Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP TERHADAP

INNOVATIVENESS YANG DIMEDIASI OLEH


PSYCHOLOGICAL SAFETY

Muhamad Hidayat, S.E


Mahasiswa Program Studi S-2 Magister Manajemen Universitas Kristen Maranatha Bandung

Dr. Iyus Wiadi, S.E, M.P.A


Dosen Program Studi S-2 Magister Manajemen Universitas Kristen Maranatha Bandung

Abstrak
Perusahaan swasta yang melakukan kegiatan bisnis dalam bidang eksplorasi minyak dan gas bumi saat ini sedang
mengalami kesulitan. PT. ENTATI salah satunya, perusahaan tersebut mengalami penurunan kinerja yang diduga
terjadi karena pemimpin dalam perusahaan belum mampu menciptakan iklim organisasi yang inovatif di tengah iklim
bisnis migas yang tidak menentu. Entrepreneurial leadership sebagai model kepemimpinan, cocok dipraktikkan
dalam menghadapi iklim bisnis yang tidak menentu. Perannya dianggap mampu memberikan stimulus berupa
peningkatan perasaan aman secara psikologis, yang kemudian memacu karyawan menjadi lebih inovatif. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh entrepreneurial leadership terhadap innovativeness yang dimediasi oleh
psychological safety. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif kausalitas dengan ukuran
sampel 154 responden. Pengujian data menggunakan uji validitas CFA-PCA, uji reliabilitas cronbach’s alpha, dan uji
analisis jalur model mediasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa entrepreneurial leadership berpengaruh langsung
terhadap peningkatan innovativeness karyawan PT. ENTATI sebesar 70,1%, dan melalui variabel psychological safety
sebesar 15,5%. Ini artinya bahwa pemimpin yang mampu menstimulasi karyawan untuk terus belajar, bersedia
menanggung beban kegagalan timnya, mampu mensinergikan seluruh stakeholder perusahaan, mampu menginspirasi
dan membangun komitmen serta mampu menentukan tujuan yang jelas, akan membuat karyawan merasa aman secara
psikologi dan menstimulus mereka untuk menjadi lebih innovativeness.

Kata Kunci: Entrepreneurial leadership, Psychological safety, Innovativeness

PENDAHULUAN
Perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang hulu minyak dan gas bumi saat ini sedang mengalami
kesulitan. PT. ENTATI salah satunya, perusahaan tersebut dihadapkan pada kondisi kinerja yang mulai
mengalami penurunan. Penurunan kinerja diduga terjadi karena para pemimpin dalam perusahaan belum
mampu menciptakan iklim organisasi inovatif di tengah iklim bisnis minyak dan gas bumi yang tidak
menentu, sehingga para karyawan merasa bahwa kondisi perusahaan saat ini tidak dapat memberikan
jaminan keamanan mengenai keberlangsungan pekerjaan mereka.
Tekanan lingkungan eksternal yang sulit dikontrol seperti harga minyak mentah dunia yang relatif
rendah, sulitnya menemukan cadangan minyak dan gas bumi dengan success ratio 31% serta
diberlakukannya kontrak kerjasama gross split yang sebelumnya PSC (Product Sharing Contract)
1
membuat kinerja perusahaan semakin tertekan turun. Dengan kebijakan PSC perusahaan dituntut untuk
melakukan efisiensi secara maksimal dalam hal pengeluaran biaya, salah satunya adalah dengan cara
efisiensi dan optimasi tenaga kerja.
Bagi sebagian karyawan, hal ini membuat mereka merasa tertekan dan takut suatu saat kehilangan
pekerjaannya, sehingga mereka tidak bekerja secara optimal. Beberapa pemimimpin memilih mundur dan
menjual sahamnya dalam menghadapi perubahan iklim bisnis minyak dan gas bumi yang relatif dianggap
kurang menguntungkan, dan pemimpin lainnya memberikan pilihan pada beberapa pekerjanya untuk
mengambil kesempatan bekerja di tempat kerja yang lebih baik, jika memungkinkan.
Pentingnya perusahaan untuk lebih efisien mendorong perusahaan untuk menuntut para
karyawannya bertindak lebih innovativeness dalam konteks kerjanya. Hal ini dilakukan agar perusahaan
mampu mencapai tujuan perusahaan dan menghasilkan laba yang tinggi, sehingga perusahaan mampu
untuk bersaing dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, dikarenakan memiliki modal finansial dan sumber
daya manusia yang kuat.
Entrepreneurial leadership melalui pendektan kepemimpinanya mampu membuat para pengikut
yakin terhadap keputusan yang berisiko yang diambil oleh pemimpinnya (Park et al., 2014, p. 27). Perasaan
yakin yang menimbulkan perasaan aman secara psikologis pada karyawan, memungkinkan organisasi
untuk lebih mampu mengeksploitasi potensi kreatif karyawan untuk memunculkan inovasi (Baer & Frese,
2003, p. 46). Berdasarkan penjelasan, dan fenomena yang dijelaskan di atas, maka penelitian mengenai
pengaruh entrepreneruial leadership terhadap innovativeness yang dimediasi oleh psychological safety
menjadi menarik untuk dilakukan.

