Anda di halaman 1dari 11

Bab 4

Pendahuluan : Administrasi
Pemerintahan Desa

4.1 Undang-Undang Pemeritahan Desa


Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah berwenang dalam mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU RI Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa).
Pengaturan Desa mengalami banyak perubahan, perubahan ini
dilakukan dengan harapan pengaturan tersebut bisa mewadahi
semua urusan desa. Beberapa pengaturan desa yaitu Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun
1965 tentang Desa Praja, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, serta
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Undang-Undang tentang Desa pasal (4) menyebutkan bahwa
pengaturan Desa bertujuan untuk :
1. Memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang
sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa
dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi
mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia;
3. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya
masyarakat Indonesia;
4. Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat
desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna
kesejahteraan bersama;
5. Membentuk pemerintahan desa yang profesional, efektif dan
efisien, terbuka serta bertanggung jawab;
6. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa
guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum;
7. Guna meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat
desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu
memelihara kesatuan sosial sebagai wujud dari ketahanan
nasional;
8. Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Undang-Undang tentang Desa menghendaki relasi positif antara


BPD dengan kepala desa dalam bentuk yang demokratis dimana
kontrol BPD kuat serta konsensus kolektif yang kuat antara
kepala desa dan BPD.

4.2 Pemerintahan Desa


Pemerintahan desa terdiri atas pemerintah desa (yang
meliputi kepala desa dan perangkat desa) dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Pemerintah Desa memiliki peran
signifikan dalam pengelolaan proses sosial di dalam masyarakat.
Tugas utama yang harus diemban pemerintah desa adalah
bagaimana menciptakan kehidupan demokratik, memberikan
pelayanan sosial yang baik sehingga dapat membawa warganya
pada kehidupan yang sejahtera, tentram dan berkeadilan.

4.2.1 Pemerintah Desa


Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain kepala desa dan
perangkat desa adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa.
Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, kepala-kepala dusun, dan
perangkat desa lainnya. Perangkat desa bertugas membantu kepala desa
dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perangkat desa
bertanggung jawab kepada kepala desa.
Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa,
melaksanakan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa.

4.2.2 Badan Permusyawaratan Desa


Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan mitra kepala desa dalam
memberdayakan masyarakat desa yang anggotanya terdiri dari tokoh
masyarakat, RT, RW yang dipilih oleh rakyat. Kepala desa dan perangkat
desa tidak boleh menjadi anggota maupun ketua BPD, sehingga kepala
desa tidak mempunyai peran penting bahkan kades diawasi oleh BPD.
BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lewat Badan
Permusyawaratan Desa ini masyarakat dapat ikut menentukan kebijakan
dalam penyelenggaraan pemerintahan desanya dengan fungsi legislasi dan
kontrol yang dimiliki.

