Anda di halaman 1dari 91

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TERNAK DI KELURAHAN

KAYUMALUE PAJEKO KECAMATAN PALU UTARA KOTA


PALU

Oleh :
RAFINA
B 101 17 041

PROPOSAL

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh Gelar
Sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Tadulako

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
HALAMAN PENGESAHAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENERTIBAN HEWAN TERNAK DI


KELURAHAN KAYUMALUE PAJEKO KECAMATAN PALU UTARA KOTA
PALU
Oleh:
RAFINA
B10117041

HASIL

Dalam rangka penelitian proposal


guna memperoleh gelar sarjana Administrasi Publik
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Tadulako

Palu, 2020
Telah disetujui oleh Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Mohamad Irfan Mufti, M.Si Dr. Imam Sofyan, M.Si


Nip: 196810211992031001 Nip: 197802192005011001

Mengetahui:
Ketua Program Studi Ilmu Administrasi

Dr. Hj. Ani Susanti, M.Si


Nip: 197012301998032001
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PENGESAHAN ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1

1. 1. Latar Belakang 1

1. 2. Rumusan Masalah 6

1. 3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 6

1.3.1. Tujuan Penelitian 6

1.3.2. Kegunaan Penelitian 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7

2. 1. Kajian Pustaka 7

2.1.1. Penelitian Terdahulu 7

2.1.2. Landasan Teori dan Kepustakaan yang Relevan 12

2.1.2.1. Sejarah Perkembangan Ilmu Administrasi Publik 12

2.1.2.2. Kebijakan Publik 15

2.1.2.3. Implementasi Kebijakan Publik 21

2.1.2.4. Penertiban Hewan Ternak 32

2. 2. Alur Pikir 34

BAB III METODE PENELITIAN 36

3. 1. Dasar Penelitian dan Tipe Penelitian 36

3.1.1. Dasar Penelitian 36

3.1.2. Tipe Penelitian 36


3. 2. Definisi Konsep 36

3. 3. Jenis Data 39

3. 4. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 40

3.4.1. Sumber Data 40

3.4.2. Teknik Pengumpulan Data 41

3. 5. Instrumen Penelitian 43

3. 6. Analisis Data 44

3. 7. Penentuan Lokasi Penelitian 45

3. 8. Waktu dan Jadwal Penelitian 46

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH ATAU LOKASI PENELITIAN

4.1. Profil Kelurahan Kayumalue Pajeko

4.2. Keadan Geografis Kelurahan Kayumalue Pajeko

4.3. Struktur Birokrasi Kelurahan Kayumalue Pajeko

4.4. Sarana Prasaran Kelurahan Kayumalue Pajeko

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Implementasi Kebijakan Penertiban Ternak di Kelurahan

Kayumalue Pajeko di ukur berdasarkan teori George Edward III

5.1.1 Komunikasi

5.1.2 Sumberdaya

5.1.3 Disposisi

5.1.4 Struktur Birokrasi


5.2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi kebijakan

Penertiban Terank

5.2.1 Faktor Pendukung

5.2.2 Faktor Penghambat

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.1 Saran

DAFTAR PUSTAKA
HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi merupakan gagasan, rumusan dari penelitian saya sendiri tanpa

adanya bantuan pihak lain terkecuali arahan dari tim pembimbing dan

masukan dari penguji.

2. Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau

di publikasikan orang lain,kecuali yang telah dicantumkan sebagai acuan

dalam naskah dan dicantumkan dalam daftar Pustaka

3. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian

hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini,

maka saya bersedia mendapatkaan sanksi akademik berupa peencabutan

gelar yang telah diperoleh karaya ini, serta sanksi lainnya sesuai norma

yang berlaku diperguruan tinggi ini.

Palu,

Yang membuat Pernyataan

RAFINA
ABSTRAK

Rafina, B 101 17 041 “Implementasi Kebijakan Penertiban Ternak


Dikelurahan Kayumalue Pajeko Kec. Palu Utara Kota Palu”. Dibimbing
Oleh Dr. Mohammad Irfan Mufti M.Si selaku Pembimbing 1 dan Dr. Imam
Sofyan M.Si selaku Pembimbing 2.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi kebijakan
Penertiban ternak dikelurahan kayumalue pajeko. Penelitian ini mengunakan
deskriptif kualitatif, dimana dalam penelitian ini peneliti berusaha mengungkapan
fakta yang nyata tentang Implementasi Kebijakan penertiban ternak dikelurahan
kayumalue pajeko.
Penelitian ini mengunakan teori George Edward III, dimana ada empat
dimensi digunakan untuk mengukur Implementasi kebijakan penertiban ternak,
dimana keempat itu ialah Komunikasi (Communication), Sumberdaya (Resource),
Disposisi (Disposition), Struktur Birokrasi (Beraucratic Structure). Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui penelitian pustakan dan penelitian lapangan
yang meliputi observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang
digunakan yaitu pengumpulan data, kondensasi data penyajian data, dan penerikan
kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa,
implementasi kebijakan penertiban ternak dikelurahan kayumalue pajeko Kec.
Palu utara kota palu belum cukup baik dikarenakan sumberdaya manusia dan
anggaran yang belum efektif sehingga implementasi kebijakan ini belum berjalan
dengan semestinya.
Kata Kunci : Komunikasi, Sumberdaya, disposisi, Struktur birokrasi.
KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.


Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt karena atas berkat

rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Ksripsi ini yang berjudul “

Implementasi Kebijakan Penertiban Ternak Dikelurahan Kayumalue Pajeko

Kecamatan Palu utara Kota Palu” yang merupakan salah satu syarat dalam

menyelesaikan Pendidikan strata satu (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Tadulako.

Skripsi ini saya persembahkan kepada keluarga saya terutama kedua orang

tua saya Ayahanda tercinta Ahyar dan ibunda tercinta Hadija yang telah

memberikan semua hal yang saya butuhkan berupa dukungan, materi, kasih

sayang tulus serta do’a yang tiada hentinya demi kesuksesan saya dimasa depan.

Tidak ada yang dapat saya balaskan kepada kedua orang tua selain dengan

menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan dan kekeurangan dalam penyususnan

skripsi ini, karenanya segala kritik dan saran yang berguna bagi untuk peenulis.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih

sedalam-dalamnya kepada Bapak Dr. Muhammad Irfan Mufti, M.Si Selaku dosen

pembimbing 1 sekaligus orang tua dirumah tempat saya merantau.Terima kasih

juga kepada Bapk Dr. Imam Sofyan, M.Si selaku pembimbing kedua II yang

mana telaah menyempatkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan

memberi nasihat sehinggnya penulis agar menyelesikan skripsi ini dengan baik.
Semoga ALLAH SWT melimpahkan berkah, rahmat daan karunia kepada kedua

dosen pembimbing. Aamiin

Penulis menyampaikan banyak Terma Kasih Kepada

1. Bapak Prof. Dr. Ir Mafudz, Mp Sebagai Rektor Universitas Tadulako

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Khairil, M.Si Sebagai Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako.

3. Ibu Dr. Hj. Nurasiyah, M.Si Sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik

Fakultas Ilmu Sosial dn Ilmu Politik Universitas Tadulako.

4. Ibu Dr. Andi Mascundra Amir, M.Si Sebagai Wakil Dekan Bidang Umum

dan Keuangan Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako.

5. Ibu Dr. Intam Kurnia M.Si Sebagai Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako

6. Bapak Dr. Andi Pasinringi, M. Si Sebagai Ketua Jurusan Ilmu

Adminsitrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako.

7. Ibu Dr. Ani Susanti M.Si, Sebagai Ketua Program Studi Administrasi

Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako

8. Ibu Dr. Intam Kurnia M.Si Sebagai Ketua, bapak Dr. Muzakir

Tawil,M.Si sebagai Penguji Utama dan Bapak Erdyansyah S. Sos M.AP

sebagai sekretaris penguji.

9. Dosen-dosen dalam lingkungan Ilmu Administrasi Publik yang telah

banyak membekali Penulis dengan berbagai Ilmu penegtahuan selama

perkuliahan.
10. Bapak Aan Hariyawan Selaku Lurah kelurahan Kayumalue Pajeko, Bapak

Putra M airlangga sebagai kasi trantib Kelurahan kayumalue Pajeko, dan

para staf serta jajarannya.yang telah membantu penulis dalam penelitian

terkait dengan data dan informan.

11. Kepada Informan yang berada di Kelurahan Kayumalue Pajeko yang

sudah memberikan informasi terkait masalah penelitian ini.

12. Kepada Sahabat perjuanganku Rini Irawati dan Farah Anisa Guci, Fenny

Attalasari, Femmy Attalasari, Noval Triwahyudi, Nilzam S Pakaya

13. Kepada Kak Hilda Devayanti dan Firda Arista selaku sahabat Yang sudah

banyak membantu peneliti.

14. Kepada Teman-teman KKN 90 yang sudah berpartisipa

15. Terima Kasih Pula kepada teman-teman yang berada diperantauan , Dian

Lapaga, Rafliani,Myla, Yusuf Madika, serta teman-teman Angkatan 2017

yang tidak bisa penulis sebutkan Namanya satu persatu.

Akhir kata penulis berharap segala bentuk dukungan, ketulusan dan do’a yang

kalian berikan mendapatkan limpahan rahmat dari Allah SWT, Tuham semesta

alam yang maha Pengasih lagi Maha penyanyang.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Waabarakatu..

Palu, April 2021

RAFINA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan tuntuan reformasi dan perubahan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia tahun 1945 penerapan sistem otonomi daerah telah

diberlakukan melalui pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa Negara Republik Indonesia dibagi

atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi pula atas daerah kabupaten dan

kota.Dalam Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah yang

dilaksanakan dengan asas otonomi daerah yang artinya ialah hak, wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat, sesuai peraturan perudang-

undangan. Hal ini mengandung makna bahwa urusan pemerintahan pusat yang

menjadi kewenangan pusat tidak mungkin dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya

oleh pemerintah pusat guna kepentingan pelayanan umum pemerintahan dan

kesejateraan rakyat disemua daerah. Oleh sebab itu, hal-hal mengenai urusan

pemerintahan yang dapat dilaksanakan oleh daerah itu sendiri, sangat tepat

diberikan kebijakan otonomi sehingga setiap daerah akan lebih mampu dan

mandiri untuk memberikan pelayanan dan untuk meningkatkan kesejateraan

rakyat didaerah.
Sistem Pemerintahan daerah yang telah diakui di Indonesia telah

memberikan kewenangan kepada daerah untuk membentuk peraturan daerah dan

peraturan lainnya untuk menyelenggarakan otonomi dan tugas pembantuan di

daerah sebagaimana telah diamanatkan melalui pasal 18 ayat 5 Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia.

Peraturan daerah ditetapkan tidak saja dalam rangka penyelenggaraan

otonomi daerah, tetapi dalam rangka penjabaran lebih lanjut dari peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Suatu peraturan daerah tidak boleh

bertentangan dengan kepentingan dan ketertiban umum (Rozali, 2003).

Saaat ini Indonesia sedang dilanda virus Covid-19 yang juga merebak

hampi diseluruh wilahyah Indonesia. Hal ini membuat pemerintah indonesia dan

semua pihak yang terkait berupaya ikut berperan serta dalam mengatasi covid-19.

Sejak pihak pemerintah mengumumkan dan mengonfirmasi kasus covid-19 pada

awal 2020 hingga saat ini jumlah pasien masih terus bertambah . Hampir seluruh

sector masyarakat mengalami dampak yang semakin meluas khususnya Sulawesi

tengah yang terdampak covid-19 yang mengakibatkan kebijakan-kebijakan di

daerah kota palu terhambat.

Sebelum adanya covid-19 kebijakan- kebijakan kota palu itu sudah

berjalan dengan semestinya. Ada beberapa kebijakan pemerintah daerah yang

sudah tidak dijalankan pada semestinya seperti kebijakan Pemerintah Daerah

nomor 6 tahun 2012 tentang penertiban ternak. Khususnya kelurahan kayaumalue

pajeko pada saat ini sudah tidak begitu menjalankan kebijakan ini. Kelurahan
kayumalaue pajeko sedang memulihkan daerahnya yang hampir Sebagian

wilayahnya yang terkena dampak dari bencana dari tsunami dan gempa pada

tahun 2018 lalu. Ditambah lagi virus yang masuk ke Indonesia awal 2020 ini

yang menyebabkan pemerintah tidak lagi berjalan sesuai apayang diharapkan.

Dalam Peraturan Dearah Kota Palu Nomor 6 Tahun 2012 Tentang

Penertiban Hewan Ternak pasal 3 bertujuan untuk : (a) Menjaga keteriban arus

lalu lintas dijalan umum guna untuk mencegah terjadinya kecelakan lalu lintas

yang dialami oleh para pengguna jalan; dan (b) Menjaga kebersihan dan

keindahan daerah dari adanya ternak yang berkeliaran dan mengotori lingkungan

daerah. Penjelasan Peraturan daerah Nomor 6 tahun 2012 tentang Penertiban

ternak disimpulkan untuk mewujudkan kota khususnya kelurahan yang bersih,

aman dan tertib serta menjaga keselarasaan ekosistem lingkungan hidup dan alam

di sekitarnya, perlu penataan pemeliharaan dan penertiban disemua aspek

kehidupan masyarakat termasuk larangan melepas hewan ternak yang dapat

menggangu atau memengaruhi kehidupan sehari-hari( Ulfah Nurhaliza 2017) .