KAJIAN KEPUSTAKAAN
Entrepreneurial leadership
Konsep teori entrepreneurial leadersip hingga saat ini masih dalam tahap pengembangan (Ahmed
& Ramzan, 2013, p. 50; Park, et al., 2014, p. 25). McGrath dan MacMillan (2000, p. 255) menjelaskan
bahwa entrepreneurial leadership berbicara mengenai pencarian peluang baru dan eleminasi pada hal yang
tidak produktif secara berkala, mengarahkan individu pada pemenuhan kewajibannya, menciptakan
lingkungan yang dinamis serta memberikan semangat dan energi pada para pengikut dalam organisasi,
sehingga menciptakan organisasi yang sehat. Lebih lanjut McGrath dan MacMillan menjelaskan bahwa
praktik kepemimpinan dibagi berdasarkan tiga kategori, yaitu berdasarkan pengaturan iklim kerja,
perancangan dalam mencari peluang, dan pendekatan personality untuk meningkatkan pertumbuhan
perusahaan.
Pengembangan model dilakukan oleh Gupta et al. (2004) dengan mengacu pada Kuratko dan
Hornsby (1998). Gupta et al. (2004, p. 242) mendefinisikan bahwa entrepreneurial leadership adalah gaya
kepemimpinan yang menciptakan skenario visioner atau cara pandang yang digunakan untuk membentuk
2
dan memobilisasi para karyawan untuk menjadi pendukung yang memiliki komitmen pada visi untuk
menemukan dan mengeksploitasi strategi penciptaan nilai pada organisasi. Berikut ini adalah
pengembangan konsep dan definisi entrepreneurial leadership menurut beberapa peneliti.
Tabel 1: Perkembangan definisi entrepreneurial leadership
Peneliti Definisi entrepreneurial leadership
Entrepreneurial leadership melibatkan penetapan tujuan yang jelas, memberdayakan
Cunningham & Lischeron orang, melestarikan keorganisasian organisasi, dan mengembangkan sistem sumber daya
(1991) manusia.
Entrepreneurial leadership memerlukan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain
Ireland et al.
untuk mengelola peluang sumber daya guna menekankan perilaku mencari kesempatan
(2003)
dan mencari keuntungan.
Entrepreneurial leadership adalah kepemimpinan yang menciptakan skenario visioner
Gupta et al. (2004)
yang berkomitmen terhadap penemuan dan dukungan penciptaan nilai strategis.
Entrepreneurial leadership membutuhkan semangat, visi, fokus, dan kemampuan untuk
Thornberry menginspirasi orang lain. Entrepreneurial leadership membutuhkan semua ini, ditambah
(2006) dengan pola pikir dan keterampilan yang membantu pemimpin kewirausahaan
mengidentifikasi, mengembangkan, dan menangkap peluang bisnis baru.
Entrepreneurial leadership adalah kepemimpinan yang mampu mempertahankan inovasi
Surie & Ashley (2008) dan adaptasi dalam lingkungan berkecepatan tinggi dan tidak pasti.
Entrepreneurial leadership memerlukan pemetatan dan pengarahan kinerja anggota
Renko et al. kelompok terhadap pencapaian tujuan organisasi yang melibatkan pengenalan dan
(2015) pemanfaatan peluang kewirausahaan.
Sumber: Adaptasi dari penelitian Renko et al. (2015, p. 55)
Menurut Gupta et al. (2004, p. 243) konsep entrepreneurial leadership memadukan konsep
entrepreneurship, entrepreneurial orientation, entrepreneurial management dengan leadership, ini artinya
bahwa penekanan pada pendekatan strategis dalam tindakan entrepreneurial diperlukan agar inisiatif
entrepreneurial dapat mendukung peningkatan kemampuan untuk terus menciptakan dan meningkatkan
nilai perusahaan. Gupta et al. (2004, p. 246), juga menegaskan bahwa secara umum komponen dari
transformational leadership adalah pembentukan team (team building), dan kepemimpinan berbasis niai
(value - based leadership) yang relevan dengan entrepreneurial leadership.
Konstruk dimensi entrepreneurial leadership yang mengacu pada teori McGrath & MacMillan
(2000, p. 271) membagi dimensi entrepreneurial leadership dalam konteks framing, absorbing uncertainty,
defining gravity, path clearing dan underwriting, kemudian dikembangkan oleh Gupta et al. (2004, p. 246-
248), dan membagi entrepreneurial leadership dalam dua dimensi, lima peran dan dua puluh atribut yang
mencerminkan entrepreneurial leadership. Dimensi terdiri dari scenario enachment yaitu;
memproyeksikan dan menciptakan skenario peluang yang menguntungkan yang dapat merevolusi kegiatan
transaksional saat ini dengan keterbatasan sumber daya yang ada, yang terdiri dari peran framing the
challenge, absorbing uncertainty, dan path clearing path clearing. Cast enachment yaitu; memberikan
keyakinan pada pengikut dan stakeholders organisasi bahwa transfomasi kegiatan transaksional dapat

3
dilakukan dengan mengerahkan sumber daya (termasuk perekrutan SDM baru) untuk mencapai tujuan dari
sekenario yang telah ditetapkan, yang terdiri dari peran building commitment dan specifying the limits.

