kemungkinannya bersifat asimetris dalam lingkup, daya
kejutan dan daya perusakannya. Satu-satunya peluang untuk merespons secara efektif
adalah berdasarkan pendekatan yang tepat dan kreatif dalam hal penggambaran, dan
pengurangan kemungkinan bencana yang dapat ditimbulkannya.

Berpikir startegis “Bagaimana – Kalau”

Bagi kebanyakan tim eksekutif, pemikiran untuk memilih Daya Penggerak sangat
menegangkan dan membuat frustasi, namun ada imbalannya. Itu adalah tugas proses
strategis yang paling menantang secara intelektual. Konsep yang membedakan skenario
Daya Penggerak adalah bahwa konsep ujian akhir keberhasilannya adalah selama

- 18 -
pelaksanaan implementasi. Eksekutif-eksekutif tertentu dalam tim strategis akan tumbuh
subur selama proses ditahap ini. Para pemikir yang sangat kreatif akan menyambut
peluang untuk mengembangkan kemampuan visioner mereka, bahkan untuk
mengembnagkan skenario yang bersifat spekulatif sebagai jalan untuk memastikan bahwa
setiap alternatif telah dijalajahi. Mereka akan menemukan pendekatan yang tidak saja
dilakukan sekali saja – mengevaluasi kembali, mempertimbangkan setiap langkah – tetapi
juga membangkitkan semangat.
Eksekutif lainnya mungkin akan berpendapat bahwa kekuatan mereka terletak pada
tugas yang lebih analitis. Mereka sering memberi jaminan bahwa sasaran strategis sesuai
bobotnya akan tepat dan alternatif-alternatif yang dipilih diberi peringkat seobyektif
mungkin. Dalam meramalkan dan menganalisis risiko dan peluang yang mungkin muncul,
mereka memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap proses keseluruhan.
Sudah barang tentu, seorang chief executive sangat membantu demi tercapainya
keberhasilan tim. Sering ia dapat menyarankan individu mana saja yang mungkin dapat
bekerja sama atau bagaimana pengamatan atau ketrampilan seseorang yang dapat
menambah informasi baru bagi proses. Yang paling penting, dia dapat menjadi sosok
pemeran seni dan disiplin yang diperlukan dengan memperlihatkan sikap toleransi untuk
kreativitas dan memgang teguh pendekatan disiplin untuk memperoleh penilaian kolektif
dari tim.
Kasus yang telah diutarakan sebelumnya mempunyai tantangan ganda, pertama
bagaimana cara mengantisipasi, dan kemudian bagaimana cara merespons, memulihkan,
dan mengadaptasi. Untuk mengantisipasinya, para pemikir harus mencari jawaban
terhadap beberapa pertanyaan di bawah ini :
 Apa yang salah, dan mengapa terjadi ?
 Bagaimana kita dapat mencegahnya ? Jika tindakan preventif gagal, apa
kemungkinan rencana selanjutnya untuk mengurangi kerusakannya?
 Apa dampak yang ditimbulkan terhadap strategi kita dan apa
implementasinya?
 Peluang apa yang bisa diperoleh ? Apa yang mungkin berhasil lebih baik
daripada yang diharapkan serta mengapa ?
 Bagaimana tindakan kita agar dapat mengeksploitasikan peluang tersebut ?
 Apakah eksploitasi atas peluang ini sejalan dengan strategi kita ? Bagaimana
kita dapat menguji kelangsungan hidupnya dalam praktik di dunia nyata ?

- 19 -
Dan bagaimana kita harus memodifikasikan startegi kita atau meng-
implementasikannya ?

Berpikir seperti itu perlu diselip-selipkan ke seluruh proses strategi. Hal itu dimulai
dari tim-tim penganalisa dalam membuat perkiraan tentang kecenderungan sosial, politis,
ekonomis, teknologis, dan kompetitif serta mendapatkan pemahaman dari itu semua untuk
kepentingan organisasinya. Penyusunan visi alternatif menyebabkan tim pemikir
menyiapkan respons yang bisa dilakukan terhadap kemungkinan bagaimana - kalau
pembentukan suatu industri akan dapat menghasilkan suatu terobosan teknologi atau
bahkan dapat memorakporandakan pasar geografis. Berpikir bagaimana – kalau
merupakan landasan untuk pemantauan dan peninjauan asumsi yang berulang-ulang
yang menjaga visi strategis agar tetap valid dan organisasi tetap gesit.
Strategi yang kuat dan koheren merupakan basis untuk membuat pilihan yang sulit,
yang fundamental dan yang terletak di depan. Tetapi proses yang terbukti dapat dipercaya
untuk berurusan dengan “penggerak keberuntungan yang tidak selayaknya “ juga sama
pentingnya.

Kegiatan Memantau Strategi

Dalam proses strategi, tim puncak harus tetap memantau kelangsungan hidup
strategi maupun implementasinya. Joy Honeycutt dan Lockheed Martin mengatakan
bahwa kekeliruan dalam tahap ini dapat menghancurkan proses strategi secara
keseluruhan :
“ Anda lebih baik bersungguh-sungguh tentang strategi karena strategi
membutuhkan komitmen yang berkesinambungan bukan saja terhadap
dirinya sendiri tetapi juga terhadap menejemen garis pertama. Hal tersebut
tidak terjadi dengan sendirinya. Anda harus cukup luwes untuk dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Hal paling buruk yang
dapat anda lakukan adalah memiliki strategi yang dirumuskan dengan teliti
yang membuat semuanya dapat berjalan dengan cepat seingga anda tidak
dapat mengubah arahnya jika terjadi hal-hal lain. Anda harus terus- menerus
memantau strategi Anda, untuk memastikan bahwa ia tetap sesuai dengan
rencana”.

- 20 -
Anda akan dibantu memahami dan merumuskan wilayah yang perlu dipantau,
dengan menjawab empat pertanyaan di bawah ini :

1. Seberapa baik kita mengimplementasikan proyek-proyek dalam Rencana


Induk Strategi yang sudah disusun ?
Keterlibatan tim puncak dalam meninjau kemajuan proyek akan berbeda-
beda menurut sifat organisasi dan kerumitan rencananya. Beberapa organisasi
mungkin hanya meninjau proyek yang penyimpangannya sangat berarti atau yang
kegagalannya dapat menggelincirkan strategi dari relnya tanpa dapat diubah.
Organisasi lainnya mungkin terfokus pada seperangkat kriteria yang terbatas, atau
melakukan peninjauan luas secara tetap setiap bulannya. Bagaimanapun,
komitmen tim puncak haruslah jelas – termasuk ketaatannya sendiri kepada
disiplin manajemen proyek yang diadopsi dan kepada proses yang bertujuan
menilai prioritas proyek baru yang potensial.
Beberapa organisasi memasukkan persiapan rencana operasi tahunannya
ke dalam jaringan patron berorientasi-proyek yang membantu mengidentifikasikan
dan merencanakan kegiatan-kegiatan utama. Rencana tahunan ini kemudian
hanyalah hitungan-hitungan finanasial berbagai proyek yang akan dilaksanakan.
Metode ini untuk menghemat waktu, uang, dan mengurangi frustrasi serta
memastikan bahwa rencana difokuskan hanya pada beberapa kegiatan vital yang
diperlukan demi suksesnya strategi.