Hewan ternak yang menjadi salah satu sumber kehidupan masyarakat kelurahan

kayumalue an berdampak baik dan positif apabila dalam pelaksanannya, dikelolah

secara teratur dan secara tertib. Akan tetapi menimbulkan permasalahan ketika

ternak dilepas secara liar oleh pemiliknya, permasalahannya antara lain kerusakan

pada tanaman pertanian masyarakat , menggangu nilai estetika dan kebersihan

lingkungan serta sering kali berdampak pada kecelakaan yangbisa

mengakibatkaan kematian..
Kebijakan Peraturan daerah Nomor 6 tahun 2012 tentang Penertiban

ternak belum terlaksana secara optimal, hal ini dikarenakan masyarakat

kayumalue di daerah yang masih berpola pikir secara tradisional. Dimana dalam

beternak mereka memiliki kebiasaan dengan cara melepas ternaknya begitu saja,

ini dikarenakan, para peternak masih kekurangan pakan untuk memenuhi

kebutuhan hewan sehingga hewah-hewan tersebut dilepaskan secara liar.

Ketertiban merupakan salahsatu tujuan dibentuknya peraturan daerah dan

ketertiban merupakan suatu suasana yang menjadi impian didalam kehidupan

bermasyarakat, dan untuk mewujudkan itu semua tidaklah semudah membalikan

telapak tangan. Akan tetapi harus ada usaha yang terstruktur yang dilakukan oleh

pemerintah yang berwenang dan dibantu dengan dukungan masyarakat serta

mendapat campur tangan stake holder yakni pihak swasta yang ada didaerah. Ini

karena sistem peternakan yang tidak mengikuti aturan yang ditetapkan oleh

pemerintah. Hal ini menjadi sorotan bagi pemerintah setempat untuk

menanggulangi permasalahan ini. Melalui sistem otonomi daerah yang

memberikan kewenangan penuh dari pemerintah pusat kepada pemerintah yang

ada didaerah untuk mengurusi daerahnya masing-masing, maka dari itu muncul

berbagai aturan yang mengatur tentang berbagai macam permasalahan yang ada di

ada daearah, yang kita kenal dengan Peraturan daerah.

Pada Tahun 2019 Sampai dengan sekarang Pemerintah daerah belum

melakukan Penertiban Ternak. Perihal peraturan daerah yang telah dikeluarkan

diatas, masih sangat minim kenyataan yang kita jumpai terjadi saat ini

kenyataannya masih banyak hewan ternak yang berkeliarakn dijalan raya seperti
yang terjadi dijalan raya Trans Sulawesi khususnya di Kelurahan Kayumalue

Pajeko Kecamatan Palu Utara, peraturan daerah yang telah dikeluarkan tidak

terlalu dipedulikan bagi masyarakat pemilik ternak, padahal sudah jelas dalam

peraturan WaliKota Palu Nomor 17 tahun 2013 tentang petunjuk pelaksanaan

Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 6 Tahun 2012 juga dijelaskan mengenai

penggenaan biaya denda pada pasal 5 yakni:

1.) Penggenaan biaya denda menurut jenis ternak, meliputi :

a.) Ternak besar sebesar Rp. 2.000.000,-

b.) Ternak kecil sebesar Rp. 750.000,-

2.) Denda sebagaimana yang dimaksud ayat (1) merupakan penerimaan

daerah.

Dengan adanya denda tersebut masyarakat (pemilik ternak) tidak kunjung

jera dan masih membiarkan ternaknya berkeliaran, dan ini sangat merugikan

banyak pihak baik itu pengguna jalan raya maupun pemilik ternak. Untuk melihat

lebih jauh bagaimana proses implementasi kebijakan penertiban hewan ternak di

Kelurahan Kayumalue Pajeko Kecamatan Palu Utara ini, peneliti mengkaitkan

teori melalui aspek menurut Menurut Edward III, ada empat variabel pendekatan

untuk menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu: (1).

Komunikasi (2). Sumber Daya (3). Disposisi (4). Struktur Birokrasi.

Melihat dari empat indicator yang dikemukakan George Edward III ada

hal penting dalam menentukan dan melaksanakan kebijakan apabila ke empat


indicator terlaksana dengan baik maka sebuah impelementasi mencapai

kesuksesan.

Melihat dan menanggapi fenomena yang telah diuraikan maka peneliti

terdorong untuk mengetahui dan membahas tentang Implementasi Kebijakan

Penertiban Ternak Di Kelurahan Kayumalue Pajeko Kecamatan Palu Utara Kota

Palu.

1.2. Rumusan Masalah

Peneliti menemukan beberapa masalah mengenai diberlakukannya

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang penertiban ternak terutama di

wilayah kelurahan kayumalue pajeko yang menjadi pusat dan aktivitas

masyarakat.Banyaknya peternak hewan seperti peternak sapi,dan kambing

dipelihara dengan cara dilepas dipekarangan umum. Hal ini menimbulkan

keresahan karena hewan ternak yang dipelihara dengan dilepas masuk ke

pekarangan rumah orang lain dan merusak tanaman-tanaman serta kebun-kebun

masyarakat setempat, kemudian sering terjadinya kecelakaan lalu lintas yang

disebabkan oleh hewan ternak yang berkeliaran dijalanan umum.

Berdasarkan masalah-masalah yang ada di Latar Belakang maka peneliti

merumuskan permasalahan yaitu: Bagaimana Implementasi Kebijakan Penertiban

Hewan Ternak di Kelurahan Kayumalue Pajeko Kecamatan Palu Utara Kota Palu.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian


1.3.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah, Maka ditentukan tujuan penelitian ini

yaitu untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Penertiban Hewan Ternak di

Kelurahan Kayumalue Pajeko Kecamatan Palu Utara Kota Palu.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

1. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan

terhadap pengembangan ilmu pengetahuan mengenai administrasi publik,

khususnya pada implementasi kebijakan publik yang berkaitan dengan

Kebijakan Penertiban Hewan ternak

2. Secara Praktis, Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi

Pemerintah, Khususnya aparat Pemerintah Kelurahan Kayumalue Pajeko

Kecamatan Palu Utara Kota Palu dalam menetapakan kebijakan-kebijakan

tersebut.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN ALUR PIKIR

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu (Skripsi) yang terkait dengan penelitian ini adalah yang

pertama, yang dilakukan (Sumarno, 2018) dengan judul Implementasi Kebijakan

Peternakan dan Penertiban Hewan Ternak di Kecamatan Labuan Kabupaten

Donggala. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menjawab rasa keingintahuan

peneliti tentang bagaimana implementasi kebijakan Peetrnakan dan Penertiban

Hewan Ternak di Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala yang dikaji melalui

model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh George C. Edward

menunjukan empat variabel tersebut adalah Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi

dan Sruktur Birokrasi. Tipe penelitian yang digunakan dengan pendekatan

kualitatif dan penentuan informan mengunakan Teknik purposive.

Kedua, (Jurnal) penelitian yang dilakukan Yoshi Indrayani dan Hasbullah

Malau (2019) dengan Judul Implementasi Peraturan Nagari 05 tahun 2015

Tentang Penertiban Ternak Lepas Di Kenagarian IV Koto Hilie Kecamatan

Batang Kapas Kabupaten Pesisir Selatan. Dengan tujuan Peraturan Nagari IV

Koto Hilie No 05 Tahun 2015 tentang penertiban ternak lepas di Kenagarian IV

Koto Hilie ini yaitu untuk menciptakan kebersihan, keindahan dan ketertiban di

Kenagarian IV Koto Hilie, sehingga perlu dilakukan penertiban ternak lepas.

Melalui teori George C. Edward III (1980) Mengemukakan 4 (empat) variabel


yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yakni: 1. Komunikasi, 2.

Sumberdaya, 3. Disposisi, dan 4. Struktur Birokrasi. Tipe penelitian yang

digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan

penentuan informan dalam penelitian ini mengunakan informan yang dipilil secara

purposive sampling.

Ketiga, (Jurnal) Mohammmad Reza (2016) dengan Judul Implementasi

Kebijakan Penertiban Hewan Ternak di Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala. .

Dengan tujuan untuk menjaga keselarasaan ekosistem lingkungan hidup dan alam

sekitarnya yang dikaji melalui model impementasi Van metter Van Horn 1.

Ukuran dan tujuan kebijakan, 2. Sumber Daya, 3. Karakteristik Agen Pelaksana,

4.Sikap dan kecenderungan para pelaksana, 5. Komunikasi antar-Organisasi dan

aktivitas pelaksana, 6. Lingkugan ekonomi , sosial, dan politik. Tipe Penelitian

yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif.

Keempat (Jurnal) M. Syukur, Rusdin (2020) Dengan judul Kebijakan

Penertiban Ternak ; Tantangan penerapan di Kecamatan Palasa. Dengan

menggunakan model implementasi menurut kebijakan George Edward III

menunjukan empat variabel tersebut adalah Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi

dan Sruktur Birokrasi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

deskriptif dengan pendekatan kualitatif .

Kelima ( Jurnal) Windi Handayani Otuluwa (2017) Dengan Judul

Implementasi Kebijakan Penertiban Hewan Ternak di Kabupaten Parigi Moutong.

Dengaan tujuan dengan tujuan untuk menciptakan Kabupaten Parigi Moutong


yang bersih dan tentram. Dengan mengunakan Model implementasi menurut Van

metter Van Horn 1. Ukuran dan tujuan kebijakan, 2. Sumber Daya, 3.

Karakteristik Agen Pelaksana, 4.Sikap dan kecenderungan para pelaksana, 5.

Komunikasi antar-Organisasi dan aktivitas pelaksana, 6. Lingkugan ekonomi ,

sosial, dan politik. Tipe Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif

kualitatif.

Tabel 2.1
Perbedaan dan Persamaan Penelitian Terdahulu

No Nama dan Teori Metode Hasil Penelitian

. judul
1. Moh. Agus Edward III Komunikasi , Deskriptif Implementasi
Sumarno Sumber daya, Dispossisi, dan Kualitatif Kebijakan
(B 101 15 Struktrur Birokrasi Peternakaan dan
001) penertiban Hewan
Implementas Ternak di
i Kebijakan Kecamatan Labuan
Peternakan Kabupaten
dan Donggala belum
penertiban berjalan dengan
Hewan baik. Sosialisasi
Ternak di sudah dilakukan
Kecamatan namun aparat
Labuan belum bisa
Kabupaten konsisten dalam
Donggala penertiban hewan
ternak. Dana dan
sarana prasarana
pendukung belum
memadai. Instansi
yang terlibat cukup
kompleks sehingga
menghambat
proses
pengimplementasia
n serta
melemahkan
pengawasan.

2. Yoshi teori George C. Edward III Tipe Sesusi dengan data


Indrayani (1980) Mengemukakan 4 penelitian yang diperoleh
dan (empat) variabel yang yang peneliti,
Hasbullah mempengaruhi implementasi digunakan Implementasi
Malau kebijakan, yakni: adalah Peraturan Nagari
(2019) 1. Komunikasi, penelitian No 05 Tahun
dengan Judul 2. Sumberdaya, deskriptif Kenagarian IV
Implementas 3. Disposisi, dan dengan Koto Hilie
i Peraturan 4. Struktur Birokrasi. pendekatan Kecamatan Batang
Nagari 05 kualitatif Kapas Kabupaten
tahun 2015 dan Pesisir Selatan
Tentang penentuan belum berjalan
Penertiban informan dengan baik, masih
Ternak dalam banyaknya
Lepas Di penelitian masyarakat yang
Kenagarian ini tidak mematuhi
IV Koto mengunaka peraturan tersebut.
Hilie n informan
Kecamatan yang dipilih
Batang secara
Kapas purposive
Kabupaten sampling.
Pesisir
Selatan.
3. Mohammma model implementasi menurut Penelitian Peneliti melihat
d Reza Van Meter dan Horn, sehingga Deskriptif bahwa pelaksanaan
(2016) ada beberapa variabel yang kualitatif Implementasi
dengan Judul mempengaruhinya yaitu: kebijakan Belum
Implementas 1. Ukuran dan tujuan Optimal. Peneliti
i Kebijakan kebijakan. masih melihat
Penertiban 2. Sumber daya. seringnya hewan
Hewan 3. Karakteristik Agen ternak berkeliaran
Ternak di pelaksana. dihalaman-halaman
Kecamatan 4.Sikap atau kecenderungan kantor
Banawa para pelaksana. pemerintahan di
Kabupaten 5.Komunikasi antar-organisasi Kecamatan
Donggala. dan aktivitas pelaksana. Banawa Kabupaten
6. Lingkungan Ekonomi, Donggala.
sosial, dan politik
4. M. Syukur, Edward III penelitian Peneliti melihat
Rusdin Komunikasi , Sumber daya, deskriptif sudah tidak
(2020) Dispossisi, dan Struktrur dengan berjalan dengan
dengan Judul Birokrasi pendekatan maksimal dan
Kebijakan kualitatif. efektif
penertiban
Ternak ;
tantangan
penerapan di
Kecamatan
Palasa
5 Windi model implementasi menurut Deskriptif Peneliti melihat
Handayani Van Meter dan Horn, sehingga Kualitatif belum cukup baik
Otuluwa ada beberapa variabel yang karena dilihat dari
(2017) mempengaruhinya yaitu: keseluruhan proses
dengan judul 1. Ukuran dan tujuan implementasi
Implementas kebijakan. menurut Van meter
i Kebijakan 2. Sumber daya.
Penertiban 3. Karakteristik Agen
Hewan pelaksana.
Ternak di 4.Sikap atau kecenderungan
Kabupaten para pelaksana.
Parigi 5.Komunikasi antar-organisasi
Moutong dan aktivitas pelaksana.
6. Lingkungan Ekonomi,
sosial, dan politik
6 Rafina George Edward III; Deskriptif
(B 101 17 1. Komunikasi Kualitatif
041) 2. Sumber daya
Implementas 3. Disposisi
i Kebijakan 4. Struktur birokrasi
penertiban
Hewan
Ternak di
Kelurahan
Kayumalue
Pajeko
Kecamatan
Palu Utara
kota palu.