Psychological safety
Psychological safety adalah sebuah pengalaman yang dirasakan individu ketika menunjukan hasil/
potensi kerjanya tanpa merasa takut terhadap konsekuensi negatif yang akan berakibat pada citra diri, status
ataupun karirnya (Khan, 1990, p. 708). Brown dan Leigh (1996, p. 360) menjelaskan bahwa psychological
safety berkaitan dengan sejauh mana manajemen dianggap fleksibel dan mendukung karyawan dalam
konteks pengaturan metode kerja, kejelasan norma dan peran organisasi, serta kebebasan mengekspresikan
perasaan dalam peran kerjanya masing - masing.
Edmondson (1999, p. 354) menjelaskan bahwa psychological safety berdasarkan pendekatan tim
adalah keyakinan bersama bahwa tim tersebut aman untuk pengambilan risiko interpersonal. Keyakinan ini
menumbuhkan kepercayaan diri untuk mengambil risiko, dan dengan demikian memperoleh manfaat dari
proses pembelajaran tersebut (Edmondson, 2002, p. 5). Edmondson (2003, p. 4) medefinisikan
psychological safety sebagai persepsi individu mengenai konsekuesi risiko interpersonal yang mungkin
muncul dalam lingkungan kerjanya.
Psychological safety positif dicirikan oleh individu yang percaya bahwa orang lain akan merespon
secara positif ketika ia mengungkapkan pikirannya, seperti dengan mengajukan pertanyaan, mencari umpan
balik, melaporkan kesalahan, atau mengusulkan ide baru (Edmondson & Mogelof, 2004, p. 2). Baer dan
Frese (2003, p. 50) menjelaskan bahwa climate dalam psychological safety mengacu pada praktik dan
prosedur organisasi formal dan informal yang membimbing dan mendukung interaksi yang terbuka dan
amanah dalam lingkungan kerja.
Brown dan Leigh (1996, p. 360-361) mengembangkan konsep dari khan (1990) dan membentuk
konstruk psychological safety kedalam 6 konstruk dimensi peran, yaitu supportive management, clarity,
self expression, contribution, recognition dan challenge.
1. Supportive Management.
Supportive Management berbicara mengenai dukungan manajemen pada individu dalam organisasi
yang membuat individu tidak merasa takut menerima konsekuensi atas kegagalannya. Atribut/ indikator
dimensi teori ini adalah fleksibilitas manajemen, dukungan manajemen, pemberian otoritas, tanggung
jawab dan kepercayaan pada para karyawannya.
2. Clarity.
Kejelasan peran dan norma individu yang konsisten dan dapat diprediksi dalam organisasi membuat
lingkungan organisasi aman secara psikologis dan meningkatkan keinginan karyawan untuk terlibat
secara aktif dalam setiap kegiatan organisasi. Sebaliknya, ketika peran dan situasi kerja tidak jelas, tidak
konsisten, atau tidak dapat diprediksi, keamanan psikologis rendah dan keinginan individu untuk terlibat
4
dalam proses kerja cenderung rendah. Atribut/ indikator dari teori ini adalah kejelasan fungsi kerja,
kejelasan tanggung jawab, dan kejelasan aturan serta norma organisasi
3. Self Expression.
Self ekspresion berbicara mengenai sejauh mana organisasi memberikan kebebasan individu untuk
mengekpresikan konsep diri dalam kontek kerjanya. Individu yang merasa aman secara psikologis
dalam organisasi lebih mampu untuk menunjukan karakter kepribadiannya. Atribut/ indikator dari teori
ini adalah merasa sangat bebas untuk berkspresi, menunjukan kreatifitas dan jati dirinya, dan kebebasan
untuk mengungkapkan perasaan.
4. Meaningfulness of Contribution.
Meaningfulness of contribution berbicara mengenai individu yang merasa bahwa mereka berkontribusi
terhadap kemajuan organisasi, dan hal itu dikonfirmasi oleh organisasi. Ketika individu percaya bahwa
mereka berkontribusi secara berarti terhadap sasaran organisasi, maka mereka akan termotivasi untuk
lebih terlibat dalam tiap kegiatan organisasi. Atribut/ indikator dari teori adalah perasaan dihargai,
merasa membuat perubahan positif, merasa menjadi individu yang penting (key member), merasa
melakukan pekerjaan yang bermanfaat.
5. Recognition.
Keyakinan bahwa organisasi menghargai dan mengakui upaya dan kontribusi seseorang cenderung
meningkatkan makna pekerjaan yang dirasakan. Karyawan yang merasa bahwa kontribusi mereka
diakui dan diapresiasi membuat mereka akan lebih termotivasi untu mengidentifikasi konteks kerja
mereka dan ingin lebih terlibat dalam organisasi. Atribut/ indikator dari teori adalah pengakuan hasil
kerja, penghargaan kerja, dan penghargaan atas kontribusi individu.
6. Challenge.
Challenge berbicara mengenai konsep pekerjaan yang menuntut individu untuk terus meningkatkan
kreativitas, keterampilan dan potensi dirinya. Pertumbuhan individu dalam peran kerjanya hanya dapat
terjadi ketika pekerjaan dianggap menantang dan membutuhkan penggunaan kreativitas dan
keterampilan yang tinggi. Pekerjaan yang menantang mendorong individu untuk menginvestasikan lebih
banyak sumber daya fisik, kognitif, dan emosional dalam pekerjaannya, dan kemungkinan akan
menghasilkan makna yang lebih besar dari pengalaman kerjanya. Atribut/ indikator dari teori adalah
pekerjaan yang menantang dan pekerjaan yang membutuhkan potensi maksimal.

