Disusun Oleh:
Nama : Fahriah
NPM : 17120349
Dosen : Drs. H. Abdul Wahid M.AP
Heny Yuliastri, S.AP,M.I.KOM
Kelas : NON-REG BANJARMASIN B
JURUSAN ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD AL-
BANJARI
2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum WR WB
Terciptanya makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih yang tiada
terhingga dari hati penulis kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu namanya yang telah bercurahkan akal pikiran, semangat juang, dan
bantuan baik materil maupun moril pada penulis sehingga terciptalah tugas
makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat menjadi bacaan bagi semua
kalangan semoga bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata
penulis menyadari tiada yang sempurna di dunia ini tiada gading yang tidak retak
dan tiada kata yang tidak tersilap. Oleh karena itu, penulis mohon kepada para
kalangan diharapkan tegur dan sapa untuk memberikan kritikan dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca sekalian guna terciptanya makalah yang
lebih baik lagi di masa mendatang sehingga bermanfaat bagi semua kalangan.
Wassalamu’alaikum WR WB
i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan...............................................................................12
3.2 Saran..........................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
merupakan kekuasaan dari administrasi publik. Disinilah etika diperlukan
untuk dijadikan pedoman, referensi, dan petunjuk tentang apa yang
dilakukan dalam menjalankan kebijakan politik ini.
Etika juga mempengaruhi bukan saja prilaku para penyelenggara
administrasi publik tetapi perilaku masyarakat yang menjadi objek
penetapan kebijakan. Birokrasi sebagai penyelenggara administrasi publik
bekerja atas dasar kepercayaan yang diberikan oleh rakyat. Hal ini berarti
bahwa rakyat berharap adanya jaminan bahwa dalam penetepan kebijakan
publik etika senantiasa dijadikan dasar.
Dalam pelaksanaan kebijakan publik yang dihasilakn dari adanya
kesepakatan politik, birokrat sebagai penyelenggara administrasi publik
dituntut untuk menerapkan etika-etika dalam adminstrasi publik,
mengingat sebagai public servant, birokrat memiliki tanggung jawab
moral terhadap masyarakat sebagai objek dari public service.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
menganalisa masalah masih perlu dilengkapi dengan kemampuan menangkap
pertaruhan etis yang biasanya tidak lepas dari masalah keadilan.
Kemampuan ini mengandalkan kompetensi etika. Menurut Brown,
kompetensi etika meliputi kemampuan dalam manajemen nilai, terampilan
dalam penalaran moral, bisa diandalkan berkat moralitas individual, moralitas
publik dan etika organisasi. Manajemen nilai dituntut bila organisasi dalam
pelayanan pablik tidak sentralistis dan hierarki, tapi pemimpin
mendelegasikan atau melimpahkan tanggung jawab kebawahan supaya
semakain tumbuh inisiatif, kreativitas dan produktivitas. Pelimpahan
tanggung jawab yang lebih besar kepada anggotanya itu membuat konsep”
nilai” menjadi berperan didalam strategi etika publik karena pengakuan akan
nilai-nilai dasarlah menawarkan landasan bertindak dalam pelayan pablik.
4
martabat manusia, solidaritas, ekonomi yang adil, tolerans, kejujuran,
kesetaraan, kebebasan, tanggung jawab.
5
tahap, yaitu tahap pertama, orientasi pada hukuman atau ketaatan, dan
tahap kedua, berorientasi pada keuntungan diri dan kesalingan.
2. Tingkat adat
Pada tingkat adat ini ukuran baik/buruk, banar/salah sudah
menjawab harapan keluarga atau kelompoknya sehingga dianggap
bernilai meski membawa konsekuensi langsung. Sudah tumbuh sikap
untuk menyesuaikan terhadap harapan orang lain., tatanan sosial, dan
loyalitas kelompok. Tingkat adat dalam perkembangan kesadaran
moral terdiri dari dua tahap, yaitu tahap ketiga berupa orientasi pada
harapan, hubungan antar pribadi, dan keseragaman, serta tahap
keempat mulai menyadari kewajiban terhadap masyarakatt dan sistem
sosial.
3. Tingkat paska-adat
Pada tingkat paska-adat sudah mengupayakan untuk
mengidetifiklasikan prinsi-prinsip dan nilai-nilai moral yang sah dan
bisa diterapkan terlepas dari pengaruh kelompok atau orang yang
memegang prinsip- prinsip tersebut, bahakn bila harus mengorbankan
acuan identifikasinya kekelompok. Tingkat paska-adat meliputi dua
tahap, yaitu tahap kelima yang menekankan kontrak sosial dan
manfaat sosial dan keenam yaitu etika universal.