2. Apakah strategi untuk menggerakkan keputusan yang diambil dalam


organisasi ? Atau dengan kata lain seberapa efektifnya perilaku baru telah
dilaksanakan untuk mendukung strategi dan menyelaraskan upaya
organisasi (dengan strategi).
Unsur-unsur yang paling kritis untuk perubahan ini adalah komunikasi yang
jelas dan bermakna, keselarasan budaya organisasi dan manajemen performa
dengan strategi, serta infrastruktur yang mendukung.
Orang dapat memperdebatkan bahwa jumlah setiap keputusan yang dibuat
akan menentukan apakah implementasi strategi itu berhasil atau sukses. Salah
satu persoalan yang mungkin timbul : Jika strateginya sendiri cacat _ yakni, jika
strategi tersebut tidak lagi mencerminkan kenyataan-kenyataan atau strateginya

- 21 -
tidak cukup spesifik untuk mempedomani tindakan – maka para pimpinan dan
karyawan-karyawannya mungkin menghadapi tugas yang mustahil. Para eksekutif
dipaksa untuk secara saksama membanding-bandingkan kenyataan-kenyataan di
lapangan dengan tujuan strategis – suatu keadaan yang sulit tentunya.

3. Apakah asumsi lingkungan yang dibuat selama formulasi strategi masih


berlaku ? Asumsi yang dibuat mengenai lingkungan internal dan eksternal
selama tahap pengumpulan keterangan intelijen strategis merupakan batuan
dasar yang menjadi tumpuan setiap komponen strategi.
Jika suatu getaran lingkungan mengguncang asumsi tersebut, strategipun
mungkin menghadapi masalah.
Sebuah taktik yang bagus : Ketika asumsi tentang ekonomi, kebijakan
pemerintah, besarnya pasar, para kompetitor, dan sebagainya, maka semuanya itu
harus direkam dalam istilah-istilah yang bersifat kuantitatif jika mungkin dari pada
dengan formulasi yang kabur. Evaluasi secara periodik tentang penaksiran
lingkungan (environmental assesments), berdasarkan parameter yang dapat
diukur, harus dimasukkan ke dalam proses strategi yang berlangsung terus-
menerus. Tim puncak lagi-lagi harus mendesak dibuatnya pelaporan yang akurat
dan hangat serta memikul tanggung jawab untuk peninjauannya.

4. Apakah strategi yang disusun dapat berjalan ? Apakah ada gambaran


kesuksesan ? Kemampuan untuk dapat berjalan (viability) merupakan tujuan
strategi dan ujian realitas terakhir.
Pada umumnya, suatu strategi harus direevaluasi baik ketika terjadi
penyimpangan yang relatif kecil atau ketika terdapat penyimpangan besar. Tetapi ,
tim harus menghindari dua rintangan. Pertama, tim harus mengkonfirmasi bahwa
penyimpangan adalah akibat langsung dari strategi dan bukan dari cacat dalam
segi operasional. Kedua, tim harus melakukanpeninjauan tanpa harus bersikap
menyalahkan, sok aksi, atau menuduh. Proses strategi dimulai sejak awal dalam
konteks ketidakpastian, dan peristiwa eksternal tak pelak lagi mempengaruhi
keberhasilan. Sebagaimana masa depan yang tidak dapat diketahui, masa lalupun
tidak dapat diubah, maka tim harus patuh pada visi kebersamaannya.

Respons tim terhadap suatu kebutuhan untuk memperbaharui strategi akan


berbeda-beda menurut sifat ancamannya. Demikian pula, peristiwa eksternal yang

- 22 -
tidak dapat dihindarkan mungkin memaksa tim untuk mempertimbangkan kembali
keseluruhan matriks produk atau bahkan Daya Penggeraknya. Tidak menjadi soal
betapapun bagusnya segala sesuatu segala sesuatu dapat berlangsung, pejalanan
waktu yang sederhana menjadi alasan yang cukup untuk peninjauan strategi
secara seksama. Interval waktunya yang tepat tergantung dari kerangka waktu
strategis asli (time schedule) dan keseluruhan langkah perubahan dalam proses
operasional.

- 23 -
BAB IV

PELAJARAN BAGI PEMIMPIN STRATEGIS

Pengantar : Kepemimpinan mencakup seni dan disiplin. Kepemimpinan sudah tentu


suatu seni, karena formulasi strategi per definisi berurusan dengan masa
depan yang belum diketahui. Membayangkan masa depan dan
menggoreskan gambaran tentang respons organisasi yang Anda pimpin
akan memerlukan kreativitas besar. Bahkan ketika membuat pilihan sulit
yang diperlukan untuk mengimplementasi visi Anda dan mengaitkan
strategi dengan operasi di lapangan, seni berpikir kreatif dan
pengembangan paradigma baru tetap merupakan hal yang kritis.
Disiplin juga esensial. Proses berpikir secara sistematis menggerakkan
kelompok supra struktur dari usaha memformulasikan asumsi dan implikasi
lingkungan ke pemilihan Daya penggerak dan pengembangan matriks
produk/pasar. Selama berlangsungnya implementasi, komitmen yang
berdisiplin diperlukan untuk menjaga agar setiap orang tetap difokuskan
pada prioritas strategis dalam menghadapi persaingan dan perintah
operasional – yang sah. Kalau Anda berkata tidak kepada peluang menarik
namun tidak sesuai dengan strategi adalah maka Anda akan menemui
kesulitan. Disipilin memungkinkan para pemimpin memastikan bahwa
keputusan yang diambil sejalan dengan strategi.

Pokok Bahasan. Bab IV ini akan menguraikan 3 (tiga) topik yaitu:


 Kepemimpinan strategis dituntut memiliki kewaspadaan.
 Proses merupakan jangkar dalam mengimplementasi strategi.
 Lubang-lubang perangkap yang menggiurkan.

