Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN ALOKASI

DANA DESA (STUDI KASUS DESA MALANGSUKO, KEC. TUMPANG, KAB.


MALANG)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah sangat berperan dalam pengelolaan keuangan publik diantaranya
pengelolaan keuangan pusat, daerah, dan desa. Desa sebagai lingkup yang paling kecil
dalam tata kelola keuangan pemerintahan, dimana sebagai penyalur antara pemerintah
dengan masyarakat dan secara langsung berhubungan dengan kepentingan maupun
kebutuhan masyarakat. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2018 pasal 1 ayat 1 tentang Pengelolaan Keuangan Desa menjelaskan bahwa
desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam
sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pada dasarnya suatu negara dapat dikatakan maju dengan melihat kondisi
desanya, dengan kata lain semakin makmur desa dalam suatu negara maka
mengindikasikan kemajuan suatu negara. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia
mengeluarkan kebijakan pembentukan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai wujud dari
desentralisasi keuangan. Tujuan pemerintah mengeluarkan kebijakan Alokasi Dana Desa
(ADD) yaitu untuk mewujudkan Desa yang mandiri sehingga semakin memberi
keleluasaan dalam melakukan perencanaan, pengawasan, pengendalian dan
mengevaluasi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh desa.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
199/PMK.07/2017 tentang Tata Cara Pengalokasian Dana Desa Setiap Kabupaten/Kota
dan Penghitungan Rincian Dana Setiap Desa yang mengacu pada letak geografis, jumlah
penduduk, dan angka kematian. Tata cara penganggaran dana desa untuk setiap daerah
kabupaten/kota akan dialokasikan secara adil mengacu pada jumlah minimal yang harus
diberikan secara merata untuk semua desa, kemudian alokasi dasar dan alokasi formula
akan dihitung untuk mengetahui jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal yang
memiliki tingkat penduduk miskin tertinggi.
Alokasi Dana desa (ADD) diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program
dan kegiatan desa dalam bidang pembangunan desa seperti sarana dan prasarana,
ketahanan pangan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Selain itu, dana desa juga
digunakan untuk membiayai kegiatan di bidang pemberdayaan masyarakat seperti
pengembangan kewirausahaan, peningkatan pendapatan baik individu maupun kelompok
masyarakat. Namun dengan adanya Alokasi Dana Desa (ADD) juga memunculkan
permasalahan baru dalam pengelolaannya.
Desa dituntut untuk semakin terbuka terhadap proses pencatatan akuntansi serta
manajemen keuangannya sehingga dalam mengelola keuangannya dan ketika
melaporkannya dapat menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Konsep dasar
transparansi dan akuntabilitas ini harus dipahami dengan baik oleh masyarakat dan aparat
yang berwenang untuk menghindari adanya kecurangan dalam pengelolaan Alokasi Dana
Desa (ADD).
Dalam penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) memerlukan adanya perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban terhadap penggunaannya.
Perencanaan pembangunan desa tidak terlepas dari perencanaan pembangunan
dari kabupaten atau kota, sehingga perencanaan yang dibuat tersebut bisa tetap
selaras. Pelaksanaan pembangunan desa harus sesuai dengan yang telah direncanakan
dalam proses perencanaan dan masyarakat, bersama aparat pemerintahan juga
berhak mengetahui dan melakukan pengawasan terhadap jalannya pembangunan desa.
Oleh karena itu, Alokasi Dana Desa harus digunakan dan di alokasikan sebagaimana
mestinya sesuai dengan undang- undang dan ketentuan yang berlaku yang telah
ditetapkan pemerintah Indonesia. Namun dalam prakteknya, penggunakan Alokasi Dana
Desa (ADD) masih banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan pada tahap
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.
Dapat dilihat dari hasil penelitian Riyanto (2015), Akuntabilitas dalam
pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) mulai dari pelaksanaan sampai dengan
pencapaian hasilnya dapat dipertanggungjawabkan didepan seluruh pihak Pemerintah
Desa, tetapi belum dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh masyarakat desa.