6
ia berada di tahap keenam dalam kesadaran moral, masih mungkin dalam
situasi atau konteks tertentu ia tergelincir mundur menggunakan
pertimbangan yang hanya menguntungkan kelompoknya atau dirinya
sendiri.
7
2. Penilaian etis atau rumusan tentang apa yang baik yang harus
dilakukan. Dalam tingkat ini, sudah mengacu ke aturan-aturan
moral. Penilaian moral didukung oleh aturan-aturan yang datang
dari komunitas dan lembaga-lembaga sosial. Tetapi supaya
aturan-aturan ini mempunyai relevansi, mereka harus diukru dari
prinsip-prinsip dasar. Maka perlu memahami prinsip-prinsip dasar
etika dan teori-teori normatif. Pada itngkat ini ikut dibahas tidak
hanya prinsip-prinsip, tetapi juga tipe-tipe penalaran etika :
a. Tipe deontologi
b. Tipe situasiohis atau ekstrinksikalis serta komunitarian
c. Tipe telelogis yang aturan-aturannya mendapat pembenaran
atas dasar tujuan tindakan, maksud dan konsekuensi harus
baik
d. Tipe altrus dalam keadilan.
3. Penerapan norma-norma moral menuntut bahwa etika publik
sungguh mempunyai efektivitas sosial, artinya bagaimana agar
motivasi untuk beritndak lebih efektif. Dalam sistem tindakan,
perlu idealisasi makna tindakan agar memperoleh legitimasi dan
menggerakkan.
8
baik selagi tujuan yang diarah dan kepuasan hasrat yang mau dicapai secara
bertahap. Jadi dalam telelogi ada kecendrungan tindakan kearah mencari
manfaat.
9
institusional tidak hanya manyangkut keputusan individual tetapi juga
tindakan kolektif. Ilustrasi yang secara jernih menjelaskan mekanisme etika
institusional ini ialah dualitas struktur A. Giddens yang didefinisikan sebagai
“pembentukan agen dan struktur bukan dua fenomena terpisah, tetapi
merupakan dualitas, atinya bagian strktural sistem sosial adalah sekaligus
sarana dan hasil interaksi yang berulang dan terpola yang diorganisisr”
(1984:19,25: 1994:129).
10
menanggung resiko, konsekuensi atau akibat dari kebijakan atau tindakannya
(Ricover, 1991).
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebijakan publik merupakan upaya pemerintah dengan keputusan-
keputusan dan tindakan-tindakannya yang didesain untuk menangani
masalah-masalah pelayan publik dengan semua keprihatinannya. Dalam
konteks pelayanan publik sebetulnya nilai tidak lagi hanya subjektif bila
diukur atau dikaitkan dengan demensialtruis, yaitu keutamaan yang
mencerminkan keperhatian atau kepedulian terhadap kesejahteraan dan
kebaikan orang lain. semakin suatu terarah kepada kesejahteraan atau
kepentingan pihak lain bahkan sampai pada pengorbanan diri, semakin
nilai itu dipertanggung jawabkan karena sesui dengan etika universal dan
meningkatkan kebaikan bersama. Namun tidak semua orang memiliki
kesadaran seperti itu, karena moral berkembang sesuai dengan
pengalaman, pengetahuan, pelatihan atau pembiasaan, dan lingkunganya.
Kebijakan publik seharusnya peka terhadap ketimpangan-
ketimpangan. Untuk memiliki kepedulian, pejabat publik tidak bisa
mengabaikan kompetensi etika.
3.2 Saran
Kebijakan bukan hanya sekedar membuat peraturan atau
sejenisnya. Tetapi untuk menciptakan sebuah kebijakan untuk semua
kalangan agar mendapatkan imbasyang baik, dibutuhkan etika atau tekhnik
dalam membuat peraturan itu sendiri sehingga menimbulkan kenyamanan
bagi para obyekyaitu para masyarakat.
12
DAFTAR PUSTAKA
Haryatmoko. 2011. Etika Publik Untuk Integritas Pejabat Publik Dan Politisi.
Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama
Kencana Syafiie, Inul. 1999. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Magnis, Franz, dan Suseno. 1987. Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat
Moral. Yogyakarta: Kanisius
13