Innovativeness
Kirton (1976, p. 622) menjelaskan bahwa innovativeness secara umum adalah serangkaian perspektif
berkaitan dengan preferensi untuk melakukan hal - hal yang lebih baik (lebih adaptif/ adaptor) dengan
preferensi untuk melakukan sesuatu yang berbeda (lebih inovatif/ innovator). Hurt et al. (1977, p. 58)
menyatakan bahwa pendekatan pada penelitian tradisional menunjukan bahwa karakteristik innovativeness
5
adalah perilaku yang tergantung pada atribut persepsi dari inovasi. Midgley dan Dowling (1978, p. 229)
menjelaskan bahwa terdapat dua asumsi implisit mengenai innovativeness, yang pertama adalah
innovativeness dipandang sebagai sifat kepribadian yang dimiliki baik pada tingkatan yang tinggi ataupun
rendah oleh suatu kelompok, sedangkan yang kedua memandang innovativeness sebagai sebuah karakter
yang diturunkan.
Lumpkin et al. (1996, p. 142) menjelaskan bahwa innovativeness mencerminkan kecenderungan
perusahaan untuk terlibat dan mendukung ide - ide baru, kebaruan, eksperimen, dan proses kreatif yang
dapat menghasilkan produk, layanan, atau proses teknologi baru. Hurley dan Hult (1998, p. 44)
mendefinisikan innovativeness adalah gagasan mengenai keterbukaan terhadap ide - ide baru sebagai aspek
budaya perusahaan. Calantone (2002, p. 517) mendukung konsep dari Midgley dan Dowling (1978) dan
menjelaskan bahwa konsep innovativeness dalam perusahaan dikonsepkan dalam dua perspektif, yaitu
sebagai variabel perilaku berkaitan dengan tingkat adopsi inovasi oleh perusahaan, dan yang kedua
dipandang sebagai kesediaan organisasi untuk melakukan perubahan. Keskin (2006, p. 401) menjelaskan
bahwa innovativeness berkaitan dengan perilaku kewirausahaan, dan secara teoritis terkait dengan toleransi
tinggi untuk menghadapi ambiguitas, mengambil risiko, dan mengevaluasi situasi yang tidak pasti menjadi
lebih menguntungkan.
Pengamatan bahwa orang - orang beradaptasi sedangkan yang lain melakukan tindakan inovatif
(innovativeness) menyebabkan eksplorasi lebih lanjut dari dua jenis perilaku yang mungkin terkait dengan
pendekatan kognitif dalam innovativeness (Kirton, 1976, p. 622). Foxall (1985, p. 5) menjelaskan bahwa
pengukuran tingkat innovativeness individu dapat dilakukan dengan pendekatan KAI (Kirton Adaptor -
Innovator). Kirton (1976, p. 625) membagi konstruk innovativeness dalam tiga dimensi diantaranya adalah:
1. Originality (pembangkitan gagasan) berbicara mengenai gambaran individu kreatif yang mengacu pada
konsep Rogers (1959), mengenai individu kreatif yang lebih senang menyendiri. Kirton (2003, p. 58)
menyatakan bahwa adaptor lebih memilih untuk menghasilkan lebih sedikit ide yang berguna dan
relevan dengan situasi. Adaptor mengadaptasi ide dengan menetapkan pembatasan yang tidak
bertentangan dengan aturan organisasi. Indikator/ atribut berdasarkan teori ini adalah originalitas ide,
mengembangkan ide, menstimulus munculnya ide, menghasilkan beberapa gagasan, memikirkan
beberapa solusi, lebih cepat dalam menciptakan, memiliki perspektif baru, melakukan hal dengan
berbeda, memiliki sedikit variasi dalam rutinitasnya, fokus pada satu masalah, berani berkonfrontasi,
berubah ketika ada dorongan/ stimulasi.
2. Methodical Weberianisme (metode pemecahan masalah - efisiensi) berbicara mengenai gambaran pada
satu tipe individu secara ekstrim berdasarkan konsep Weber (1948), yang digambarkan sesuai dengan
kebutuhan organisasi - tepat, dapat diandalkan, dan disiplin. Kirton (2003, p. 59) menyatakan bahwa
efisiensi adaptor adalah innovator pemecah masalah yang medeskripsikan solusi dengan terprinci, tidak
menghiraukan batasan dan aturan organisasi, siap dengan keadaan yang kurang terstruktur, lebih mampu
6
menghadapi kegagalan dan solusi yang tidak terduga. Indikator/ atribut berdasarkan teori ini adalah
berpikir secara menyeluruh, menguasai detail, metodis dan sistematis, menikmati detail, pekerja keras,
dan konsisten.
3. Mertonian Conformist (Rule/ Group Conforming) mencerminkan deskripsi dari konsep Merlon (1957),
tentang orang yang cocok dengan birokrasi karena ia memiliki respek yang tepat terhadap otoritas dan
aturan. Indikator/ atribut berdasarkan teori ini adalah individu yang merasa cocok dalam sistem, patuh,
mudah menyetujui tim, mematuhi aturan, bertindak sesuai dengan otoritas, bijaksana, mudah diprediksi,
berteman dengan rekan kerja yang patuh, konsisten, tidak menyimpang.

RERANGKA PEMIKIRAN

Gambar 1: Rerangka Pemikiran - Pengaruh Entrepreneurial leadership Terhadap Innovativeness Yang


Dimediasi Oleh Psychological Safety

METODE PENELITIAN
Objek dan Subjek Penelitian,
Penelitian ini membahas mengenai analisis pengaruh entrepreneurial leadership terhadap
innovativeness yang dimediasi oleh psychological safety pada unit analisis PT ENTATI yang berlokasi di
Jakarta Selatan, Indonesia.

7
Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan dan manajemen perusahaan PT. ENTATI
yang berjumlah 246 orang. Ukuran sampel sebanyak 154 responden diperoleh dengan menggunakan
𝐍 𝟐𝟒𝟔
pendekatan rumus slovin: 𝐧 = 𝐧= = 153,27 atau dibulatkan menjadi 154 sampel.
𝟏+𝐍.𝐞² 𝟏+𝟐𝟒𝟐(𝟎,𝟎𝟓)²

Teknik sampling dalam penelitian ini merupakan sampling probability menggunakan stratified random
sampling dengan cara proportionate stratified random sampling.

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data primer yaitu data yang peneliti
kumpulkan langsung untuk tujuan spesifik dari penelitian ini seperti penyebaran kuesioner pertanyaan
tertutup dengan menggunakan skala likert 1-5 (Sekaran & bougie, 2016, p. 38) dan data sekunder yaitu data
yang telah dikumpulkan oleh orang lain untuk tujuan lain selain tujuan dari penelitian ini seperti sumber
literatur buletin, jurnal, laporan keuangan dan lainnya (Sekaran & bougie, 2016, p. 37).

Operasionalisasi Variabel
Variabel operasionalisasi dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel independent yaitu
entrepreneurial leadership yang diuraikan dalam lima dimensi peran, satu variabel dependent yaitu
innovativeness, dan satu variabel mediator yaitu psychological safety. Variabel independent
entrepreneurial leadership terdiri dari dimensi framing the challenge diwakili oleh 4 indikator pernyataan,
dimensi absorbing uncertainty diwakili indikator oleh 3 butir pernyataan, dimensi path clearing diwakili
oleh 4 indikator pernyataan, dimensi building commitment diwakili oleh 4 indikator pernyataan, dan
dimensi specifying the limits diwakili oleh 4 indikator pernyataan (Gupta et al., 2004, p. 242). Variabel
mediator psychological safety diwakili oleh 6 indikator pertanyaan (Brown & Leigh, 1996, p. 360).
Variabel dependent psychological safety diwakili oleh 6 indikator pertanyaan (Kirton, 1976, p. 622).

