Anda di halaman 1dari 21

RANGKUMAN BUKU

OTONOMI DAERAH DAN DAERAH OTONOM


Disusun untuk Memenhi Tugas Perbaikan Nilai Matakuliah
Administrasi Pemerintah Daerah
Tahun Akademik 2019/2020

Dosen :
Dr. H. Mukarto Siswoyo., Drs., M.Si.

Disusun Oleh :

Nama : Arie Safari


NPM : 117140002

PROGRAM STUDI MASGITER ILMU ADMINISTRASI


UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
serta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita semua ke jalan kebenaran yang diridhoi Allah SWT.
Maksud penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas perbaikan
nilai mata kuliah Administrasi Pemerintah Daerah yang diamanatkan oleh Bapak Dr.
H. Mukarto Siswoyo, Drs., M.Si. Makalah ini kami buat berdasarkan isi buku
penunjang yang di miliki dan untuk mempermudahnya, kami juga menyertai
berhubungan dengan kemajuan kedepan. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini banyak sekali kekurangannya baik dalam cara
penulisan maupun dalam isi.
Oleh karna itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis yang membuat dan umumnya
bagi yang membaca makalah ini. Amin

Cirebon, 9 Januari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan anatara

pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang menurut Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1974 hanya merupakan kepanjangan tangan pusat daerah. Dalam Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1990 tentang Pemerintahan Daerah telah dibuka saluran

baru (kran) bagi pemerinta provinsi dan kabupaten untuk mengambil tanggung jawab

yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat setempat, untuk

mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.

Penyesuaian kewenangan dan fungsi penyediaan pelayanan anta pemerintah

pusat, provinsi dan kabupaten/kota sudah memuat tujuan politis, maupun teknis.

Secara politis, desentralisasi kewenangan pada masing-masing daerah menjadi

perwujudan dari suatu tuntukan reformasi seperti direfleksikan dalam Garis-Garis

Besar Haluan Negara. Secara teknis masih terdapat sejumlah besar persiapan yang

harus dilakukan untuk menjamin penyesuaian kewenangan dan fungsi-fungsi tersebut

secara efektif.

Untuk menjamin proses desentralisasi berlangsung dan berkesinangbungan,

pada prinsipnya acuan dasar dari otonomi daerah telah mewujudkan melalui Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, serta

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun


2000, selanjutnya Peraturan Pemerintah Nomor 104, 105, 106, 107, 108, 109 dan 110

Tahun 2000 dan ketentuan lainnya yang releven.

Dalam acuan dasar tersebut setiap daerah harus membentuk suatu paket

otonomi yang konsisten dengan kapasitas dan kebutuhannya. Dalam negara yang

majemuk seperti Indonesia, “suatu ukuran belum tentu cocok untuk semua”.

Penyusunan “paket otonomi” dalam perencangan masing-masing pemerintah

kabupaten/kota, termasuk DPRD untuk menjamin proses desentralisasi secara lebih

baik dan bertanggung jawab di mana mereka sebagai salah satu stakeholder yang

memiliki kepentingan mendalam untuk mensukseskan otonomi daerah.

Diatas telah disinggung dalam penyusunan paket otonomi, harus konsisten

dengan kapasitas dan kebutuhan, sehingga paket otonomi daerah satu sama lain tidak

perlu seragam. Misalnya di kota tidak konsisten paket bidang kehutanan, adanya

hutan kota merupakan taman (park), sekalipun di kota berkeliaran kijang jantan,

kuda, zebra, bebek dan sejenisnya. Begitu pula dengan bisang kelautan, seperti di

Bangka dan Belitung sangat releven, sebagai kabupaten kepulauan (sekarang bagian

dari Provinsi Kepualauan Bangka Belitung) berbeda dengan Kabupaten Lahat

walaupun “lautan” tidak terhitung jumlahnya, tidak konsisten memamukan paket

otonomi bidang kelauatan, dalam bahasa daerah setempat lautan artinya ipar.

