Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Tinjauan Teori
1.1.1. Pengertian Dana Desa
Menurut buku saku dana desa yang diterbitkan oleh Menteri Keuangan 2017 dana
desa didefinisikan sebagai anggaran yang berasal dari APBN yang ditujukan khusus untuk
melakukan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat melalui dana APBD
Kota/Kabupaten. Menurut Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2014 tentang dana desa adalah
dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperutkan bagi
Desa yang ditrasfer melalaui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan
diguanakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan, pelaksanaan pembangunaan,
pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Sementara itu menurut Lili (2018) dana desa ialah dana yang diterima desa setiap
tahun yang berasal dari APBN yang sengaja diberikan untuk desa dengan cara
mentrasnfernya langsung lewat APBD Kabupaten/Kota yang di pakai untuk mendanai segala
proses penyelenggaran urusan pemerintahan atau pembangunan desa dan memberdayakan
semua masyarakat pedesaan. Pemegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan desa adalah
kepala desa karena jabatannya memperoleh kewenangan tersebut.
Menurut Yusran Lapananda (2016) dalam bukunya hukum pengelolaan keuangan
desa atau dana desa mengemukakan bahwa dalam pengelolaan keuangan desa ada kekuasaan
otorisasi yaitu kekuasaan dalam mengambil tindakan yang berakibat penerimaan menjadi
pendapat desa atau pengeluaran menjadi belanja desa yang diwujudkan dalam APBDesa yang
ditetapkan dalam perdes serta kekuasaan kebendaharaan yang berhubungan dengan tugas
bendahara dalam mengelolah dan mempertanggungjawabkan keuangan desa.
1.1.2. Pengelolaan Dana Desa
Pengelolaan adalah suatu rangkaian tugas yang dilakukan oleh individu atau
kelompok demi mencapai tujuan yang diinginkan. Salah satu aspek yang harus dimiliki
pemangku kepentingan desa khususnya aparat desa adalah pengetahuan dan pemahaman
dalam mengelola dana desa. Aspek ini harus dimiliki dalam mewujudkan akuntabilitas dan
transparansi keuangan desa.
Dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, Pengelolaan Keuangan Desa merupakan
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban keuangan desa. Asas dalam mengelola keuangan desa yaitu
transparansi, partisipatif, akuntabel, tertib serta disiplin penggunaan anggaran. Dalam
pengelolaan dana desa, hal-hal penting yang harus dilaksanakan yaitu melibatkan masyarakat
desa dan memerlukan mekanisme pengawasan. Dengan melibatkan masyarakat, pemerintah
perlu mengadakan kegiatan menggunakan pola swakelola yang artinya mengupayakan
pelaksanaan serta perencanaan yang dilaksanakan secara mandiri oleh masyarakat dengan
menggunakan bahan baku lokal dan tenaga kerja setempat sehingga alokasi dana untuk
pembangunan desa tidak mengalir ke tempat lain. Serta dengan adanya mekanisme
pengawasan hal ini bertujuan agar pengelolaan keuangan desa semakin akuntabel. Untuk
meningktakan keefektifan mekanisme pengawasan dan meminimalisir terjadinya
pelanggaran, maka akan diberikan sanksi pada pihak yang melaksanakan tugas tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
1.1.3. Sumber Dana Desa
Desa dalam fungsinya memiliki kewengan untuk menjalankan pemerintahan secara
mandiri yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan dan pembangunan Berdasarkan
Permendagri No. 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa, bahwa sumber
pendapatan desa terdiri atas 3 sumber yaitu:
a. Pendapatan Asli Desa (PADes) Pendapatan ini terdiri atas beberapa jenis diantaranya adalah:
 Hasil usaha: Hasil Bumdes, tanah khas desa;
 Hasil aset : Pasar desa, tempat pernandian umum, irigasi ;
 Swadaya, partisipasi dan gotong royong, peran masyarakat berupa tenaga, barang yang dinilai
dengan uang;
 Pendapatan lain-lain asli desa: hasil pungutan desa.
b. Transfer meliputi dana desa, bagian dari hasil pajak daerah, bantuan keuangan dari APBD
