Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

Latar belakang

Desa merupakan representasi dan kesatuan masyarakat terkecil yang telah ada dan tumbuh
berkembang seiring dengan sejarah kehidupan masyarakat dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari tatanan kehidupan bangsa Indonesia. Desa sudah ada sebelum Negara Republik
Indonesia (NKRI) di proklamasikan yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945. Desa tidak hanya
penting namun juga strategis dalam pembangunan dibidang sosial dan ekonomi. Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahanan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa).
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2015 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat
desa bertujuan untuk memampukan desa dalam melakukan aksi bersama sebagai suatu kesatuan
tata kelola Pemerintahan Desa, lembaga adat serta tata ekonomi dan lingkungan. Dengan
diberlakukannya otonomi desa, desa mampu menyelenggarakan pemerintahan secara mandiri
dengan berlandaskan dari, 1 2 oleh dan untuk rakyat. Demi mewujudkan desa yang baik, maka
berprinsip akuntabilitas menjadi salah satu hal yang sangat penting untuk menciptakan
kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan desa. Pemerintah mengeluarkan
kebijakan pembentukan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai wujud dari desentralisasi keuangan
untuk menuju desa yang mandiri. Alokasi Dana Desa bersumber dari bagian dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten atau kota untuk menunjang segala
sektor di masyarakat. Alokasi Dana Desa juga mempermudah pemerintah dalam melaksanakan
kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa khususnya dalam
melakukan pemerataan keuangan dan akuntabilitasnya, serta mendorong desa untuk
meningkatkan gotong royong masyarakat desa. Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa Pasal 72, Sumber Alokasi Dana Desa berasal dari hasil pajak dan sumber daya
alam serta Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima oleh pemerintah kabupaten atau kota yang
telah dikurangi dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) paling sedikit 10% diperuntukan bagi desa
dengan penerapan rumus Alokasi Dana Minimal dan Alokasi Dana Desa Proporsional. Besar
kecilnya Alokasi Dana Desa Proporsional untuk masing-masing desa ditentukan berdasarkan
nilai bobot masing-masing desa.

ADD merupakan hak desa sebagaimana pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki hak untuk
memperoleh anggaran DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) dari
Pemerintah Pusat. Pengertian Alokasi Dana Desa (ADD) menurut pasal 1 ayat 11 pada Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 2005 adalah Dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan
daerah yang diterima oleh kabupaten/ kota Alokasi Dana Desa juga merupakan stimulus bagi
Pemerintahan Desa dalam membantu minimnya dana operasional untuk melaksanakan pelayanan
bagi masyarakat, pembangunan infrastruktur dan juga pemberdayaan masyarakat. Pengelolaan
ADD diserahkan kepada pihak desa masing-masing, namun tidak boleh bertentangan dengan
prinsip pengelolaan dan tetap mengacu pada prinsip pengelolaan ADD sebagaimana dijelaskan
dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/640/2005 Tahun 2005, yakni pengelolaan
keuangan ADD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam
APBDes, seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi
secara terbuka dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat desa, seluruh kegiatan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara administrative, teknis dan hukum dan ADD dilaksanakan dengan
menggunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali. Dengan ini peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian berjudul “ IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM KEUANGAN
ALOKASI DANA DESA DI DESA CARIUMULYA KECAMATAN TELAGASARI
KABUPATEN KARAWANG”

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kepala desa menyampaikan informasi terkait penggunaan alokasi dana desa
kepada masyarakat cariumulya

2. Bagaimana pengaruh kebijakan desa terhadap pengelolaan keuangan desa di desa cariumulya?

3. bagaimana dukungan masyarakat terhadap alokasi dana desa

4. bagaimana pembagian potensi dalam alokasi dana desa

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui

2. Pengaruh kebijakan desa terhadap pengelolaan keuangan desa cariumulya

3. mengetahui dukungan masyarakat terhadap alokasi dana desa

4. mengetahui pembagian potensi dalam alokasi dana desa

D. MANFAAT PENELITIAN
Bagi peneliti, Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai studi komparatif bagi
peneliti lain yang berhubungan dengan masalah ini dan menambah pengetahuan peneliti tentang
dana desa, kebijakan desa, dan kelembagaan desa berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan
desa wisata tersebut.