Indonesia merupakan negara kepualauan yang terletak di posisi strategis

dengan dua lautan yang mengelilinginya. Hal ini turut mempengaruhi mekanisme

pemerintahan di Indonesia, dimana sulitnya koordinasi pemerintah pusan dengan

pemerintah daerah. Hal ini pula yang mendorong akan terwujudnya suatu sistem
pemerintahan yang efisien dan mandiri untuk memudahkan koordinasi antara kedua

belah pihak tersebut.

Hal ini juga bertujuan untuk tetap menjaga keutuhan negara Indonesia

mengingat banyaknya ancaman yang menghadang bangsa Indonesia. Diantaranya

yaitu munculnya beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dengan negara

Indonesiauntuk mngatur kehidupannya secara mandiri.selain itu, potensi sumber daya

alam yang tidak merata di daerah-daerah juga menjadi indikasi penyebab

dibutuhkannya suatu sistem pemerintahan untuk mengatur dan mengelola sumber

daya alam sehingga dapat menjadi sumber pendapatan daerah dan bahkan negara.

B. Konsep Pelaksanaan Otonomi Daerah

Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah, adalah upaya memaksimalkan

hasil yang akan di capai sekaligus menghindari kerumitan dan hal-hal yang

menghambat otonomi daerah. Dengan demikian tentunnya masyarakat dapat

diwujudkan secara nyata dengan penerapan otonomi daerah luas dan kelangsungan

pelayanan umum tidak diabaikan serta memelihara kesinambungan fiskal secara

nasional.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian otonomi daerah ?

2. Bagaimana sentralisasi dan desentralisasi ?

3. Bagaimana visi misi otonomi daerah ?

4. Bagaimana model otonomi daerah ?


C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian otonomi daerah

2. Untuk mengetahui sentralisasi dan desentralisasi

3. Untuk mengetahui visi misi otonomi daerah

4. Untuk mengetahui model otonomi daerah


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Otonomi Daerah dan Daerah Otonom

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat sesuai dengan peraturan undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999. Sementara itu yang dimaksud dengan Daerah Otonom merupakan

kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu yang berwenang

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Otonomi Daerah berasal dari bahasa yunani yaitu authos yang berarti sendiri

dan namos yang berarti undang-undang atau aturan. Oleh karena itu secara harfiah

otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri yang selanjutnya

berkembang menjadi pemerintahan sendiri. Otonomi Daerah adalah suatu pemberian

hak dan kewenangan kepada daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Kewenangan tersebut diberikan secara proposional yang diwujudkan dengan

pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan,

serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan ketetapan MPR-RI

Nomor XV/MPR/1998.

Pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan sebagai mandiri.

Sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan sebagai berdaya. Otonomi daerah
dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan

keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.

Menurut pendapat yang lain, bahwa otonomi daerah adalah kewenangan

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom sendiri

adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu

berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.1

Salah satu aspek penting otonomi daerah adalah pemberdayaan masyarakat

sehingga mereka dapat berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan,

penggerakkan, dan pengawasan dalam pengelolaan pemerintahan daerah dalam

penggunaan sumber daya pengelola dan memberikan pelayanan prima kepada publik.

Uraian diatas menunjukkan peranan administrasi negara dalam

penyelengaraan otonomi daerah. Kebutuhan akan pentingnya administrasi negara

terutama posisinya dalam penyelenggaraan otonomi daerah menjadi penting pada saat

kita memasuki otonomi daerah yang dicanangkan pada tanggal 1 Januari 2001.

1
Prof. Drs. HAW Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
2002),hlm. 76
Sehingga otonomi daerah semakin dituntut dalam pelayanan kepada masyarakat dan

kesejahteraan umum.2

Berikut beberapa pengertian konsep otonomi daerah sebagaimana tercantum

dalam UU Nomor 32 Th. 2004 Bab I Pasal 1 :

1. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut pemerintah adalah presiden RI yang

memegang kekuasaan pemerintah negara RI sebagaimana tercantum dalam UUD

45.

2. Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah

daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip kesatuan NKRI sebagaimana

dimaksud dalam UUD Tahun 1945.

3. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Wali Kota, dan perangkat daerah

sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah.

4. DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintah daerah.

5. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat

setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas

wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

2
Prof. Drs. HAW Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia,(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
2005),hlm. 7
kepentingan masyarakat setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan RI.

7. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam

sistem negara Kesatuan Republik Indonesia.

8. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di

wilayah itu.

9. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa

dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari

pemerintah kabupaten/atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

10. Peraturan daerah selanjutnya disebut perda adalah peraturan daerah provinsi

dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.

11. Peraturan kepala daerah adalah peraturan gubernur dan/atau peraturan

Bupati/Walikota.

12. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam

sistem pemerintah NKRI.

13. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu

sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan

bertanggungjawab dalam rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi


dengan mempertimbangkan potensi, kondisi dan kebutuhan daerah serta besaran

pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

14. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah rencana keuangan

tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

15. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai

kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

16. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang

nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

17. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan

maupun pada tahun anggaran berikutnya.

18. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima

sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga

daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

19. Kawasan khusus adalah bagian wilayah dalam provinsi dan/atau kabupaten/kota

yang ditetapkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi

pemerintahan yang bersifat khusus bagi kepentingan nasional.

B. Sentralisasi dan Desentralisasi


Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip

negara kesatuan tetapi dengan semangat fedralisme. Jenis yang ditangani pusat

hampir sama dengan yang ditangai oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan

luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama serta berbagai
jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah

pusat seperti kebijakan makro ekonomi standarisasi nasional, administrasi

pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan pengembangan sumber daya

manusia. Semua jenis kekuasaan yang ditangani pemerintah pusat disebutkan secara

spesifik dalam UU tersebut.

Selain itu otonomi daerah yang diserahkan itu bersifat luas, nyata, dan

bertanggung jawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada

pemerintahan pusat ( seperti, pada Negara federal); disebut nyata karena kewenangan

yang diselenggarakan itu menyakut yang diperlukan, tumbuh dan hidup, dan

berkembang di daerah; dan disebut bertanggunag jawab karena kewenangan yang

diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi daerah, yaitu

peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,

pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan

hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah. Disamping itu,

otonomi seluas-luasnya ( keleluasaan otonomi) juga mencakup kewenangan yang

utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya melalui perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, pengendalian, dan evaluasi. Kewenangan yang diserahkan ke pada

daerah otonom dalam rangka desentralisai harus pula disertai penyelenggaraan dan

pengalihan pembiayaan. Sarana dan prasarana, dan sumber daya manusia.

Selain sebagai daerah otonom, provinsi juga merupakan daerah

administrative, maka kewenangan yang ditangani provinsi/gubernur akan mencakup


kewenangan dalam angka desentralisasi dan dekonsentrasi. Kewenangan yang

diserahkan kepada daerah otonom provinsi dalam rangka desentralisasi mencakup:

a. Kewenangan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, seperti kewenangan bidang

pekerjaan umum, perhubungan, kehutanan dan perkebunan.

b. Kewenangan pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan dan pengendalian

pembangunan regional secara makra, pelatihan bidang alokasi sumber daya

manusia potensial, penelitian yang mencakup dalam wilayah provinsi, pengelolaan

pelabuhan regioal, pengendalian lingkungan hidup, promosi dagang dan

budaya/pariwisata, penanganan penyakit menular, dan perencanaan tata ruang

provinsi.

c. Kewenangan kelautan yang tidak meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan

pengelolaan kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, pengaturan tata

ruang, penegakan hukum, dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan

negara.

d. Kewenangan yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan daerah

kota diserahkan kepada provinsi dengan penyertaan dari daerah otonom kabupaten

atau kota tersebut.