Metode Penelitian
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif kausalitas. Penilaian
deskriptif menggunakan pendekatan penilaian mean/ rata – rata (Durianto, 2001, p. 43). Metode kuantitatif
kausalitas menggunakan metode perhitungan matematis dan statistika (Sekaran & Bougie, 2016, p. 2) untuk
mengetahui keterkaitan antara satu variabel dengan variabel lain (Sekaran dan Bougie, 2016, p. 44). Uji
kausalitas dalam penelitian ini menggunakan model mediasi yang bertujan untuk menjelaskan mengapa ada
keterkaitan antara konstruk variabel independent dan variabel dependent (Hair et al., 2014, p. 35-36).

8
Uji Validitas dan Reliabilitas
Pengujian validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis uji faktor (Confirmatory Factor
Analysis) dengan teknik PCA (Principal Component Analysis). Patten dan Newhart (2018, p. 123)
menjelaskan bahwa pengukuran yang valid berkaitan dengan tingkat akurasi alat ukur, dan validitas
berbicara mengenai tingkatan, semakin tinggi akurasi tingkat alat ukur semakin baik indikator tersebut
mengukur konsep alat ukur tersebut. Sekaran dan Bougie (2016, p. 222) menyatakan bahwa salah satu
metode pengukuran validitas dapat dilakukan dengan cara analisis faktor CFA (Confirmatory Factor
Analysis), yaitu teknik multivariat yang menegaskan dimensi konsep yang telah didefinisikan secara
operasional serta menunjukan mana dari item yang paling sesuai untuk setiap dimensi. Syarat uji CFA
yaitu: nilai Kaiser – Meyer - Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO - MSA) ≥ 0,6, nilai Bartlett’s
Test sig ≤ 0,05 atau nilai chi square > chi square tabel (Denis, 2018, p. 182), nilai loading factor ≥ 0,4,
nilai mean communalities ≥ 0,3, dan nilai cummulative total variance square loading ≥ 0,5 (50%) (Hair et
al.,2014, p. 602-618).
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis cronbach’s alpha. Sekaran
dan Bougie (2016, p. 220) menjelaskan bahwa reliabilitas adalah tes yang digunakan untuk mengukur
konsistensi alat ukur. Syarat penilaian reliabilitas adalah croanbach’s alpha ≥ 0,6 (Sekaran dan Bougie,
2016, p. 290).

Analisis jalur Model Mediasi


Analisis jalur dalam penelitian ini menggunakan analisis jalur multivariate model mediasi yang
berfokus pada uji pengaruh struktural, sedangkan uji model pengukuran dilakukan pada metode
sebelumnya dalam model CFA (Confirmatory Factor Analysis). Denis (2016, p. 636) menjelaskan bahwa
analisis jalur adalah teknik statistik yang berguna untuk memodelkan keterkaitan jaringan yang sederhana
hingga kompleks di antara variabel yang diamati, dan dalam banyak hal dalam analisis jalur yang mirip
dengan regresi berganda, meskipun terdapat kombinasi model.
Jose (2013, p. 47-49) menjelaskan bahwa berdasarkan model Baron dan Keny (1986), salah satu
syarat yang harus dipenuhi dalam model mediasi adalah adanya keterkaitan/ hubungan signifikan antara
variabel penelitian, dan sebuah variabel dianggap mampu memediasi ketika kehadirannya mengurangi nilai
hubungan dasar/ langsung sebuah variabel. Berikut ini adalah diagram model analisis jalur mediasi dan
persamaan statistik.

9
Gambar 2: Model Analisis Jalur Persamaan Statistik
Berikut ini adalah model persamaan statistik pada penelitian ini berdasarkan pendekatan replikasi model
MacKinnon (2008, p.48-49).
Model 1: Entreprenereurial leadership  Innovativeness:
YEL = a1 + b1.x1.1 + b2.x1.2 + b3.x1.3 + b4.x1.4 + b5.x1.5 + e1
Model 2: Entreprenereurial leadership dan Psychological safety Innovativeness
YEL.PS = a2 + b’1.x1.1 + b’2.x1.2 + b’3.x1.3 + b’4.x1.4 + b’5.x1.5 + b11x2.m +e2
Model 3: Entreprenereurial leadership  Psychological safety
MPS = a3 + b6.x1.1 + b7.x1.2 + b8.x1.3 + b9.x1.4 + b10.x1.5 + e3
Efek mediasi simultan = (b1.x1.1 + b2.x1.2 + b3.x1.3 + b4.x1.4 + b5.x1.5) – (b’1.x1.1 + b’2.x1.2 + b’3.x1.3 + b’4.x1.4 +
b’5.x1.5) dan atau ((b6.x1.1)(b11x2.m)) + ((b7.x1.2)(b11x2.m)) + ((b8.x1.3)(b11x2.m)) + ((b9.x1.4)(b11x2.m)) +
((b10.x1.5)(b11x2.m))

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Uji Validitas dan Reliabilitas
Tabel 2: Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Entrepreneurial leadership
Dimensi Indikator Loading Kesimpulan Croanbach Kesimpulan
Factor alpha
X1_1_1 0,759 Valid
Framing X1_1_2 0,694 Valid
0,751 Reliabel
the Challenge X1_1_3 0,673 Valid
X1_1_4 0,631 Valid
X1_2_5 0,580 Valid
Absorbing
X1_2_6 0,693 Valid 0,663 Reliabel
Uncertainty
X1_2_7 0,769 Valid
X1_3_8 0,667 Valid
Path X1_3_9 0,662 Valid
0,784 Reliabel
Clearing X1_3_10 0,607 Valid
X1_3_11 0,599 Valid
X1_4_12 0,751 Valid
Building X1_4_13 0,802 Valid
0,894 Reliabel
Commitment X1_4_14 0,756 Valid
X1_4_15 0,808 Valid
X1_5_16 0,604 Valid
Specifying X1_5_17 0,606 Valid
0,864 Reliabel
the Limits X1_5_18 0,863 Valid
X1_5_19 0,832 Valid
Sumber: Hasil pengolahan data 2018