Provinsi dan Kabupaten/Kota.
c. Pendapatan lain-lain meliputi hibah dan pendapatan desa sah.
1.1.4. Pengertian Pembangunan Infrastruktur Desa
Menurut Grigg dalam Rohmah dan Ma’aruf (2016:4) Infrastruktur merupakan sistem
fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung, dan fasilitas
publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan
sosial maupun kebutuhan ekonomi. Dari pengertian ini dapat diartikan bahwa infrastruktur
merupakan sebuah sistem, dimana infrastruktur tersebut di dalam sebuah sistem merupakan
seperangkat sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan yang
lainnya.
Infrastruktur di dalam sebuah sistem dapat menopang sistem sosial dan sosial
ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan sistem lingkungan. Ketersediaan
infrastruktur ini dapat memberikan dampak yang nyata terhadap sistem sosial dan sistem
ekonomi yang ada di masyarakat. Menurut Adisasmita (2012:135), berbagai jenis
infrastruktur desa dapat dikelompokan dalam berbagai bentuk kegiatannya, diantaranya;
1. Bentuk kegiatan infrastruktur perdesaan mendukung aksesibilitas, seperti jalan desa,
jembatan desa, dan tambahan perahu;
2. Bentuk kegiatan infrastruktur perdesaan yang mendukung produksi pangan, misalnya irigasi
desa; dan
3. Bentuk kegiatan infrastruktur perdesaan yang mendukung serta memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat, yaitu penyediaan air minum dan sanitasi perdesaan.
Menurut Adisasmita (2012:136) tujuan pembangunan infrastruktur perdesaan adalah:
1. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan;
2. Tujuan jangka menengahnya adalah untuk meningkatkan akses masyarakat miskin di
perdesaan kepada infrastruktur dasar perdesaan.
Sasaran pembangunan yang hendak dicapai menurut Adisasmita (2012:136) yaitu:
a. Tersediannya infrastruktur perdesaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, berkualitas,
berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan;
b. Meningkatkan masyarakat perdesaan dalam penyelenggaraan infrastruktur perdesaan;
c. Meningkatkan lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan;
d. Mendorong terlaksananya penyelenggaraan pembangunan infrastruktur perdesaan yang
partisipatif, transparan, akuntabel, dan berkelanjutan.
Pembangunan infrastruktur di dalam sebuah sistem telah menjadi penopang berbagai
bentuk kegiatan yang merupakan sebuah wadah sekaligus katalisator di dalam sebuah
pembangunan. Adanya infrastruktur dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber
daya yang ada sehingga akan meningkatkan efesiensi dan produktivitas yang akan menuju
pada perkembangan ekonomi dalam suatu wilayah. Pembangunan infrastruktur dianggap
penting karena merupakan roda penopang kemajuan desa serta pertumbuhan desa yang
dilakukan dengan terencana untuk meningkatkan aksebilitas di dalam suatu wilayah.
1.1.5. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Desa
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 1 Pemberdayaan
Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat
dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran,
serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan
pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa Pasal 126 menjelaskan:
1) Pemberdayaan masyarakat Desa bertujuan memampukan Desa dalam melakukan aksi
bersama sebagai suatu kesatuan tata kelola Pemerintahan Desa, kesatuan tata kelola lembaga
kemasyarakatan Desa dan lembaga adat, serta kesatuan tata ekonomi dan lingkungan;
2) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, Pemerintah
Desa, dan pihak ketiga;
3) Pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Pemerintahan Desa, Badan Permusyawaratan Desa, forum musyawarah Desa, lembaga
kemasyarakatan Desa, lembaga adat Desa, BUM Desa, badan kerja sama antar Desa, forum
kerja sama Desa, dan kelompok kegiatan masyarakat lain yang dibentuk untuk mendukung
kegiatan pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya dari pemerintah untuk meningkatkan