Hasil penelitian tersebut didukung oleh beberapa penelitian lainnya seperti Sanjiwani
(2013) yang menunjukkan bahwa akuntabilitas pada tahap pelaksanaan masih belum
berjalan dengan baik. Dalam penelitiannya Supatmoko (2015) menjelaskan bahwa pada
tahap pengawasan masih belum berjalan dengan baik karena kurangnya transparansi
terhadap masyarakat. Selain itu, tahap pertanggungjawaban juga belum berjalan dengan
baik dikarenakan Sumber Daya Manusia tim pelaksana dalam membuat laporan
administrasi yang masih kurang. Hasil penelitian Supatmoko (2015) tentang tahap
pertanggungjawaban juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Sanjiwani (2013) dan
Setiawan, dkk (2017) bahwa lemahnya sumber daya manusia yang ada di desa
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pemerintahan desa seperti
halnya dalam pembuatan laporan realisasi. Selanjutnya, hasil penelitian Arifiyanto
(2013) menyatakan bahwa penerapan prinsip akuntabilitas pada tahap pelaksanaan
program dan pertanggungjawaban pengelola Alokasi Dana Desa (ADD) masih sebatas
pada pertanggungjawaban fisik saja.
Hasil penelitian dari Riyanto (2015), Sanjiwani (2013), Supatmoko (2015),
Setiawan, dkk (2017) dan Arifiyanto (2013) tidak sejalan dengan hasil penelitian Farida
(2018) yang menunjukkan bahwa pada tahap perencanaan sampai tahap
pertanggungjawaban telah menerapkan asas-asas transparansi dan akuntabilitas dalam
penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD). Hasil penelitian Fajri et al. (2013) juga
menunjukkan bahwa akuntabilitas Pemerintah Desa pada pengelolaan Alokasi Dana Desa
(ADD) melalui 3 tahap yaitu mulai perencanaan, pelaksanaan hingga pelaporan sudah
sesuai dengan aturan yang tertera dalam peraturan Bupati. Meskipun masih ditemukan
sedikit kesalahan yakni jumlah penggunaan sasaran yang sedikit melebihi dari yang telah
ditentukan dalam peraturan.
Fokus penelitian ini adalah bagaimana penerapan prinsip transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dimulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek yang
digunakan dalam penelitian, yaitu Desa Malangsuko, Kecamatan Tumpang, Kabupaten
Malang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sistem transparansi dan akuntabilitas perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa (ADD) di desa
Malangsuko Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang?
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Desa
Menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang dimaksud dengan desa
adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal
usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Syarat dalam pembentukan sebuah desa, diantaranya sebagai berikut:
1) Batas usia desa induk paling sedikit (lima) tahun terhitung sejak
pembentukan.
2) Jumlah penduduk.
3) Wilayah kerja yang memiliki akses transportasi antarwilayah.
4) Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat
sesuai
5) dengan adat istiadat desa.
6) Memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia,
dan
7) sumber daya ekonomi pendukung.
8) Batas wilayah desa yang dinyatakan dalam bentuk peta desa yang
telah
9) ditetapkan dalam peraturan Bupati/Walikota.
10) Sarana dan prasarana bagi pemerintahan desa dan pelayanan publik.
11) Tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan
lainnya bagi perangkat pemerintah desa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Pemerintahan desa diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum,
tertib penyelenggaraan pemerintah, tertib kepentingan umum, keterbukaan,
proporsionalitas, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, kearifan lokal,
keberagaman, dan partisipatif (Wida, 2016) dalam Hamid (2016). Pemerintah
desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam Pemerintah desa, kepala desa atau yang disebut dengan
nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah
desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan
dalam demokrasi penyelenggaraan pemerintah desa. Anggota BPD merupakan
wakil dari penduduk desa yang bersangkutan berdasarkan wilayah. Anggota
BPD terdiri dari ketua RW, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama atau
tokoh masyarakat lainnya.
2. Alokasi Dana Desa (ADD)
Menurut UU No. 6 Tahun 2014 dana desa adalah dana yang bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi desa
yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah
kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan, pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan
pemberdayaan masyarakat.
Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah
kabupaten/kota untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. Alokasi Dana
Desa (ADD) merupakan bantuan stimulan atau dana perangsang untuk
mendorong dalam membiayai program pemerintah desa yang ditunjang
dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan
kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat (Darmiasih dkk, 2015).