4.3 Dana Alokasi Desa


Desa diberikan wewenang luas dalam mengatur rumah
tangganya sendiri sesuai dengan potensi desa yang dimiliki dalam
upaya peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat
desa. Wewenang yang dimiliki desa tetap diatur sesuai dengan
Undang-Undang. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, BAB VIII tentang Keuangan dan Aset Desa pasal 72
sumber-sumber pendapatan terdiri dari Pendapatan Asli Desa yaitu
pendapatan yang berasal dari hasil usaha desa, hasil aset desa,
swadaya dan partisipasi masyarakat, gotong royong dan lain-lain
pendapatan asli daerah. Alokasi dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), Alokasi Dana Desa (ADD) yang merupakan
bagian dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota,
bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
provinsi dan anggaran pendapatan dan belanja kabupaten/kota,
bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota,
hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga, dan
lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Desa juga mendapatkan Alokasi Dana Desa (ADD) yang
merupakan dukungan dana oleh pemerintah pusat dan daerah pada
pemerintah desa dalam upaya peningkatan pelayanan dasar kepada
masyarakat dan pemberdayaan masyarakat desa.
Alokasi Dana desa (ADD) adalah dana perimbangan yang
diterima kabupaten/kota dalam APBD kabupaten/kota setelah
dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemerintah daerah
kabupaten/kota mengalokasikan dalam APBD kabupaten/kota
ADD setiap tahun anggaran. ADD paling sedikit 10% (sepuluh
perseratus) dari dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja
daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus. Pengalokasian
ADD mempertimbangkan:
1. Kebutuhan penghasilan tetap Kepala Desa dan perangkat
desa; dan
2. Jumlah penduduk desa, angka kemiskinan, luas wilayah,
dan tingkat kesulitan geografis desa.
Alokasi Dana Desa yang diterima pemerintah desa dari
pemerintah kabupaten/kota sebanyak 30% digunakan untuk biaya
operasional penyelenggaraan pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), sedangkan 70% digunakan untuk
pemberdayaan masyarakat desa seperti pemberdayaan dibidang
kesehatan dan pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana
desa, pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta bantuan keuangan
kepada lembaga masyarakat desa.
Menurut Chabib dan Heru (2015) maksud dari ADD
ialah untuk membiayai program pemerintah desa dalam
melaksanakan kegiatan pemerintah, pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat.
a. Tujuan Alokasi Dana Desa adalah :
Untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa
dalam melaksanakan pelayanan pemerintah, pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa sesuai kewenangan
yang dimilikinya.
1) Untuk meningkatkan kemampuan lembaga
kemasyarakatan didesa dalam perencanaan pelaksanaan
pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secara
partisipatif sesuai potensi desa.
2) Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan,
kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat desa.
3) Untuk mendorong peningkatan swadaya gotong royong
masyarakat desa.
b. Prinsip-prinsip pengelolaan ADD yaitu :
1) Pengelolaan ADD merupakan bagian tak terpisahkan dari
pengelolaan keuangan desa dalam APBD.
2) Seluruh kegiatan yang dibiayai ADD direncanakan,
dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan
melibatkan seluruh lapisan masyarakat desa.
3) Semua kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan
secara administratif, secara teknis dan secara hukum.
4) ADD dipergunakan secara terarah, ekonomis, efisien,
efektif, berkeadilan dan terkendali.
c. Sumber Dana dan Besaran Alokasi Dana Desa sebagai
berikut :
1) Besaran ADD ditetapkan dalam APBD Kabupaten/Kota.
2) ADD bersumber dari bagi hasil pajak dan sumber daya
alam ditambah Dana Alokasi Umum (DAU) yang
diterima oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setelah
dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK) paling sedikit 10%
diperuntukan bagi desa dengan pembagian secara
merata dan adil (proporsional).
3) Pembagian secara merata adalah pembagian dari ADD
yang sama untuk setiap desa yaitu sebesar 60%
sebagai Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM)
sedangkan pembagian secara adil adalah pembagian
dari ADD secara Proporsional untuk setiap desa yaitu
sebesar 40% sebagai Alokasi Dana Desa Proporsional
(ADDP).
4) Besarnya alokasi dana desa proporsional (ADDP)
untuk masing-masing desa berdasarkan nilai bobot
desa yang dihitung dengan rumusan tertentu.
5) Penetapan bobot desa dilakukan dengan
mempertimbangkan variabel utama seperti
kemiskinan, pendidikan dasar, kesehatan,
keterjangkauan dan variabel tambahan seperti jumlah
penduduk luas wilayah, potensi ekonomi dan partisipasi
masyarakat.
d. Penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai berikut :
1) ADD yang diterima pemerintah desa 30%
dipergunakan untuk biaya operasional
penyelenggaraaan pemerintahan desa dan BPD,
sedangkan 70% dipergunakan untuk pemberdayaan
masyarakat desa.
2) Dari 30% ADD dipergunakan untuk biaya operasional
penyelenggaraan pemerintah desa dan BPD seperti :
a) Biaya operasional pemerintahan desa.
b) Biaya operasional BPD
c) Biaya operasional Tim Pelaksana ADD
3) Dari 70% ADD dipergunakan untuk pemberdayaan
masyarakat desa seperti :
a) Pembangunan sarana dan prasarana ekonomi desa.
b) Pemberdayaan dibidang pendidikan, kesehatan dan
pengutamaan gender.
c) Pemberdayaan ekonomi masyarakat terutama
untuk mengentaskan kemiskinan dan;
d) Bantuan keuangan kepada lembaga masyarakat desa.

4.4 Kelembagaan Desa


Kelembagaan Desa merupakan kumpulan orang-orang
yang melakukan Kerjasama, tergabung dalam
Lembaga/organisasi Desa dan mempunyai tujuan serta
mempunyai fungsi dalam menyokong, membantu pelaksanaan
Kewenangan Desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Jenis Lembaga di Desa menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Desa terdiri dari :
1. Pemerintah Desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa);
2. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
3. Lembaga Adat; dan
4. Lembaga Kemasyarakatan.

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah


Desa wajib mendayagunakan dan memberdayakan Lembaga
Kemasyarakatan dan Lembaga Adat yang ada di Desa. Lembaga
kemasyarakatan merupakan wadah Partisipasi masyarakat Desa
sebagai mitra Pemerintah Desa dalam membantu pelaksanaan
fungsi Penyelenggaraan Pemerintah Desa, Pembangunan Desa,
Pembinaan Kemasyarakatan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa. Lembaga Adat Desa merupakan lembaga yang
menyelenggarakan fungsi adat istiadat dan menjadi bagian dari
susunan asli Desa yang tumbuh dan berkembang atas prakarsa
masyarakat Desa.

Lembaga kemasyarakatan Desa bertugas melakukan


pemberdayaan masyarakat Desa, ikut serta merencanakan dan
melaksanakan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan
masyarakat Desa, sedangkan Lembaga adat Desa bertugas
membantu Pemerintah Desa dan sebagai mitra dalam
memberdayakan, melestarikan, dan mengembangkan adat istiadat
sebagai wujud pengakuan terhadap adat istiadat masyarakat Desa.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 48 Undang-undang Nomor 6


Tahun 2014 Tentang Desa disebutkan Perangkat Desa terdiri
dari :

1. Sekretaris Desa;
2. Perangkat Kewilayahan; dan
3. Pelaksana Teknis

Lebih lanjut dalam pasal 49 Undang-undang Nomor 6 Tahun


2014 Tentang Desa disebutkan Perangkat Desa sebagaimana
dimaksud bertugas membantu Kepala Desa dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya, diangkat dan diberhentikan oleh Kepala
Desa setelah dikonsultasikan dengan Camat dan dalam
melaksanakan tugas bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
Berdasarkan Ketentuan Umum Peraturan Bupati
Lombok Timur Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pedoman
Penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
Desa disebutkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah
Desa adalah suatu sistem kelembagaan dalam pengaturan tugas
dan fungsi serta hubungan kerja.
Lebih lanjut berdasarkan ketentuan BAB III tentang
Struktur Organisasi Pemerintah Desa disebutkan Susunan
Organisasi Pemerintah Desa terdiri dari Kepala Desa dan
Perangkat Desa. Struktur Organisasi Pemerintah Desa terdiri
atas Tipe A (Desa Swasembada dan Desa Swakarya) dan Tipe B
(Desa Swadaya). Struktur Organisasi Tipe A terdiri atas 3 Urusan
yang dipimpin oleh Kepala Urusan (Kaur) terdiri atas Urusan
Tata Usaha dan Umum, Urusan Keuangan dan Urusan
Perencanaan;, 3 Seksi yang dipimpin oleh Kepala Seksi (Kasi)
terdiri atas Seksi Pemerintahan, Seksi Kesejahteraan dan Seksi
Pelayanan;, dan Dusun. Sedangkan Desa dengan Tipe B terdiri
atas 2 urusan dipimpin oleh Kepala Urusan (Kaur) terdiri atas
Urusan Umum dan Perencanaan dan Urusan Keuangan; 2 Seksi
dipimpin oleh Kepala Seksi (Kasi) terdiri atas Seksi
Pemerintahan dan Seksi Kesejahteraan dan Pelayanan;, dan
Dusun.
Struktur Organisasi Pemerintah Desa dapat digambarkan
sebagai berikut :

Gambar 4.1: Struktur Organisasi Pemerintah Desa


(Sumber : Website Resmi Desa Rempung Kecamatan Pringgasela
Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat.)
Pustaka
Alfarizi, M. Salihin. (2019) ‘Kelembagaan dan SOTK Desa. Available at :
https://desarempung.id/artikel/2019/5/1/kelembagaan-dan-
sotk-desa.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri (2014) ‘Kapasitas
Perangkat Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Di
Kabupaten Kudus. Available online at :
https://jurnal.kemendagri.go.id/index.php/jbp/article/view/41/3
8
Indika, Miki, Yayuk Marliza, dan Aulia Marisa. (2022) ‘Pengaruh Dana Desa
Dan Alokasi Dana Desa Terhadap Belanja Desa Di Pemerintah Desa
Rantau Kadam Kecamatan Karang Dapo Kabupaten Musi Rawas
Utara. SINTAMA : Jurnal Sistem Informasi, Akuntansi dan Manajemen.
Malik, Sofian. (2020) ‘Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jurnal Ius Constituendum,
5(2).
Pasaribu, Nina T. (2022) ‘Tata Kelola Pemerintahan Desa. Available online
at : https://circle-archive.com/index.php/carc
Biodata Penulis:

Riofaldo Setya K.
Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP UNISRI

Riofaldo Setya Kasih (Penulis) lahir di Karanganyar tanggal 3 Mei


2004. Riofaldo adalah mahasiswa aktif pada Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Slamet Riyadi. Sedang menempuh pendidikan S1 pada Jurusan Ilmu
Administrasi Negara. Penulis menekuni bidang Administrasi Negara.

Anda mungkin juga menyukai