2. Bagi Desa cariumulya, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi Desa dalam
mengatur keuangan atau mengatur dana desa agar bisa lebih baik lagi dan menjadikan desa
wisata lebih berkembang.
BAB II

LANDASAN TEORI

1. Implementasi Alokasi Dana Desa


Keberadaaan otonomi daerah hadir sebagai konsep kajian aktual yang memberikan porsi
lebih kepada daerah untuk menyalurkan segala urusan dan kepentingan daerah agar mampu
dikelola sendiri sesuai dengan potensi masingmasing daerah yang berbeda-beda. Menurut
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 1 ayat 5, otonomi
daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Provinsi, kabupaten atau kota, dan desa merupakan kategori daerah
otonom mulai dari tingkat teratas hingga terbawah yang memiliki kesatuan masyarakat hukum
dengan batas wilayah yang jelas serta hak dan wewenang untuk mengatur rumah tangganya
sendiri. Berbicara tentang penyerahan wewenang pemerintah pasti tidak terlepas pula dengan
penyerahan serta pengalihan pembiayaan sarana dan prasana untuk mendukung kinerja
pemerintahan. Konsekuensi logis dari lahirnya konsep otonomi daerah adalah hadirnya
desentralisasi fiskal.
Desa sebagai daerah otonom yang berada pada tingkatan terendah secara otomatis akan
menjadi objek dari berlangsungnya sistem desentralisasi fiskal yang diperoleh dari pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Otonomi desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta
bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sistem desentralisasi fiskal yang berlangsung
dengan melibatkan desa sebagai sasaran distribusinya melahirkan implikasi pada kebijakan
transfer dana dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah kepada pemerintah desa. Dalam
kerangka otonomi desa, segala bentuk urusan pemerintahan desa menjadi kewenangan desa,
termasuk salah satunya dalam hal pengelolaan keuangan desa.

2. Kebijakan Desa Terhadap Pengelolaan Keuangan Desa


Pengelolaan keuangan desa diturunkan dalam bentuk kebijakan desa berupa Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa atau yang biasa dikenal dengan istilah APBDes. Sebagai daerah
otonom terendah dalam sistem pemerintahan Indonesia, desa memiliki keterbatasan dalam hal
pembiayaan segala urusan pemerintahannya. Hal tersebut kemudian terjawab melalui aturan
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa pasal 68
bahwa sumber pendapatan desa selain diperoleh dari pendapatan asli desa juga dapat diperoleh
dari dana bagi hasil pajak daerah kabupaten atau kota, dana perimbangan keuangan pusat dan
daerah, bantuan keuangan dari pemerintah, dan hibah serta sumbangan dari pihak ketiga. Sumber
pendapatan desa yang diperoleh dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah diterima desa
secara proporsional dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD). Dana perimbangan keuangan
pusat dan daerah ini diperoleh dari 10% dari hasil dana bagi hasil pajak dan sumberdaya alam
ditambah dana alokasi umum (DAU) yang telah dikurangi dana belanja pegawai.
ADD yang diterima oleh setiap desa akan dikelola secara langsung oleh pemerintah desa.
Namun dalam pengelolaan ADD pemerintah desa tetap harus mengikuti ketentuan yang telah
dibuat pemerintah dalam penjelasan atas PP No. 72 Tahun 2005 pasal 68 ayat satu item C bahwa
30% dari ADD dialokasikan untuk biaya operasional pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), sedangkan 70% dari ADD tersebut dialokasikan untuk program
atau kegiatan pemberdayaan masyarakat desa. Setiap kabupaten di Indonesia memiliki kebijakan
tersendiri terkait proporsi ADD yang diterima oleh desa-desa dalam satuan wilayah kabupaten
tersebut.

3. Faktor-faktor Pendukung Dan Penghambat Pelaksanaan ADD ADD

Berperan dalam program pembangunan di tingkat desa terutama pembangunan secara fisik
sehingga tidak mengherankan kalau program-program pemberdayaan masyarakat yang ada di
desa pembiayaannya sebagian berasal dari ADD. Namun pelaksaaan pembangunan masih belum
maksimal, karena perolehan ADD masih belum bisa mencakup atau membiayai pembangunan
yang ada di desa. Sebagai pelaksanaan ADD di desa pasti menemukan hambatan dan factor
pendukung keberhasilan ADD. Adapun factor pendukung pelaksaan ADD yaitu sebagai berikut.

1. Potensi penerimaan desa yang mendukung berdampak signifikan dalam menunjang


keberhasilan atau efektivitas pembangunan masyarakat di desa Glagawero baik
pembangunan masyarakat di bidang sumberdaya manusia, lingkungan maupun ekonomi;
2. Dukungan kebijakan pemerintah yang diterapkan di desa. Dukungan kebijakan
pemerintah terhadap pelaksanaan ADD di desa menjadikan arah pelaksanaan ADD
menjadi baik dan sesuai dengan aturan.

Adapun factor-faktor pendukung pelaksaan ADD yang sudah dijelakan diatas, kini
penulis juga menemukan factor penghambat pelaksaan ADD yaitu sebagai berikut.