akselerasi penurunan angka kemiskinan yang berbasis pasrtisipasi yang diharapkan dapat
menciptakan proses penguatan sosial yang dapat mengantar masyarakat miskin menuju
masyarakat yang sejahtera, madani, dan berkeadilan dan juga berlandaskan pada iman dan
takwa (Sumodiningrat, 2009:60).

Pemberdayaan masyarakat desa dilakukan agar tercipta peningkatan kualitas dan


untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa. Menurut Suriadi (2005:56) upaya
pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan tiga hal:
1. Menciptakan iklim yang memungkinkan potensi manusia berkembang. Titik tolaknya
merupakan penekanan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi-potensi,
kemudian diberikan motivasi dan penyadaran bahwa potensi itu dapat dikembangkan;
2. Memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat dimana perlu langkahlangkah yang lebih
positif dan nyata, penyediaan berbagai masukan serta pembukaan berbagai akses kepada
berbagai peluang yang akan membuat masyarakat mampu dan memanfaatkan peluang.
Pemberdayaan pada jalur ini dapat berupa pemberian berbagai bantuan produktif, pelatihan,
pembangunan sarana dan prasarana baik secara fisik maupun sosial, dan pengembangan
kelembagaan di tingkat masyarakat;
3. Pemberdayaan mengandung arti pemihakan pada pihak yang lemah untuk mencegah
persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan.
Aspek penting di dalam suatu program pemberdayaan masyarakat adalah program yang
disusun sendiri oleh masyarakat, menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mendukung
keterlibatan kaum miskin, perempuan, buta huruf dan kelompok terabaikan lainnya, dibangun
dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya setempat, memerhatikan dampak
lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan, berbagai pihak terlibat, serta berkelanjutan
(Suriadi, 2005:61).
1.2. Penelitian Terdahulu
Adapun yang menjadi landasan penelitian terdahulu dalam penelitian ini adalah
sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan terlihat pada tabel dibawah ini, yakni:
Tabel 1.1. Peneliti Terdahulu
No Nama & Judul Penelitian Hasil
1. Faizatul Karimah (2014) dengan judul: Dari hasil penelitian Pengelolaan Alokasi Dana
“Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Desa (ADD) dalam pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat di Desa Deket Desa Deket Kulon Kecamatan Deket
Kulon, Kecamatan Deket, Kabupaten Kabupaten Lamongan secara normative dan
Lamongan ”. administrasi sudah baik yaitu sesuai dengan
Peraturan Bupati Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Alokasi Dana Desa.
Namun, secara substansi ada beberapa hal yang
harus di perbaiki yaitu partisipasi masyarakat
pada tahap perencanaan, pengawasan,
pertanggung jawaban, dan transparansi yang
belum maksimal karena masyarakat tidak
banyak mengetahui akan adanya kegiatan ADD
tersebut. Peran stakeholder pada pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD) dalam
pemberdayaan masyarakat Desa masih belum
maksimal. Stakeholder yang terlibat dalam
pengelolaan ADD meliputi kepala desa, karang
taruna, tim penggerak PKK, masyarakat, dan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Namun,
pada kenyataannya hanya kepala desa yang
terlibat aktif dalam setiap tahapan pengelolaan
ADD mulai dari perencanaan, mekanisme
penyaluran, dan pencairan dana, pelaksanaan,
pengawasan, pertanggungjawaban sampai pada
transparansi anggaran. Sedangkan stakeholder
lain seperti karang taruna, tim penggerak,
masyarakat dan BPD perannya hanya sebatas
pada tahap tahap perencanaan yaitu
keikutsertaan dalam penyusunan Daftar
Rencana Kegiatan (DRK) Desa Deket Kulon.
2. Ajeng Novia Nuraini (2016) dengan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat
judul:“Efektivitas Pelaksanaan Program hambatan yang dialami PPIP Desa Tambakrejo
Pembangunan Infrastruktur Perdesaan yaitu terkait dengan keterlambatan dana yang
(PPIP) di Desa Tambakrejo, Kecamatan belum turun untuk dimulainya pembangunan
Gurah, Kabupaten Kediri”. dan hal tersebut dirasa wajar terjadi karena
untuk mencairkan suatu anggaran dari
pemerintah tidaklah mudah dan mempunyai
proses yang cukup panjang, namun hal tersebut
dapat dimaklumi oleh masyarakat Desa
Tambakrejo, selain itu tidak hanya masalah
dana terkadang hambatan diluar pemikiran juga
dating dengan sendirinya, seperti masalah
cuaca yang tidak menentu ketika proses
pembangunan. Dalam setiap program pasti
mempunyai tanggapan positifm maupun negatif
terhadap program tersebut, namun dalam PIPP
masyarakat Desa Tambakrejo tidak
menunjukan respect yang kurang baik, hamper
semua masyarakat desa menerima dengan baik
program tersebut, dengan alasan diadakannya
PIPP di Desa Tambakrejo dapat membantu
masyarakat dan desa lebih berkembang.