2.1.2 Landasan Teori dan Kepustakaan yang Relevan


2.1.2.1 Sejarah Perkembangan Ilmu Administrasi Publik

Secara etimologi administrasi berasal dari bahasa Latin (Yunani) yang terdiri

atas dua kata, yaitu “ad” dan “ministrate” yang berarti “to serve” yang dalam bahasa

Indonesia berarti melayani dan atau memenuhi. Selanjutnya menurut Dimock &

Dimock, kata administrasi itu berasal dari kata “ad” dan “minister” yang berarti juga

“to serve” (Pasolong, 2016). Jadi dapat dipahami bahwa yang dimaksud administrasi

adalah suatu proses pelayanan atau pengaturan.

Herbert A. Simon mendefinisikan administasi sebagai kegiatan-kegiatan

kelompok kerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama (Pasolong, 2016).

Leonard D. White mendefinisikan administrasi adalah suatu proses yang umum ada

pada usaha kelompok-kelompok, baik pemerintah maupun swasta, baik sipil maupun

militer, baik dalam ukuran besar maupun kecil (Pasolong, 2016).

Selanjutnya Sondang P. Siagian mendefinisikan administrasi sebagai

keseluruhan proses kerjasama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan

atas rasionalitas tertentu mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya

(Pasolong, 2016).

The Liang Gie mendefinisikan administrasi adalah rangkaian kegiatan terhadap

pekerjaan yang dilakukan oleh sekelompok orang di dalam kerjasama mencapai tujuan

tertentu (Pasolong, 2016).

Bertitik tolak dari pengertian administrasi sebagai suatu proses kerja sama dari

sekelompok orang (dua orang atau lebih) untuk mencapai tujuan tertentu, Proses

admnistrasi tersebut sebenarnya telah ada ribuan tahun yang lalu sejak manusia mulai
bekerja sama terutama untuk memenuhi kebutuhan bersama. Akan tetapi, administrasi

baru di mulai pada awal abad 20 atau akhir abad 19.

Perkembangan suatu bidang ilmu dapat ditelusuri melalui perubahan-

perubahan paradigmanya. Paradigma adalah suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-

metode, prinsip dasar, ataupun cara memecahkan suatu masalah, yang dianut suatu

masyarakat ilmiah pada waktu tertentu (Khun 1970). Paradigma suatu ilmu akan

berubah apabila paradigma tersebut mengalami krisis, kurang berwibawa, tidak lagi

mendapat dukungan, ataupun dipandang tidak mampu mengatasi suatu problema

keilmuan sehingga pradigma tersebut digantikan oleh pradigma baru yang lahir

kemudian.

Old public Administration (OPA) pertama kali dikemukakan oleh Seorang

Presiden AS dan juga merupakan Guru Besar Ilmu Politik, Woodrow Wilson (1887-

1987). Administrasi public klasik sangat dipengaruhi oleh pemikiran Woodrow

Wilson, mantan Presiden Amerika Serikat dan Guru Besar Ilmu Politik di Princeton

University Amerika serikat. Maka dari iru munculah konsep Old Public

Administration (OPA). Konsep ini memiliki tujuan melaksanakan kebijakan dan

memberikan pelayanan, dimana dalam pelaksanaannya dilakukan dengan netral,

professional, dan lurus mengarah kepada tujuan yang telah ditetapkan. Ada dua kunci

dalam memahami OPA ini, pertama adanya perbedaan yang jelas antara politik dan

administrasi. Kedua, perhatian untuk membuat struktur dan strategi pengelolaan hak

organisasi diberikan kepada manajernya (pemimpin), agar tugas-tugas dapat dilakukan

secara efektif dan efisien.


Mulai tahun 1990-an administrasi publik mengenalkan paradigma baru, yaitu

Reinventing Government yang lebih dikenal sebagai New Public Management (NPM)

dan menjadi begitu popular ketika prinsip “Good Governance” diimplementasikan.

Paradigma NPM melihat bahwa paradigma terdahulu kurang efektif untuk

memecahkan masalah dalam memberikan pelayanan kepada publik. Karena itu Vigoda

mengungkapkan bahwa ada tujuh prinsip-prinsip NPM (Pasolong, 2016), yaitu sebagai

berikut;

1) Pemanfaatan manajemen profesional dalam sektor publik.

2) Penggunaan indikator kinerja.

3) Penekanan yang lebih besar pada kontrol output.

4) Pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil.

5) Pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi.

6) Penekanan gaya sektor swasta pada penerapan manajemen.

7) Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi dalam

penggunaan sumber daya.

New Public Management (NPM) dipandang sebagai pendekatan dalam

administrasi publik menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari

dunia manajemen bisnis dan disiplin lain untuk memperbaiki efektivitas, efisiensi,

dan kinerja pelayanan publik pada birokrasi moderen.

Kemudian pada tahun 2003, atau kurang lebih sepuluh tahun munculah

paradigma baru dalam administrasi public , yaitu New Public Service (NPS) oleh

J.V. Denhardt dan R.B. Denhardt dalam Harbani Pasolong (2013:35). Paradigma
tersebut menyarankan meninggalkan prinsip administrasi klasik dan New Public

Management, beralih ke prinsip New Public Service.

J.V. Denhardt dan R.B. Dendhardt, mengemukakan bahwa administrasi

publik harus (Pasolong, 2016):

“a). Melayani warga masyarakat, bukan pelanggan; b). Mengutamakan


kepentingan publik; c). lebih menghargai warga negara dari pada
kewirausahaan; d). Berpikir strategis dan bertindak demokratis; e).
Menyadari akuntabilitas bukan merupakan hal mudah; f). Melayani dari
pada mengendalikan; dan g). Menghargai orang, bukan hanya
produktivitas”.
Seluruh paradigma tersebut menunjukkan bahwa dalam dua dasawarsa

terakhir, terjadi perubahan orientasi administrasi public dengan cepat. Kegagalan

yang dihadapi oleh suatu negara, telah disadari sebagai akibat dari tidak beresnya

administrasi publik.

2.1.2.2 Kebijakan Publik

Istilah Kebijakan publik merupakan terjemahan istilah Bahasa inggris,

yaitu public policy. Kata policy ada yang menerjemahkan menjadi

“kebijakan”(Samodra Wibawa,1994; Muhadjir Darwin, (1998) dan ada juga yang

menerjemahkan menjadi “Kebijaksanaan” (Islamy,2001; Abdul Wahap, 1990).

Meskipun belum ada kesepakatan bahwa policy diterjamahkan menjadi

“Kebijakan” atau “kebijaksanaan”, kecenderungan untuk policy digunakan istilah

kebijakan. Oleh karena itu, Public policy diterjemahkan menjadi kebijakan

publik(Anggara, 2014)

Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau definisi mengenai apa yang

dimaksud dengan kebijakan publik dalam literatur-literatur ilmu politik Agar


dapat membedakannya, di bawah ini penulis akan mengemukakan beberapa

pengertian kebijakan publik menurut pendapat para ahli, yaitu sebagai berikut;

Harold Laswell dan Abraham Kaplan mendefinisikan kebijakan sebagai

suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai

tertentu, dan praktik-praktik tertentu (Nugroho, 2008).

James E. Anderson mendefinisikan kebijakan sebagai perilaku dari

sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor

dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Indiahono, 2015).

Carl Friedrich memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang

diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan

tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap

kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka

mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu

(Winarno, 2012).

David Easton mendefinisikan kebijakan publik sebagai pengalokasian

nilai-nilai kepada seluruh masyarakat secara keseluruhan (Santosa, 2012).

William N. Dunn mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu

rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau

pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintahan

(Pasolong, 2016). Seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan, pendidikan,

kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain.

Definisi lain tentang kebijakan publik diberikan oleh Thomas R. Dye yang

mengatakan bahwa kebijakan publik menyangkut pilihan-pilihan apapun yang


dilakukan oleh pemerintah, baik untuk melakukan sesuatu ataupun untuk tidak

berbuat sesuatu (Rusli, 2013).

Chaizi Nasucha mengatakan bahwa kebijakan publik adalah kewenangan

pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan yang digunakan ke dalam perangkat

peraturan hukum (Pasolong, 2016). Kebijakan tersebut bertujuan untuk menyerap

dinamika sosial dalam masyarakat, yang akan dijadikan acuan perumusan

kebijakan agar tercipta hubungan sosial yang harmonis.

Kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah bertujuan mengatur

kehidupan bersama untuk mencapai visi misi yang telah disepakati.

James E. Anderson (1970) mengelompokkan jenis-jenis kebijakan publik

sebagai berikut(Anggara, 2014).

1. Substantive and Procedural Policies

Substantive policy adalah kebijakan yang dilihat dari substansi

masalah yang di hadapi oleh pemerintah.

Procedural policy adalah kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang

terlibat dalam perumusannya (policy stakeholders).

2. Distributive, Redistributive,and Regulatory Policies

Distributive policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

pemberian pelayanan/keuntungan kepaada individu, kelompok, atau

perusahaan.

Redistributive policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

pemindahan alokasi kekayaan, pemilikaan, atau hak-hak.


Regulatory policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

pembatasan /pelarangan terhadap perbuatan/Tindakan.

3. Material Policy

Material Policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

pengalokasian /penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi

penerimanya.

4. Public Goods and Private Goods Policies

Public Goods Policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

penyediaan barang-barang/pelayanan oleh pemerintah untuk kepentingan

orang banyak.

Private Good Policy adalah kebijakan yang mengatur tentang

peneydiaan barang-barang/pelayanan oleh pihak swasta untuk kepentingan

individu (perorangan).

Adapun bentuk-bentuk kebijakan publik dapat di bagi menjadi tiga

kelompok (Tangkilisan, 2003), yaitu;

(a). Kebijakan Publik Makro

Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga

dikatakan sebagai kebijakan mendasar. Contohnya : (a). Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945; (b). Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-undang; (c). Peraturan Pemerintah; (d) Peraturan Presiden; (e).


Peraturan Daerah. Dalam pengimplementasian,kebijakan public makro dapat

langsung diimplentasikan.

(b). Kebijakan Publik Meso

Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menegah atau yang

lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berupa Peraturan

Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan

Wali kota, Keputusan Bersama atau SKB antar-Menteri, Gubernur dan Bupati

Walikota.

(c). Kebijakan Publik Mikro

Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanan atau

implementasi dari kebijakan publik yang di atasnya. Bentuk kebijakan ini

misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat public tertentu yang

berada dibawa Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.

Proses pembuatan kebijakan public merupakan proses yang kompleks

karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena

itu beberapaa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan public

kedalam beberapa tahap.Tahap-tahap kebijakan public menurut William Dunn

sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007: 32-34) adalah sebagai berikut:

1. Tahapan Penyususnan Agenda.

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah

pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini


berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda

kebijakan(Winarno, 2007).

2. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah kebijakan yang telah masuk ke agenda kebijakan

kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi

didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh

para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif ijakan

tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus

antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

4. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan

elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu,

keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif

pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh

badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat

bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit

administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan

manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan

saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan

para pelaksana (implementor), namun beberapa yang lain mungkin

akan ditentang.
5. Tahap Penilaian (Evaluasi) Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah

mampu memecahkan masalah.

Gambar 2.1
Bagan Proses Kebijakan Publik

Sumber: Dwiyanto Indiahono, Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy


Analysis, (2015:20)

2.1.2.3. Impelementasi Kebijakan Publik

Implementasi yang merupakan terjemahan dari kata “implementation”,

berasal dari kata kerja “to implement”. Menurut Webster’s Dictionary, kata to

implement berasal dari bahasa latin “implementum” dari asal kata “impere” dan

“plere”. Kata “implere” dimaksudkan “to fill up”; “to fill in”, yang artinya

mengisi penuh; melengkapi, sedangkan “plere” maksudnya “to fill”, yaitu


mengisi. Selanjutnya kata to implement dimaksudkan sebagai: pertama, membawa

ke suatu hasil (akibat); melengkapi dan menyelesaikan. Kedua, menyediakan

saran (alat) untuk melaksanakan sesuatu; memberikan hasil yang bersifat praktis

terhadap sesuatu. Ketiga, menyediakan atau melengkapi dengan alat(Tachjan

dkk., 2006).

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya.Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk

mengimplementasikan kebijakan public,ada dua pilihan Langkah yang ada,

langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi

kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan public tersebut. Rangkaian

imlementasi kebijakan dapat diamati dengan jelas yaitu mulai dari program, ke

proyek dan ke kegiatan. Kebijakan di turunkan berupa program-program yang

kemudian diturunkan menjadi proyek-proyek, dan akhirnya berwujud pada

kegiatan-kegiatan, baikyang dilakukan oleh pemerintah,masyarakat maupun

Kerjasama pemerintah dengan masyarakat. Implementasi menurut pendapat para

ahli, yaitu sebagai berikut;

Kajian klasik Mazmanian & Sabatier mendefinisikan implementasi

kebijakan sebagai pelaksanaan keputusan biasanya dalam bentuk undang-undang,

tapi dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif

yang penting atau pun keputusan badan peradilan (Agustino, 2014).