Kepemimpinan Strategis Dituntut Memiliki Kewaspadaan

Kualitas kepemimpinan dalam sifat-sifat yang menentukan, semangat, keuletan,


kegairahan, integritas, keseimbangan antara optimisme dan realisme, kemauan untuk
mendelegasikan dengan tepat, dan kemampuan untuk memotivasi kelompok managemen

- 24 -
operasional maupun setiap anggota merupakan prasyarat yang harus dipenuhi Para
Pemimpin operasional sering didorong untuk mengadopsi salah satu model mutakhir
kepemimpinan untuk melepaskan diri dari keterbelengguan anggota-anggotanya. Setiap
pimpinan operasional ( chief executive) sering bergumul dengan dua persoalan pokok
yaitu bagaimana cara menyusun dan mengimplementasi strategi, dan bagaimana cara
mengembangkan, memotivasi, dan mempersatukan supra struktur ke dalam komitmen
mereka tentang strategi. Sebagai contoh: seorang Gubernur Propinsi mengalami
kesulitan untuk mempengaruhi para Kepala Daerah bawahan (Bupati/Walikota) untuk
memahami dan mengekspresikan pemikiran strategi dalam menyusun program-program
pembangunan daerah. Hal ini disebabkan sesuai UU Pemerintahan Daerah telah dibatasi
kewenangan masing-masing Daerah bersangkutan. Pemimpin yang paling sukses –
mereka yang punya kemampuan merajut visi strategis dan menuangkannya ke dalam
kehidupan – biasanya mengambil alih tanggung jawab tentang strategi, karena mereka
memahami bahwa hal tersebut tidak bisa dikerjakan sendirian oleh unsur-unsur pelaksana
di lapangan.
Hal lain yang perlu diwaspadai adalah bahwa pada saatnya kendali tanggung
jawab manajemen puncak secara berkesinambungan akan dialihkan kepada pemimpin
strategis generasi berikutnya. Kelompok muda sekarang ini berisiko tergiur oleh
perkembangan pengetahuan spesialisasi, oleh daya tarik solusi-solusi teknologis, dan
oleh mandat tindakan cepat yang timbul dari perubahan eksternal. Dewasa ini tren yang
berkembang dari sejumlah kegagalan pemimpin senior adalah keterlibatannya dalam
kasus-kasus non-etis baik secara pribadi atau secara berkelompok dalam suatu
organisasi. Cara-cara yang dipakai cenderung non-konstitusional dalam upaya untuk
menjatuhkan pemimpin senior, walaupun pada akhirnya proses hukumlah yang dapat
meyelesaikannya. Nampaknya “jangkar” yang teguh dan terpercaya sangat sedikit dan
sulit untuk diperoleh. Barangkali tantangan bagi jenis pemimpin baru adalah berusaha
untuk mencegah perangkap yang akan menipiskan persyaratan untuk fokus.

Proses Merupakan Jangkar Mengimplementasi Strategi

Tak peduli betapapun sulitnya tugas strategi itu, ia merupakan proses sistematis
yang memungkinkan para kelompok senior berpikir jernih dan tajam tentang strategi dan
mencapai terobosan untuk masa depan. Untuk bisa benar-benar memecahkan masalah-
masalah, Anda dituntut untuk memahamai secara mendalam apa yang paling berarti bagi

- 25 -
siapa saja, sehingga Anda secara strategis bisa memuat perencanaan dengan dengan
cara yang berarti Nilai-nilai menjadi prioritas di dalam proses perencanaan ini, karena
nilai- nilai yang punya prinsip tidak akan berubah. Jika nilai-nilai Anda dikaitkan dengan
prinsip-prinsip yang tak tergoyahkan, maka Anda akan memiliki sebuah pusat strategi
yang kokoh di mana Anda bisa menjangkarkan diri Anda melaluisebuah perubahan yang
tak terelakkan.
Pengujian bagi sebuah pernyataan misi dan rencana strategis yang baik adalah
kemampuannya untuk menyentuh siapapun di segala tingkat dalam suatu organisasi dan
kapasitasnya yang memungkinkan bagi mereka untuk menjelaskan bagaimana hal-hal
yang mereka lakukan akan menyumbang terhadap pelaksanaan strategis. Begitu
pernyataan misi dan rencana strategis sudah dimiliki bersama secara mendalam – baik
melalui proses pengaitan identitas mapun keterlibatan dalam penyusunan – separuh
pertempuran sudah dimenangkan, karena secara mental, emosional, dan spiritual telah
berlangsung. Kreasi fisiknya akan menyusul kemudian, Langkah ini adalah pelaksanaan
strategi - “membuatnya terwujud “, melakukan , memproduksi, menyelaraskan,
memberdayakan. Ini berarti Anda perlu menyusun struktur, mendapatkan orang yang
tepat pada pekerjaan yang tepat dengan alat dan dukungam yag tepat, dan kemudian
menyingkir dari jalur mereka dan hanya memberi bantuan bila diminta.
Salah satu tantangan terberat yang dihadapi oleh para pemimpin adalah bekerja
untuk menurunkan dan menerjemahkan visi korporasi menjadi sebuah perilaku konkret di
kalangan pekerja lini terdepan untuk mencapai sasaran- sasaran kritis. Bahkan apabila
mereka telah terlibat dalam penyusunan pernyataan visi dan proses perencaan strategis,
upaya untuk membumikannya agar menjadi praktik sehari-hari bukanlah hal yang mudah.
Sudah seringkali terjadi dimana rencana-rencana strategis kita terlalu muluk dan tidak
jelas , dan para pemimpin tidak berhasil menerjemahkannya menjadi beberapa tujuan
yang penting dan menentukan, yang harus dicapai dalam waktu tertentu.
Untuk menciptakan sebuah lingkungan yang memiliki fokus dan kerjasama tim, para
anggota organisasi harus tahu apa yang menjadi prioritas tertinggi, meyakininya,
menerjemahkan menjadi tindakan-tindakan spesifik, memiliki disiplin untuk berusaha tetap
pada arah yang ditetapkan, dan saling mempercayai serta berkolaborasi secara efektif.
Sayangnya, seringkali sebagian besar orang tidak tahu ke mana mereka seharusnya
memfokuskan energi dan waktunya karena prioritas-prioritas utamanya tidak ditetapkan
secara jelas atau tidak dikomunikasikan. Jika mereka dan para anggotanya tidak memiliki
rasa turut memiliki, atau tidak setuju dengan strategi, mendapatkan penugasan pada

- 26 -
prioritas yang saling bertentangan, atau tidak bisa melihat keterkaitan tugas nya dengan
visi korporasi, maka kemampuan mereka untuk turut membantu mencapai visi tersebut
berada dalam bahaya besar. Kerja sama dalam tim itu selanjutnya akan terancam oleh
kepercayaan yang rendah, saling menikam dari belakang, sistem dan proses yang tidak
berfungsi dengan baik, atau terlalu banyak hambatan untuk melakukan tindakan.
Banyak pelajaran lain yang bisa dipetik dan layak untuk diingat. Seperti juga strategi
secara jelas menunjukkan apa yang harus dikerjakan dan apa yang yang tidak boleh
dikerjakan; demikian pula para pemimpinan harus selalu mencatat lubang-lubang
perangkap agar bisa menghindarinya maupun melakukan yang terbaik agar terhindar dari
kegagalan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Lubang-lubang Perangkap yang Menggiurkan

Banyak kasus di lingkungan kita yang berakibat cukup fatal sebagai akibat para
pemimpin terjerumus dalam lubang-lubang perangkap, antara lain :
 Kehilangan fokus. Sebagai contoh, kasus yang menimpa Abdullah Puteh
mantan Gubernur NAD, dalam pengadaan pesawat helikopter; padahal
pemikirannya adalah pembangunan prasarana jalan dalam propinsi .
 Memperpendek waktu yang ditetapkan tanpa pemikiran kualitas. Contohnya
pembangunan jalan tol Cipularang, sesungguhnya proyek tersebut sangat
bagus, namun karena ada keinginan bisa digunakan dalam rangka peringatan
KAA ke –50 mengakibatkan ada percepatan waktu yang tidak efektif.
 Terganggu oleh hal-hal yang bersifat operasional dan financial. Seringkali
muncul kebutuhan masyarakt yang mendadak di luar program, sebagai contoh
bencana alam banjir, gempa bumi, tsunami atau kelaparan karena musim.
 Kurangnya kejelasan yang teguh dalam proses penyusunan dan
pengimplementasian strategi. Awal suatu proses penyusunan memerlukan
guidance dan schedule waktu yang jelas disamping anggaran yang dibutuhkan.
 Membiarkan tim kepemimpinan yang lemah mengekalkan status quo. Kegiatan
dilapangan membutuhkan kontrol / pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.
 Menghindari tantangan yang sah dan kuat dari orang lain. Kesan ini muncul dari
badan-badan kompetitif yang mempunyai fungsi tertentu sepeerti badan legislatif
atau LSM.

- 27 -
 Bersikap menolak untuk mengambil resiko strategis karena takut gagal. Hal yag
wajar namun sebaiknya menggunakan komunikasi dan koordinasi dengan
organisasi lain yang seprofesi.
 Menganggap kepemilikan visi secara kolektif dan mengikat sebagai hal yang
sudah seharusnya, dan tidak berusaha untuk mencari tindakan yang diinginkan
oleh para stakeholders untuk mengimplementasikannya. Kondisi ini akan muncul
bila para stakelolders tidak secara aktif dilibatkan dalam proses.
 Bersikap tidak konsisten dan hanya manis di bibir saja terhadap strategi dan
implementasinya, tanpa berperilaku seperti yang diharapkan oleh orang lain.
Dalam proses Pilkada diawali dengan kampanye politik dan pembangunan,
kenyataannya menjadi berbeda setelah terpilih menjadi kepala daaerah.
 Menghindari peran sebagai motivator utama. Kondisi ini biasanya muncul dalam
organisasi staf direktur dimana pendelegaasan kepada para direktur dianggap
sudah cukup.

Pemimpin-pemimpin besar dinilai dari apa yang telah ditinggalkan di


belakang maupun dari yang mereka capai selama masa jabatannya. Tentu saja bagi
organisasi yang bersemangat, vital, dan sangat kompetitif, serta digerakkan untuk
maju adalah sebuah warisan penting bagi pemimpin mana pun . Ini berarti
organisasi tersebut sudah memiliki sebuah tim kepemimpinan yang berperforma
tinggi, dan merupakan organisasi yang berpikir, serta memiliki manajer dan
karyawan di semua jenjang dalam mengikatkan diri dengan penuh gairah untuk
meyelesaikan tugas. Kontribusi yang paling abadi bagi organisasi dan kepada para
stakeholder-nya, dan merupakan tanda dari seorang pemimpin besar, adalah
warisan strategi yang jelas, menggairahkan, dan kuat, berpasangan dengan bakat
yang siap memikul tanggung jawab atas seni dan disiplin kepemimpinan strategis.

- 28 -
BAB V

ERA KEPEMIMPINAN KONEKTIF

Pengantar : Para pemimpin harus belajar untuk memadukan interdependence (keadaan


saling bergantung) dan diversity (keragaman). Interdependence mencakup
visi yang tumpang tindih, masalah bersama dan tujuan yang sama. Diversity
merefleksikan karakter yang khas dari individu, kelompok, serta organisasi
dan mengedepankan prioritas yang berbeda-beda. Para pemimpin konektif
(yang memiliki hubungan dengan pemimpin lain )mengetahui dasar dan
kemungkinan yang sama. Mereka bernegosiasi, membujuk dan
mengintegrasikan. Mereka membangunan jaringan dan kondisi serta
berkolaborasi dengan pesaing untuk mencapai tujuan bersama, dan memiliki
6 (enam) kekuatan yang penting : (1) kecerdikan politik yang etis; (2) keaslian
dan pertanggungjawaban; (3) politik kesamaan; (4) berpikir jangka
panjang,bertindak jangka pendek ; (5) kepemimpinan melalui harapan ;dan
(6) pencarian makna. ( Jean Lipman – Blumen,1996)

Pada penghujung era baru, pakar kepemimpinan Vaclav Havel mengingatkan


kepada kita bahwa “Sesuatu akan segera muncul, dan sesuatu yang lain akan lahir
dengan menyakitkan”. Puing-puing kegagalan kepemimpinan ada dimana-mana : negara
terpecah, pemerintah tidak dipercaya, perusahaan didiskreditkan, para pemimpin dibuang
dan para pemberi suara dikecewakan. Kritik terhadap politik, perusahaan, pendidikan, dan
bahkan para pemimpin rohani meningkat. Rasa tidak nyaman yang timbul berasal dari
perubahan total dalam kondisi kepemimpinan yang dibebankan oleh lingkungan global
yang baru. Perubahan ini memerlukan cara berpikir dan bekerja yang baru. Hal yang
terpenting adalah kondisi tersebut membuat bentuk kepemimpinan tradisional semakin
tidak dapat dipertahankan.

Pakar ekonomi John Kenneth Galbraith menunjukkan bahwa ciri khas dari semua
pemimpin terkenal adalah kemampuan mereka menghadapi kecemasan dan ketegangan
atas waktu mereka. Saat ini, dua ketegangan yang berlawanan – keadaan saling
bergantung dan keragaman (interdependence and diversity) – semakin membentuk dunia
kita. Keduanya mentransformasi keadaan di mana para pemimpin harus memimpin.

- 29 -
Hanya pemimpin yang dapat menghadapi dan secara konstruktif mengintegrasikan
ketegangan tersebut yang akan sukses.

Pokok Bahasan . Bab V ini akan menguraikan 3 (tiga) topik sebagai berikut :
 Memahami keadaan saling bergantung dan keragaman.
 Memimpin di era konektif
 Prinsip-prinsip pemimpin konektif

Memahami Keadaan Saling Bergantung dan Keragaman

Keadaan saling bergantung (interdependence) yang sebagian besar didorong oleh


teknologi, menghubungkan setiap orang dan semua hal dimana-mana. Hal itu
mengarahkan kita ke arah kolaborasi dalam banyak bentuk: dalam usaha patungan,
kemitraan, aliansi strategis, jaringan, dan koalisis sementara. Keadaan saling bergantung
berfokus pada visi yang saling tumpang tindih, masalah bersama, dan tujuan yang sama,
untuk mencari kesamaan serta memelihara minat yang sama.

Berlawanan dengan keadaan saling bergantung, keragaman (diversity)


memperhatikan karakter khas dari individu, kelompok, dan organisasi. Oleh karena
merefleksi kebutuhan manusia akan identitas, keragaman menyoroti keunikan setiap
orang, menggarisbawahi perbedaan, serta menekankan kebebasan dan individualisme. Ini
adalah kekuatan bagi diferensiasi sosial, ekonomi, dan budaya.

Dalam ekspresi utuhnya, keragaman adalah bukti bahwa di seluruh dunia – mulai
dari munculnya dan pecahnya suatu bangsa hingga kelompok agama yang terkotak-kotak
maupun partai-partai politik. Perbedaan merupakan kekuatan utama dalam pertumbuhan
isu tunggal kelompok politik. Dalam setiap kasus, keragaman menimbulkan prioritas yang
baru dan seringkali bertentangan.

Memimpin di Era Konektif

Keadaan saling bergantung dan keragaman membedakan Era Konektif saat ini,di
mana setiap orang dan setiap hal saling terjalin. Pentingnya keragaman dan tidak
terelakkannya keadaan saling bergantung memerlukan unjuk kepemimpinan yang lebih
berkembang penuh. Model semacam itu – model kepemimpinan konektif – dapat

- 30 -
membantu pemimpin untuk memanfaatkan aspek keragaman dan saling bergantung yang
paling posistif.

Pemimpin konektif dengan mudah “mendapatkan” koneksi di antara orang-orang,


ide-ide, dan institusi yang berbeda, meskipun partai mereka sendiri tidaklah demikian.
Mereka menerima koneksi dan kemungkinan, sedangkan pemimpin tradisional dan lawan
jangka panjang hanya melihat pemisahan dan permusuhan. Oleh karena para pemimpin
konektif dapat mengenali dasar yang sama, mereka mulai mengatasi masalah yang sama.
Tidak seperti para pemimpin individualistis sebelum mereka, para pemimpin konektif
dapat melihat tumpang-tindih antara visi mereka dan visi pemimpin lain. Akhirnya, melalui
tindakan gabungan untuk mengatasi masalah kecil, stereotipe lawan akan melunak,
empati tumbuh, dan dasar yang sama meluas.

Para pemimpin konektif bernegosiasi, membujuk, dan mengintegrasikan


kelompok-kelompok antagonistis. Mereka menjangkau musuh-musuh lama demii
mencapai tujuan bersama. Pemulihan hubungan yang dilakukan oleh Presiden Soesilo
Bambang Yudhoyono terhadap kelompok GAM merupakan contoh tentang aspek lain dari
pendekatan kepemimpinan baru ini. Di Era Konektif yang terbuka, para pemimpin akan
perlu terlibat dalam banyak bentuk kolaborasi – bahkan dengan pesaing tradisional.
Pemimpin konektif memberi kontribusi terhadap keberhasilan pihak lain dan bertindak
sebagai mentor, tanpa kehilangan kemampuan mereka untuk bersaing, memimpin, dan
membuat keputusan independen yang tegas apabila perlu.

Untuk mencapai hasil dalam suatu era dalam genggaman keadaan saling
bergantung dan keragaman, pemimpin konektif harus mengembangkan paling sedikit 6
(enam) kekuatan yang penting :

a. Kecerdikan politik yang etis. Pemimpin konektif mempunyai segudang


kecerdikan politik; mereka memamerkan sistem “know-how” yang dibumbui
dengan rasa etis yang kuat. Kecerdikan politik ini merupakan senjata rahasia
yang dipakai pemimpin konektif untuk merangkai perbedaan dan saling
ketergantungan. Pemimpin konektif menggunakan kekuatan perbadi orang lain,
dan juga jaringan mereka, untuk memecahkan kelompok – bukan untuk
memperbesar kekuasaan mereka sendiri. Mereka terhubung secara emosional
dengan para pemberi suara (dalam pemilihan) melalui simbol-simbol yang
bertentangan dengan intuisi. Negosiasi dan persuasi adalah bagian dari
penampilan politik mereka. Demikian pula kemampuan untuk membangun

- 31 -
koalisasi yang berubah, dengan memanfaatkan pendukung mereka sendiri dan
pendukung kolega mereka.
Secara tradisional, kita menolak untuk memanfaatkan orang lain sebagai alat
karena itu adalah “manipulasi yang tidak etis”. Meskipun demikian, melepaskan
hal yang mempromosikan diri sendiri dan pengetahuan untuk berpolitik sangatlah
relevan bagi dunia yang kompleks, beragam dan saling bergantung.

b. Keaslian dan pertanggungjawaban. Ketika para pemimpin secara konsisten


mendedikasikan diri untuk tujuan kelompok dan bukan memperbesar kekuasaan
mereka sendiri, mereka mendemonstrasikan keaslian. Keaslian (originality)
membentuk kredibilitas dan mempertahankan kepercayaan dari para
pendukungnya terhadap pemimpin. Hal ini sangat penting jika perilaku
pemimpin tampak membingungkan atau bertentangan – yang mungkin saja
terjadi karena dunia yang semakin kompleks. Keaslian membantu para
pendukung menentukan apakah perubahan perilaku pemimpim mencerminkan
pemahaman masalah yang baru dan lebih lengkap atau hanya melantur karena
kelemahannya. Jadi keaslian menghilangkan korosi sinisme.
Pertanggungjawaban (responsibility), pasangan kembar keaslian, terdiri atas dua
kewajiban utama : pertama, menjelaskan keputusan dan tindakan seseorang,
dan kedua, bertanggungjawab sebelum penilaian stakeholder semakin meluas.
Bersama dengan keaslian, pertanggungjawaban menghalangi tindakan yang
tidak etis, tidak bertanggung jawab, atau ceroboh. Dalam Era Konektif,
sekelompok pendukung yang berbeda mengharapkan keterbukaan penuh dan
menjadikan pertanggungjawaban sebagai keharusan bagi para pemimpin.
Sudah pasti para pemimpin konektif bukanlah orang paling suci. Mereka
mungkin saja mengalami kesulitan seperti orang lain dalam hal otoritas. Seperti
kita semua, mereka dapat mengalami depresi ketika segala sesuatu menjadi
serba salah. Sesekali mereka dapat juga menjengkelkan para pendukungnya.
Namun secara umum , kemampuan spesial yang dibawanya ke meja
kepemimpinan mampu menutupi kegagalam manusiawinya.

c. Politik Kesamaan. Di dunia yang terhubung oleh teknologi namun terpecah oleh
kekuatan perbedaan, pemimpin konektif memelihara komunitas. Mereka
melakukannya dengan mempraktikkan politik kesamaan, yang menawarkan
keanggotaan untuk sekelompok pendukung yang paling luas. Mereka

- 32 -
menciptakan suatu lingkungan di mana banyak pendukung mencapai paling
tidak sebagian dari agenda mereka.
Untuk membangun komunitas dalam suatu organisasi, para pemimpin konektif
mengambil perspektif paling luas tentang apa yang diperlukan dan oleh siapa.
Mereka mencari kesamaan dan dasar yang sama, bahkan di antara kelompok-
kelompok yang menganggap agenda mereka eksklusif satu sama lain. Sebagai
contoh, pemimpin konektif mungkin dapat meyakinkan kaum feminis dan
koservatif untuk bekerja sama melawan pornografi dan kekerasan dalam rumah
tangga yang ditentang oleh kedua kelompok ini dengan alasan yang terpisah.
Demikian juga,upaya gabungan dari dua musuh yang berhadapan, yaitu
Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabbin dan pemimpin Palestina Yasser Arafat
untuk memulai proses perdamaian, mengejutkan para pengikut mereka.
Tindakan seperti ini bukan tanpa risiko – terbukti Yitzhak Rabbin kehilangan
nyawa dan Arafat nyaris digulingkan. Dalam setiap kasus, pemimpin berada
dalam bahaya karena pengikut mereka kebingungan, dan mengartikan isyarat
konektif pemimpin mereka sebagai penghianatan atau kelemahan.
Pemimpin Konektif memahami pentingnya menjangkau koalisi berlapis-lapis,
bukan saja kaum elit yang terselip. Oleh karena masyarakat terdiri atas individu-
individu yang berasal dari latar belakang yang berbeda, maka agenda mereka
yang berbeda menciptakan teka-teki sosial. Hal ini mengharuskan pemimpin
yang cakap menganalisa berbagai agenda dari banyak koalisi untuk
mencocokkan bagian-bagiannya.

d. Berpikir jangka panjang , bertindak jangka pendek. Meskipun dari hari ke hari
ada tekanan untuk berprestasi, namun membangun komunitas memerlukan
penghargaan atas berbagai kemungkinan jangka panjang yang tidak jelas
Diperlukan visi dan keberanian untuk memilih antara permintaan para
pendukung yang penting saat ini dan masa depan yang lebih baik untuk
kepentingan komunitas yang lebih besar. Ketika mantan Gubernur Propinsi Bali,
Prof. Dr. Ida Bagus Oka melaksanakan reklamasi pantai dengan penanaman
tanaman mangrove dan tembok beton penahan ombak mendapat tekanan yang
serius. Namun sekarang walaupun terjadi gempa tektonik di selatan P.Bali tidak
akan terjadi ombak yang mengancam masyarakat pesisir pantai, begitu juga
terhadap keselamatan pesawat di run way bandara Ngurah Rai.

- 33 -
Untuk menghargai masa depan diperlukan pemimpin yang mengesampingkan
ego mereka untuk memastikan bahwa diperlukan orang-orang berbakat yang
akan menggantikannya kelak. Membina kader-kader pengganti yang potensial
merupakan satu-satunya jalan untuk mencapai tujuan itu. Dengan pengecualian
untuk membangkitkan kloning terhadap dirinya sendiri yang mungkin dapat
dilakukan, para pemimpin tradisional sangat jarang tertarik dengan itu.
Kenyataannya, mereka sering kali merusak pewaris potensial mereka.
Mekanisme suksesi biasanya kurang di dalam organisasi dengan para pemimpin
yang kurang berminat untuk membawa orang lain ke dalam lingkaran
kepemimpinannya. Para pemimpin konektif yang melatih dan mendorong rekan
mereka yang lebih muda akan lebih menerima tanggung jawab kepemimpinan ini
dengan serius.

e. Kepemimpinan melalui harapan. Pemimpin konektif menetapkan harapan yang


tinggi dan kemudian mempercayakan tugas yang paling bernilai kepada orang
lain. Dengan bergerak melampaui pemberdayaan, mereka dengan sopan akan
menghindari micromanaging. Mereka justru berdiri di belakang (tut wuri
handayani) dan bergantung pada prinsip timbal-balik , di mana hadiah untuk
keyakinan seorang pemimpin biasanya dibayar dengan kinerja luar biasa dari
para pengikutnya. Pemimpin konektif mendorong ekspansi kreatif dari visi
mereka, dan hanya meminta agar rekan mereka melakukan hal yang etis dan
legal. Di luar itu, kreativitas rekan mereka dapat berkembang sampai batas
alamiahnya sendiri.
Kepemimpinan melalui harapan bukanlah obat mujarab. Para kolega mungkin
salah mengartikan atau salah menangani keinginan pemimpinnya. Namun
pemimpin konektif menyesuaikan diri dengan pembelajaran dan mengakui
bahwa semua upaya yang baru akan menghasilkan sukses dengan cepat.
Mereka mendukung rekan-rekan untuk mengatasi kegagalan dan mendorong
mereka untuk mencoba lagi.

f. Pencarian makna. Kebanyakan orang akan berusaha meninggalkan warisan,


supaya selalu dikenang karena telah membuat sesuatu yang berbeda. Namun
perlu diingat bahwa ketika semakin dewasa , kita akan merasakan waktu yang
semakin pendek, di mana kebutuhan untuk membuat hidup semakin berarti
untuk sesuatu yang berharga. Pemimpin yang efektif tahu bahwa, pada

- 34 -
akhirnya, mereka dinilai dari kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain.
Dalam mendamaikan kekuatan saling bergantung dan keragaman, mereka
mengajak orang-orang disekelilingnya untuk bergabung dalam pencarian makna
yang lebih besar. Dengan memanggil pendukung untuk mengubah dunia ke
arah yang lebih baik, pemimpin konektif akan memberi kesempatan yang
membangkitkan semangat paara pendukungnya. Tokoh Afrika Selatan Nelson
Mandela adalah salah satu contoh pemimpin konektif seperti itu. Dia muncul
kembali setelah bertahun-tahun dipenjarakan dan berpotensi menyakitkan,
Mandela kemudian mengajak semua ras di Afrika Selatan untuk melupakan
permusuhan demi memperkuat tanah airnya. Ia menantang seluruh rakyat untuk
membangun demokrasi non-rasial di mana semua kelompok dapat berbagi
kekuasaan dan tanggung jawab. Pengorbanan besar Mandela untuk keadilan
dan demokrasi dapat menjadi contoh bahkan untuk orang yang skeptis.

Secara singkat, pemimpin konektif mengatur saling ketergantungan dan keragaman


dengan mengaktifkan seperangkat strategi khusus. Mereka menggunakan spekturm etika,
dan perilaku yang cerdas secara poiltis untuk memadukan kekuatan yang berlawanan dari
saling ketergantungan dan keragaman. Visinya adalah menghubungkan kelompok-
kelompok yang berbeda dan berusaha menghubungkan visinya dengan visi orang lain,
walaupun tindakan tersebut berarti mengubah impiannya sendiri. Kemampuan untuk
berpikir jangka panjang dan bertindak jangka pendek akan menghubungkan kondisi saat
ini dengan ramalan masa depan.

Prinsip – prinsip Pemimpin Konektif

Kepemimpinan konektif didasarkan pada perilaku biasa yang telah kita pelajari
sejak awal untuk mencapai tujuan yang diinginkan, misalnya menjadi ketua tim, belajar
matematika, atau merancang software komputer, yang merupakan perilaku sebagai “ gaya
pencapaian “ kita. Fondasi perilaku kepemimpinan konektif dapat diabgi menjadi 3 (tiga)
perangkat utama gaya pencapaian yaitu : perangkat langsung, relasional dan
instrumental. Dalam setiap perangkat, terdapat 3 (tiga) strategi luas yang dapat
digunakan oleh setiap individu untuk mencapai tujuan mereka. Kita dapat memilih salah
satu atau, idealnya, semua dari kesembilan gaya tersebut, bergantung pada keadaan.

- 35 -
Orang yang memilih perangkat gaya pencapaian langsung cenderung berkonsentrasi
pada tugas-tugas mereka sendiri. Oleh karena terkait erat kekuatan keragaman, gaya ini
sangat cocok untuk usaha keras individual. Tiga strategi membentuk gaya kepemimpinan
langsung adalah :

 Intrinsik (hakiki) – mendapat kepuasan, bahkan kegembiraan, karena


meguasai tugas sendiri yang diukur dengan membandingkannya dengan
standar keunggulan internal.
 Kompetitif - mengungguli orang lain, mengukur pencapaian seseorang dengan
standar kinerja eksternal.
 Kekuatan - bertanggung jawab, mendelegasikan tugas, dan
mengkoordinasikan tindakan orang lain.

Orang-orang yang memilih untuk bekerja berdasarkan tugas kelompok atau membantu
oreng lain mencapai tujuan mereka digambarkan di perangkat gaya kepemimpinan
relasional, gaya ini sejalan dengan kekuatan sosial dari keadaan saling bergantung dan
terdiri atas :

 Kolaboratif – bekerja dengan orang lain dalam tugas kelompok, berbagi


penghargaan dan tanggungnjawab dalam pencapaian tujuan.
 Kontributif – berperan di balik layar atau membantu orang lain menyelesaiakan
tugas mereka.
 Vikaris – mendapat kepuasan dengan memfasilitasi, melatih, dan mengamati
pencapaian orang lain.

Perangkat gaya kepemimpinan instrumental dicirikan dengan know – how politis.


Kebanyakan model kepemimpinan tradisional mencakup kecakapan kepemimpinan
langsung dan relasional, tetapi sering melupakan kepemimpinan instrumental. Namun
pemimpin konektif menggunakan tindakan instrumental untuk memadukan gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada diri sendiri dan yang berorientasi pada kelompok.
Individu yang melihat diri mereka dan orang lain sebagai alat untuk mencapai tujuan
mereka lebih menyukai gaya berikut :

 Pribadi - memanfaatkan semua aset pribadi seseorang, termasuk kecerdasan,


kecerdikan, humor, pesona, daya tarik fisik, latar belakang keluarga, dan
pencapaian pendidikan untuk menarik pendukung.

- 36 -
 Sosial - menciptakan dan menggunakan jaringan dan aliansi sosial , juga
memanfaatkan orang lain – dan jaringan serta sumber daya mereka – untuk
mencapai tujuan bersama.
 Mempercayakan - bergantung pada orang lain untuk memperkuat visi
bersama tanpa pengawasan tetapi dengan ekspektasi sukses yang tinggi.

Penelitian yang telah dilakukan lebih dari setengah abad menunjukkan bahwa
kepemimpinan tidak dapat dikurangi menjadi sekumpulan sifat yang dibawa sejak lahir.
Kebanyakan orang dapat mengolah karunia kepemimpinan khususnya. Penelitian ini
menunjukkan keefektifan setiap gaya kepemimpinan ini dalam situasi tertentu. Penelitian
ini menjelaskan bahwa belajar menjadi pemimpin konektif bukan hanya mungkin tetapi
sangat diperlukan untuk mencapai hasil yang tahan lama dan berarti.

Menjadi pemimpin konektif memerlukan usaha serius. Untuk pemimpin tradisional,


hal ini melibatkan pengertian terhadap ide-ide baru dan mempraktikkan respons
kepemimpinan yang tidak umum. Bagi para pengikut kepemimpinan tradisional, hal itu
berarti menjadi pengikut yang aktif.

Meskipun pemimpin konektif menambah dimensi baru instrumentalisme yang etis,


hal itu tidak akan menghilangkan semua strategi kepemimpinan yang sudah dipelajari
sebelumnya. Lagi pula, pemimpin konektif membangunan di atas apa yang telah diketahui
oleh pemimpin yang efektif. Namun ini dapat memperdalam dan merevitalisasi strategi
tradisional terbaik, sembari menawarkan cara-cara baru untuk menjadi efektif.

Kepemimpinan konektif bukan untuk orang penakut. Hal itu sering kali
mengharuskan kita untuk memilih antara logika konsekuensi, yaitu hasil yang diharapkan,
dan logika aspirasi yang mengekspresikan identitas kita yang paling mulia. Tantangan di
Era Konektif pasti akan semakin banyak. Hanya pemimpin dengan tampilan
kepemimpinan yang paling ekstensif dan fleksibel yang akan mmenuhi tuntutan Era
Konektif yang dinamis. Hanya pemimpin yang mampu memanfaatkan ketegangan yang
timbul karena keadaan saling bergantung dan keragaman yang akanmendapatkan sisi
konektif.

- 37 -
RANGKUMAN

1. Para pakar telah mengisyaratkan dan mengingatkan kita tentang tantangan-


tantangan pada era abad ke-21 yang sarat dengan perubahan dan ketidakpastian
yang berlangsung begitu cepat yang diikuti dengan fenomena-fenomena baik secara
fisik maupun non-fisik akan berdampak kepada setiap orang yang berprofesi sebagai
pemimpin. Dunia akan diliputi dengan variabel kepemimpinan yang mau tidak mau
setiap pemimpin harus mampu menganalisa secara cermat pelbagai kecenderungan
yang terjadi di sekitarnya kalau tidak ingin terjadi kegagalan yang cukup fatal.

2. Di era Perubahan tersebut akan terlihat hal-hal yang perlu dicermati seperti masalah
globalisasi pasar dan teknologi yang mengedapankan e-commerce, munculnya
komunikasi universal yang akan mengaburkan proses masa lalu di bidang ekonomi.
Selain itu proses demokratisasi dibidang informasi yang sangat terbuka dalam
kegiatan mempengaruhi opini, kompetisi secara eksponensial yang meningkat
dalam mendorong kecepatan dan fleksibilitas dalam upaya menaikkan kualitas serta
menurunkan pembiayaan. Berikutnya adalah pergeseran modal yang tadinya modal
keuangan ke arah modal manusia sesuai perkembangan demografi. Hal lain adalah
munculnya kebebasan pasar ketenagakerjaan yang potensial sesuai pilihan mereka,
sekaligus merebaknya sikap mandiri sesuai pengetahuan yang dimiliki. Mengingat
telah terjadinya masa peralihan maka setiap pemimpin perlu mengakomodasikan diri
untuk mulai meninggalkan cara-cara lama, kemudian beranjak ke arah perubahan
dengan perilaku baru secara positip.

3. Sebagai konsekuensi logis era perubahan, para pemimpin hendaknya selalu berpikir
dan berusaha untuk memahami situasi yang berkembang dan melakukan
pemecahan masalah yang terjadi. Kecenderungan untuk menciptakan hal-hal yang
baru dapat berakibat pada terganggunya mekanisme program, karena proses
tersebut hanyalah untuk menumbuhkan sistem yang sehat sambil menghilangkan
gangguan yang terjadi. Padahal selain kegiatan tersebut, para pemimpin perlu
berusaha memecahkan masalah-masalah tertentu agar tidak terperangkap dalam
perencanaan selanjutnya. Jika tidak, maka para pemimpin akan mengalami kejutan
(shock) menghadapi tantangan yang datang dari lingkungan kerjanya.

- 38 -
4. Pelajaran yang paling berharga bagi kita semua dalam mengikuti peristiwa
peledakan gedung WTC tanggal 11 September 2002 yang lalu, dimana pihak
Amerika Serikat kecolongan terhadap serangan yang dilakukan secara “asimetris” di
negaranya sendiri. Hal serupa bisa saja terjadi di manapun, mungkin di sekitar
tempat kerja kita, dan kita akan berpikir bagaimana-kalau itu terjadi dan bagaimana
cara menanggulanginya

5. Dalam proses regenerasi yang akan tetap terjadi, para pemimpin perlu berhati-hati
dalam mengalihkan tanggung jawab, karena dengan kecenderungan psikologis
generasi berikutnya yang dapat muncul dalam upaya menjatuhkan pimpinan senior.
Hal ini menjadi penting ketika para pemimpin terperosok ke dalam lubang-lubang
perangkap tanpa disadari sepenuhnya, sehingga mengurangi kewaspadaan dalam
menjangkarkan diri di lingkungan maupun terhadap kemampuan strategis yang
sudah dicanangkan.

6.. Dalam kepemimpunan di era transisi, para pemimpin hendaknya dapat memahami
dan memadukan keadaan yang saling bergantung (interdependence) dan beragam
(diversity) secara serasi dan seimbang, melalui cara-cara berkomunilasi,
bernegosiasi, membujuk dan mengintegrasikan sikap para kolaborator untuk
mencapai tujuan bersama. Pekerjaan ini membutuhkan ketajaman pikiran dan gaya
pencapaian para pemimpin konektif yaitu dengan menggunakan perangkat
langsung, relasional dan instrumental serta kombinasi strategi dari masing-
masingnya secara berhasil dan berdaya guna.

- 39 -
DAFTAR PUSTAKA

Blumen, Jean Lipman, 2002, Connective Leadership, New York : The Crucker
Foundation.

Bridge, William and Susan Mitchell, 2002, Transition Lead,New York : The Drucker
Foundation.

Covey, Steven R, 2005, The 8th Habbit : Melampaui Efektifitas Menggapai


Keagungan, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Drucker, Peter, 2002, On Leading Change, New York : The Drucker Foundation.

---------------, 1999, Leader To Leader, New York : The Drucker Foundation.

---------------, 1991, Managing In A Time of Great Change, New York : The Drucker
Foundation

Freedman, Mike and Benjamin B. Tregoe, 2003, The Art And Discipline of Strategic
Leadership, New Jersey : Kepner-Tregoe, Inc.

Lemhannas, 2003, Srategi Kepemimpinan Nasional di Era Keterbukaan, Jakarta.

---------------, 2003, Ketahanan Nasional, Jakarta.

Senge, Peter M, 1991, Strategic for The Leaders Change, New York : The
Drucker Foundation.

--------------, 1991, Lesson for The Leaders Change, New York : The Drucker
Foundation.

- 40 -

Anda mungkin juga menyukai