Dalam rangka negara kesatuan, pemerintah pusat masih memiliki kewenangan

melakukakan pengawasan terhadap daerah otonom. Tetapi, pengawasan yang

dilakukan pemerintah pusat terhadap daerah otonom diimbangi dengan kewenangan

daerah otonom yang kebih besar, atau sebaliknya, sehingga terjadi semacam

keseimbangan kekuasaan. Keseimbangan kekuasaan yang dimaksud adalah


pengawasan ini tidak lagi dilakukan secara struktural yaitu bupati/wali kota dan

gubernur bertindak sebagai wakil pemerintah pusat sekaligus kepala daerah otonom,

dan tidak lagi secara preventif perundang-undangan, yaitu setiap peraturan daerah

(perda) memerlukan persetujuan pusat untuk dapat berlaku.


Terkait dengan pembagian kewenangan antara pemerintah dengan pemerintah

daerah terdapat 11 jenis kewenangan wajib yang diserahkan kepada daerah otonom

kabupaten dan daerah otonom kota, yaitu:

1. Pertahanan,

2. Pertanian,

3. Pendidikan dan kebudayaan,

4. Tenaga kerja

5. Kesehatan,

6. Lingkungan hidup,

7. Pekerjaan umum,

8. Perhubungan,

9. Perdagangan dan industri,

10.Penanaman modal, dan

11. Koperasi.

Penyerahan kesebelas jenis kewenangan ini kepada daerah otonomi kabupaten

dan daerah otonomi kota dilandasi oleh sejumlah pertimbangan sebagai berikut :

1. Makin dekat produsen dan distributor pelayanan publik dengan warga masyarakat

yang dilayani, semakin tepat sasaran, merata, berkualitas dan terjangkau.

2. Penyerahan sebelas jenis kewenangan itu kepada daerah otonom kabupaten dan

daerah otonom kota akan membuka peluang dan kesempatan bagi aktor-aktor

politik lokal dan sumber daya manusia yang berkualitas didaerah untuk

mengajukan prakarsa, berkreativitas dan melakukan inovasi karena kewenangan


merencanakan, membahas, memutuskan, melaksanakan, mengevaluasi sebelas

jenis kewenangan.

3. Karena distribusi sumber daya manusia yang berkualitas tidak merata, dan

kebanyakan berada di Jakarta dan kota besar lainnya, maka penyerahan sebelas

jenis kewenangan ini juga dimaksudkan dapat menarik sumber daya manusia yang

berkualitas di kota-kota besar untuk berkiprah di daerah-daerah otonom, yang

kabupaten dan kota.

4. Pengangguran dan kemiskinan sudah menjadi masalah nasional yang tidak saja

hanya dipikulkan kepada pemerintah pusat semata.

C. Visi dan Misi Otonomi Daerah

Otonomi daerah sebagai kerangka menyelenggarakan pemerintahan

mempunyai visi yang dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yang saling

berhubungan satu dengan yang lainnya: politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Di bidang politik, visi otonomi daerah harus dipahami sebagai sebuah proses

bagi lahirnya kader-kader politik untuk menjadi kepala pemerintahan yang dipilih

secara demokratis serta memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintah

yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas.

Adapun di bidang ekonomi, visi otonomi daerah mengandung makna bahwa

otonomi daerah di satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan

ekonomi nasional di daerah. Di pihak lain mendorong terbukanya peluang bagi

pemerintah daerah mengembangkan kebijakan lokal kedaerahan untuk


mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam kerangka ini,

otonomi daerah memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk

menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan usaha, dan

membangun berbagai infrastuktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerah.

Sedangkan visi otonomi daerah di bidang social dan budaya mengandung

pengertian bahwa otonomi daerah harus diarahkan pada pengelolaan., penciptaan dan

pemeliharaan integrasi dan harmoni social. Pada saat yang sama, visi otonomi daerah

dibidang sosial dan budaya adalah memelihara dan mengembangkan nilai, tradisi,

karya seni, karya cipta, bahasa, dan karya sastra lokal yang dipandang kondusif dalam

mendorong masyarakat untuk merespon positif dinamika kehidupan di sekitarnya dan

kehidupan global. Karenanya, aspek social budaya harus diletakkan secara cepat dan

terarah agar kehidupan sosial tetap terjaga secara utuh dan budaya lokal tetap eksis

dan mempunyai daya keberlanjutan.