3. Novianti Ruru, Litje Kalangi, Novi S. Hasil penelitian alokasi dana desa kepada
Budiaso (2017) dengan judul: “ Analisis pemerintah desa sekabupaten Minahasa Utara
Penerapan Alokasi Dana Desa (ADD) berdasarkan peraturan bupati Minahasa Utara,
dalam upaya meningkatkan pembangunan penerapan alokasi dana desa juga sesuai dengan
desa ( Studi kasus pada desa Suwaan, tujuan pada umumnya yaitu untuk
Kecamatan Kalawat, Kabupaten Minahasa meningkatkan pembangunan baik fisik maupun
Utara)” non fisik. Selain itu penerapan alokasi dana
desa di desa Suwaan juga sudah sesuai dengan
prinsip pengelolaan ADD yaitu; transparan,
akuntabel, dan partisipatif.

4. Puti Andiny, Bianca Yaumil Akhir (2018) Hasil penelitian Pembangunan Fisik yang telah
Dengan judul: “ Analisis Alokasi Dana direalisasikan di Desa Gampong Geudubang
Desa Terhadap Pembangunan Wilayah Di Jawa pada tahun 2016- 2017 dari beberapa
Desa Geudubang Jawa Kecamatan Langsa Indikator Pembangunan Fisik dan Non Fisik
Baro” sudah terlaksana. Namun Adapun hambatan
yang dihadapi Pemerintah Desa dalam
Pengelolaan Dana Desa yaitu kurangnya
koordinasi dari pihak- pihak yang terkait.
Sehingga pada tahun 2016 saluran Anggaran
Alokasi Dana Desa Lebih besar dibanding
pada tahun 2017.
5. Noni Prihana (2018), dengan Hasil penelitian Evektifitas Pengelolaan
judul:“Evektivitas Pengelolaan Alokasi Alokasi Dana Desa dalam Meningkatkan
Dana Desa Dalam Meningkatkan Pembangunan Fisik Desa di Desa Karang Sari,
Pembangunan Fisik Desa Karang Sari Pemerintah desa sebaiknya melakukan
Kecamatan Gunung Maligas Kabupaten sosialisasi langsung dengan masyarakat
Simalungun”. setempat dan memperhatikan kebutuhan
pembangunan sehingga bisa berjalan
secara efektif.
1.3. Kerangka Berpikir
Dana desa digunakan untuk membiayai program dan kegiatan dibidang pemberdayaan
masyarakat desa yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat
desa dengan mendayagunakan potensi dan sumberdayanya sendiri sehingga desa dapat
menghidupi dirinya secara mandiri (Peraturan Menteri Desa, 2016). Kesanggupan desa
merupakan arah dari bagian pemberdayaan desa dan aparatnya yang tadinya lesu, kekurangan
dan tidak ada kemajuan sehingga menjadi memiliki kekuatan dan kesanggupan dalam
mengelolan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa dilihat dari berbagai indikator
diantaranya infrastruktur, kesehatan, pendidikan, sosial, kebudayaan, usaha masyarakat dan
pelestarian lingkungan hidup.

Realisasi pembangunan desa baik fisik maupun non fisik dilakukan dengan
memanfaatkan dana desa yang berdasarkan asas pengelolaan keuangan desa sehingga
melahirkan perubahan yang mengarah pada perkembangan dan pertumbuhan desa. Asas
pengelolan keuangan desa dilaksanakan dengan mengedapankan transparansi, akuntabel,
partisipatif, tertib dan disiplin anggaran. Sehingga dapat tercipta pembangunan desa yang
baik, tersedianya berbagai sarana sesuai kebutuhan masyarakat dan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa serta dapat mengurangi permasalahan masyarakat desa. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa pemberian dana
desa oleh pemerintah memberikan dampak terhadap pembangunan fisik dan kesejahteraan
masyarakat (Muslihah, 2019).

Desa Lamagute

Dana Desa

Pembangunan Pemberdayaan
Infrastruktur Masyarakat
Desa Desa

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir

Anda mungkin juga menyukai