Van Meter & Van Horn mendefinisikan kimplementasi kebijakan sebagai

tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-

pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada


tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan

(Agustino, 2014).

Udoji mendefinisikan implementasi kebijakan adalah sesuatu yang penting

bahkan mungkin jauh lebih penting daripada formulasi kebijakan (Santosa, 2012).

Ripley dan Franklin berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang

terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program,

kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran tang nyata (tangible

output) (Winarno, 2012). Sementara itu, Grindle juga memberikan pandangannya

tentang implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas

implementasi adalah membentuk suatu kaitan (linkage) yang memudahkan tujuan-

tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan

pemerintah (Winarno, 2012).

Van metter dan van Horn (dalam Budi Winarno, 2008: 146-147)

mendefinisiskan kebijakan public sebagai Tindakan-tindakan dalam keputusan-

keputusan sebelumnya . Tindakan-tindakan ini mencangkup usaha-usaha untuk

mengubah keputusan-keputusan menjadi Tindakan-tindakan oprasional dalam

kurun waktu tertentu maupun dalam ranga melanjutkan usahaa-usaha mencapai

perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan

yang dilakukan oleh organisasi public yang diarahkan untu mencapai tujuan-

tujuan yang telah ditetapkan..

Dari beberapa takrifan seperti tertuang diatas dapat diketahui bawa

implementasi kebijakan berkaitan dengan tiga hal, yakni (i) Adanya tujuan atau

sasaran, (ii) Adanya aktivitas atau, dan (iii) Adanya hasil.Sementara itu,
keberhasilan suatu kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian

tujuan akhir (output)

Keberhasilan kebijakan atau program dikaji berdasarkan perspektif proses

implementasi dan prespektif hasil, Tetapi suatu program juga bisa saja berhasil

dilihat dari sudut proses,,akan tetapi bisa saja gagal jika ditinjau dari dampak yang

dihasilkannya.

Untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan public, ada dua pilihan

Langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program

atau melalui formulasi kebijakan Derivat atau turunan dari kebijakan public

tersebut. Secara umum dapat digambarkan sebagai beriikut.

Gambar 2.2

Bagan Proses Implementasi

Sumber: (Nugroho, 2008)

Proses implementasi juga diatur dalam Peraturan Menteri Negara

Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/04/M.PAN/4/2007 Tentang

Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja, dan Revisi


Kebijakan Publik di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah,

Lampiran 6. Berikut, di bawah ini merupakan gambaran prosesnya.

Gambar 2.3
Proses Implementasi Kebijakan

Sumber : lampiran 6 Peraturan Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur


Negara Nomor: PER/04/M.PAN/4/2007

Dalam Implementasi kebijakan terdapat beberapa model proses

implementasi. Model implementasi ini pada dasarnya merupakan suatu upaya

untuk menyederhanakan realitas implementasi kebijakan yang rumit menjadi lebih

sederhana sebagai hubungan sebab-akibat antara keberhasilan implementasi


dengan faktor-faktor yang diduga menghambat keberhasilan implementasi

tersebut. Berikut adalah beberapa model-model implementasi kebijakan public.

a. Model Merille S. Grindle ( 1980)

Keberhasilan implementasi menurut Merille S, Grindle

dipengahruhi oleh isi kebijkan (countent of policy) dan lingkungan kebijakan

(countent of implementation) (Nugroho, 2008). Ide dasarnya adalah bahwa

setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan

dilakukan. Keberhasilan ditentukan oleh derajat Implementability dari

kebijakan tersebut.

Isi Kebijakan tersebut mencangkup hal-hal berikut :

1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan;

2. Jenis manfaat yang dihasilakan;

3. Derajat perubahan yang diinginkan;

4. Kedudukan pembuatan kebijakan;

5. Siapa pelaksana program

6. Sumber daya yang dikerahkan.

Sedangakan lingkungan Kebijakan (context of implementation) mencakup:

1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat;

2. Karakteristik Lembaga dan penguasa;

3. Kepatuhan dan daya tanggap.


Gambar 2.3.

Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Grindle

Sumber : (Mulyadi, 2016)

b. Model Van Meter & Van Horn

Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Van Meter &

Van Horn disebut dengan istilah A Model of The Policy Implementation.

Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performasi dari


suatu pelaksanaan kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan

untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang

berlangsung dalam hubungan dengan berbagai variabel. Model ini

mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari

keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.

Ada enam variabel menurut Van Meter dan Van Horn yang mempengaruhi

kinerja implementasi kebijakan publik, berikut penjelasannya.

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya jika-dan-hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan

memang realistis dengan sosio-kultur yang mengada ditingkat pelaksana

kebijakan.

2. Sumber daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia

merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu

keberhasilan proses implementasi.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal

dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan

publik.

4. Sikap atau Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana


Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan

sangat mempengaruhi berhasil atau tidaknya kinerja implementasi publik.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme sekaligus syarat utama dalam

menentukan keberhasilan pelaksana kebijakan.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang juga perlu diperhatikan guna menilai kinerja

implementasi kebijakan publik adalah sejauh mana lingkungan eksternal

turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.

Oleh sebab itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula

memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

Gambar 2.4
Model Implementasi Kebijakan Van Meter & Van Horn

Sumber: (Mulyadi, 2016)

c. Model George C. Edward III

Selanjutnya George C. Edward III dalam Subarsono (2005)

mengemukakan beberapa 4 (empat) variabel yang mempengaruhi


implementasi kebijakan yakni Komunikasi, Sumberdaya, disposisi, dan

sturktur birokrasi. Keempaat variabel tersebut saling berhubungan satu

sama lain

1. Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar

implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi

tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok

sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.

Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak

diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan

terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

2. Sumberdaya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan

kosisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk

melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya

tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi

implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor

penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya,

kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh

implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila


implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan

kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat

kebijakan.

4. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.

Salah satu dari aspek sturktur yang penting dari setiap organisasi adalah

adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau

SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan

pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang

rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi

tidak fleksibel.

Gambar 2.5
Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III
Sumber: Deddy Mulyadi, Studi kebijakan Publik dan Pelayanan Publik,

(2016:69)

d. Model Mazmanian dan Sabatier (1983)

Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier dalam Subarsono (2005)

menjelaskan bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi

keberhasilan implementasi, yakni:

1. Karakteristik dari masalah (tractability of the problems), Indikatornya:

a. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan;

b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran;

c. Proporsi Kelompok sasaran terhadap terhadap total populasi;

d. Cangkupan perubahan perilaku yang diharapkan.

2. Karakteristik Kebijakan/ Undang-undang (ability of statue to structure

implementation),Indikatornya;
a. Kejelasan isi kebijakan

b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teorotis;

c. Besarnya alokasi sumberdaya financial terhadap kebijakan tersebut;

d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai

institusi pelaksana;

e. Kejelasan dan konsisten aturan yang ada pada badan pelaksana;

f. Tingkat komitmen apparat terhadap tujuan kebijakan

g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam

implementasi kebijakan.

3. Variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation),

Indikatornya:

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi;

b. Dukungan public terhadap sebuah kebijakan;

c. Sikap dari sekelompok pemili (constituency groups).

d. Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor.

2.1.2.4. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Penertiban Ternak

Penertiban berasal dari kata tertib yang artinya teratur atau sesuai dengan

aturan, kata penertiban ditujunkan pada sesuatu benda hidup atau mati.

Penertiban ternak adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas untuk

penangkapan dan mengamankan ternak yang berkeliaran dijalanan umum dan di

ruang publik dalam lingkungan Kota Palu (pasal 1 ayat 10). Kelurahan

Kayumalue Pajeko merupakan salahsatu perlunya ketertiban, keindahan, dan


kebersihan, serta terbebas dari hewan ternak yang berkeliaran dijalanan umum

diberbagai ruang publik guna mencegah timbulnya gangguan atas ketertiban lalu

lintas, estetika dan kebersihan daerah, serta menganggu keselamatan dan

kenyamanan para pengguna jalanan umum, maka perlu adanya penertiban hewan

ternak.

Penertiban Ternak tersebut dilakukan oleh satpol PP, dimana satpol PP

yang juga dapat berkoordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanaan penertiban.

Petugas yang telah melakukan penangkapaan ternak wajib mengamankan dilokasi

atau tempat yang dianggap aman oleh petugas dan masyarakat setempat.

Hewan ternak yang berkeliaran dapat dilakukan penyitaan oleh pelaksana

penertiban, ternak yang disita ditangani dengan baik oleh pelaksana penertiban

serta dapat dilakukan lelang jika dalam waktu tertentu peternak belum melakukan

penebusan terhadap ternaknya sesuai dengan perda tersebut.

Pemilik ternak wajib menangung biaya penggantian atas kerugian yang

dialami oleh Pemerintah, badan hukum swasta, atau peroranga atas akibat yang

ditimbulkan dari ternak yang berkeliaran di jalanan umum atau diberbagai ruang

publik. Pemilik ternak wajib mengambil ternaknya paling lama 7 (tujuh) hari

setelah penggadilan mengeluarkan putusan terhadap kasus pelanggaran ternak.

Oleh karena itu Pemerintah dirasa sangat perlu mengeluarkan kebijakan

tentang penertiban ternak yang tertulis dalam peraturan daerah Kota Palu Nomor 6

Tahun 2012 tentang Penertiban ternak yang bertujuan untuk Menjaga ketertiban

arus lalu lintas dijalanan umum guna mencegah terjadinya kecelakaan yang
dialami oleh para pengguna jalan dan menjaga kebersihan dan keindahan daerah

dari adaya ternak yang berkeliaran dan mengotori lingkungan daerah.

2.2 Alur Pikir

Permasalahan yang utama yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

Implementasi Kebijakan Penertiban ternak di Kelurahan Kayumalue Pajeko

Kecamatan Palu Utara Kota Palu. Implementasi dimaksudkan untuk menertibakan

ternak warga yang berkeliaran disembarang tempat dan menggangu ekosistem

lingkungan dan bisa menyebabkan kecelakaan pengguna jalan, maka dibuatlah

suatu Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Penertiban ternak untuk

mengatasi masalah-masalah terkait dengan penertibanya. Variabel-variabel yang

menjadi tolak ukur dalam implementasi kebijakan penertiban ternak sesuai

dengan Model Implementasi Kebijakan Geoorge Edward III.

George Edward III memberikan variabel untuk mengukur efektifitas

implementasi kebijakan yaitu :1.Komunikasi, 2.Sumberdaya, 3.Disposisi,

4.Struktur Birokrasi,. Diharapkan mampu mengukur efektifitas implementasi

kebijakan Penertiban Ternak dikelurahan kayaumalue pajeko kec Palu Utara dan

menciptakan tujuan awal yakni menjaga ketertiban arus lalu lintas guna

mencegah terjadinya kecelakaan dan mejaga kebersihan, keindahan daerah dari

adanya ternak yang berkeliaran.


Gambar 2.6

Model impelemntasi kebijakan Edward III

Implementasi Kebijaakan Penertiban Ternak di


Kelurahan Kayumalue Pajeko Kecamatan Palu
utara Kota Palu

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 Tentang


Penertiban Ternak

Implementasi kebijakan publik.


1. Komunikasi
2. Sumberdaya
3. Dispossi
4. Struktur Birokrasi
Menjaga ketertiban arus lalu lintas dijalanan
umum dan menjaga kebersihan dan
keindahan daerah dari adanya ternak yang
mengotori lingkungan

Sumber : (Mulyadi 2016)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Dasar dan Tipe Penelitian

1.1.1. Dasar Penelitian

Dasar dalam penelitian ini adalah penelitian kebijakan (Policy

Research) adalah proses penelitian yang dilakukan terhadap berbagai kebijakan

atau analisis terhadap masalah-masalah sosial yang mendasar, sehingga

temuannya dapat direkomendasikan kepada pembuat keputusan untuk

bertindak secara praktis dalam menyelesaikan masalah(Anggara, 2015)

1.1.2. Tipe Penelitian

Seluruh rangkaian peneliti ini yang akan dilaksanakan penulis adalah

mengunakan metode kualitatif, dengan menggunakan tipe pendekatan

deskiptif, yakni tipe penelitian yang berupaya untuk menjelaskan berbagai

kondisi dan situasi apa yang terjadi pada saat melakukan penelitian. Jadi

penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai

keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada.

3.2 Definisi Konsep

Untuk mengetahui bagaimana implemetasi kebijakan penertiban ternak

dikelirahan kayumalue pajeko kecamatan pal


utara kota palu terlebih terlebih dahulu peneliti untuk memberikan definisi konsep

sebagai acuan untuk melaksanakan penelitian . Adapun indicator yang dapat

diukur dalam implementasi kebijakan penertiban ternak diKelurahan kayumalue

pajeko Kecamatan Palu utara Kota Palu yaitu teori yang dikemukan oleh George

Edward III (mulyadi 2018) Adapun indikatornya sebagai berikut.