10
Tabel 3: Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Psychological safety dan Innovativeness
Variabel Indikator Loading Kesimpulan Croanbach Kesimpulan
Factor alpha
Xm_20 0,729 Valid
Xm_21 0,685 Valid
Psychological
Xm_22 0,685 Valid 0,787 Reliabel
Safety
Xm_23 0,841 Valid
Xm_25 0,741 Valid
y_26 0,856 Valid
y_27 0,757 Valid
y_28 0,753 Valid
y_29 0,571 Valid
Innovativeness y_30 0,857 Valid 0,909 Reliabel
y_31 0,743 Valid
y_32 0,770 Valid
y_33 0,759 Valid
y_34 0,769 Valid
Sumber: Hasil pengolahan data 2018
Pengujian validitas CFA (Confirmatory Factor Analysis) dengan teknik PCA (Principal Component
Analysis) pada variabel entrepreneurial leadership, psychological safety dan innovativeness menunjukan
bahwa seluruh nilai loading factor memiliki nilai lebih besar daripada 0,4. Ini artinya bahwa seluruh
indikator/ instrumen penelitian pada variabel entrepreneurial leadership, psychological safety dan
innovativeness lolos uji validitas. Nilai croanbach’s alpha variabel entrepreneurial leadership,
psychological safety dan innovativeness lebih besar dari 06. Ini artinya bahwa seluruh indikator/ instrumen
penelitian pada variabel tersebut lolos uji reliabilitas dan dapat dilanjutkan dengan proses uji mediasi.

Analisis Jalur Model Mediasi

Gambar 23: Analisis Model Mediasi


Berdasarkan data di atas dapat diketahui nilai t sobel untuk menguji mediasi.
1. Framing the challenge  psychological safety  innovativeness t-Sobel 2,077 > t tabel 1,655.
2. Absorbing uncertainty  psychological safety  innovativeness t-Sobel 1,95 > t tabel 1,655.

11
3. Path clearing  psychological safety  innovativeness t-Sobel 2,219 > t tabel 1,655.
4. Building commitment  psychological safety  innovativeness t-Sobel 2,204 > t tabel 1,655.
5. Specifying the limits  psychological safety  innovativeness t-Sobel 2,149 > t tabel 1,655.
Ini artinya bahwa psychological safety dapat memediasi pengaruh framing the challenge, absorbing
uncertainty, path clearing, building commitment, specifying the limits terhadap innovativeness. Berikuti ini
adalah hasil pengaruh langsung dan melalui variabel mediasi.
Tabel 4: Pengujian Nilai Mediasi dan Model Secara Menyeluruh
Model Mediasi Model 4 Pengaruh langsung
Analisis Jalur Model 2
(Model 3* Nilai M—Y ) (Model 2 – Model Mediasi)
Pengaruh antar dimensi dan variabel
Beta Beta Beta
X1_1  Y Secara Langsung 0,345 --- ---
X1_1  M Y 0,015 0,0263 ---
Total X1 0,360 0,0263 0,334
X 1_2 Y Secara Langsung 0,202 --- ---
X1_2  M  Y 0,009 0,0208 ---
Total X2 0,211 0,0208 0,190
X 1_3 Y Secara Langsung 0,056 --- ---
X1_3  M  Y 0,009 0,0385 ---
Total X3 0,065 0,0385 0,026
X 1_4 Y Secara Langsung 0,094 --- ---
X1_4  M Y 0,011 0,0366 ---
Total X4 0,105 0,0366 0,068
X 1_5 Y Secara Langsung 0,045 --- ---
X1_5 M Y 0,007 0,0311 ---
Total X5 0,052 0,0311 0,021
M Y Secara langsung 0,010 --- ---
M X1_1 -->Y 0,015 --- ---
M X1_2 -->Y 0,009 --- ---
M X1_3 -->Y 0,009 --- ---
M X1_4 -->Y 0,011 --- ---
M X1_5 -->Y 0,007 --- ---
Total nilai M -- Y 0,062 --- 0,062
Total Seluruh/ R Squared 0,854 0,155 0,701