1. Kualitas sumber daya aparatur yang dimiliki desa pada umumnya masih rendah.
2. Belum sempurnanya kebijakan pengaturan tentang organisasi pemerintah desa.
3. Rendahnya kemampuan perencanaan ditingkat desa, sering berakibat pada kurangnya
sinkronisasi antara output (hasil/keluaran) implementasi kebijakan dengan kebutuhan dari
masyarakat yang merupakan input dari kebijakan;
4. Sarana dan prasarana penunjang operasional administrasi pemerintah masih sangat
terbatas, selain mengganggu efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pekerjaan, juga
berpotensi menurunkan motivasi aparat pelaksana, sehingga pada akhirnya menghambat
pencapaian tujuan, tugas dan pekerjaan;
5. dan Kurang maksimal kemampuan sumber daya manusia yang memiliki peran dalam
pengelolaan alokasi dana desa sehingga perlu ditingkatkan lagi, sarana prarasarana yang
kurang menunjang karena terbatasnya dana ADD.

4. Peran Dan Potensi


Potensi desa sangat berperan penting dalam mewujudkan desa yang mandiri, makmur dan
sejahtera. Selain itu potensi desa ini merupakan tolak ukur pengalokasian dana desa yang ada
diseluruh indonesia selain jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah desa, dan
tingkat kesulitan geografi desa yang digunakan saat ini dalam formula dana desa (DD).
Merupakan data dari hasil potensi desa (Podes) yang diukur oleh badan pusat statistik. Data
potensi desa merupakan sumber data tematik berbasis luas wilayah yang mampu
menggambarkan potensi yang dimiliki oleh setiap wilayah di Indonesia. Data potensi desa
dilaksanakan setiap empat tahun sekali yang telah dilaksanakan pada tahun 2014 dan kembali
dilaksanakan pada tahun 2018 mendatang. Potensi desa dapat berupa potensi alam atau
potensi non-alam yang dimiliki oleh desa tersebut, misalnya tempat wisata, perkebunan,
tambang, tempat rekreasi, dll. Oleh karenanya dapat diartikan Potensi desa ialah kemampuan,
kekuatan atau sumberdaya yang dimiliki oleh suatu daerah namun belum sepenuhnya
digunakan secara maksimal dalam suatu kesatuan masyarakat setempat serta mempunyai hak
untuk mengatur rumah tangga sendiri. Oleh karena itu diperlukan peran dan fungsi desa
dalam mengelola potensi desa baik secara fisik maupun non-fisik. Desa melalui sistem
pemerintahannya memiliki peran yang besar dalam memanfaatkan potensi yang ada di desa
atau wilayah hukum masing-masing potensi desa dan mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat bedasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul dan/atau hak istiadat sesua
dengan undang-undang desa. Kemudian dalam mengukur dan melihat potensi desa, tentu
terdapat beberapa caradiantaranya dengan melihat sumber daya alam yang dimiliki atau
kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat setempat. Tujuan peningkatan pengelolaan
potensi desa ialah guna meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, dimana maysarakat desa
mayoritas memliki tingkat kelayakan hidup rendah, sebab itu salah satu tujuan peningkatan
potensi desa yang dikelola oleh desa sendiri agar dapat mengangkat taraf hidup masyarakat
desa dan terbentuknya ketahanan dan kemandirian desa. selain itu peningkatan potensi desa
dalam pemanfataan sumber daya alam di arahkan supaya terdapat pemeratan pendapatan
masyarakat dan dikelola langsung oleh pemerintah desa selaku pemegang kekuasan di
tingkat desa.

REFERENSI

Djauhari, M. Arry. 2010. “Pengaruh Implemntasi Kebijakan Perimbangan Keuangan terhadap


Kualitas Pelayanan Kesehatan. Studi Kasus Kota Banjar Provinsi Jawa Barat.”
Jurnal Sosiohumaniora, 12 (1)
Edward III, George C,. 1980. Implementing Public Policy, Congressional Quarterly Press,Washington.
Hasanuddin. 2011. “Kemampuan Aparatur Pemerintahan Desa dalam Perencanaan Pelaksanaan
Otonomi Daerah.”Jurnal Tranformasi Administrasi, 1 (1)
Israwan, Paulus. 2011. “Akuntabilitas Administrasi Keuangan Program Alokasi Dana Desa
(ADD).”Jurnal JIANA, 11 (1)
Kamali, Sukarman. 2012. “Dampak Kebijakan Taksi Bina Bahari pada Produktivitas Nelayan
Tradisional”. Jurnal JIANA,12 (1)
Nurcholis, Hanif. 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Jakarta: Erlangga.
Ruhana, Faria dan Yesi Yuliana. 2010. “Implementasi Kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.” Jurnal JIANA, 10 (2)
Rakhmad, Roni. 2008. “Kebijakan Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Desa di Kecamatan Duyun
Kabupaten Siak”. Jurnal JIANA, 8 (1).

Anda mungkin juga menyukai