3. Transparansi
Transaparansi artinya keterbukaan dalam mengungkapkan hal-hal yang
bersifat material kepada pihak-pihak yang berkepentingan, dalam hal ini yaitu
masyarakat sehingga dengan adanya prinsip keterbukaan memudahkan dalam
mendapatkan akses informasi tentang keuangan di daerahnya. Menurut
Mardiasmo (2009:105), transparansi merupakan keterbukaan dalam proses
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Transparansi berarti
masyarakat diberikan hak dan akses yang sama untuk dapat memantau proses
anggaran karena dalam hal ini berhubungan dengan kepentingan masyarakat,
terutama dalam memenuhi hajat hidup masyarakat.
Sehingga transparansi menjadi sangat penting dalam pengelolaan Alokasi
Dana Desa (ADD) dikarenakan agar pihak Pemerintah Desa kepada masyarakat
Desa sehingga dana-dana Desa yang sudah dianggarkan dapat
dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada masyarakat Desa.
4. Akuntabilitas
Akuntabilitas dapat diartikan sebagai kewajiban untuk dapat
mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang sudah dilakukan. Dalam
akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala
kegiatan, terutama dalam bidang administrasi keuangan kepada pihak yang
lebih tinggi. Media pertanggungjawaban akuntabilitas tidak terbatas pada laporan
pertanggungjawaban, akan tetapi juga mencakup aspek-aspek kemudahan
pemberi mandat untuk mendapatkan informasi, baik langsung maupun tidak
langsung secara lisan maupun tulisan, sehingga akuntabilitas dapat tumbuh
pada lingkungan yang mengutamakan keterbukaan sebagai landasan
pertanggungjawaban (Sulistiyani, 2011:71).
Pemerintah daerah sebagai pelaku pemerintahan harus bertanggungjawab
atas kegiatan yang dilakukannya terhadap masyarakat dalam rangka
menjalankan tugas, wewenang, dan kewajiban Pemerintah Daerah (Sabarno,
2007:129).
B. Kajian Penelitian Sebelumnya
Dalam penelitian Setiawan, dkk (2017) dengan judul Analisis Transparansi
dan Akuntabilitas Pelaporan Alokasi Dana Desa (Studi Kasus Desa Bengkel,
Kec. Busungbiu, Kab. Buleleng) menunjukkan bahwa penyaluran Alokasi Dana
Desa (ADD) dari Pemerintah Daerah ke Pemerintah Desa Bengkel sudah mengacu
pada Peraturan bupati nomor 84 tahun 2015 tentang tata cara pengalokasian
Dana Desa, Alokasi Dana Desa, Bagi Hasil Pajak, dan Bagi Hasil Retribusi serta
pencairan dana dilakukan secara bertahap yaitu melalui empat tahapan yang
dilengkapi dengan surat rekomendasi dari kecamatan. Selain itu, pengimplementasian
prinsip transparansi dan akuntabilitas desa terhadap Alokasi Dana Desa dapat
dilihat dari alur Alokasi Dana Desa, setelah dana masuk maka akan dilakukan
perencanaan oleh desa yang melibatkan banyak pihak dimana itu merupakan
bentuk transparansi dana, kemudian untuk mempertangungjawbkannya desa
membuat laporan realisasi dan SPJ. Namun, dalam pembuatan laporan realisasi
banyak faktor yang mempengaruhi sulitnya mengimplementasikan prinsip
Transparansi dan Akuntabilitas dalam pertanggungjawaban pemerintah desa
terhadap pelaporan Alokasi Dana Desa, lemahnya sumber daya manusia aparat
desa yang ada di desa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja
pemerintahan desa seperti halnya dalam pembuatan laporan realisasi, selain itu
keterlambatan dana alokasi dana desa yang masuk dan peran serta masyarakat
juga cenderung mempengaruhi.
Dalam penelitian Supatmoko (2015) dengan judul Akuntabilitas Pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa-Desa Kecamatan Rogojampi Kabupaten
Banyuwangi menghasilkan bahwa akuntabilitas pengelolaannya telah berlangsung
dengan memuaskan, dan sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.