1. Dimensi framing the challenge berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan variabel
dependent innovativeness sebesar 33,4%.
2. Dimensi absorbing uncertainty berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan variabel
dependent innovativeness sebesar 19%.
3. Dimensi path clearing berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan variabel dependent
innovativeness sebesar 2,6%.
4. Dimensi building commitment berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan variabel
dependent innovativeness sebesar 6,8%.
5. Dimensi building commitment berpengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan variabel
dependent innovativeness sebesar 2,1%.
6. Dimensi framing the challenge yang dimediasi oleh variabel psychological safety berpengaruh positif
dan signifikan terhadap peningkatan variabel dependent innovativeness sebesar 2,63%.
7. Dimensi absorbing uncertainty yang dimediasi oleh variabel psychological safety berpengaruh positif
dan signifikan terhadap peningkatan variabel dependent innovativeness sebesar 2,08%.
12
8. Dimensi path clearing yang dimediasi oleh variabel psychological safety berpengaruh positif dan
signifikan terhadap peningkatan variabel dependent innovativeness sebesar 3,85%.
9. Dimensi building commitment yang dimediasi oleh variabel psychological safety berpengaruh positif
dan signifikan terhadap peningkatan variabel dependent innovativeness sebesar 3,66%.
10. Dimensi specifying the limits yang dimediasi oleh variabel psychological safety berpengaruh positif
dan signifikan terhadap peningkatan variabel dependent innovativeness sebesar 3,11%.
11. Informasi lain diperoleh bahwa pengaruh langsung variabel mediasi psychological safety terhadap
innovativeness adalah sebesar 6,2%.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Variabel entrepreneurial leadership yang terdiri dari dimensi framing the challenge, absorbing
uncertainty, path clearing, building commitment, dan specifying the limits berpengaruh positif
terhadap peningkatan innovativeness karyawan PT. ENTATI baik secara langsung ataupun
melalui variabel psychological safety.
2. Pemimpin yang mampu menstimulasi karyawan untuk terus belajar dan meningkatkan potensi
pribadinya tanpa memberikan tekanan/ paksaan, meyakinkan karyawan bahwa tidak ada ide
yang sia-sia, serta memberikan target menantang yang jelas dan realistis untuk diraih akan
berpengaruh positif terhadap peningkatan pola fikir karyawan menjadi lebih inovatif.
3. Pemimpin yang bersedia menanggung beban atas kegagalan timnya berpengaruh positif
terhadap peningkatan pola fikir karyawan menjadi lebih inovatif.
4. Pemimpin yang mampu mensinergikan stakeholder internal dan eksternal perusahaan untuk
meraih tujuan perusahaan akan berpengaruh positif terhadap peningkatan pola fikir karyawan
menjadi lebih inovatif.
5. Pemimpin yang mampu menginspirasi dan membangun komitmen karyawan untuk meraih
tujuan perusahaan akan berpengaruh positif terhadap peningkatan pola fikir karyawan menjadi
lebih inovatif.
6. Pemimpin yang mampu menentukan batasan tujuan yang mungkin dicapai, dan menstimulasi
pengikut untuk terus mengembangkan ide akan berpengaruh positif terhadap peningkatan pola
fikir karyawan menjadi lebih inovatif.
7. Praktik entrepreneurial leadership, yang didukung oleh kebijakan perusahaan dalam
menciptakan lingkungan kerja yang aman secara psikologis, secara signifikan akan mendorong
13
terciptanya individu yang innovativeness, sehingga perusahaan memiliki sumber daya manusia
yang mampu bertahan dalam iklim bisnis yang relatif tidak stabil. Perasaan aman secara
psikologis yang diperoleh dari dukungan pemimpin entrepreneurial leadersip mampu membuat
karyawan akan merasa lebih aman dan bersemangat untuk mengeksplorasi potensinya melalui
pekerjaan yang dilakukannya. Mereka akan lebih terpacu untuk berfikir kreatif dan cepat dalam
memecahkan permasalahan yang muncul, mencari ide baru untuk memajukan perusahaan,
berfikir secara sistmatis, dan mencari cara baru dalam meningkatkan efektifitas kerjanya tanpa
merasa takut mengalami kegagalan.

Saran
Terdapat beberapa saran untuk meningkatkan innovativeness para karyawan pada PT. ENTATI
berdasarkan hasil penelitian ini, diataranya adalah:
1. Para pemimpin PT. ENTATI disarankan mengaplikasikan praktik entrepreneurial leadership
dengan atribut dimensi framing the challenge, absorbing uncertainty, path clearing, building
commitment dan specifying the limits pada lingkungan kerjanya, karena berdasarkan penelitian
ini diketahui bahwa pengaplikasian praktik entrepreneurial leadership pada PT.ENTATI
terbukti mampu meningkatkan innovativeness para karyawan, baik secara langsung ataupun
melalui variabel mediator psychological safety. Praktik entrepreneurial leadership mampu
membuat para karyawan merasa bahwa manajemen mendukung mereka untuk melakukan
eksploitasi metode kerja agar pekerjaannya lebih efisien dari segi waktu dan lebih efektif,
sehingga karyawan selalu merasa tertantang untuk melakukan pekerjaannya dengan lebih baik.
2. Usaha para pemimpin PT. ENTATI dalam meningkatkan praktik entrepreneurial leadership
diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a) Para pemimpin tim/ divisi menetapkan waktu standar kerja yang tinggi namun realistis untuk
dicapai.
b) Para pemimpin tim/ divisi menunjukan semangat bekerja keras ditengah bisnis yang relatif
tidak menguntungkan.
c) Para pemimpin tim/ divisi meningkatkan pengetahuan melalui kegiatan akademik formal
atau non formal seperti mengikuti seminar, dan atau membuat perpustakaan kecil dalam
perusahaan sehingga memacu seluruh lingkungan kerja untuk selalu belajar.
d) Para pemimpin tim/ divisi selalu mengkomunikasikan visi perusahaan pada para karyawan
agar karyawan lebih termotivasi mencapai tujuan perusahaan.

14
e) Para pemimpin tim/ divisi meningkatkan kemampuan berfikir kritis melalui proses
pembelajaran dan evaluasi pengalaman masa lalu.
f) Para pemimpin tim/ divisi harus lebih menunjukan sisi kepercayaan diri yang tinggi.
g) Para pemimpin tim/ divisi dapat meningkatkan kemampuan komunikasi secara personal
dengan cara mencoba untuk lebih banyak mendengarkan karyawan, kemudian mencari
solusi untuk tiap permasalahan yang muncul.
h) Para pemimpin tim/ divisi terus belajar untuk memberikan semangat dan insprasi pada
karyawan dengan cara menjadi teladan yang baik, seperti menunjukan etos kerja yang
disiplin, selalu menepati janji dan komitmennya, dan memuji karyawan yang memiliki hasil
kerja bagus.
i) Para pemimpin tim/ divisi mengadakan agenda rutin untuk memantau kerja bawahannya,
kemudian sesekali ikut bekerja membantu pekerjaan mereka. Hal tersebut dilakukan agar
karyawan merasa bahwa pemimpinnya bersedia terlibat dan membantu pekerjaan mereka.
j) Para pemimpin tim/ divisi mengadakan kegiatan rutin doa pagi sebelum melakukan
pekerjaan, dan memberikan dukungan pada para karyawan agar melakukan pekerjaan
dengan baik.
k) Para pemimpin tim/ divisi mencari cara untuk meningkatkan kinerja karyawan secara
berkelanjutan, dengan cara mengadakan pelatihan berkala pada tiap divisi yang ada dalam
perusahaan.
l) Meningkatkan kerja sama kelompok/ tim dengan cara mengadakan rekreasi tahunan agar
tiap individu yang ada dalam perusahaan merasa menjadi bagian dari perusahaan.
m) Para pemimpin tim/ divisi selalu menanamkan semangat untuk berfikir positif dan optimis
bahwa keadaan akan membaik, dan perusahaan mampu bangkit kembali dengan dukungan
dari karyawan melalui pekerjaan – pekerjaan hebat yang dilakukan oleh para karyawannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, A., dan Ramzan, M. (2013). A learning and improvement model in entrepreneurial leadership.
IOSR Journal of Business and Management (IOSR-JBM) e-ISSN: 2278-487X, p-ISSN: 2319-7668.
Baer, M., dan Frese, M. (2003). Innovation is not enough: Climates for initiative and psychological safety,
process innovation s, and firm performance. Journal of Organizational Behavior, 24(1), 45-68.
Brown, S, P., dan Leigh, T, W. (1996). A new look at psychological climate and its relationship to job
involvement, effort, and performance. Journal of Applied Psychology, 81(4), 358-368.