1. Komunikasi

Komunikasi terdiri dimensi diantaranya sebagai berikut.

a. Transmisi

Transmisi merupakan suatu penyampaian informasi yang mana

informasi tidak disampaikan kepada kelompok sasaran tetapi juga para

implementor yang ada didaerah tersebut.

b. Kejelasan

Jika kebijakan akan diimplementasikan sebagaimana yang

diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus

diterima tetapi juga harus jelas. Kejelasan informasi yang disampaikan akan

dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya distorsi atau penyimpangan

informasi dari apa yang seharusnya dikehendaki oleh pemberi informasi.

c. Konsistensi

Konsistensi diperlukan agar kebijakan mengenai Penertiban Ternak di

kelurahan Kayuaalue Pajeko yang diambil tidak simpang siur sehingga

membingungkan implementor maupun kelompok sasaran.

2. Sumber Daya
Setiap kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai,

baik sumber daya manusia maupun sumber daya finansial untuk

melaksanakan kebijakan. Sumberdaya manusia yang melaksanakan

PERDA dikelurahaan kayumalue pajeko sudah cukup paham mengenai

kebijakan penertiban ternak. Sumberdaya finansial di peraturan ini belum

memadai sehingga implementasi kebijakan belum berjalan dengan baik.

3. Disposisi

Disposisi merupakan suatu respon dari agen pelaksana terhadap

peraturan yang dijalankan dan kontrol yang dilakukan agen pelaksana

terhadap kebijakan yang ingin diimplementasikan. Dalam indikator ini,

agen pelaksana harus memiliki karakteristik yang menempel erat pada

kebijakan. Karakter yang penting dimiliki oleh agen pelaksana adalah

kejujuran, komitmen, dan demokratis.

4. Struktur Birokrasi

Adanya suatu prosedur yang mengatur tata cara dan pola aliran

pekerjaan dalam proses implementasi program. Dari segi struktur

birokrasi, penelitian ini akan difokuskan pada apakah dalam pelaksanaan

kebijkaan penertiban ternak memiliki SOP ( Standart Operation

Procedur) sebagai sebuah pedoman bagi implementor dalam menjalankan

tugasnya. Struktur birokrasi berkaitan dengan instansi yang bertanggung

jawab dalam implementasi,yang mana dalam implementasi kebijakan

penertiban ternak membutuhkan banyak instansi baik dari Satpol PP, pihak
kecamatan, pihak kelurahan, kepolisian maupun babinsa (TNI) maupun

lainnya.

3.3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini secara umum di

klasifikasikan atas dua jenis yaitu:

a. Data Sekunder yaitu data yang berasal dari referensi-referensi sebelumnya.

Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber lain yang berkaitan

Seperti: Jurnal, Buku, Serta Dokumen-Dokumen yang ada.


b. Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lapangan atau

data yang di peroleh dari informan hasil observasi, dokumentasi, yang

didapatkan langsung dari penelitian.

3.4. Sumber Data dan Pengumpulan Data

3.4.1 Sumber Data

Sumber data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

bersumber dari :

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari

sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer dapat berupa opini

subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap

suatu metode (fisi), kegiatan atau kejadian dan hasil pengujian metode

survey dan metode observasi. Pada penelitian ini, data primer yang akan

peneliti peroleh berdasar dari:

(a). Penelitian Lapangan

Penulis melakukan aktifitas dilokasi penelitian dengan melibatkan

diri secara langsung dalam situasi sosial yang berhubungan dengan aspek

telaah.dengan demikian, diharapakan memperoleh data primer penelitian.

(b). Informan

Informan merupakan salah satu sumber dari salah satu penelitian.

Informan merupakan orang yang dianggap mempunyai pengetahuan

mendalam menyangkut masalah yang akan diteliti oleh peneliti, sehingga


peneliti memiliki data dan informasi yang dibutuhkan dalam rangka

menjawab permasalahaan peneliti, Adapun yang menjadi informan dalam

penelitian ini adalah

(1). Camat Palu Utara

(2) Kasat Pol PP Kota Palu

(3). Lurah

(4.) Kasi Trantib Kel. Kayumalue Pajeko

( 5). Masyarakat Umum ( 1 orang)

Alasan peneliti memilih informan tersebut dikarenakan informan

tersebut dipandang mengetahui dan mampu dalam memberikan informasi

terkait fenomena penelitian yang diteliti.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah arsip yang diperoleh melalui

penulusuran kepustakaan yang ada, serta dokumen dari berbagai sumber,

antara lain buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka

lainnya yang dianggap bisa mendukung penulisan lebih lanjut.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.


Bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik

pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi adalah aktifitas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud

merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena

berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya.

Observasi merupakan salah satu metode pengumpulan data, dimana melalui

observasi peneliti melakukan kegiatan pengamatan dan pencatatan secara

langsung terhadap objek penelitian guna memperoleh data yang valid dan aktual

dari sumber data dilapangan. Teknik ini banyak digunakan, baik dalam penelitian

sejarah (historis) maupun deskriptif karena gejala-gejala penelitian dapat diamati

dari dekat untuk dikumpulkan dan dicatat.

2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan

melihat atau manganalisis foto-foto, gambar, dan dokumen (catatan) yang dibuat

oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek, dengan tujuan untuk

melengkapi dan memperkuat keakuratan data yang dikumpulkan. Dalam hal ini

peneliti melakukan pencarian data dengan menelaah berbagai literatur atau

dokumen lainnya yang dianggap relevan dengan masalah penelitian. Studi

dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif.


3. Wawancara

Wawancara , Teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan

kepada responden, dan jawaban responden, dan jawaban responden dicatat atau

direkam. Wawancara atau interviuwdigunakan sebagai Teknik pengumpulan data

apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menentukan

permasalahan yang diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari

responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit atau kecil,

Sugiyono (2013: 137).

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian merupaka alat atau sarana yang dapat digunakn untuk

mengumpulkan data penelitian. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi

instrument utamnya adalah sebagai berikut:

1. Peneliti, Kegiatan yang dilakukan peneliti adalah mengobservasi atau

pengamatan,menetapkan focus penelitian, memilih informan sebagai sumber

data, melakukan pengumpulan data,analisis data, menafsirkan informasi

untuk memperoleh data primer, data sekunder dan membuat kesimpulan

atas semuanya.

2. Daftar Pertanyaan atau interview guide, sebagai alat bagi peneliti agar

wawancara yang dilakukan lebih terarah pada masalah yang sedang diteliti.

3. Perangkat penunjang, berupa alat bantu untuk mencatat dan alat bantu untuk

merekam pada saat penelitian.


3.6 Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan Menyusun secara sistematis data yang

diperolehdari hasil wawancara,catatan lapangan,dan sebagainya sehingga dapat

mudah dipahami. Menurut Miles, Huberman dan Saldana (2014 :31-33) didalam

analisis data kualitatif terdapat tiga alur kegiatan terjadi secara bersamaan yaitu

kondensasi data (Data Condensation), penyajian data (Data Display), Penarikan

kesimpulan (Conclusion Drawing).

1. Kondensasi Data (Data Condensation) merujuk pada proses memilih,

menyederhanakan, mengabstrakan dan atau mentransformasikan data yang

mendekati keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan secara tertulis,

transkip wawancara, dokumen-dokumen dan materi-materi empiris lainnya.

2. Penyajian Data (Data Display) adalah sebuah pengorganisasian, penyatuan

dari informasi yang memungkinkan penyimpulan dan aksi. Penyajian data

membantu dalam memahami apa yang terjadi dan untuk melakukan

sesuatu, termasuk analisis yang lebih mendalam atau mengambil aksi

berdasarkan pengalaman.

3. Penarikan kesimpulan (Conclusion Drawing) adalah kegiatan ketiga yang

penting dalam analisis data. Penarikan kesimpulan bermula dari

pengumpulan data oleh penganalisis kualitatif yang mencari arti benda-

benda, mencatat keteraturan penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang

mungkin, alur sebab-akibat, dan proposisi kesimpulan-kesimpulan final

yang mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung

pada besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengkodeannya,


penyimpanan dan metode pencarian ulang yang digunakan, kecakapan

peneliti dan tuntutan-tuntutan pemberi data.

Gambar 3.2

Komponen dalam analisis data

Data Collection Data Display

Data Conclusions:
Condesation Drawing/Verifyi
ng

Sumber: Miles, Huberman dan Saldana (2014:14)

3.7 Penentuan Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang menjadi objek penelitian ini dilaksanakan di

Kelurahan Kayumalue Pajeko Kecamatan Palu Utara Kota Palu. Dilokasi tersebut

peneliti tetapkan menjadi lokasi penelitian dimana dalam pelaksanaan kebijakan

sehingga saat ini belum terlaksana sebagai mana mestinya sehingga peneliti

tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana implementasi

kebijakan tersebut.
3.8 Waktu dan Jadwal Penelitian

Waktu dan jadwal penelitian ini telah ditentukan berdasarkan efektifitas

dan efisiensi waktu yang dibutuhkan oleh peneliti sesuai lokasi dan waktu yang

ada. Waktu yang dibutuhkan peneliti dalam penyusunan skripsi ini adalah selama

2 bulan.
BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

4.1 Profil Kelurahan

Kelurahan Kayumalue Pajeko adalah salah 1 kelurahan yang terletak

disebelah utara Kota Palu, Kelurahan Kayumalue Pajeko adalah salah 1

kelurahan diantara empat kelurahan lainnya yaitu : Kelurahan Mamboro,

Kelurahan Mamboro Barat, Kelurahan Taipa dan Kelurahan Kayumalue Ngapa

yang berada dalam wilayah Kecamatan Palu Utara.

Kelurahan Kayumalue Pajeko memiliki luas wilayah 239 Ha, yang

terdiri atas lahan pertanian bukan sawah seperti, Pekarangan : 2 Ha,

Tegal/Kebun : 6 Ha (Hortikultura/Palawija dan Buah-buahan), Perkebunan :

1,1 Ha (Kelapa dan Coklat), Sementara tidak diusahakan : 8 Ha, sehingga lahan

pertanian bukan sawah seluas 17,1 Ha, dan sisanya yaitu 221,9 Ha merupakan

lahan bukan pertanian seperti Jalan, pemukiman, perkantoran, sungai.

Kelurahan Kayumalue Pajeko memiliki batas langsung dengan Kecamatan

Tawaeli dalam hal ini yaitu wilayah Kelurahan Panau yang merupakan batas

sebelah utara, sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kelurahan Taipa,

sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Kayumalue Ngapa yang

perbatasannya dipisahkan jalan raya Trans Sulawesi, sebelah Barat adalah

Teluk Palu. Kelurahan Kayumalue Pajeko memiliki potensi


wisata yang mumpuni, hal ini disebabkan karena Kelurahan Kayumalue

Pajeko memiliki pantai yang masih natural dan belum banyak dijamah

manusia, kemudian ada kawasan terumbu karang yang berada pada RW 03

telah mendapat pengamatan langsung dari peneliti luar negeri dan tentu saja hal

tersebut dapat dikembangkan menjadi objek wisata yang mampu menarik

perhatian wisatawan dalam negeri maupun manca negara.

4.2. Keadan Geografis

Secara geografis dan demografis Kelurahan kayumalue pajeko berada

pada wilayah Kecamatan Palu utara. Luas wilayah kelurahan 239 Ha. Batas-batas

Kelurahan Kayumalue Pajeko adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kelurahan Panau

Sebelah Timur : Kelurahan Kayumalue Ngapa

Sebelah Selatan : Kelurahan Taipa

Sebelah Barat : Teluk Palu.

4.3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah merupakan kerangka hubungan antara

satuan-satuan organisasi yang didalamnya terdapat hubungan tugas, jabatan,

wewenang, dan tanggung jawab. Pedoman struktur organisasi dan tata kerja

dikelurahan didasarkan pada undang-undang No 5 Tahun 1979 dan peraturan


dalam Negeri No 44 Tahun 1980 tentang-tentang pedoman sususan organisasi

dan tata kerja pemerintah Desa/Kelurahan. Di samping itu, struktur Organisasi

dapat pula dikatakan sebagai suatu sistem pembagian kerja secara teratur,

sebagai hal yang paling mendasar untuk mencapai efisiensi, efektivitas, dan

produktivitas kerja. Sebab pembagian kerja yang transparan dapat

menghindarkan pelaksanaan tugas organisasi yang tumpang tindi.

Kelurahan Kayumalue Pajeko dipimpin seorang Lurah dibantu seorang

Sekretaris Kelurahan dan tiga orang Kepala Seksi yaitu, Seksi Pemerintahan,

Ketentraman dan Ketertiban, Seksi Ekonomi dan Pembangunan, dan Seksi

Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahtraan Sosial. adapun strukturnya

sebagai Berikut
AAN HARIYAWAN
19790719 200701 1 014

ROSNIWATI
Jabatan Fungsional
19640706 199311 2 001

Kasi PEMMAS &


KASI PEMTARTIB KASI EKBANG KESOS
Putra M. Airlangga S.TP., Cristian adijaya S.E Muh. Irwan Hasyib, S.E
M.H
19811224 201101 1 005 19750111 201001 1 004
19930319 201406 1 001
4.4. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana merupakan faktor penunjang aktivitas

kegiatan dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah dan

pelayanan masyarakat. Dalam implementasinya terdapat kerancuan

pemahaman pengertian mengenai sarana dan prasarana.

Pengertian kata sarana dan prasarana, sarana ialah suatu yang

dapat digunakan sebagai perangkat/peralatan dalam pencapaian

maksud dan tujuan, sedangkan prasarana ialah suatu yang merupakan

factor penunjang terlaksananya suatu proses kegiatan sehingga dapat

diklasifikasikan hal-hal yang termasuk dalam sarana dan prasarana.

Tabel 2

No Jenis Sarana Jumlah Keterangan


1. Meja Kantor 12 buah Baik
2. Kursi kantor 35 buah Baik
3. Kursi Tamu 1 Set Baik
4. Kursi Sofa 2 Buah Baik
5. Lemari 7 buah Baik
6. Computer 3 buah 1 Rusak
7. Dispenser 1 buah Baik
8. Televisi 2 buah 1 Rusak
9. Kipas angin 3 buah Baik1
10. Printer 1 buah Baik
11. Toa 1 buah Baik
12. Speaker 2 buah Baik
13. Aula 1 buah Baik
14 Gedung 1 buah Baik
Sumber : Data Sekunder Kelurahan Kayumalue Pajeko
Selain itu termasuk kategori prasarana berupa Kantor Kelurahan yang

terbagi atas 8 ruangan. Yaitu ruang tamu, ruang Kepala Kelurahan, Sekretaris

Lurah, ruang kepala-kepala Seksi, ruang Administrasi, dan Aula sebagai tempat

pertemuan masyarakat atau tempat diadakan pelatihan. Berdasarkan wawancara

dengan Sekretaris kelurahan bahwa kondisi fisik fasilitas tersebut diatas masih

berfungsi dengan baik.

Tabel 3.

Jumlah Penduduk Kelurahan Kayumalue Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah


1. Laki-Laki 1.429 Jiwa
2. Perempuan 1.418 Jiwa
Jumlah 2.847 Jiwa
Sumber : Data Sekunder Kelurahan Kayumalue Pajeko
Table 4.

Jumlah ternak di Kelurahan Kayumalue Pajeko

NO Nama Jumlah Alamat Keterangan


1. Ternak Sapi 90 ekor Kayumalue Pajeko
2. Ternak Kambing 81 ekor Kayumalue Pajeko
Jumlah Keseluruhan 171 ekor
Sumber : Data sekunder Kelurahan Kayumalue Pajeko 2020

Dari table diatas menunjukan bahwa jumlah ternak sapi dikelurahan

Kayumalue Pajeko berjumlah 90 ekor, dan ternak kambing berjumlah 81 ekor

dari jumlah keseleruhan ternak besar maupun ternak kecil yakni 171 ekor. Hal

tersebut menunjukan bahwa jumlah lebih dominannya Ternak sapi dikelurahan

kayumalue pajeko.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Implementasi Kebijakan Penertiban Ternak di Kelurahan Kayumalue

Pajeko di ukur berdasarkan teori George Edward III

Implementasi kebijakan public salahsatu tahapan proses kebijakan public.

Salahsatu teori implementasi kebijakan public yang terkenal yakni teori

implementasi oleh George Edward III. Dalam siklus kebijakan

public,implementasi kebijakan adalah tahapan yang sangat penting. Implementasi

sering dianggap hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang ditelah diputuskan

oleh legislative atau para pengambil keputusan. Akan tetapi dalam kenyatannya,
tahapan implementasi menjadi begitu penting karena suatu kebijakan tidak akan

berarti apa-apa jika tidak dapat di laksanakan dengan baik dan benar. Dengan kata

lain implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilaksanakan oleh

pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai

dengan tujuan atau sasaran dari suatau kebijakan itu sendiri.

Wilayah kecamatan Palu utara Khususnya kelurahan kayumalue pajeko,

Pemerintah Daerah telah mengeluarkan Peraturan kebijakan Nomor 6 tahun 2012

tentang Penertiban Ternak dengan memeperhatikan adanya indicator-indikator

yang dapat memengaruhi implementasi kebijakan. Peraturan Daerah tersebut telah

ditetapkan dan harus dilaksanakan agar mencapa tujuan yang

ditetapkan.Kemudian Peneliti menggunakan Teori George Edward III dalam

melihat Implementasi Kebijakan Penertiban Ternak Dikelurahan Kayumalue

Pajeko. Model Edward III (1984:10) mengajukan empat factor atau variabel yang

berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan.

Empat variabel atau factor tadi antara lain meliputi variabel atau factor

Komunikasi (communication), Sumberdaya (Resources), Disposisi (Dispositions),

Struktur Birokrasi (bureaucratic structure). Berdasarkan hasil wawawancara dan

observasi penelitian, maka ke empat unsur diatas sebagai berikut:

5.1.1 Komunikasi (Communication)

Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi komunikator

kepada komunikan. Komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian


informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker) Kepada Pelaksana

Kebijakan (Policy Implementors)

Informasi terkait dengan kebijakan perlu disampaikan kepada pemerintah

Kecamatan maupun Kelurahan dan masyarakat Kayumalue Pajeko agar mereka

memahami dan mengetahui apa yang menjadi maksud dan tujuan dari kebijakan.

Penyebarluasan dapat dilakukan dalam berbagai cara yakni: Media elektronik,

media cetak, baliho, sosialisasi yang dilakukan di rumah-rumah ibadah dan tempat

keramaian

Untuk mengukur bagaimana dimensi efektifitas komunikasi di Kelurahan

Kayumalue Pajeko tentang Penertiban Ternak Adapun dimensinyaa sebagai

berikut:

5.1.1.1 Transmisi

Dimensi Transmisi ini merupakan penyaluran komunikasi dari pembuat

Kebijakan (Policy Maker) kepada pelaksana kebijakan (Policy Implementors) dan

Kelompok-kelompok sasaran yang terkait dengan daerah di Kelurahan kayumalue

pajeko, seharusnya Para Stakeholder sudah paham dengan adayan peraturan

daerah yang sudah dibuat dan harus di sampaikan kepada para implementors agar

supaya Kelompok-Kelompok sasaran ini mengetahui apa yang seharusnya mereka

lakukan terkait dengan adanya Perda No 6 Tahun 2012 tentang Penertiban Hewan

ternak.
Untuk itu peneliti mengajukan pertanyaan kepada Informan, Apakah ada

pemberitahuan yang dilakukan pelaksana sebelum Implementasi Kebijakan

Penertiban Ternak Dilaksanakan?

Di jelaskan oleh Ibu Murni S.H Selaku Kabid Peneggakan Peraturan

Perundang-Undangan Daerah Mengatakan Bahwa:

“sebelum kami melakukan penangkapan ternak yang berkeliaran dijalan kami

melakukan penyampaian atau pemberitahuan terlebih dahulu kepada seluruh

pemilik ternak dan pemilik kandang baik itu ternak besar sedang maupun kecil,

agar ternak-ternak merka tidak kami tertibkan nantinya.” ( Wawancara Tanggal,

19 Maret 2021)

Berdasarkan Hasil wawancara diatas peneliti dapat menarik Kesimpulan

Bahwa sebelum melakukan penangkapan ternak yang berkeliaran dijalan, upaya

yang dilakukan adalah dengan menyampaikan terlebih dahulu kepada seluruh

masyarakat terutama pemilik ternak dan pemilik kandang baik itu ternak besar,

sedang maupun kecil. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya dari pelaksana

guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Selanjutnya dikatakan oleh Bapak Putra M. Airlangga Selaku Kepala

Seksi Ketertiban dan Ketentraman Kelurahan Kayumalue pajeko, Bahwa :

“ Sebelum Satpol PP melakukan Penertiban mereka juga sudah menyampaikan

terlebih dahulu bahwa akan ada dilakukan penertiban terkait hewan ternak, hanya

saja masyarakat ada yang mengatakan bahwa kebanyakan hewan yang


berkeliaran di Kelurahan kayumalue Pajeko ini bukan Hewan ternak disini tapi

ternak dari kabupaten Donggala tempatnya (Desa Guntarano).

Penyampaian informasi terlebih dahulu merupakan suatu bentuk

pelaksanaan terkait kebijakan penertiban hewan, yang mana agar masyarakat yang

memiliki hewan ternak untuk mengandangkan ternak agar saat petugas turun

penertiban, tak ada lagi hewan yang berkeliaran. Namun pada kenyataannya, tak

semua masyarakat melaksanakan seruan dari pemerintah. Bahkan tidak semua

hewan ternak yang berkeliaran didaerah Kayumalue Pajeko adalah milik warga

sekitar, namun berasal dari desa seberang yaitu dari Kabupaten Donggala.

Kemudian peneliti menanyakan pertanyan kedua kepada informan,


Bagaimana bentuk dan cara penyebaran informasi terkait dengan kebijakan
penertiban ternak?

Menurut Bapak Mohamad Azhar S.STP selaku Camat Palu Utara beliau

mengatakan :

“Penyebaran Informarsi yang kami lakukan itu secara langsung. Maksud


secara langsung adalah dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat-
masyarakat pemilik ternak, kalau mau penertiban ternak itu bukan fungsi
dan tugas kami tapi fungsi Satpol PP kota palu” (Wawancara tanggal 15
maret 2021)

Bentuk dan cara penyampaian informasi terkait dengan peraturan daerah

nomor 6 tahun 2012 tentang penertiban ternak sudah di upayakan dilakukan


sosialisasi secara langsung oleh Camat Palu utara karena tugas dan fungsi

penertiban itu hanya ada di Satpol PP Kota Palu

Berdasarkan wawancara dengn Bapak Aan Hariyawan Selaku Lurah


Kayumalue Pajeko mengatakan :

“Penyebaran informasi ini kami coba upayakan dengan melakukan


sosialisasi, peraturan daerah nomor 6 tahun 2012 tentang penertiban ternak kalau
tidak salah sudah lama dan kita sosialisasikan, kemudian tingkat kesadaran
masyarakat itu masih kurang dan kita sudah upayakan dan sampaikan terus, cuman
kita tidak terlalu tau persoalan dilapangan , kalau dari sisi ekonomi masyarakat
mungkin tidak bisa beli pakan ternaknya makanya kadang-kadang dilepas saya
juga tidak tahu, tapi rata-rata warga saya alhamdulillah ternaknya juga
dikandangkan, kadang biasa yang dari kelurahan sebelah cuman intinya tidak
bosan-bosan harus menyampaikan kepada masyarakat terkait dengan adanya
penertiban ternak ini.” (Wawaancara tanggal 15 maret 2021)

Adanya Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Penertiban Hewan

Ternak, merupakan sesuatu yang baik. Sebab jika melihat kenyataann yang ada

masih banyak sekali hewan ternak yang berkeliaran di jalan khususnya, dan hal

tersebut sanggat menganggu para pengguna jalan. Namun tingkat kesadaran

masyarakatnya yang dinilai masih kurang membuat pelaksanaan kebijakan

terhambat. Akibatnya tujuan yang hendak dicapai dari kebijakan yang dibuat tidak

berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Kemudian dilanjutkan oleh Bapak Putra M. Airlangga Selaku Kasi Trantib

Kelurahan kayumalue Pajeko mengatakan:

“Kita hanya menerusakan apa yang diperintahkan oleh aturan itu yang
pertama kemudian, masyarakat juga tidak terlalu peduli dengan aturaan
maksudnya dalam artian tipkal masyarakat kitai ini berbeda dengan masyarakat
perkotaan. Kemudian penyampaian yang kami lakukan hanya sebatas sosialisasi
dan memasang spanduk agar supaya masyarakat melihat dan mengetahui sanks-
saksi tersebut, karena untuk menertibkan ternak itu bukan tugas kami. Kami juga
sudah sampaikan di tempat ibadah, ditempat keramian, tetapi untuk 3 tahun
terhitung dari tahun 2018 akhir itu sampai dengan sekarang belum ada Satpol PP
yang menertibkan ternak.” (Wawancara tanggal 15 maret 2021)

Berdasarkan Hasil wawancara diatas peneliti dapat menarik kesimpulan

Bahwa sebelum melakukan penertiban mereka memberitahuakan terlebih dahulu

mengenai penertiban yang akan dilakukan. Kemudian bentuk dan cara

penyebaraluasan informasi ini sudah ddisosialisasikan kepada masyarakat

kelurahaan kayumalue pajeko. Jadi tidak ada alasan untuk tidak mengetahui perda

ini, karena sebelumnya sudah diberitahukann terlebih dahulu.

Berdasarkan Hasil wawancara diatas peneliti dapat menarik kesimpulan

Bahwa Penyampian paling efektif dengan melakukan sosialisasi dan memasang

spanduk agar masyarakat mengetahui bahwa mereka yang melepaskan ternaknya

bisa mendaptkan sanksi atau denda yang sudah ditentukan.

5.1.2. Kejelasan

Kejelasan informasi merupakan hal paling penting karena adanya

kejelasan informasi diharapkan tidak terjadi perbedaan persepsi antara Pembuat

Kebijakaan, Implementors dan masyarakat maupun pihak terkait dengan

implementasi Kebijakan Penertiban Ternak di Khususnya dikelurahan Kayumalue

Pajeko. sehingga Tujuan dari perda Penertiban ternak tersebut bisa tercapai.
Untuk itu peneliti mengajukan pertanyaan kepada Informan, Apakah

Kebijakan yang mengatur tentang perda Penertiban Ternak Sudah jelas?

Berdasarkan Wawancara dengan Ibu Murni S.H selaku Kabid PPAD

Mengatakan Bahwa:

“Sangat jelas kebijakan ini diatur di Peraturan daerah no 6 tahun 2012


tentang penertiban ternak dan perwali no 17 tentang petunjuk Peraturan
Daerah Kota Palu Nomor 6 tentang penertiban jika mereka katakana tidak
punya peraturan berarti mereka yang malas mencari tahu karen ini juga
tugas nya kelurahan untuk menyampaikan isi-isi dari perda tersebut.”
(Wawancaraa tanggal 23maret 2021)

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 merupakan peraturan yang

mengatur tentang penertiban hewan, yang mana merupakan suatu bentuk

kepedulian pemerintah kota palu terhadap hewan-hewan yang berkeliaran.

Dengan melihat masih banyaknya hewan ternak yang berkeliaran dijalanan,

membuat para pengguna jalan merasa terganggu, bahkan bukan hanya para

pengguna jalan saja tetapi masyarakat sekitar pun ikut merasa tergangggu. Dengan

menindaklanjuti peraturan tersebut, pemerintah kota palu mengeluarkan Peraturan

Walikota Nomor 17, yang mana didalamnya mengatur tentang akibat dari

melanggar peraturan penertiban hewan dengan memberikan sanksi sesuai yang

muat dalam Peraturan Walikota.

Senada dengan bapak Aan Hariyawan Selaku Lurah Kelurahan

kayumalue pajeko mengatakan :

“Sangat jelas. Karena berbicara tentang kejelasan informasi mengenai


aturan saya rasa cukup jelas kami menyampaikan / atau mensosialisasikan
apa yang disampaikan pemerintah atas kepada kami kemudian kami juga
sudah menyampaikan kepada masyarakat ini tinggal masyarakatnya lagi
yang mau menerima Kebijakan ini atau tidak , Meraka juga sempat
komplen kepada kami bahwa jangan hanya memberikan aturan tapi tidak
memberikan solusi, yang merek butuhkan saat ini solusi apa yang sudah
disiapkan pemerintah untuk mereka.” (Wwancara tanggal 15 maret 2021)

Dengan menyapaikan informasi melalui sosialisasikan langsung kepada

masyarakat membuat seluruh lapisan masyarakat mengetahui tentang adanya

peraturan yang mengatur hewan-hewan ternak agar tak berkeliaran dijalanan.

Masyarakat pun menerima aturan yang buat dengan menuntut pemerintah juga

harus memberikan solusi bagi mereka yang kesulitan mencari makanan ternak.

Apalagi sekarang ini, tak sebebas dahulu sebelum pandemic covid-19.

Dilajutkan lagi oleh Bapak Hadianto Selaku Masyarakat di Kelurahan

Kayumalue Pajeko:

“Informasinya cukup jelas, hanya saja kebijakan ini, kami sebagai


masyarakat menilai bahwa sebagian dari masyarakat yang memiliki hewan
ternak, belum mematuhi aturan-aturan yang ada. Sehingga kebijakan itu belum
dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan Bersama. Padahal sudah ada
sanksi yang diberikan bagi pelanggar aturan.”( Wawancara tanggal 12 maret
2021)

Banyaknya masyarakat yang kurang mematuhi peraturan tersebut

membuat tujuan dari kebijakan terhambat. Sehingga petugas akan tetap

melakukan penangkapan hewan ternak sebagai bentuk dari pelaksanaan Peraturan

daerah Nomor 6 Tahun 2012. Penertiban hewan-hewan dilakukan agar tak

menganggu masyarakat, baik dari pengguna jalan atau masyarakat sekitar. Sebab
masih banyak sekali hewan-hewan yang berkeliaran dijalanan dan itu sanggat

menganggu dan bahkan dapat mengancam nyawa dari pengguna jalan.

Melihat dari beberapa pernyataan di atas bahwa Peneliti mengambil

Kesimpulan mengenai kejelasan Aturan dari kebijakan perda ini. Dari aspek

kejelasaan berdasarkan wawancara diatas bahwa Kebijakan Penertiban ternak ini

sudah di beritahukan ke pemerintah Kecamatan, sampai dengan Kelurahan tetapi

berbeda dengan apa yang dilihat oleh peneliti bahwa dikelurahan kayumalue

pajeko itu belum sepenuhnya menatati aturan yang ada masih banyak hewan-

hewan ternak yang berkeliaran dikeluran terutama dijalan trans yang

mengakibatkan menganggu ketentraman dan kenyamanan pengendara. Kemudian

Peraturan Daerah (PERDA) Penertiban ternak ini dari tahun 2018 akhir sampai

dengan sekarang sudah tidak berjalan dengan semestinya.

5.1.3. Konsistensi

Indikator selanjutnya dalam Komunikasi yakni Konsistensi , Konsistensi

diperlukan agar Kebijakan tidak simpang siur sehingga membingungkan

Pelaksana Kebijakan , Target Group dan pihak-pihak kepentingan lainya. Perintah

yang diberikan dalam Pelaksanaan Kebijakan Penertiban Ternak dikelurahan

kayumalue pajeko ini harus jelas dan tidak simpang siur sehingga tujuan dari

perda ini bisa terlaksana.

Untuk itu peneliti mengajaukan Pertanyaan kepada informan, bagaimana

Konsistensi para pelaksana dalam menyampaikan informasi mengenai kebijakan

penertiban ternak di kelurahan kayumalue pajeko?


Berdasarakan wawancara dengan Bapak Putra M. Airlangga Selaku Kasi

Trantib Kelurahan Kayumalue Pajeko mengatakan:

“jadi begini kalau berbicara penertiban dikelurahan kayumalue pajeko.


Sebenarya pajeko ini sedikit saja yang punya ternak yang banyak berkeliaran itu
bukan dari pajeko ini dari Kabupaten donggala yang diatas (dari desa guntarano)
kebanyakan itu dari desa sana, kalau kita jugaa konsistensi menyampaikan ini,
paling yang kita sampaikan ada sih tapi hanya beberapa saja karena rata-rata yang
saya liat ada didalam kandang,jarang sekali hewan ternak kel pajeko
berkeliaran.” (Wawancara tanggaal 03 maret 2021)

Berbatasan langsung dengan desa yang masuk dalam kabupaten lain

membuat hewan ternak desa tersebut dapat dengan mudah menyebarang

perbatasan. Sehingganya tak hanya hewan ternak miliki warga di Keluarahan

Kayumalue Pajeko saja yang berkeliaran dijalanan namun ada juga yang dari

kabupaten seberang. Sehingganya meskipun pemerintah kota Palu sudah berusaha

untuk melaksanakan aturan yang ada namun tetap saja tidak dapat berjalan

dengan baik. Sebab masyarakat yang ada didesa seberang tidak mengetahui

peraturan yang ada, sehingga tetap membiarkan hewan-hewannya berkeliaran,

padahal itu sanggat menganggu.

Dilanjutkan dengan Bapak Hadianto Selaku masyarakat di Kelurahan

Kayumalue Pajeko beliau mengatakan bahwa :

“ Sejauh pengamatan saya, saya melihat tidak ada konsistensi terkait kebijakan

tersebut, karena dalam PERDA sudah jelaskan, namun pada kenyataannya fakta

dilapangan belum sepenuhnya terlaksana terkait kebijakan itu. Yang mana

sanksi bagi pelanggar aturan harus benar-benar dilaksanakan, agar ada efek jera
bagi mereka yang melanggar. Makanya kebijakan penertiban ini belum efektif

pelaksananya.” (Wawancara tanggal 03 maret 2021)

Konsistensi merupakan suatu hal yang penting dalam pelaksanaan

kebijakan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat terlaksana dengan baik. Namun

efek jera yang diberikan kepada para pelanggar kebijakan dari aturan penertiban

hewan tenak, sebelum sepenuhnya memberikan efek jera kepada mereka yang

melanggar. Sehingga mereka masih akan tetap melepaskan hewan-hewannya

untuk mencari makan dijalanan yang mana itu sanggat menganggu ketertiban.

Berdasarkan wawancara diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa

kebijakan penertiban ternak ini khususnya di kelurahan kayumalue Pajeko belum

sepenuhnya berjalan dengan baik sesuai apa yang ingin diharapkan . Konsitensi

menyampaikan terkait kebijakan sudah dilakukan hanya saja efek jera yang

diberikan ini masih kurang sehingga masyarakat tidaak begitu memperdulikan

kebijakan ini. Itulah mengapa Perda ini belum bisa dikatakan efektif.

5.1.2. Sumberdaya

Sumberdaya merupakan hal paling penting dalam menjalankan

implementasi kebijakan atau pelaksanan suatu kebijakan. Keberhasilan suatu

implementasi kebijakan sangat bergantung pada sumberdaya yang ada baik

sumberdaya manusia maupun sumberdaya finansial. Sumberdaya manusia adalah

sumberdaya paling penting demi terlaksananya implementasi kebijakan ini karena


jika tidak didukung dengan sumberdaya manusia yang mempunyai maka

implementasi akan terlaksana, sebaliknya jika tidak didukung dengan sumberdaya

manusia implementasi ini tidak akan berjalan dengan efektif

Pada penelitian ini didalam indicator Sumber daya peneliti melihat dari

segi sumber daya manusia, untuk mengetahui hal tersebut maka peneliti

mengajukan pertanyaan sebagai berikut: Apakah jumlah pelaksana Kebijakan

Penertibann Ternak sudah cukup memadai?

Menurut Ibu Murni S.H selaku KABID PPAD Kota Palu mengatakan

bahwa :

“sumber daya manusia untuk melaksanakan Razia Penertiban saya rasa masih
kurang untuk peneggakan perda ini apalagi biasanya kalau kita operasi itu hanya 15
sampai 20 orang yang dibawah biasa juga kami dibantu oleh masyarakat setempat.
Dan kami itu tidak punya orang yang ahli dalaam penengkapan hewan ternak
ini”( Wawancara tanggal 22 maret 2021)

Hal serupa dikatakan oleh Bapak Aan Hariyawan selaku lurah Kelurahan
kayumalue Pajeko mengatakan bahwa :

“Jumlah pelaksana untuk menyampaikan informasi terkait dengan perda ini sudah
lebih dari cukup, cuman kalau untuk pelaksana penertiaban seperti satpol pp
masih kurang biasanya juga masyarakat ikut membantu.”( Wawancara tanggal 22
februari 2021 )

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, peneliti mengambil

kesimpulan bahwa sumberdaya manusia dalam melaksanakan Kebijakan

Penertiban ternak ini masih kurang, karena mereka jugaa masih dibantu oleh

beberapa masyarakat setempat untuk melakukan penertiban. Kemudian dari


indicator sumber daya manusia yang menyeberluaskan informasi ini sudah cukup

memadai hanya saja yang menertibkan ternak belum memeilik keahlian

Kemudian Peneliti juga mengajukan pertanyaan dari indicator sumber

daya finansial atau pun fasilitas yang berada dikelurahan kayumalue pajeko.

Apakah sumber daya finansial/ fasilitas dalam kebijakan penertiban hewan ternak

sudah memadai ?

Menurut Ibu Murni S.H selaku KABID PPAD Kota Palu mengatakan

bahwa :

“Ini lagi kalau berbicara finansial di kebijakan penertiban ternak dari tahun 2018-
2021 ini kami belum memiliki anggaran karena semua anggaran di larikan
pemulihan bencana kemarin dan covid 19. Jadi kami tidak puya anggaran untuk
melakukan penertiban. Kalau fasilitas, fasilitasnya masih kurang saya kemarin
itu kesulitan kendaraan penggangkut ternak,kemudian sumber daya ahli yang
nangkap ternak itu kita ndak ada.” ( Wawancara 25 maret 2021)

Adanya pandemic covid-19 yang melanda Indonesia khususnya Kota palu,

membuat apa yang sudah direncanakan sebelumnya terkait pelaksanaan program

membuat terhambat. Yang mana hampir semua kegiatan yang akan dilaksanakan

tidak dapat dijalankan. Sehingganya anggaran yang disiapkan untuk pelaksanaan

program dialihkan pada penanggulangan pencegahan penyebaran covid-19.

Bahkan fasiilitas yang disediankan pemerintahppun dinilai masih kurang

terutama pada sumberdaya manusia yang memang ahli dalam menangkap hewan

dan juga truk pengangkut hewan ternak hanya satu buah.

Kemudian Bapak Aan Hariyawan Selaku Lurah Kelurahan Kayumalue

Pajeko mengatakan bahwa :


“Belum, karena untuk sekarang ini finansialnya yang tidak ada semua dialihkan

ke Covid 19. Kalau saya liat cuman seperti kandang yang disiapkan untuk ternak,

itu kandang adanya di koramil tepatnya di kecamatan.” (Wawancara tanggal

19 maret 2021)

Pandemic covid-19 di Kota Palu membuat kegiatan masyarakatnya

terhambat, begitu pula dengan pelaksanaan program pemerintah. Sebab anggaran

biaya yang diperuntukan untuk menjalan program yang sebelumnya sudah

ditentukan, menjadi dialihkan untuk penanggulangan penyebaran covid-19, yang

mana sesuai dengan anjuran pemerintah pusat.

Kemudian dilanjutkan oleh Bapak Putra M Airlangga Selaku Kasi

tartib Kelurahan kayumalue pajeko :

“Kalau sumber daya finansial pastilah ada , karena kalau kebijakan itu harus di
dukung dengan finansial, bagaimana mau jalan program kalau tidak adaa
finansialnya, cuman memang untuk sekarang penertiban ternak itu belum
dilakukan lagi itu terakhir kalau ndak salah 2018 sebelum gempa. Fasilitas
pendukung itu hanya sekedar mobil pengangkut ,dan kandang ternak yang
dikecamatan, biasanya juga dibawah ke koramil.” (Wawancara tanggal 19
maret 2021)
Setiap kebijakan yang ada haarus didukung oleh sumberdaya finansial

yang memadai agar dapat terlaksana dengan baik. Bukan hanya itu, tetapi harus

didukung oleh fasilitas-fasilitas yang dapat mendukung keberhasilan kebijakan

tersebut. Namun terbatasnya fasilitas pendukung dalam hal penertiban hewan

membuat pelaksanaannya belum terlaksana dengan baik.

Berdasarkan hasil wawancara mengenai Sumber daya finansial dan

fasilitas pendukung, Peneliti menarik Kesimpulan bahwa sumberdaya finansial


dan fasilitas pendukung dalam menunjang kebijakan ini belum begitu memadai.

Peneliti juga menilai bahwa kebijakan ini benar-benar belum efektif dikarenakan

anggaranya tidak ada, menurut peneliti Kebijakan itu akan berjalan Ketika

didukung dengan sumber daya anggaran yang cukup agar supaya program yang

akan dilakukan bisa tercapai. Sebenarnya pemerintah harusnya menyiapkan

anggaran dikarena kebijakan ini sudah cukup lama.

5.1.3 Disposisi

Disposisi ini merupakan kemauan,keinginan,dan kecenderungan para

pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara bersungguh-sungguh

sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. Disposisi ini akan

muncul di antara para pelaku kebijakan,mana kala akan menguntungkan tidak

hanya organisasinya, tetapi juga dirinya

Edward III menengaskan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan

bukan hanya ditentukan oleh sejauh mana para pelaku kebijakan mengetahui apa

yang harus dilakukan dan mampu melakukannya, tetapi juga ditentukan oleh

kemauan para pelaku kebijakan tadi memiliki disposisi terhadap kebijakan yang

sedang diimplementasiakan.Bagaimana sikap dari pemerintah kelurahan

/pelaksana kebijakan terhadap adanya kebijakan Penertiban Ternak?

Berdasarkan Hasil wawancaraa dengan Putra M airlangga Selaku kasi

Tranti Kelurahan Kayumalue Pajeko meengatakan bahwa:

“ Kita pahami dulu isi dari kebijakan perda penertiban itu baru kita sampaikan
lagi kepada masyaraktnya agar tujuan dari kebijakan itu bisa tercapai. jangan
sampai aparat-aparat tidak tahu apa yang dimaksud dari isi kebijakan jika
sewaktu-waktu masyarakat bertanyaa. Jadi sebelum kami sampaikaan kami juga
harus pahami dek. Cuman memang Kebijakan ini sudah lama tidak jalan
makanya masyarakat masa bodo dan tidak perduli lagi makanya ternak-ternak
dilepas begitu saja. Tapi kami tidak pernah bosan untuk memberitahukan kepada
masyarakat agar tidak melapas ternaknya. Kami juga sangat setuju dengan
adanya kebijakan Penertiban ternak.” (Wawancara tanggal 15 maret 2021)

Memahami isi dari kebijakan merupakan suatu hal memang seharusnya

dilakukann, agar dalam penyampaian informasi tidak keliru, sehingganya

informasi tersebut dapat tersampaikan dengan baik kepada masyarakat kelurahan

kayumalue pajeko yang mana mereka sebagai sasaran dari kebijakan tesebut.

Berdasarkan wawancara diatas peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa

Implementors Kelurahan kayumalue pajeko mencoba memahami isi kebijakan

lalu menyampaikan kepada masyarakat Kelurahan kayumalue pajeko terkait

penertiban ternak sehingga masyarakat mengetahui dan tidak lagi melepaskan

terkanya secara liar . peneliti juga melihat upaya yang dilakukan pemerintah

kelurahan hanya saja perda ini sudah lama tidak berjalan jadi aparat kelurahan

juga tidak melakukaan apay yang semestinyaa dilakukan.

Kemudian beralih ke pertanyaan kedua, Bagaimana Sikap masyarakat

Kelurahaan Kayumalue Pajeko terkaait dengan Kebijakan Penertiban Ternak?

Menurut Bapak Putra M Airlangga selaku Kasi Trantib Kelurahan

Kayumalue Pajeko mengatakan :

“masyarakat sih sebenarnya merespon baik soal penertiban hewan


ternak, cuman mau bilang sikap masyarakat pasti ada pro dan kontra,
kebijakan ini sulit karena ada pro dan kontra, cuman kita harus melihat
dari sisi,intinya regulasi dulu perbaiki baru bicara implementasi. Sebaik
apapun implementasi kalau regulasi cacat implementasi tidak akan
baik.”(wawancara taanggal 15 maret 2021)

Selajutnya Bapak Hadianto Selaku masyarakat Kelurahan Kayumalue


Pajeko mengatakan bahwa :

“pro dan kontra sih karena fasilitasnya yang tidak tersiapkan nah
kandangnya juga tidak ada, yang pasti banyak yang tidak senang dengan
adanya kebijakan ini karena solusi-solusinya tidak disiapkan pemerintah,
semestinya kebijakan yang diturunkan pemerintah itu harus disiapkan apa-
apa yang dibutuhkan masyarakat seperti pakan,dll intinya masyarakat
belum siap dengan adanya kebijakan ini.” (Wawancara tanggal 03 maret
2021)

Sikap dari masyarakat Kelurahan Kayumalue terhadap adanya Perda

Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Penertiban ternak ini ada yang mendukung dan ada

yang tidak, sebab jika ternak-ternak ini dikandangkan maka tidak akan

menganggu nilai estetika ataupun menganggu ketertiban umum , sebalikya jika

ternak-ternak ini dibiarkan dan dilepas maka akan menganggu kenyamana

masyarakat kelurahan.Tingkat kepedulian masyarakat terkait dengan kebijakan

ini belum sepenuhnya mendukung.

5.1.4 Struktur Birokrasi

Struktur Birokrasi menjadi penting dalam implementasi kebijakan.

Struktur birokrasi berkaitan dengaan kesesuian organisasi birokrasi yang

menjadi penyelenggara kebijakan . Fungsi dari struktur birokrasi mengantur agar

tidak terjadi kesalahan atau keterlambatan dalam melaksanakan kebijakan.


Kemudian struktur birokrasi diperlukan adanya standar operasional prosedur

(SOP) sebagai landasan yang pelaksanaan tugas dilapangan kebijakan. SOP juga

berfungsi agar petugas dilapangan tidak melakukan kekeliruan dalam

menjalankan tugasnya.

Dapat dikatakan bahwa standar operasioal prosedur dari pelaksanaan

peraturan ini sudah diatur sedemikian rupa yang semuanya terdapat pada

peraturan daerah. Peneliti mengajukann pertanyaan kepada informan, apakah

struktur birokrasi kebijakan penertiban ternak sudah melaksanakan tugasnya?

Menurut ibu Murni S.H selaku Kabid PPAD Kota Palu mengatakan

bahwa:

“ kami pihak satpol pp sudah lama kami tidak melakukan

penertiban ternak dek , tapi kalau birokrasi yang terkait itu biasa

kami koordinasi kekecamatan dan kelurahan terlebih dahulu

sebelum melaksanakan penertiban ternak.” (wawancara tanggal

25 maret 2021)

Berdasarkan wawancara diatas bahwa pihak satpol PP sebelum

melakukan penertiban terlebih dahulu berordinasi dengan pihak terkait lainya,

kemudian jika salah satu instansi terkait belum bisa mencangkup atau

melaksanakan tugasnya, maka tugasnya bisa diserahkan kepada instansi lainya

yang terkait dengan kebijakan mereka bisa dibantu dalam melaksanakn

penertiban.
Dilanjutkan oleh bapak Putra M Airlangga selaku kasih trantib

mengatakan bahwa :

“ Untuk penertiban sendiri kami selaku pemerintah kelurahan sudah

berupaya untuk coba melaksanakaan tugas yang sudah diperintahakan

kepada kami, hanya saja masyarakat kelurahan ini ada yang merespon

baik ada juga yang tidak, kami berharap masyarakat kelurahan ini tidak

lupa dengan kebijakan penertiban ternak.” (wawancara tanggal 10 maret

2021)

Berdasarkan wawancara diatas dapat ddisimpulkan bahwa implementasi

kebijakan nomor 6 tahun 2012 tentang penertiban ternak dikelurahan kayumalue

pajeko baik tingkat kecamatan maupun tingkat kelurahan membutuhkan banyak

instansi terkait dengan kebijakan. Untuk tingkat kelurahan dalam pelaksanan

penertiban ternak itu diawasi langsung oleh kasi trantib kelurahan kayumalue

pajeko.

5.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Kebijakan

Penertiban Ternak.

5.2.1 Faktor Pendukung

Faktor pendukung dari pelaksanan impelementasi ini adalah bahwa

pelaksanaan peraturan daerah Nomor 6 tahun 2012 tentang penertiban ternak

sudah dilakukan sosialisasi keseluruh kecamatan maupun di kelurahan khususnya

kayumalue pajeko dan ini dapat mengambarkan bawah adanya kerjasama dan
koordinasi yang baik, Antara Pembuat Kebijakan dan para pelaksana

(Implementors)

5.2.2 Faktor Penghambat

Dalam hal pelaksanaan Peraturan daerah ini ada beberapa factor

penghambat dalam pelaksanannya baik dari factor internal maupun eksternal Dari

factor internal yang menjadi penghambat adalah sumber daya finansial atau

anggaran peraturan daerah Nomor 6 tahun 2012 belum didukung dengan anggaran

yang cukup dikarena kebijakn ini sudah hampir tiga tahun sudah tidak dijalankan.

Kemudian yang menjadi factor penghambat selanjutnya kuran adanya sarana atau

prasarana pendukung, seperti kandang penampungan. Dan Sedangkan Faktor

eksternalnya adalah factor yang bersumber dari masyarakat nya sendiri seperti

adanya kebiasaan masyarakat yang beternak dengan masih melapskan ternaknya

dan mereka juga masa bodo dengan aturan yang sudah ditetapakan oleh

pemerintah daerah.
BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas yang dijelaskan pada

bab sebelumnya maka peneliti dapat menyimpulkan beberapa kesimpulan

mengenai Implementasi Kebijakan Penertiban Ternak dikelurahan

kayumalue pajeko. Implementasi Kebijakan Penertiban Ternak ini belum

berjalan dengan baik sesuai apa yang di inginkan masih banyak Kendala-

kendala dalam pengimplementasiannya. Dimana pemerintah sudah

melakukan sosialisasi dari tingkat Kecamatan sampai dengan tingkat

kelurahan agar kebijakan ini mencapai tujuan tetapi untuk kebijakan ini

dari tahun 2018 akhir sampai dengan sekarang sudah tidak berjalan dengan

semestinya. Kemudian untuk sumberdaya masih sangat kurang karena

belum didukung anggaran dan fasilitas yang memadai sehingga kebijakan

ini belum berjalan dengan efektif. Sikap dari para pelaksana ini sudah

cukup baik, hanya saja kesungguhan dari mereka untuk menyampaikan

kepada masyarakat yang masih kurang.


6.2 Saran

Berdasarkan Kesimpulan di atas, maka peneliti memberikan saran

sebagai berikut:

1. Dalam Peneggakan peraturan daerah seharusnya yang diperhatikan

terlebih dahulu adalah Anggaran dan sarana prasana agar

pengimplementasian Perda Nomor 6 Tahun 2012 bisa berjalaan dengan

baik.

2. Kemudian para pelaksana ini seharusnya bertindak tegas kepada

masyarakat yang tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan, agar efek

jera yang diberikan itu bisa membuat mereka takut.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

XAgustino, L. (2014). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta.

Anggara, S. (2014). Kebijakan Publik. PUSTAKA SETIA.

Anggara, S. (2015). Metode Penelitian Adminstrasi. CV PUSTAKA SETIA.

Indiahono, D. (2015). Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Gava

Media.

Mulyadi, D. (2016). Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik (Konsep dan

Aplikasi Proses Kebijakan Publik Bebasis Analisis Bukti Untuk Pelayanan

Publik. Alfabeta.

Nugroho, R. (2008). Public Policy. PT. Elex Media Komputindo.

Pasolong, H. (2016). Teori Administrasi Publik. Alfabeta.

Rozali, A. (2003). Pelaksanaan otonomi luas dan isu federalisme sebagai suatu

alternative. PT Raja Grafindo Pertsada.

Rusli, B. (2013). Kebijakan Publik Membangun Pelayanan Publik Yang

Responsif. Hakim Publishing.

Santosa, P. (2012). Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good Governance. PT.

Refika Aditama.

Sumarno, M. A. (2018). Implementasi Kebijakan Peternakan dan Ketertiban

Hewan Ternak di Kecamatan Labuan Kabupaten Donggala. Universitas

Tadulako.
Tachjan, H., Mariana, D., Paskarina, C., Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI)

(Bandung), Universitas Padjadjaran (Unpad), Lembaga Penelitian

(Lemlit), & Pusat Penelitian Kebijakan Publik dan Pengembangan

Wilayah (Puslit KP2W). (2006). Implementasi kebijakan publik. AIPI ;

Tangkilisan, H. N. (2003). Kebijakan Publik Yang Membumi. Lukman Offset

YPAPI.

Winarno, B. (2007). Kebijakan Publik. Media pressindo.

Winarno, B. (2012). Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus. C A P S.

B. Dokumen

Peraturaan Daerah Kota Palu No. 6 Tahun 2012 Tentang Penertiban


Hewan Ternak

Kecamatan Palu Utara dalam angka 2019, Badan Statistika Kota Palu

Anda mungkin juga menyukai