D. Model Otonomi Daerah


Rondinelli membedakan empat bentuk desentralisasi sebagai berikut :

1. Dekonsentrasi, merupakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab

administrative anatara depertqemen pusat dengan pejabat pusat di lapangan tanpa

adanya penyerahan kewenangan untuk mengambil keputusan.

2. Delegasi, merupakan pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan

manajerial untuk melakukan tugas khusus kepada suatu organisasi yang tidak

secara langsung berada di bawah pengawasan pemerintah pusat.


3. Devolosi, merupakan transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan,

keuangan dan manajemen kepada unit pemerintah daerah. Bentuk ini mememiliki

lima karakteristik. Pertama, unit pemerintahan local bersifat otonom, mandiri, dan

secara tegas terpisah dari tingkat pemerintahan, ke dua, unit pemerintahan lokal

diakui mempunyai batas wilayah yang legal, yang mempunyai wewenangan untuk

melakukan tugas umum pemerintahan. Ke tiga, unit pemerintahan daerah berstatus

sebagai badan hukum yang berwenang dan memanfaatkan sumberdaya untuk

mendukung pelaksanaan tugasnya, ke empat, unit pemerintahan local di akui oleh

warganya sebagai suatu lembaga yang akan memberikan wewenagan kepada

masyarakat dan memenuhi kebutuhan mereka. Ke lima, terdapat hubungan yang

saling menguntungkan melalui koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah

serta unit organisasi lain dalam suatu sistem pemerintahan.

4. Privatisasi, merupakan tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada

badan-badan sukarela, suasta dan suadaya masyarakat.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat sesuai dengan peraturan undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor

22 Tahun 1999. Sementara itu yang dimaksud dengan Daerah Otonom merupakan

kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu yang berwenang

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejalan dengan berjalannya undang-undang tersebut dan diterapkannya

prinsip-prinsip otonomi daerah, maka bersamaan dengan itu pula muncul kendala-

kendala yang harus diatasi segera seperti mengenai kesiapan daerah, proporsi

perimbangan keuangan pusat-daerah, pendapatan organisasi perangkat daerah,

penataan dokumen atau arsip, tata cara pemilihan dan pertanggungjawaban kepala

daerah dan masih banyak lagi permasalahan yang menyertai diterapkannya otonomi

daerah.

Dengan demikian, otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam

kaitan pembuatan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.

Hubungan erat antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus serasi

sehingga akan dapat mewujudkan tujuan yang ingun dicapai.


Otonomi daearh memiliki visi dalam tiga ruang lingkup yaitu politik, ekonomi

dan sosial budaya. Hal ini mengingat bahwa tiga aspek inilah yang menjadi perhatian

yang cukup urgen dalam pembangunan daerah.

Di Indonesia dikenal lima konteks desentralisasi yaitu :

1. Dekonsentrasi

2. Delegasi

3. Devolusi

4. Privatisasi

Perjalanan Otonomi daerah selalu ditandai dengan lahirnya UU baru yang

menggantikan UU sebelumnya. Dimulai dari UU Nomor 1 Tahun 1945 pasca-

proklamasi yang kemudian digantikan oleh UU nomor 22 tahun 1948. Selanjutnya

UU Nomor 1 tahun 1957 yang kemudian diikuti UU Nomor 18 tahun 1965. Pada

tahun 1974, muncul undang-undang nomor 5 tahun 1974 yang berumur cukup lama

yaitu 25 tahun sebelum masa reformasi yang kemudian digantikan oleh UU nomor 22

tahun 1999. Setelah tiga tahun implementasinya, lahirlah UU Nomor 32 tahun 2004

yang berlaku hingga sekarang di Indonesia.


DAFTAR PUSTAKA

Widjaja, Prof. Drs. HAW. 2002. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai