Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

“RUANG LINGKUP PEMERINTAHAN DESA”

OLEH:

WENNI PANGGALO

C1G121103

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Berkat Rahmat

dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ruang Lingkup

Pemerintahan Desa” dengan tepat waktu.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah dari Bapak Dr. Jopang., M. Si

selaku dosen pengampu mata kuliah “Pemerintahan Desa”. Penulis berharap agar makalah ini

dapat dijadikan sebagai selah satu acuan agar dapat menambah wawasan bagi para pembacanya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna karena sempurna hanya

milik Allah SWT. Sehingga masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan didalamnya untuk

itu, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk makalah ini agar makalah ini

akan menjadi lebih baik lagi.

Demikian makalah ini dibuat, semoga dapat bermanfaat. Terimakasih.

Kendari, 10 Mei 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................................

1.3 Tujuan .............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemerintahan Desa ........................................................................................

2.2 Kedudukan Desa dalam Sistem Pemerintahan NKRI .....................................................

2.3 Pengelompokkan Desa Berdasarkan Asal-Usul Penduduk .............................................

2.4 Peran Pemerintah Desa di Indonesia ...............................................................................

a. Struktur Perantara .......................................................................................................

b. Pelayan Masyarakat ...................................................................................................

c. Agen Pembaharu ........................................................................................................

2.5 Otonomi Desa .................................................................................................................

2.6 Cakupan Otonomi Desa ..................................................................................................

2.7 Urusan Pemerintahan Sebagai Kewenangan Desa ..........................................................


2.8 Aspek-Aspek penyelenggaraan Pemerintahan Desa .......................................................

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

......... Pemerintahan Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk, sehingga perlu

dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga

dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan

menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Secara lebih operasional Undang-

Undang Otonomi Daerah mengamanatkan, bahwa penyelenggaraan pemerintahan diarahkan

untuk memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemerintah Daerah dengan maksud

meningkatkan pelayanan dan partisipasi aktif masyarakat terhadap pelaksanaan

pembangunan disegala bidang. Desa sebagai bagian dari Pemerintah Daerah Kabupaten yang

berhubungan langsung dengan masyarakat, tentunya mempunyai hubungan yang lebih dekat

dengan masyarakat. Selain itu, desa memiliki wewenang untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat dengan berpedoman pada keanekaragaman, partisipasi otonomi asli,

demokrasi dan pemberdayaan masyarakat. Karena itu, Desa diharapkan dapat meningkatkan

pelayanan publik, dan partisipasi masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunan.

Dalam kaitan susunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, setelah perubahan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan Desa atau

disebut dengan nama lain dari segi pemerintahannya mengacu pada ketentuan Pasal 18 ayat

(7) yang menegaskan, bahwa ”susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

diatur dalam undang-undang”. Hal itu berarti, bahwa Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membuka kemungkinan adanya pemerintahan

dalam sistem pemerintahan Indonesia. Berdasarkan juga pada awalnya perumusan secara
formal desa dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa,

dikatakan bahwa desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai

kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah Camat dan berhak menyelenggarakan

rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan

diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah

membawa perubahan yang mendasar dalam sistem dan struktur Pemerintahan Daerah serta

membawa dampak yang sangat luas bagi penyelenggaraan pemerintahan, perencanaan

pembangunan, pengelolaan keuangan dan sistem penganggaran dalam menunjang

penyelenggaraan pemerintahan di Daerah, khususnya pada tingkat Pemerintahan Desa.

Untuk meningkatkan manajemen Pemerintahan Desa perlu dilakukan penataan administrasi

agar lebih efektif dan efisien, dimana penataan Administrasi merupakan pencatatan data dan

informasi dalam mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Desa, maka perlu dilakukan

langkah penyempurnaan terhadap pelaksanaan administrasi. yang mengatur materi mengenai

Asas Pengaturan, Kedudukan dan Jenis Desa, Penataan Desa, Keuangan Desa dan Aset Desa,

Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa,

Kerjasama Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan.

Dalam sejarah pengaturan Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa

yaitu: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, dan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang

Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, dan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang itu disusun dengan semangat penerapan

amanat konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal

18 B ayat (2) untuk diatur dalam susunan pemerintahan sesuai dengan ketentuan Pasal 18

ayat (7). Walaupun demikian, kewenangan kesatuan masyarakat tentang hukum adat

mengenai peraturan ayat merujuk pada ketentuan peraturan-perundang-undangan sektoral

yang berkaitan.

Bertitik tolak pada semangat reformasi sistem Pemerintahan Desa tersebut, maka

struktur kelembagaan dan mekanisme kerja di semua tingkatan pemerintah, khususnya

Pemerintahan Desa yang berhubungan langsung dengan masyarakat diarahkan untuk dapat

untuk menciptakan pemerintahan yang peka terhadap perkembangan dan perubahan yang

terjadi. Pasal4, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menyebutkan bahwa :

1. Memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan

keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

2. Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem

ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat

Indonesia;

3. Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa;

4. Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan

potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama;


5. Membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta

bertanggung jawab;

6. Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat

perwujudan kesejahteraan umum;

7. Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat guna mewujudkan masyarakat Desa

yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional;

8. Memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan

nasional; dan

9. Memperkuat masyarakat Desa sebagai subyek pembangunan.

.. Adapun pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan oleh Peraturan Daerah

Kabupaten (Perda Kabupaten) sesuai Pedoman Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah

Pusat.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat disimpulkan dari latar belakang diatas antara

lain :

1. Bagaimana kedudukan desa dalam sistem pemerintahan NKRI?

2. Bagaimana pengelompokkan desa berdasarkan asal-usul penduduk?

3. Bagaimana peran pemerintah desa di Indonesia?

4. Bagaimana cakupan otonomi desa?

5. Bagaimana urusan pemerintahan sebagai kewenangan desa?

6. Bagaimana aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan desa?


1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari makalan ini antara lain :

1. Untuk mengetahui kedudukan desa dalam sistem pemerintahan NKRI?

2. Untuk mengetahui pengelompokkan desa berdasarkan asal-usul penduduk?

3. Untuk mengetahui peran pemerintah desa di Indonesia?

4. Untuk mengetahui cakupan otonomi desa?

5. Untuk mengetahui urusan pemerintahan sebagai kewenangan desa?

6. Untuk mengetahui aspek-aspek penyelenggaraan pemerintahan desa?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pemerintahan Desa

Pemerintahan Desa adalah merupakan pemerintahan terkecil dalam suatu negara

yang meliputi Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelengaraan pemerintahan desa berdasarkan

kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa

bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat yang diwakilinya.

Lembaga-lembaga dalam suatu pemerintahan memiliki fungsi dan kewenangan

masing-masing, dimana fungsi masing-masing lembaga tersebut memiliki ketersinabungan

antara yang satu dengan yang lain. Pembagian fungsi dan kewenangan lembaga negara di

Indonesia tidak hanya terjadi dipemerintahan pusat saja, tetapi juga dipemerintahan desa.

Pemerintahan desa juga terdapat aparat aparat dan perangkat desa yang memiliki fungsi dan

kewenangan masing-masing.

Pemerintah Desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintah daerah akan

berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem dan

mekanisme penyelenggaraan pemerintah daerah sangat didukung dan ditentukan oleh

Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari Pemerintah

Daerah.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga legislatif desa, yang sama

dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). BPD merupakan suatu lembaga pemerintahan

desa yang memiliki fungsi dan peran, dimana fungsi dan peran tersebut memiliki

ketersinambungan dengan pemerintah desa yaitu kepala desa dan lembaga-lembaga lainnya.

BPD sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pemerintahan di desa, memiliki fungsi yaitu

membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung

dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, serta melakukan pengawasan kinerja kepala desa

dalam menjalankan pemerintahan desa atau dengan kata lain BPD juga dapat dikatakan

sebagai lembaga legislatif di desa.

2.2 Kedudukan Desa dalam Sistem Pemerintahan NKRI

Berbagai perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan pemerintahan desa

di negeri ini telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perubahan- perubahan

suasana politik yang mengirinya. Posisi desa selalu hangat diperdebatkan tergantung dari

dan apa kepentingan yang melatarbelakanginya. Padahal dalam kontek sosiologis

pemerintahan desa atau kota ditujukan sebagai suatu tempat atau suatu kesatuan

masyarakat hukum yang tergantung dimana masyarakat itu berada. Diartikan sebagai

kesatuan masyarakat hukum karena baik pemerintahan desa maupun kota memiliki sistem

nilai yang berbeda-beda satu sama lain sehingga keberadaan kota atau desa memiliki

difinisi yang berbeda satu sama lainnya.

Menelaah kedudukan hukum pemerintahan desa dan problematika yang timbul di

dalamnya bukan merupakan perkara yang mudah untuk dilakukan. Sebab, berbicara tentang

cikal bakal pemerintahan desa di Indonesia harus menoleh jauh kebelakang untuk melihat

dimanakah sumber desa itu dilahirkan.


Sebagai sebuah otonomi asli, desa tidak boleh dipandang sebagai cabang dari

otonomi daerah. Otonomi desa harus menjadi pijakan dalam pembagian struktur

ketatanegaraan Indonesia mulai dari pusat sampai ke daerah yang kemudian bermuara pada

regulasi otonomi desa yang tetap berpedoman pada keaslian “desa” sebagai kesatuan

masyarakat hukum.

Salah satu hak asal-usulnya terkait dengan penguasaan terhadap wilayahnya, dengan

demikian keberadaannya secara langsung berada dibawah Negara. Kesatuan – kesatuan

masyarakat hukum ini tidak hanya diakui tetapi dihormati, artinya mempunyai keududukan

yang sederajat dan sama pentingnya dengan kesatuan pemerintahan lain seperti kabupaten

dan kota. Kesederajatan ini mengandung makna, bahwa kesatuan masyarakat hukum yang

berdasarkan hukum adat berhak atas segala perlakuan dan diberi kesempatan berkembang

sebagai subsistem Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan tetap berada pada prinsip

NKRI, yaitu tidak melahirkan Negara didalam Negara.

Kedua, secara fungsi pemerintahan, maka berdasarkan Pasal 200 UndangUndang

Nomor 32 Tahun 2004, menempatkan pemerintahan desa sebagai bagaian dari pemerintahan

daerah kabupaten/kota, sehingga keberadaan pemerintahan desa adalah sebagai sub sistem

pemerintahan daerah kabupaten/kota.

Mengenai kedudukan pemerintahan Desa, pengakuan dan penghormatan Pasal 18B

ayat (2) UUD 1945 kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak hak tradisonalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyara-kat dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dengan UndangUndang.

Landasan ini memisahkan antara satuan pemerintahan daerah yang diberi otonomi

dengan kesatuan masyarakat hukum. Urusan yang dikelola oleh satuan pemerintahan daerah
menunjukkan pemencaran kekuasaan, sementara, sepanjang masih ada, urusan yang dikelola

oleh Desa merupakan pengakuan. Tentunya tetap dimungkinkan terdapat tugas pembantuan

yang diberikan oleh Kabupaten, Provinsi, maupun Pemerintah Pusat.

2.3 Pengelompokkan Desa Berdasarkan Asal-Usul Penduduk

Menurut perkembangannya desa dibagi menjadi tiga klasifikasi, diantaranya :

1. Desa Swadaya

Desa swadaya merupakan desa yang memiliki potensi khusus yang dikelola

dengan baik sehingga bisa membantu perekonomian warga disana. Dimana ciri desa

swadaya yaitu :

 Daerah yang terisolir dari desa lain sehingga mempersulit beberapa warganya

untuk melakukan transaksi dengan desa lain, selain itu cukup sulit mendapat

fasilitas yang sama karena kondisi daerah yang cukup jauh

 Penduduk yang jarang, biasanya terjadi jika desa berada di daerah pelosok dan

sangat jauh dari pusat kota

 Bersifat tertutup

 Mata pencaharian homogen, dimana semua masyarakatnya rata-rata melakukan

pencaharian yang sama dan umumnya pekerjaan yang dilakukan adalah agraris

atau bercocok tanam

 Hubungan antarmanusia yang sangat erat

 Sarana dan prasarana sangat kurang menyebabkan desa sulit menjangkau

berbagai daerah

 Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga saja


2. Desa Swakarya

Desa swakarya adalah klasifikasi desa peralihan atau transisi antara desa swadaya

ke desa swasembada. Desa Swakarya memiliki ciri sebagai berikut :

 Kebiasaan atau adat istiadat yang tidak mengikat penuh namun masih digunakan

sebagai panduan

 Sudah mulai menggunakan teknologi dan juga peralatan yang canggih

 Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi seperti layaknya swadaya, sehingga

letak desa swakarya tidak terlalu jauh dari pusat perekonomian kota

 Telah memilih tingkat perekonomian, pendidikan, jalur lalu lintas dan juga

prasarana lain

 Jalur lalu lintas yang sudah lancar dan jarak tempuh yang bukan lagi menjadi

penghalang

3. Desa Swasembada

Desa swasembada adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan

dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya yang sesuai dengan kegiatan

pembangunan regional. Ciri dari desa swasembada diantaranya :

 Kebanyakan berlokasi di ibukota dan kecamatan

 Penduduk padat-padat

 Tidak terikat lagi dengan adat istiadat daerah tersebut

 Telah memiliki fasilitas yang memadai dan juga maju dibanding warga dari desa

lainnya
2.4 Peran Pemerintah Desa di Indonesia

a. Struktur Perantara

Yakni menjadi perantara antara masyarakat desa dengan pemerintahan

superadesa/kampung-kampung (pusat,provinsi,maupunkbupaten/kota) maupun dengan

pihak lainnya, posisi sebagai struktur perantara ini menjadi sangat penting pada saat

masyarakat desanya masih tertinggal. sehingga mereka tidak menjadi ‘’mangsa’’

kelompok yang lebih kuat maupun yang lebih banyak memiliki uang, seiring dengan

perkembangan masyarakatnya, peranan pemerintahan desa dari waktu ke waktu semakin

surut,di gantikan oleh lembaga suwadaya masyarakat (LSM) dalam berbagai bidang.

b. Pelayan Masyarakat

Yakni memberikan pelayanan dalam bentuk barang dan atau jasa publik yang

diatur berdasarkan asal usul desa bersangkutan ataupun berupa penugasan dari

pemerintahan superdesa/kampung. Wujud nya pembuatan KTP, rekomendasi, izin

mendirikan bangunan, rekomendasi izin gangguan, dan sebagainya.

c. Agen Pembaharu

Yakni menjadi pelopor perubahan bagi desa dan masyarakatnya, baik atas

inisiatif sendiri maupun penugasan dari pemerintahan superadesa/kampung. Pada masa

orde baru, peran ini sangat menonjol antara lain dalam menyusukseskan program

keluarga berencana, memperkenalkan bibit padi baru dan lain sebagainya. Peran ini juga

semakin berkurang, seiring dengan semakin majunya masyarakat dan berkembangnya

konsep masyarakat sipil (civil society) yang mengutamakan kemandirian masyarakat

dalam mengurus kebutuhan dan kepentingannya sendiri.


Dari penjelasannya di atas dapat di simpulkan peran kepala desa yakni sebagai

perantara dalam urusan pemerintahan baik itu di tingkat pusat, provinsi, maupun

kabupaten/kota. Yang mengatur atau mengurus urusan pemerintah desa dan juga sebagai

pelayanan masyarakat, dalam mengurus kepentingankepentingan masrakat sesuai dengan

ugas dan taggung jawab yang di berikan. Kepala desa mempunyai peran sebagai agen

pembaruhuan baik itu bagi pemerintahan desa, maupun bagi masyarakat.

2.5 Otonomi Desa

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa Sansekerta, desa yang berarti tanah

air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village diartikan

sebagai “a groups of hauses or shops in a country area, smaller than a town”. Desa adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya

sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan

Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.

Widjaja (2003: 165) menyatakan bahwa otonomi desa merupakan otonomi asli,

bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah

berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat

melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki

kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan.

Desa menurut UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengartikan

Desa sebagai berikut: “Desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan

Republik Indonesia (UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat

12).

Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya,

bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Desa atau nama lainnya, yang

selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan

adatistiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah

Kabupaten. Landasan pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-

usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang

mengikuti perkembangan desa tersebut. Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul desa,

urusan yang menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten atau Kota diserahkan

pengaturannya kepada desa.

2.6 Cakupan Otonomi Desa

Masyarakat desa merupakan titik utama pengaturan desa. Pengaturan ini

menyediakan ruang bagi masyarakat desa untuk menjadi aktor utama pembangunan di desa.

Selain memiliki hak yang melekat pada dirinya, masyarakat desa juga memiliki kewajiban-

kewajiban.

Hak masyarakat yang ditegaskan dalam Pasal 68 ayat (1) UU 6/2014 adalah sebagai

berikut:
1. Meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan

penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan

kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa

2. Memperoleh pelayanan yang sama dan adil

3. Menyampaikan aspirasi, saran dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggungjawab

tentang pelaksanaan kegiatan pembangunan desa, pelaksanaan pembangunan desa,

pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa

4. Memilih, dipilih dan/atau ditetapkan menjadi: (a) kepala desa, (b) perangkat desa, (c)

anggota BPD, (d) anggota lembaga kemasyarakatan desa

5. Mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketentraman dan ketertiban

di desa

Kewajiban Masyarakat Desa Menurut Pasal 68 ayat (2) UU 6/2014:

1. Membangun diri dan memelihara lingkungan desa

2. Mendorong terciptanmya kegiatan penyelenggaran pemerintahan desa, pelaksanaan

pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat

desa yang baik

3. Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman dan tentram di desa

4. Memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, pemufakatan, kekeluargaan,

dan kegotongroyongan di desa

5. Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di desa


2.7 Urusan Pemerintahan Sebagai Kewenangan Desa

Ada beberapa prinsip penting yang terkandung dalam kewenangan desa:

1. Baik kewenangan asal usul maupun kewenangan lokal bukanlah kewenangan yang

diserahkan oleh pemerintah, bukan juga merupakan sisa (residu) yang dilimpahkan

oleh pemerintah kabupaten/kota sebagaimana pernah diatur dalam UU No.32/2004 dan

PP No. 72/2005. Sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas, kedua jenis kewenangan

itu diakui dan ditetapkan langsung oleh undang- undang dan dijabarkan oleh peraturan

pemerintah. Peraturan pemerintah dalam ini bukanlah perintah yang absolut melainkan

sebagai pandu arah yang di dalamnya akan membuat daftar positif (positive list), dan

kemudian menentukan pilihan atas positive list itu dan ditetapkan dengan peraturan desa

sebagai kewenangan desa.

2. Sebagai konsekuensi desa sebagai masyarakat yang berpemerintahan (self governing

community), kewenangan desa yang berbentuk mengatur hanya terbatas pada

pengaturan kepentingan lokal dan masyarakat setempat dalam batas-batas wilayah

administrasi desa. Mengatur dalam hal ini bukan dalam bentuk mengeluarkan izin baik

kepada warga maupun kepada pihak luar seperti investor, melainkan dalam bentuk

keputusan alokatif kepada masyarakat, seperti alokasi anggaran dalam APB Desa,

alokasi air kepada warga, dan lain- lain. Desa tidak bisa memberikan izin mendirikan

bangunan, izin pertambangan, izin eksploitasi air untuk kepentingan bisnis dan

sebagainya.

3. Kewenangan desa lebih banyak mengurus, terutama yang berorientasi kepada pelayanan

warga dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai contoh desa melayani dan juga

membiayai kegiatan kelompok tani, melatih kader perempuan, membiayai Posyandu,


mengembangkan hutan rakyat bersama masyarakat, membikin bagan ikan untuk

kepentingan nelayan, dan sebagainya.

4. Selain mengatur dan mengurus, desa dapat mengakses urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangan kabupaten/kota untuk dimanfaatkan memenuhi kepentingan

masyarakat. Selain contoh di atas tentang beberapa desa menangkap air sungai Desa

dapat mengakses dan memanfaatkan lahan negara berskala kecil (yang tidak

termanfaatkan atau tidak bertuan) untuk memenuhi kepentingan masyarakat setempat.

Lahan sisa proyek pembangunan, tanggul dan bantaran sungai, maupun tepian jalan

kabupaten/kota merupakan contoh konkret. Desa dapat memanfaatkan dan menanam

pohon di atas lahan itu dengan cara mengusulkan dan memperoleh izin dari

bupati/walikota.

Prinsip-prinsip itu dapat digunakan untuk memahami jenis-jenis kewenangan desa

yang tertulis secara eksplisit dalam ketentuan peraturan perundang- undangan. Ada

perubahan pengaturan tentang kewenangan desa antara UU No. 32/2004 dengan UU No.

6/2014. Pertama, UU No. 32/2004 menegaskan urusan pemerintahan yang sudah ada

berdasarkan asal-usul desa, sedangkan UU No. 6/2014 menyatakan kewenangan

beradasarkan hak asal-usul. Pada dasarnya kedua pengaturan ini mengandung isi yang

sama, hanya saja UU No. 32/2004 secara tersurat membatasi pada urusan pemerintahan.

Kedua, UU No. 32/2004 menyatakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, sedangkan UU No. 6/2014

menegaskan kewenangan lokal berskala desa. Jenis kewenangan kedua inilah yang

membedakan secara jelas dan tegas antara kedua UU tersebut.


2.8 Aspek-Aspek Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Kewenangan Pemerintahan desa mencakup perencanaan, pengorganisasian atau

kelembagaan, penggunaan sumber-sumber daya, pelaksanaan urusan rumah tangga dan

urusan pemerintahan umum, serta pengawasan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan

kewenangan dalam bidang pemerintahan desa.

1. Perencanaan pemerintahan desa. Pemerintah desa harus merencanakan berbagai

program dan kegiatan yang berhubungan dengan rumah tangga pemerintahan,

pelaksanaan urusan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan

pemberdayaan masyarakat melalui penyusunan perencanaan pembangunan desa

(RPJM Desa dan RKP Desa). Setelah memiliki dokumen perencanaan

pembangunan desa, selanjutnya pemerintah desa menyusun perencanaan anggaran

(RAPB Desa).

2. Pengorganisasian kelembagaan pemerintahan desa. Pemerintah desa melakukan

pengorganisasian kelembagaan yang ada di desa, mengatur pola hubungan dengan

pemerintah desa dengan tujuan menjadi mitra dalam pelaksanaan pembangunan

desa. Pelibatan peran-peran kelembagaan masyarakat desa dalam pelaksanaan

pembangunan, pemberdayaan, dan pembinaan masyarakat desa mutlak

diperlukan. Peranan kelembagaan desa (pemerintah desa, badan permusyawaratan

desa, dan lembaga kemasyarakatan desa) dalam rangka penyusunan dan

implementasi kebijakan berkaitan erat dengan pembangunan, pemerintahan,

pengembangan kemasyarakatan. Pada era reformasi hal tersebut semakin menguat

dibandingkan era orde baru. Perubahan ini sejalan tuntutan dan kebutuhan
perubahan paradigma pembangunan dari “membangun desa” ke “desa

membangun”.

3. Penggunaan sumber-sumber daya pemerintahan desa (sumber daya aparatur,

sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya sosial, keuangan, dan

peralatan). Dalam konteks ini, pemerintah desa mengelola sumber-sumber daya

yang ada di desa termasuk sumber daya aparatur pemerintah desa. Pembagian

tugas pokok dan fungsi aparatur pemerintah desa sangat diperlukan untuk

menunjang kinerja pemerintahan yang optimal. Selain itu pengorganisasian

sumber daya, aset dan potensi yang ada di desa untuk peningkatan kesejahte

raan masyarakat.

4. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) sebagai representasi permusyawaratan masyarakat harus menjalankan

tugas dan fungsinya sebagai mitra pemerintah desa dalam melaksakan tugas

pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan, dan pembinaan masyarakat.

Musyawarah Desa sebagai instrumen pengambilan keputusan bersama di tingkat

desa harus dijalankan untuk menciptakan suasana kehidupan pemerintahan yang

demokratis dan partisipatif.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemerintahan Desa adalah merupakan pemerintahan terkecil dalam suatu negara

yang meliputi Kepala Desa, Perangkat Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Pemerintah Desa sebagai ujung tombak dalam sistem pemerintah daerah akan berhubungan

dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Karena itu, sistem dan mekanisme

penyelenggaraan pemerintah daerah sangat didukung dan ditentukan oleh Pemerintah Desa

dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari Pemerintah Daerah.

Berbagai perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan pemerintahan desa

di negeri ini telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perubahan- perubahan

suasana politik yang mengirinya. Posisi desa selalu hangat diperdebatkan tergantung dari

dan apa kepentingan yang melatarbelakanginya. Padahal dalam kontek sosiologis

pemerintahan desa atau kota ditujukan sebagai suatu tempat atau suatu kesatuan

masyarakat hukum yang tergantung dimana masyarakat itu berada. Diartikan sebagai

kesatuan masyarakat hukum karena baik pemerintahan desa maupun kota memiliki sistem

nilai yang berbeda-beda satu sama lain sehingga keberadaan kota atau desa memiliki

difinisi yang berbeda satu sama lainnya. Menurut perkembangannya desa dibagi menjadi

tiga klasifikasi, diantaranya: Desa swadaya, Desa Swakarya, dan Desa Swasembada.

Perantara dalam urusan pemerintahan baik itu di tingkat pusat, provinsi, maupun

kabupaten/kota. Yang mengatur atau mengurus urusan pemerintah desa dan juga sebagai

pelayanan masyarakat, dalam mengurus kepentingankepentingan masrakat sesuai dengan


ugas dan taggung jawab yang di berikan. Kepala desa mempunyai peran sebagai agen

pembaruhuan baik itu bagi pemerintahan desa, maupun bagi masyarakat.

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-

usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang

mengikuti perkembangan desa tersebut. Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul desa,

urusan yang menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten atau Kota diserahkan

pengaturannya kepada desa.


DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.uniskabjm.ac.id/6043/#:~:text=Berdasarkan%20Undang%2DUndang%20Nomor

%2032,18B%20ayat%202%20UUD%201945

http://tulakan.jepara.go.id/desa/upload/dokumen/TIGA-KLASIFIKASI-DESA-converted.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/275406-pemerintahan-desa-bc9190f0.pdf

https://repository.warmadewa.ac.id/id/eprint/254/2/bab1.pdf

https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/6018/SINAR%20SUPRA

%20SITANGGANG.pdf?sequence=1&isAllowed=y

https://file:///C:/Users/user/Downloads/JURNAL%20(06-08-17-02-14-26)%20(1).pdf

https://file:///C:/Users/user/Downloads/13-Article%20Text-25-1-10-20190922%20(1).pdf

https://www.desabira.com/apa-saja-hak-dan-kewajiban-masyarakat-desa-menurut-uu-6-2014/

https://pendampingdesa.com/kewenangan-desa/

https://www.simpeldesa.com/blog/kewenangan-pemdes-dalam-mengelola-pemerintahan/2065/

Anda mungkin juga menyukai