Dalam perencanaan ADD telah dilakukan kegiatan Musyawarah Perencanaan
dan Pembangunan baik di tingkat dusun, di tingkat desa, maupun di tingkat
kecamatan dengan melibatkan BPD, LPMD, serta perwakilan dari masyarakat. Pada
sistem akuntabilitas pelaksanaan juga telah berlangsung dengan memuaskan
dan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Dilihat dari penggunaan dana
ADD yang telah digunakan sesuai dengan Rencana Penggunaan Dana ADD dengan
proporsi sebesar 70 % yang ditujukan untuk masyarakat desa, dan sebesar 30 % untuk
penyelenggaraan pemerintahan desa. Kemudian, pada sistem akuntabilitas dalam
pengawasan juga telah berlangsung dengan memuaskan. Pengawasan telah
dilaksanakan oleh pihak inspektorat, pihak kecamatan, pihak desa, dan pihak
masyarakat terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban
terhadap pengelolaan ADD. Sedangkan, untuk sistem akuntabilitas dalam
pertanggungjawaban telah berlangsung dengan memuaskan. Bentuk
pertanggungjawaban aparat pemeritahan desa terhadap pengelolaan ADD adalah
dengan melakukan pembangunan sarana fisik seperti paving, plengsengan, dan
renovasi balai desa, dan bertanggungjawab dalam menyampaikan hasil baik secara
tertutis maupun secara tidak tertulis kepada masyarakat. Namun, dalam
penyampaian SPJ di 9 Desa masih belum tepat waktu.
Dalam penelitian Arifiyanto (2013) dengan judul Akuntabilitas Pengelolaan
Alokasi Dana Desa Di Kabupaten Jember menunjukkan bahwa Perencanaan program
Alokasi Dana Desa telah melaksanakan prinsip partisipatif, responsif, transparansi
guna pembelajaran kepada masyarakat desa dalam rangka mewujudkan
pemberdayaan masyarakat desa melalui forum musrenbangdes (Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa). Kemudian, Penerapan prinsip akuntabilitas pada
tahap pelaksanaan program Alokasi Dana Desa masih sebatas pada
pertanggungjawaban fisik sedangkan dari sisi administrasi sudah dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten. Selanjutnya, untuk
pertanggungjawaban pengelola ADD kepada masyarakat yakni dalam bentuk fisik
sedangkan kepada pemerintah diatasnya dalam bentuk laporan yang petunjuk
teknisnya telah ditentukan oleh pemerintah kabupaten.
Dalam penelitian Dewi (2015) dengan judul Analisis Transparansi dan
Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan di Tingkat Dadia menghasilkan bahwa
terdapat dua jenis pemasukan di Dadia Punduh Sendahan, yaitu pemasukan regular
dan non regular. Untuk pemasukan regular di Dadia Punduh Sendahan, berasal dari
peturunan (iuran wajib), ngampel (iuran wajib bagi warga dadia di luar Bali), dan
pendapatan bunga pinjaman. Sedangkan untuk pemasukan non regular berasal
dari luar kegiatan dadia sendiri berupa sumbangan dari partai politik (bantuan sosial
pemerintah), danapunia dan sesari. Dadia Punduh Sendahan sendiri tidak membuat
laporan keuangan dikarenakan beberapa alasan yaitu transaksi yang tidak rutin,
lingkup organisasi yang kecil serta kompetensi warga dadia yang kurang. Namun,
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan di Dadia Punduh Sendahan dilakukan
dengan cara sederhana yaitu dengan mengumumkan pemasukan dan pengeluaran
yang dilakukan pada saat melakukan kegiatan. Selain itu, pengurus dadia juga akan
menempel laporan keuangannya di papan pengumuman dadia, sehingga warga
dapat melihatnya.
Dalam penelitian Riyanto (2015) dengan judul Akuntabilitas Finansial
dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa, hasilnya menunjukan mulai dari
pelaksanaan sampai pencapaian hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada
seluruh Pemerintah Desa namun belum dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh
masyarakat Desa. Program-program yang dirumuskan Pemerintah pelaksanaanya
seimbang tetapi penekanannya pada program yang telah dirumuskan Pemerintah
Desa danmasyarakat belum mampu menjawab semua kebutuhan masyarakat
desa. Sedangkan mengenai transparansinya, Pemerintah Desa belum transparan
kepada seluruh masyarakat mengenai APBDesa, hal tersebut dibuktikan dengan
masih terdapat beberapa proyek yang pekerjaannya hanya dikerjakan setengah-
setengah dan proyek tersebut diberikan secara tidak merata. Selain itu juga terdapat
faktor penghambat, salah satu faktor yang menjadi penghambat adalah Pemerintah
Desa masih belum memaksimalkan pemanfaatan waktu dalam penyusunan laporan
dan penyelesaian laporan pertanggungjawaban.