15
Calantone, R, J., Cavusgil, S.T., dan Zhao, Y. (2002). Learning orientation, firm innovation capability, and
firm performance. Industrial Marketing Management 31 (2002), 515–524.
Denis, D, J. (2016). SPSS Data analysis for univariate, bivariate, and multivariate statistics. United States
of America: John Wiley & Sons.
Denis, D, J. (2018). Applied univariate, bivariate, and multivariate statistics. United States of America:
John Wiley & Sons.
Durianto, D. (2001). Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Edmondson, A. (1999). Psychological safety and learning behavior in work teams. Administrative Science
Quarterly, 44(2), 350-383.
Edmondson, A. (2002). Managing the risk of learning: Psychological safety in work teams. International
Handbook of Organizational Teamwork, London: Blackwell.
Edmondson, A. (2003). Psychological safety, trust, and learning in organizations: A group-level lens.
Reserarch Gate. Diperoleh melalui:
https://www.researchgate.net/publication/268328210_Psychological_Safety_Trust_and_Learning_i
n_Organizations_A_Group-level_Lens
Edmondson A, C., dan Mogelof, J, P. (2004). Explaining psychological safety in innovation teams:
Organizational culture, team dynamics, or personality?. Reserarch Gate Diperoleh melalui:
https://www.researchgate.net/publication/279700726_Explaining_psychological_safety_in_innovat
ion_teams_Organizational_culture_team_dynamics_or_personality.
Foxall, G, R. (1985). Managers in transition: An empirical test of kirton’ s adaptation - innovation theory
and its implications for the mid-career MBA. Forthcoming in Technovation Journal, Working Paper
85.11.
Gupta, V., MacMillan, I. C., dan Surie, G. (2004). Entrepreneurial leadership: developing and measuring a
cross-cultural construct. Journal of Business Venturing, 19(2), 241-260.
Hair, J, F., Black, W, C., Babin, B, J., dan Anderson, R, E. (2014). Multivariate data analysis (Seventh
Edition). United States of America: Pearson.
Hair, J, F., Hult, G, T, M., Ringle, C, M., dan Sarstedt, S. (2014). A primer on partial least squares
structural equation modeling (pls-sem). Los Angeles: Sage.
Hurley, R, F., dan Hult G, T, M. (1998). Innovation, market orientation, and organizational learning: An
integration and empirical examination. Journal of Marketing, 62(3), 42-54.
Hurt, H, T., Joseph, K., dan Cook, C, D. (1977). Scales for the measurement of innovativeness. Human
Communication Research, 4(1), 58–65. Doi:10.1111/j.1468-2958.1977.tb00597.x.
Jose, P, E. (2013). Doing Statistical Mediation and Moderation. The guilford press: New York, London.

16
Keskin, Halit. (2006). Market orientation, learning orientation, and innovation capabilities in SMEs An
extended model. European Journal of Innovation Management, 9(4), 396-417.
Kets De Vries, M, F, R. (1986). The darker side of entrepreneurship. Harvard Business Review.
Khan, William A. (1990). Psychological conditions of personal engagement and disengagement at work.
Academy of Management Journal, 33(4), 692–724.
Kirton, M, J. (1976). Adaptors and innovators: A description and measure. Journal of Applied
Psychology,61(5), 622-629.
Kirton, M, J. (2003). Adaption-innovation in the context of diversity and change. London: Routledge.
Kuratko, D.F., dan Hornsby, J.S. (1998). Corporate entrepreneurial leadership for the 21st century. Journal
of Leadership Studies 5(2), 27–39.
Lumpkin, G, T., dan Dess, Gregory, G. (1996). Clarifying the entrepreneurial orientation construct and
linking it to performance. The Academy of Management Review, 21(1),135-172.
MacKinnon, D, P. (2008). Introduction to Statistical Mediation Analysis. New York: Taylor&Francis.
McGrath, R,G., dan MacMillan, I, C. (2000). The entrepreneurial mindset: Strategies for continuously
creating opportunity in an age of uncertainty. Boston: Harvard Business School.
Midgley, D, F., dan Dowllng, G, R. (1978). Innovativeness: The Concept and its measurement. Journal Of
Consumer Research. vol. 4(4), 229-242.
Park, J, H., Hu, L, D., Wu, C., dan Hooke, A. (2014). Entrepreneurial leadership and innovativeness: The
mediating role of team psychological safety. Diperoleh melalui:
https://www.researchgate.net/publication/279846317.
Patten, M, L., dan Newhart, M. (2018). Understanding research methods: An overview of the essentials (10
ed). New York: Routledge.
Renko, M., Tarabishy, A, E., Carsrud, A, L., dan Brännback, M. (2015). Understanding and measuring
entrepreneurial leadership style. Journal of Small Business Management, 53(1), 54-74.
Sekaran, Uma., dan Bougie, R. (2016). Research methods for business a skill-building approach (7 ed).
United Kingdom: Wiley.

17

Anda mungkin juga menyukai