Dalam penelitian Sanjiwani (2013) dengan judul Akuntabilitas Pengelolaan
Dana Desa (Studi Kasus Pengelolaan Alokasi Dana Desa Di Kecamatan Kalisat
Kabupaten Jember Tahun 2013) menunjukkan bahwa Akuntabilitas Pengelolaan
Alokasi Dana Desa pada tahap perencanaan ADD di 12 desa se-Kecamatan Kalisat
telah menerapkan prinsip partisipasi dan transparansi. Hal ini dibuktikan
dengan meningkatnya kehadiran masyarakat dalam forum musyawarah desa. Selain itu
dalam musyawarah desa, pemerintah desa terbuka untuk menerima segala aspirasi
masyarakat yang hadir untuk berjalannya pembangunan di desa terkait. Sedangkan
pada tahap pelaksanaan program ADD di Kecamatan Kalisat telah menerapkan prinsip
partisipasi dan transparansi. Terlihat dari partisipasi masyarakat sekitar untuk
menjadi tenaga kasar dalam melaksanakan program fisik di daerah tersebut. Sedangkan
untuk prinsip transparansi terpenuhi dengan adanya informasi yang jelas mengenai
jadwal pelaksanaan kegiatan fisik yang didanai oleh ADD. Untuk prinsip
akuntabilitas, masih belum terlaksana sepenuhnya karena pertanggungjawaban secara
fisik sudah sesuai namun administrasi masih belum sepenuhnya dilakukan
dengan sempurna. Dalam pelaksanaan program ADD terjadi kendala berupa
pencairan dana yang tidak maksimal dikarenakan tidak tercapainya target
pelunasan ADD sehingga program pembangunan infrastruktur tidak sepenuhnya
terlaksana. Kemudian, pada tahap pertanggungjawaban ADD baik secara teknis
maupun administrasi sudah baik. Namun, kemampuan sumber daya manusia dalam
penyusunan administrasi yang baik menjadi kendala utama sehingga masih diperlukan
bimbingan dari pemerintah kecamatan. Selain itu, Pengawasan yang dilakukan
oleh pihak yang memiliki wewenang telah memberikan penilaian bahwa pengelolaan
ADD di Kecamatan Kalisat sudah sesuai dengan indikator yang telah ditentukan.
Dalam penelitian Farida (2018) dengan judul Analisis Akuntabilitas
Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) Di Kecamatan Candipuro Kabupaten Lumajang
menunjukkan bahwa pada tahap perencanaan Alokasi Dana Desa (ADD) di sepuluh
desa telah menerapkan asas-asas akuntabilitas, prinsip partisipasi dan transparansi.
Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat hadir masyarakat yang cukup partisipatif dalam
mengikuti musyawarah. Sedangkan pada tahap pelaksanaan program Alokasi Dana
Desa (ADD) di Kecamatan Candipuro telah menerapkan prinsip transparansi dan
akuntabilitas. Hal tersebut dapat dilihat dari pelaksanaan program alokasi dana desa yang
telah dipampang di papan informasi dan ada pula yang dijadikan banner. Sedangkan
pada tahap pelaporan Alokasi Dana Desa (ADD) di Kecamatan Candipuro telah
menerapkan asas-asas dan prinsip akuntabilitas yang sudah terlaksana sepenuhnya
karena laporan yang terkait dengan ADD sudah lengkap. Kemudian, pada tahap
pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa (ADD) secara fisik sudah cukup baik,
meskipun ada satu desa yang pertanggungjawabannya secara fisik belum selesai
rata-rata keseluruhan desa cukup akuntabel.
Berdasarkan uraian penelitian-penelitian terdahulu diatas, maka perbedaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi yang akan dijadikan
bahan penelitian dan periode laporan yang akan digunakan yaitu tahun 2018.

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Paradigma dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskritif-kualitatif dengan pendekatan
studi kasus (case study). Menurut Creswell, (2014), Studi kasus merupakan strategi
penelitian yang mana didalamnya peneliti secara cermat menyelidiki suatu program,
peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus yang akan diteliti dibatasi
oleh waktu dan aktivitas. Peneliti dapat mengumpulkan data secara lengkap dengan
menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah
ditentukan. Tujuan dari studi kasus adalah mengungkap atau menggali informasi secara
mendalam dari partisipan mengenai fenomena yang bersifat khusus yang menarik
perhatian.
Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang digunakan pada
penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana
transparansi dan akuntabilitas Alokasi Dana Desa (ADD) di Desa Malangsuko
Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. Selain itu juga diharapkan dapat
mengungkap permasalahan yang dihadapi.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma intepretif.
Paradigma intepretif menekankan pada makna atau interpretif seseorang terhadap sebuah
simbol. Tujuan penelitian dalam paradigma ini adalah memaknai fenomena yang terjadi
dari sudut pandang orang yang terlibat didalamnya.
B. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara kepada narasumber, yaitu orang yang dijadikan sebagai
sarana mendapatkan informasi ataupun data. Sedangkan data sekunder diperoleh
dari dokumen – dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian yang terdapat di Desa
Malangsuko Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, dokumentasi, dan observasi.
Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan juga dalam proses
wawancara menggunakan alat perekam. Informan yang dijadikan sebagai sumber
informasi adalah yang terlibat secara langsung dan memahami tentang Pengelolaan
Alokasi Dana Desa (ADD). Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan,
menganalisa, dan mengelola data yang menghasilkan dokumen-dokumen yang
berisi keterangan atas hal-hal yang menunjang berlangsungnya kegiatan Alokasi Dana
Desa (ADD). Sedangkan observasi dilakukan dengan mengamati secara langsung
terhadap obyek yang diteliti.
5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif
kualitatif. Terdapat 3 tahap analisis data yang akan dilaksanakan, antara lain sebagai
berikut.
1) Data reduction. Pada tahap ini peneliti merangkum seluruh data yang
didapatkan dari lapangan, kemudian memilih data mana saja yang
mendukung penelitian. Data yang digunakan adalah yang terkait dengan
proses pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa Malangsuko.
2) Data display. Pada tahap ini peneliti mendeskripsikan data yang diperoleh
dari lapangan kemudian diidentifikasi dan di evaluasi dari setiap kegiatan.
3) Conclusing drawing/ verification. Pada tahap ini peneliti menyimpulkan
adanya kelebihan atau kelemahan dalam pengelolaan Alokasi Dana Desa
sesuai data yang telah dihasilkan.
Untuk mengecekan keabsahan temuan, peneliti akan membandingkan hasil
pengamatan dengan hasil wawancara. Kemudian membandingkan hasil wawancaara
tersebut dengan dokumen-dokumen yang berkaitan. Pengecekan data yang dilakukan
peneliti dapat diperoleh dari observasi, wawancara dan dokumentasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ferina, Ika Sasti, Burhanuddin, and Herman Lubis. (2016). “Tinjauan Kesiapan
Pemerintah Desa Dalam Implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113
Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa (Studi Kasus Pada Pemerintah
Desa Di Kabupaten Ogan Ilir).” Jurnal manajemen dan bisnis 14(3): 321–36.
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 pasal 1 ayat 1
tentang Pengelolaan Keuangan Desa.
Hamid, Alfian. (2016). Transparansi dan Akuntabilitas PengelolaanKeuangan Alokasi Dana
Desa (ADD) dalam Pencapaian Good Governance(Studi Empiris di Kecamatan
Bontomarannu Kabupaten Gowa). Skripsi. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan
Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Wida, Siti Ainul. (2016). Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di
Desa-Desa Kecamatan Rogojampi Kabupaten Banyuwangi. Skripsi. Program studi S1
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Jember.
Darmiasih, dkk. 2015. Analisis Mekanisme Penyaluran Alokasi Dana Desa (ADD) Pada
Pemerintah Desa (Studi Kasus Desa Tri Buana Kecamatan Sidemen. Kabupaten
Karangasem). Jurusan Akuntansi Universitas Pendidikan Ganesha. Volume 1 No. 3
Tahun 2015.
Mardiasmo.(2009).Akuntansi Sektor Publik.Yogyakarta:ANDI.
Sulistyani, A.T. (2011). Memahami Good Governance: Dalam Perspektif Sumber Daya
Manusia. Gava Media. Yogyakarta.
Sabarno, H. (2007). Memandu Otonomi Daerah Menjaga Kesatuan Bangsa. Sinar Grafika.
Jakarta.
Creswell, John. W. (2014). Penelitian Kualitatif & Desain Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai