Anda di halaman 1dari 32

PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR

NOMOR 7 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN LARANTUKA


TAHUN 2012-2032

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI FLORES TIMUR,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di


Kawasan Perkotaan Larantuka secara berdaya guna,
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan
berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat, perlu disusun rencana detail tata ruang
kawasan;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan
pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat,
maka rencana detail tata ruang kawasan merupakan
arahan blok peruntukan/zoning bagi investasi
pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah,
masyarakat, dan/atau dunia usaha;
c. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah
Kabupaten Flores Timur Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Flores Timur
Tahun 2007-2027, maka strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten
perlu dijabarkan ke dalam Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan Perkotaan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana
Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Larantuka
Tahun 2012-2032;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah
Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat, dan
Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4169);
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
lndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik lndonesia Nomor 4437), sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang
Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang Wilayah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3934);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelanggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998
tentang Penyelengaraan Penataan Ruang di Daerah;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998
tentang Tata Cara Peran serta Masyarakat Dalam Proses
Perencanaan Tata Ruang di Daerah;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008
tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan
Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah;
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009
tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
19. Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur
Nomor 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2010-2030 (Lembaran Daerah Propinsi Nusa
Tenggara Timur Tahun 2011 Nomor 02, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Nomor 0045);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 14
Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah
Kabupaten Flores Timur Tahun 2006 Nomor 7 Seri E
Nomor 1), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 17 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten
Flores Timur Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kabupaten
Flores Timur Tahun 2011 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0068);
21. Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 13
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Flores Timur 2007-2027 (Lembaran Daerah
Kabupaten Flores Timur Tahun 2008 Nomor 13,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur
Nomor 0033);
22. Peraturan Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 4
Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintah yang Menjadi
Kewenangan Kabupaten Flores Timur (Lembaran Daerah
Kabupaten Flores Timur Tahun 2008 Nomor 4,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur
Nomor 0024);
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR

dan

BUPATI FLORES TIMUR

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL


TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN LARANTUKA
TAHUN 2012-2032.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:


1. Daerah adalah Kabupaten Flores Timur.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Flores Timur.
3. Bupati adalah Bupati Flores Timur.
4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang
udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah,
tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.
5. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
6. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional.
7. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah
yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan
ruang untuk fungsi budidaya.
8. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
9. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
10. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan
hukum bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.
11. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah dan
masyarakat.
12. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan
ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
14. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan
struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang.
15. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan
dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
16. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan
tertib tata ruang.
17. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
18. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
19. Rencana Detail Tata Ruang Perkotaan Larantuka yang selanjutnya
disingkat RDTR Perkotaan Larantuka adalah rencana tata ruang
kawasan perkotaan Larantuka.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung dan
budidaya.
21. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
22. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
23. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
24. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
25. Pusat kegiatan lokal adalah pusat permukiman kota sebagai pusat jasa,
pusat pengolahan dan simpul transportasi yang mempunyai pelayanan
satu Kabupaten atau beberapa Kecamatan.
26. Kawasan prioritas adalah kawasan yang dianggap perlu diprioritaskan
penanganannya serta memerlukan dukungan penataan ruang segera
dalam kurun waktu perencanaan.
27. Kawasan pengendalian ketat adalah kawasan yang memerlukan
pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk
mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif, menjamin
proses pembangunan yang berkelanjutan.
28. Bagian Wilayah Kota yang selanjutnya disingkat BWK adalah suatu
wilayah dengan satu dan/atau semua bagian wilayah kota-perkotaan di
dalamnya mempunyai hubungan hirarki yang terikat oleh arah
kecenderungan pengembangan, ketersediaan sarana dan prasarana
(fasilitas, utilitas), fungsi pelayanan, batasan fisik,
aksesbilitas/kemudahan keterjangkauan.
29. Unit Lingkungan yang selanjutnya disingkat UL adalah suatu wilayah
dengan satu dan/atau semua wilayah BWK di dalamnya mempunyai
hubungan hirarki yang terikat oleh kesamaan fungsi dan peran utama
kawasan.
30. Ekosistem adalah sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
31. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan
generasi mendatang.
32. Daya dukung lingkungan adalah kemampuan ekosistem untuk
mendukung kehidupan organisme secara sehat sekaligus
mempertahankan produktivitas, kemampuan adaptasi dan kemampuan
memperbaruhi diri.
33. Ramah lingkungan adalah suatu kegiatan industri, jasa dan
perdagangan yang dalam proses produksi atau keluarannya
mengutamakan metoda atau teknologi yang tidak mencemari
lingkungan dan tidak berbahaya bagi makhluk hidup.
34. Kawasan resapan air adalah kawasan di sekitar daerah permukiman
yang berfungsi untuk menampung, meresapkan dan mengalirkan
limpahan air hujan, guna mencegah terjadinya genangan dan bahaya
banjir.
35. Sempadan Sungai adalah kawasan di sekitar daerah aliran sungai yang
berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat
mengganggu atau merusak bantaran/tanggul sungai, kualitas air
sungai, dasar sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah
terjadinya bahaya banjir dan longsor.
36. Kawasan Cagar Budaya adalah kawasan yang di dalamnya terdapat
atau mengandung bangunan dan lingkungan cagar budaya yang harus
dilindungi untuk menjaga kelestarian bangunan dan lingkungan cagar
budaya tersebut.
37. Kawasan Perumahan, adalah kawasan yang pemanfaatannya untuk
perumahan dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan
hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan.
38. Kawasan Fasilitas Umum adalah kawasan yang dominansi pemanfaatan
ruangnya sebagai tempat untuk melakukan aktifitas sosial dan
pelayanan umum kepada masyarakat.
39. Kawasan Kantor Pemerintahan adalah kawasan yang dominansi
pemanfaatan ruangnya adalah untuk penyelenggaraan kegiatan
pemerintahan, baik pemerintah regional Kabupaten Flores Timur,
maupun pemerintahan kota Larantuka.
40. Kawasan pendidikan adalah kawasan yang dominansi pemanfaatan
ruangnya adalah untuk penyelenggaraan kegiatan pendidikan dasar,
lanjutan menengah sampai lanjutan atas.
41. Kawasan kesehatan adalah kawasan yang dominansi pemanfaatan
ruangnya adalah untuk penyelenggaraan kegiatan pelayanan kesehatan.
42. Kawasan Perdagangan dan Jasa adalah merupakan kawasan yang
didominansi pemanfaatan ruangnya untuk penyelenggaraan kegiatan
perdagangan dan jasa baik dalam skala lokal wilayah Perkotaan
Larantuka, maupun dalam skala regional Kabupaten Flores Timur.
43. Kawasan Peribadatan adalah kawasan yang dominansi pemanfaatan
ruangnya adalah untuk penyelenggaraan kegiatan peribadatan.
44. Kawasan Industri adalah kawasan yang didominasi pemanfaatan
ruangnya untuk kegiatan-kegiatan di bidang industri yang dibedakan
atas industri menengah dan industri kecil.
45. Kawasan Khusus adalah kawasan dengan kondisi dan karakteristik
yang bersifat khusus karena jenis kegiatan yang diwadahi memiliki
kondisi dan perlakuan tertentu seperti kawasan militer, kawasan
industri strategis, kawasan lapangan terbang dan kawasan pelabuhan.
46. Kawasan sarana kebersihan adalah kawasan yang dominansi
pemanfaatan ruangnya adalah untuk penyelenggaraan kegiatan
penampungan sementara sampah kota.
47. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih
bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara
alamiah maupun yang sengaja di tanam.
48. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah
perbandingan antara luas dasar bangunan dan luas persil.
49. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah
perbandingan antara luas lantai bangunan dan luas persil.
50. Tinggi Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat TLB adalah jumlah
tinggi lantai bangunan dalam persil.
51. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
garis batas dalam mendirikan bangunan dalam suatu persil atau petak
yang tidak boleh dilewati, sebagai garis pembatas fisik bangunan ke
arah depan, belakang ataupun samping.
52. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat
BKPRD adalah Badan bersifat ad-hoc yang mempunyai fungsi untuk
membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang
di Daerah.

BAB II
RUANG LINGKUP PENATAAN
RUANG KAWASAN PERKOTAAN LARANTUKA
Pasal 2

(1) Ruang lingkup teritori RDTR Perkotaan Larantuka meliputi seluruh


kelurahan dan desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Larantuka,
Desa Tiwatobi, Desa Mudakaputu, Desa Watotutu, Desa Lewoloba dan
Desa Wailolong dalam wilayah Kecamatan Ile Mandiri dan Desa Bantala
dalam wilayah Kecamatan Lewolema.
(2) RDTR Perkotaan Larantuka meliputi Buku Rencana dan Album Peta
RDTR Perkotaan Larantuka yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Daerah ini.

Pasal 3

(1) RDTR Perkotaan Larantuka mengatur pengembangan kawasan


fungsional perkotaan, struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan
perkotaan serta rencana blok pemanfaatan ruang.
(2) RDTR Perkotaan Larantuka merupakan pedoman bagi pelaksanaan
pembangunan kawasan perkotaan dan pedoman pengendalian
pemanfaatan ruang di dalam wilayah Perkotaan Larantuka.

Pasal 4

RDTR Perkotaan Larantuka dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Teknik


Ruang Kota sesuai dengan struktur dan pola pemanfaatan ruang kawasan
perkotaan yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati.

BAB III
TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
KAWASAN FUNGSIONAL PERKOTAAN

Bagian Kesatu
Tujuan
Pasal 5

Penyelenggaraan penataan ruang kawasan Perkotaan Larantuka bertujuan


Mewujudkan ruang perkotaan yang aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional,
agar:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
c. terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
lingkungan akibat pemanfaatan ruang; dan
d. terwujudnya kota Larantuka sebagai Gerbang Pemerintahan,
Perdagangan, Industri dan Pariwisata menuju kota Religius yang Indah,
Nyaman dan Sehat.

Bagian Kedua
Kebijakan dan Strategi
Pasal 6

(1) Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, maka


Kebijakan pemanfaatan ruang Perkotaan Larantuka, meliputi:
a. pusat Pemerintahan Kabupaten Flores Timur;
b. pusat pelayanan pendidikan tingkat regional;
c. pusat pelayanan Kesehatan tingkat regional;
d. pusat perdagangan dan distribusi barang dan jasa skala regional;
e. pusat pengembangan transportasi darat, laut dan udara; dan
f. pusat pengembangan pariwisata.

(2) Strategi pemanfaatan ruang perkotaan Larantuka meliputi:


a. struktur pemanfaatan ruang dan pola ruang kawasan perkotaan;
b. arahan blok pemanfaatan ruang perkotaan;
c. arahan penataan bangunan dan lingkungan perkotaan; dan
d. arahan pengendalian dan pemanfaatan ruang perkotaan.

BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG KAWASAN PERKOTAAN
Bagian Kesatu
Rencana Persebaran Penduduk

Pasal 7

Rencana persebaran penduduk perkotaan Larantuka dilakukan melalui


penetapan kepadatan penduduk di seluruh wilayah kota yang disesuaikan
dengan luas dan kegiatan yang diperuntukan diseluruh BWK.

Bagian Kedua
Struktur Zona Pelayanan
Pasal 8

Struktur Zona Pelayanan Perkotaan Larantuka, meliputi;


a. pusat pelayanan kota Larantuka terdapat pada Kelurahan Postoh dan
Kelurahan Puken Tobi Wangi Bao; dan
b. sub pusat pelayanan kota Larantuka terdapat pada Desa Tiwatobi,
Kelurahan Puken Tobi Wangi Bao, Kelurahan Postoh, Kelurahan
Waibalun dan Desa Lamawalang.

Bagian Ketiga
Rencana Skala Pelayanan Kegiatan
Pasal 9

Rencana Skala Pelayanan yang ada di Perkotaan Larantuka, meliputi:


a. rencana kegiatan sentra primer Perkotaan Larantuka berada pada
Kelurahan Postoh sebagai pusat perdagangan dan jasa serta Kelurahan
Puken Tobi Wangi Bao sebagai pusat perkantoran dan pendidikan;
b. rencana kegiatan sentra sekunder Perkotaan Larantuka berada pada
desa Tiwatobi sebagai pusat transportasi udara, Kelurahan Waibalun
sebagai pusat transportasi laut dan industri pengolahan serta Desa
Lamawalang sebagai pusat industri, transportasi darat dan wisata alam
dan budaya; dan
c. rencana kegiatan sentra tersier/lokal berada pada seluruh Kelurahan
dan Desa dalam kawasan Perkotaan Larantuka yang tidak termasuk
dalam wilayah sentra primer dan sentra sekunder.

Bagian Keempat
Struktur Pelayanan Kegiatan Kawasan Perkotaan
Pasal 10

(1) Wilayah Perkotaan Larantuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2


ayat (1), memiliki luas paling kurang 9.981,71 ha terbagi dalam dua
jenis pemanfaatan lahan, yaitu 54% (limapuluh empat persen) atau
seluas 5.390,12 ha adalah merupakan lahan untuk pemanfaatan
kawasan lindung, dan 46% (empatpuluh enam persen) atau seluas
paling kurang 4.591,59 ha adalah untuk pemanfaatan kawasan
budidaya, yang direncanakan secara sinergi dalam satu kesatuan ruang
secara terpadu, dengan fungsi utama sebagai pusat Pemerintahan,
pusat pelayanan pendidikan tingkat regional, pusat pelayanan
kesehatan tingkat regional, pusat perdagangan dan distribusi barang
dan Jasa skala regional, pusat pengembangan transportasi darat, laut
dan udara, dan pusat pengembangan pariwisata.
(2) Struktur dan pola pemanfaatan ruang di dalam wilayah Perkotaan
Larantuka terbagi atas 5 (lima) BWK dengan pusat-pusat pertumbuhan
dan pusat kegiatan berdasarkan kondisi, karakteristik, dan potensi yang
dimiliki pada masing-masing wilayah.

Pasal 11

(1) Pembagian BWK di dalam wilayah Perkotaan Larantuka sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), berdasarkan gabungan wilayah
administrasi kelurahan dan desa yang selanjutnya dalam struktur ruang
masing-masing wilayah administratif Kelurahan dan Desa disebut UL,
sebagai berikut:
a. BWK I:
Luas 3.047,69 ha yang dibagi menjadi 2 (dua) UL, yaitu:
1. UL 1: Desa Tiwatobi; dan
2. UL 2: Desa Mudakaputu dan Desa Watotutu.
b. BWK II:
Luas 1.507,39 ha yang dibagi menjadi 2 (dua) UL, yaitu:
1. UL 1: Kelurahan Puken Tobi Wangi Bao, Kelurahan Waihali dan
Kelurahan Pohon Bao; dan
2. UL 2: Kelurahan Weri, Kelurahan Sarotari, Kelurahan Sarotari
Tengah dan Kelurahan Sarotari Timur.
c. BWK III:
Luas 782,37 Ha yang dibagi menjadi 3 (tiga) UL, yaitu :
1. UL 1: Kelurahan Ekasapta, Kelurahan Amagarapati dan Kelurahan
Postoh;
2. UL 2: Kelurahan Lokea, Kelurahan Lohayong dan Kelurahan Pohon
Sirih; dan
3. UL 3: Kelurahan Balela dan Kelurahan Larantuka.
d. BWK IV:
Luas 887,02 Ha yang dibagi menjadi 2 (dua) UL, yaitu :
1. UL 1: Kelurahan Waibalun; dan
2. UL 2: Kelurahan Pantai Besar dan Kelurahan Lewolere.
e. BWK V:
Luas 3.757,24 Ha, yang dibagi menjadi 3 (tiga) UL, yaitu :
1. UL 1: Desa Lamawalang;
2. UL 2: Desa Lewoloba, Desa Wailolong dan Desa Bantala; dan
3. UL 3: Desa Mokantarak.
(2) Fungsi kegiatan dan pusat pertumbuhan pada setiap BWK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut:
a. BWK I:
Fungsi dan peran utama BWK I adalah sebagai kawasan pusat
transportasi udara dan pengembangan perdagangan dan jasa dengan
pusat pertumbuhan di Desa Tiwatobi.
b. BWK II:
Fungsi dan peran utama BWK II adalah sebagai kawasan pusat
pemerintahan dan perkantoran, pusat pelayanan kesehatan regional
dan pegembangan fasilitas yang menunjang kegiatan perkantoran
dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Puken Tobi Wangi Bao.
c. BWK III:
Fungsi dan peran utama BWK III adalah sebagai kawasan
perdagangan dan jasa skala lokal dan skala regional, pengembangan
transportasi laut dan sebagai pusat sirkulasi dan distribusi barang
dan orang skala regional, pusat wisata religius dan peribadatan umat
Katholik baik tingkat lokal, regional, nasional bahkan internasional
dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Postoh.
d. BWK IV:
Fungsi dan peran utama BWK IV adalah sebagai kawasan
pengembangan industri pengolahan dan pusat transportasi
penyeberangan dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Waibalun.

e. BWK V:
Fungsi dan peran utama BWK V adalah sebagai sebagai kawasan
industri, transportasi darat, pengembangan perdagangan dan jasa
pengembangan wisata budaya dengan pusat pertumbuhan di Desa
Lamawalang.

Bagian Kelima
Sistem Jaringan Pergerakan
Pasal 12

Pembangunan dan pengembangan sistem jaringan pergerakan dan


prasarana penunjang angkutan di dalam wilayah Perkotaan Larantuka,
dilakukan dengan cara:
a. pengembangan pelabuhan laut berupa pembangunan fasilitas
pelabuhan dilakukan mengikuti permintaan kebutuhan fasilitas
pelabuhan yaitu fasilitas bongkar muat, fasilitas tempat sandar, fasilitas
kantor pelabuhan, fasilitas ruang tunggu dan pergudangan;
b. pengembangan bandar udara sesuai dengan rencana pengembangan
transportasi udara Provinsi Nusa Tenggara Timur yakni akan
ditingkatkan status dari kelas V menjadi kelas IV;
c. pengembangan jaringan jalan di kota Larantuka berupa pengembangan
jalan arteri sekunder, jalan kolektor sekunder dan lokal sekunder;
d. pembangunan jembatan penghubung Pulau Flores dengan Pulau
Adonara;
e. pengembangan terminal Lamawalang, terminal Weri dan terminal
Tiwatobi; dan
f. pengembangan trayek angkutan kota Larantuka disesuaikan dengan
pesebaran penduduk dan fasilitas perkotaan.

Bagian Keenam
Sistem Jaringan Utilitas
Pasal 13

Pembangunan dan pengembangan Sistem Jaringan Utilitas di dalam


wilayah Perkotaan Larantuka, meliputi:
a. pengembangan jaringan air bersih di kota Larantuka diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat yang dilakukan
dengan penyediaan sambungan rumah, sambungan halaman,
sambungan kran umum dan hydrant kebakaran;
b. pengembangan pelayanan kebutuhan listrik bagi masyarakat dilakukan
dengan peremajaan jaringan, penambahan jaringan, penambahan
kapasitas gardu dan penambahan lampu penerangan jalan;
c. pengembangan jaringan telepon mengikuti pola jaringan yang telah ada
dengan mempertimbangkan jumlah calon pelanggan, rencana jaringan
yang akan dikembangkan, tingkat perkembangan kawasan yang akan
terjadi dan efisiensi dan efektivitas pemasangan sambungan;
d. pengembangan jaringan pematusan diarahkan dengan cara
pembuangan, antara lain dengan cara penggunaan kolam pembuangan,
penggunaan sumur peresapan dan penggunaan sistem tanki
pembusukan; dan
e. penyediaan tempat pembuangan limbah domestik yang terpisah dengan
saluran drainase dan melengkapi sistem pengolahan limbah terpadu
dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan kota dengan memenuhi
ketentuan perencanaan jaringan air limbah/air buangan, antara lain:
1. jaringan induk harus dapat melayani seluruh daerah pelayanan;
2. pengaliran air limbah harus cepat dan kontinyu dalam waktu yang
relatif singkat;
3. keamanan harus terjamin dengan tingkat kebocoran seminim
mungkin sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan; dan
4. jaringan penyaluran direncanakan berdasarkan jumlah air limbah
memperhitungkan segi ekonomi.
BAB V
RENCANA POLA RUANG KAWASAN PERKOTAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 14

(1) Pola ruang kawasan perkotaan di dalam wilayah Perkotaan Larantuka


dibagi menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya, dengan
mempertimbangkan keseimbangan diantara daya dukung dan daya
tampung kawasan.
(2) Penetapan kawasan lindung dan kawasan budidaya di dalam pola ruang
ditujukan untuk melestarikan potensi dan sumberdaya alam, mencegah
kerusakan lingkungan serta mewujudkan pemanfaatan ruang yang
efisien dan efektif.

Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 15

(1) Penetapan kawasan lindung bertujuan untuk melestarikan potensi dan


sumberdaya alam, mencegah timbulnya kerusakan lingkungan serta
menghindari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan.
(2) Kawasan lindung di dalam wilayah Perkotaan Larantuka meliputi
kawasan resapan air, sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan
terbuka hijau kota, taman wisata alam dan kawasan cagar budaya.

Pasal 16
Pengembangan kawasan resapan air di wilayah Perkotaan Larantuka adalah
seluas 24,47 ha yang terbagi di dalam masing-masing wilayah
pengembangan BWK I seluas 2,08 ha, BWK II seluas 8,12 ha, BWK III seluas
7,06 ha, BWK IV seluas 3,24 ha dan BWK V seluas 3,97 ha.

Pasal 17
Kawasan lindung berupa sempadan sungai di wilayah Perkotaan Larantuka
terdapat di kawasan BWK III.

Pasal 18

Kawasan RTH meliputi kawasan RTH Hutan Kota, kawasan RTH


Pertamanan dan Lapangan Kota, kawasan RTH Jalur Hijau Jalan, kawasan
RTH Taman Lingkungan, kawasan RTH Permakaman dan kawasan RTH
Fasilitas Olahraga.

Pasal 19

Pengembangan RTH Hutan Kota di dalam wilayah Perkotaan Larantuka


meliputi pengembangan di wilayah BWK I seluas 98,54 ha, BWK II
seluas 39,72 ha, BWK III seluas 59,98 ha, BWK IV seluas 5,55 ha dan
BWK V seluas 72,32 ha.
Pasal 20

Pengembangan RTH Jalur Hijau Jalan di dalam wilayah Perkotaan


Larantuka meliputi pengembangan di wilayah BWK I seluas 61,72 ha,
BWK II seluas 30,52 ha, BWK III seluas 42,31 ha, BWK IV seluas 6,16 ha,
dan BWK V seluas 47,53 ha.

Pasal 21

Pengembangan RTH Taman Lingkungan di dalam wilayah Perkotaan


Larantuka meliputi pengembangan di wilayah BWK I seluas 0,42 ha, BWK II
seluas 1,62 ha, BWK III seluas 1,41 ha, BWK IV seluas 0,65 ha dan BWK V
seluas 0,79 ha .

Pasal 22

(1) Pengembangan RTH Permakaman ditekankan pada upaya perbaikan,


pembaharuan, pemugaran, perlindungan tempat pemakaman yang telah
ada pada masing-masing BWK dan tempat pemakaman umum yang
direncanakan di BWK V.
(2) Pengembangan RTH Permakaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan sebagai berikut:
a. untuk tempat permakaman yang telah ada pada masing-masing
BWK dilaksanakan oleh kelompok setempat secara swadaya; dan
b. untuk tempat pemakaman umum dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah.

Pasal 23

Pengembangan RTH Pekarangan di dalam wilayah Perkotaan Larantuka


terdapat di masing-masing persil bangunan yang berada di wilayah
Perkotaan Larantuka.

Pasal 24

Cagar alam dan suaka margasatwa di dalam wilayah Perkotaan Larantuka


terdapat di lereng gunung Ile Mandiri dengan kemiringan lahan di atas 30%
(tigapuluh persen).

Pasal 25

(1) Pengembangan Kawasan RTH Fasilitas Olahraga ditekankan pada


upaya pembangunan, peningkatan, perbaikan, pembaharuan,
pemugaran dan perlindungan sesuai dengan lokasi dan skala
pemanfaatannya.
(2) Pengembangan Kawasan RTH Fasilitas Olahraga di dalam wilayah
Perkotaan Larantuka dilaksanakan di:
a. BWK I di sekitar kawasan Lapangan Sepak Bola Delang;
b. BWK II di sekitar kawasan Lapangan Sepak Bola Puken Tobi Wangi
Bao;
c. BWK III di sekitar kawasan Lapangan Sepak Bola Postoh dan
Lapangan Sepak Bola Raja Manuk;
d. BWK IV di sekitar kawasan Lapangan Sepak Bola Lewolere; dan
e. BWK V di sekitar kawasan Lapangan Sepak Bola Lamawalang.

Pasal 26

Kawasan lindung berupa kawasan cagar budaya di dalam wilayah Perkotaan


Larantuka, terdapat pada:
a. kawasan Kapela Tuan Meninu di Kelurahan Sarotari Tengah;
b. kawasan Kuburan Tua Pati Grama di Kelurahan Amagarapati;
c. kawasan rumah jabatan Bupati Flores Timur dan Gedung DPRD di
Kelurahan Lokea;
d. kawasan Kapela Tuan Ana dan Taman Mater Dolorosa di Kelurahan
Lohayong;
e. kawasan Istana Raja Larantuka di Kelurahan Pohon Sirih;
f. kawasan Kapela Tuan Ma di Kelurahan Larantuka;
g. kawasan Rumah Adat Waibalun di Kelurahan Waibalun; dan
h. kawasan Rumah Adat Mokantarak di Desa Mokantarak.

Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 27

(1) Penataan ruang kawasan budidaya bertujuan untuk mewujudkan


pemanfaatan ruang yang efisien dan efektif sesuai dengan kemampuan
daya tampung dan daya dukung lingkungan.
(2) Kawasan budidaya di dalam wilayah Perkotaan Larantuka, meliputi:
a. kawasan perumahan;
b. kawasan fasilitas umum, terdiri dari:
1. kawasan kantor pemerintahan;
2. kawasan pendidikan;
3. kawasan fasilitas kesehatan dan apotik;
4. kawasan tempat ibadah; dan
5. kawasan pasar Pemerintah Daerah.
c. kawasan perdagangan dan jasa;
d. kawasan industri;
e. kawasan khusus; dan
f. kawasan sarana kebersihan/persampahan.

Paragraf 1
Kawasan Perumahan

Pasal 28

(1) Pengembangan kawasan perumahan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 27 ayat (2) huruf a, ditetapkan sebagai berikut:
a. pengembangan perumahan secara individual dapat dilakukan di
tiap-tiap BWK dengan pola infiltrasi yaitu mengisi lahan-lahan yang
masih kosong dengan bangunan-bangunan baru dengan tipe kecil;
dan
b. pengembangan perumahan melalui pengembang (developer) lebih
diarahkan pada pengembangan lahan-lahan kosong pada wilayah
yang kurang berkembang yaitu dapat dilakukan di BWK I meliputi
Desa Watotutu, Desa Mudakeputu dan Desa Tiwatobi, dan di BWK V
meliputi Desa Lamawalang, Desa Lewoloba, Desa Wailolong, Desa
Bantala dan Desa Mokantarak.
(2) Upaya pengembangan kawasan perumahan harus disertai dengan
penambahan fasilitas dan pengembangan akses menuju wilayah
pengembangan yang direncanakan.

Paragraf 2
Kawasan Fasilitas Umum
Pasal 29

Pengembangan fisik kawasan fasilitas umum sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 27 ayat (2) huruf b, dilakukan secara terpadu melalui upaya
pembangunan, peningkatan, perbaikan, pembaharuan, pemugaran dan
perlindungan.

Pasal 30

Kawasan Kantor Pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27


ayat (2) huruf b angka 1, ditetapkan sebagai berikut:
a. Kawasan pusat fasilitas Pemerintahan Daerah dan Kota Larantuka
diarahkan pengembangannya di BWK II di Kelurahan Puken Tobi Wangi
Bao dengan pengembangan ke Kelurahan Weri; dan
b. Untuk fasilitas Pemerintahan lokal Kecamatan atau Kelurahan, berada di
lokasi Kantor Camat atau Kantor Lurah yang tersebar di pusat-pusat
BWK.

Pasal 31

(1) Pengembangan kawasan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 27 ayat (2) huruf b angka 2, ditekankan pada upaya peningkatan
kualitas pendidikan melalui upaya optimalisasi dan penambahan
prasarana dan sarana yang telah ada menuju pemenuhan Standar
Nasional Pendidikan (SNP) yang telah ditetapkan, maupun
pembangunan fasilitas baru mulai dari pendidikan dasar sampai
Perguruan Tinggi.
(2) Pembangunan fasilitas pendidikan baru tingkat dasar sampai menengah
tersebar pada lokasi-lokasi di sekitar kawasan perumahan yang sesuai
dengan tingkat dan lingkup pelayanannya, yaitu:
a. pengembangan fasilitas pendidikan baru di wilayah BWK I.
2 (dua) unit fasilitas Taman Kanak-kanak masing-masing di UL 1 dan
UL 2, 1 (satu) unit fasilitas Sekolah Dasar di UL 1 dan 1 (satu) unit
fasilitas Sekolah Menengah Pertama di UL 2.
b. pengembangan fasilitas pendidikan baru di wilayah BWK II.
5 (lima) unit fasilitas Taman Kanak-kanak masing-masing 3 unit di
UL 1 dan 2 unit di UL 2, 1 (satu) unit fasilitas Sekolah Dasar di UL 2,
2 (dua) unit fasilitas Sekolah Menengah Pertama masing-masing di
UL 1 dan UL 2 dan 1 (satu) unit fasilitas Sekolah Menengah
Umum/Kejuruan di UL 2.
c. pengembangan fasilitas pendidikan baru di wilayah BWK III.
6 (enam) unit fasilitas Taman Kanak-kanak masing-masing 3 unit di
UL 1 dan 2 unit di UL 2 dan 1 unit di UL 3, 2 (dua) unit fasilitas
Sekolah Menengah Pertama masing-masing di UL 1 dan UL 2 dan
2 (dua) unit fasilitas Sekolah Menengah Umum/Kejuruan masing-
masing di UL 1 dan UL 2
d. pengembangan fasilitas pendidikan baru di wilayah BWK IV.
5 (lima) unit fasilitas Taman Kanak-kanak masing-masing 3 unit di
UL 1 dan 2 unit di UL 2, 2 (dua) unit fasilitas Sekolah Dasar di UL 2,
2 (dua) unit fasilitas Sekolah Menengah Pertama masing-masing di
UL 1 dan UL 2 dan 2 (dua) unit fasilitas Sekolah Menengah
Umum/Kejuruan masing-masing di UL 1 dan UL 2, 1 unit Perguruan
Tinggi di UL 1.
e. pengembangan fasilitas pendidikan baru di wilayah BWK V.
4 (empat) unit fasilitas Taman Kanak-kanak masing-masing 3 unit di
UL 2 dan 1 unit di UL 3.

Pasal 32

Pengembangan kawasan fasilitas Kesehatan dan Apotik sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b angka 3, ditetapkan sebagai
berikut:
a. pengembangan fasilitas Kesehatan dan Apotik di wilayah BWK I.
1 (satu) unit fasilitas Balai Pengobatan di UL 2, 1 (satu) unit fasilitas
Tempat Praktek Dokter di UL 2 dan (satu) unit fasilitas Apotik di UL 1.
b. pengembangan fasilitas Kesehatan dan Apotik di wilayah BWK II.
3 (tiga) unit fasilitas Balai Pengobatan masing-masing 1 unit di UL 1
dan 2 unit di UL 2, 2 (dua) unit fasilitas Tempat Praktek Dokter masing-
masing di UL 1 dan UL 2 dan 2 (dua) unit fasilitas Apotik masing-masing
di UL 1 dan UL 2.
c. pengembangan fasilitas Kesehatan dan Apotik di wilayah BWK III.
3 (tiga) unit fasilitas Balai Pengobatan masing-masing 1 unit di UL 1,
UL 2 dan di UL 3, 3 (tiga) unit fasilitas Tempat Praktek Dokter masing-
masing 1 unit di UL 1, UL 2 dan di UL 3 dan 1 (satu) unit fasilitas Apotik
di UL 1.
d. pengembangan fasilitas Kesehatan dan Apotik di wilayah BWK IV.
1 (satu) unit fasilitas Balai Pengobatan di UL 2, 1 (satu) unit fasilitas
Tempat Praktek Dokter di UL 2 dan 1 (satu) unit fasilitas Apotik di UL 1.
Pasal 33

(1) Pengembangan kawasan Tempat Ibadah sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 27 ayat (2) huruf b angka 4, ditekankan pada upaya optimalisasi
dan peningkatan kapasitas tampung Tempat Ibadah yang telah
terbangun pada masing-masing BWK, dan seleksi lokasi untuk
pembangunan Tempat Ibadah baru.
(2) Pengembangan kawasan Tempat Ibadah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ditetapkan sebagai berikut:
a. untuk yang telah terbangun pada masing-masing UL, dilindungi dan
dimungkinkan untuk ditingkatkan, diperbaiki, diperbaharui dan
dipugar;
b. untuk pembangunan Tempat Ibadah baru dibatasi pada lokasi yang
telah ditetapkan sebagai fasilitas umum;
c. pengembangan fasilitas Tempat Ibadah baru untuk gereja sejumlah 9
unit, yang tersebar di BWK I sejumlah 3 unit masing-masing 2 unit di
UL 1 dan 1 unit di UL 2, di BWK II sejumlah 4 unit masing-masing 3
unit di UL1 dan 1 unit di UL 2, BWK V sejumlah 2 unit masing-
masing di UL 2 dan UL 3; dan
d. pengembangan fasilitas Tempat Ibadah baru untuk masjid sejumlah
2 unit, yang tersebar di BWK I sejumlah 1 unit di UL 2 dan di
BWK II sejumlah 1 unit di UL 2.

Pasal 34
Pengembangan kawasan Pasar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b angka 5, diarahkan pada wilayah BWK I
UL 1 dan BWK V UL 1.

Paragraf 3
Kawasan Perdagangan dan Jasa
Pasal 35

Pengembangan kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 27 ayat (2) huruf c, ditetapkan sebagai berikut:
a. pengembangan dalam skala regional di wilayah BWK III lebih diarahkan
pada peningkatan kualitas fasilitas yang ada, sedangkan pada BWK I dan
BWK V diarahkan untuk pengembangan fasilitas; dan
b. pengembangan dalam skala lokal diarahkan pada pusat-pusat BWK
lainnya dengan tujuan dapat melayani sendiri bagi masing-masing BWK.

Paragraf 4
Kawasan Industri
Pasal 36

Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf d,


ditetapkan sebagai berikut:
a. kawasan Industri menengah dialokasikan di Wilayah BWK IV terutama di
UL 1 Kelurahan Waibalun, dengan pengembangan ke Wilayah BWK V;
dan
b. industri-industri kecil, home Industri dan industri penunjang industri
menengah dikembangkan di setiap wilayah BWK yang berada di Kota
Larantuka.

Paragraf 5
Kawasan Khusus
Pasal 37

(1) Kawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2)


huruf e, meliputi kawasan militer, kawasan industri strategis, kawasan
lapangan terbang dan kawasan pelabuhan.
(2) Pelaksanaan pembangunan di kawasan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus tetap memperhatikan keterpaduan dengan
lingkungan sekitarnya.

Paragraf 6
Kawasan Sarana Kebersihan/Persampahan
Pasal 38

(1) Pengembangan kawasan Sarana Kebersihan/Persampahan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf f, ditekankan pada upaya
pembangunan, peningkatan, perbaikan, pembaharuan Tempat
Pembuangan Sementara (TPS), pada kawasan perumahan maupun non-
perumahan.
(2) Pengembangan prasarana dan sarana kebersihan dan penanganan
sampah di wilayah Perkotaan Larantuka dilakukan sebagai berikut :
a. menambah jumlah Tempat Pembuangan Sementara (TPS) minimum
di setiap wilayah administratif kelurahan;
b. menambah jumlah bak sampah baik di kawasan perumahan
maupun non-perumahan dengan 2 (dua) unit untuk masing-masing
UL; dan
c. pembangunan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang di
alokasikan di UL 2 pada BWK V di Desa Wailolong.

BAB VI
PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
Bagian Kesatu
Kepadatan Bangunan
Pasal 39

(1) Arahan kepadatan bangunan di wilayah Perkotaan Larantuka


dikembangkan terkait dengan intensitas bangunan dimana intensitas
bangunan tersebut akan dipengaruhi oleh KDB, KLB dan TLB.
(2) Kepadatan Bangunan ditetapkan untuk setiap blok peruntukan, dalam
klasifikasi sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan, dengan
klasifikasi:
a. kepadatan Tinggi : blok peruntukan dengan KDB ≥ 60 %;
b. kepadatan Sedang : blok peruntukan dengan KDB ≥ 50 %; dan
c. kepadatan Rendah : blok peruntukan dengan KDB ≥ 40 %.
(3) Kepadatan Bangunan di dalam wilayah Perkotaan Larantuka untuk
setiap blok peruntukan, ditetapkan sesuai masing-masing zona
kegiatan, dengan rincian sebagai berikut:
a. perumahan = 40 % - 60 %;
b. pemerintahan dan perkantoran = 40 % - 60 %;
c. fasilitas Pendidikan = 60 % - 70 %;
d. fasilitas Kesehatan = 60 % - 70 %;
e. fasilitas Peribadatan = 50 % - 60 %;
f. fasilitas Perdagangan dan Jasa = 70 % - 80 %; dan
g. fasilitas Umum Lainnya = 40 % - 60 %.

Bagian Kedua
Koefisien Lantai Bangunan
Pasal 40

(1) Arahan KLB ditujukan untuk menentukan intensitas penggunaan lahan,


yang berguna bagi pengendalian/kontrol pembangunan fisik yang
diselaraskan dengan fungsi dan peruntukan bangunannya.
(2) KLB di dalam wilayah Perkotaan Larantuka untuk setiap blok
peruntukan, ditetapkan sesuai jenis peruntukan lahan di wilayah
perencanaan, dengan rincian sebagai berikut:
a. perumahan = 60 % - 80 %;
b. pemerintahan dan perkantoran = 40 % - 60 %;
c. fasilitas Pendidikan = 60 % - 70 %;
d. fasilitas Kesehatan = 60 % - 70 %;
e. fasilitas Peribadatan = 50 % - 60 %;
f. fasilitas Perdagangan dan Jasa = 140 % - 160 %; dan
h. fasilitas Umum Lainnya = 40 % - 60 %.

Bagian Ketiga
Tinggi Lantai Bangunan
Pasal 41

(1) Arahan TLB yang terdapat pada blok setiap peruntukan di dalam
wilayah Perkotaan Larantuka dikembangkan sesuai daya dukung
kawasan perkotaan.
(2) TLB di wilayah Perkotaan Larantuka ditetapkan dengan rincian sebagai
berikut:
a. TLB secara umum diarahkan untuk bangunan 1 sampai dengan 2
lantai terutama untuk fasilitas perkantoran yang berada di BWK II;
dan
b. untuk pemanfaatan lahan secara khusus sesuai dengan tuntutan
fungsi dan peruntukan bangunan terutama untuk fasilitas
perdagangan dan jasa, TLB diperbolehkan lebih dari 2 (dua) lantai
dengan tetap memperhatikan dan pertimbangan daya dukung tanah
sebagai wilayah yang rawan bencana, sehingga struktur bangunan
harus diperhitungkan dan direncanakan secara matang.

Bagian Keempat
Garis Sempadan Bangunan
Pasal 42

(1) Arahan GSB di wilayah Perkotaan Larantuka dikembangkan


berdasarkan jarak antara as jalan dengan bangunan maupun dengan
pagar halaman dan jaringan bangunan dengan batas persil.
(2) GSB ditetapkan sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan,
dalam klasifikasi sebagai berikut:
a. sempadan muka bangunan; dan
b. sempadan sampingan (dan belakang) bangunan.
(3) Pengaturan garis sempadan muka bangunan di wilyah perencanaan
diarahkan pada klasifikasi jalan sebagai berikut:
a. jalan arteri sekunder dengan garis sempadan bangunaan
= 7,00 meter;
b. jalan kolektor sekunder dengan garis sempadan bangunaan
= 4,00 meter; dan
c. jalan lokal sekunder dengan garis sempadan bangunaan
= 3,50 meter.
(4) Pengaturan garis sempadan samping bangunan di wilyah perencanaan
diarahkan sebagai berikut:
a. persil yang lebarnya 10 meter ke bawah, tidak dikenakan garis
sempadan samping bangunan, tetapi harus mengikuti ketentuan
KDB.
b. persil yang lebarnya 11 sampai dengan 20 meter, dikenakan garis
sempadan samping bangunan pada salah satu sisinya, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Untuk bangunan toko dan perkantoran.
Pada bangunan dengan ketinggian 1 sampai dengan 2 lantai
sekurang-kurangnya memiliki garis sempadan samping bangunan
sebesar 3 meter.
2. Untuk bangunan jasa komersial/hiburan.
Pada bangunan 1 sampai dengan 2 lantai sekurang-kurangnya
memiliki garis sempadan samping bangunan sebesar 5 meter.
c. Persil yang lebarnya lebih dari 20 meter, dikenakan garis sempadan
samping bangunan pada kedua sisinya, dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Untuk bangunan Toko dan Perkantoran.
Pada bangunan dengan ketinggian 1 sampai dengan 2 lantai
sekurang-kurangnya memiliki garis sempadan samping bangunan
sebesar 3 meter.
2. Untuk bangunan Jasa Komersial/Hiburan.
Pada bangunan 1 sampai dengan 2 lantai sekurang-kurangnya
memiliki garis sempadan samping bangunan sebesar 5 meter.
3. Untuk bangunan umum dan bangunan sosial.
Pada bangunan 1 sampai dengan 2 lantai sekurang-kurangnya
memiliki garis sempadan samping bangunan sebesar 5 meter.

BAB VII
ARAHAN INDIKASI PROGRAM PEMANFAATAN RUANG
Pasal 43

Arahan indikasi program pemanfaatan ruang Perkotaan Larantuka terdapat


dalam buku rencana RDTR Kota Larantuka yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB VIII
PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Kesatu
Perizinan
Pasal 44

(1) Perizinan pemanfaatan ruang pada masing-masing pola ruang di dalam


wilayah Perkotaan Larantuka diberikan oleh Kepala Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang menangani perizinan.
(2) Perizinan pemanfaatan ruang dengan minimum luas lahan lebih besar
dari 2500 m², wajib mendapatkan rekomendasi Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Analisa Dampak Lingkungan
Lalulintas (ANDAL LALIN) dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
menangani lingkungan dan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
menangani lalu lintas sesuai ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Perizinan pemanfaatan ruang diberikan berdasarkan norma, standard,
prosedur dan manual, dengan mempertimbangkan:
a. kepadatan bangunan;
b. ketinggian bangunan;
c. sempadan bangunan; dan
d. penanganan blok peruntukan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 45

(1) Pengawasan pemanfaatan ruang pada masing-masing pola ruang di


dalam wilayah Perkotaan Larantuka dilakukan secara terpadu melalui
upaya preventif, dan persuasif sesuai ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(2) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang dilakukan secara intensif dan
terpadu yang dilakukan oleh BKPRD yang ditetapkan dengan Keputusan
Bupati.

Bagian Ketiga
Penertiban
Pasal 46

(1) Penertiban pemanfaatan ruang pada masing-masing pola ruang di


dalam wilayah Perkotaan Larantuka dilakukan secara terpadu melalui
upaya persuasif dan represif, sesuai ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(2) Penertiban terhadap pemanfaatan ruang dilakukan secara intensif dan
terpadu yang dilakukan oleh Kelompok Kerja Pengawasan dan
pengendalian BKPRD.

BAB IX
HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 47

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, setiap orang/badan hukum


berhak untuk:
a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;
b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah, rencana tata
ruang kawasan dan rencana rinci tata ruang kawasan;
c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai
akibat dari penataan ruang; dan
d. memperoleh penggantian sesuai ketentuan Peraturan Perundang-
undangan atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 48

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang/badan hukum berkewajiban


untuk:
a. berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;
b. berlaku tertib dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
mematuhi rencana tata ruang;
c. memanfaatkan ruang daratan dan ruang udara sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan, agama, atau kebiasaan yang berlaku;
d. memberikan bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan
wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang di kawasan perkotaan
dan pedesaan;
e. menyelenggarakan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata
ruang;
f. mengkonsolidasikan pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya
alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;
g. setiap perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan
RTRW;
h. memberikan masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan
i. menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan.

Pasal 49

Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang, meliputi:


a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Perkotaan Larantuka
termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan
ruang; dan
b. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan
pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

BAB X
SANKSI
Pasal 50

Segala bentuk kegiatan pemanfaatan ruang yang menyimpang dari RDTR


Perkotaan Larantuka dan/atau yang mengakibatkan kerusakan lingkungan
di kawasan lindung maupun kawasan budidaya, baik wilayah darat
maupun perairan dapat digolongkan sebagai pelanggaran dan akan
dilakukan tindakan penertiban serta pemberian sanksi sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.

BAB XI
PENINJAUAN KEMBALI
Pasal 51

Peninjauan kembali dan revisi RDTR Perkotaan Larantuka dilakukan


apabila terjadi perubahan kebijakan nasional, regional dan Daerah serta
strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang Wilayah dan/atau
dinamika internal Wilayah dengan tidak mengubah kebijakan dan strategi
pemanfaatan ruang.

Pasal 52

(1) Peninjauan Kembali dan revisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51,
dapat dilakukan paling sedikit 5 (lima) tahun sekali.
(2) Peninjauan kembali dan revisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki masyarakat.
BAB XII
JANGKA WAKTU PERENCANAAN
Pasal 53

Jangka waktu perencanaan RDTR Perkotaan Larantuka adalah 20


(duapuluh) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 54

(1) Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, maka semua Rencana Tata
Ruang Kawasan, Rencana Detail dan Rencana Teknik Ruang Kota dan
sektoral yang berkaitan dengan penataan ruang di wilayah perencanaan,
masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan
dengan RDTR Perkotaan Larantuka sebagaimana diatur dalam
Peraturan Daerah ini.
(2) Segala bentuk perizinan pembangunan atau pemanfaatan lahan yang
telah dikeluarkan sebelum ditetapkan Peraturan Daerah ini, masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan RDTR Perkotaan
Larantuka sesuai Peraturan Daerah ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 55

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Flores Timur.

Ditetapkan di Larantuka
pada tanggal 10 Desember 2012
BUPATI FLORES TIMUR,

YOSEPH LAGADONI HERIN


Diundangkan di Larantuka
pada tanggal 10 Desember 2012
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN FLORES TIMUR,

ANTON TONCE MATUTINA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR TAHUN 2012 NOMOR 7


PENJELASAN

ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR
NOMOR 7 TAHUN 2012

TENTANG

RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN LARANTUKA


TAHUN 2012-2032

I. UMUM
Perencanaan Kota pada dasarnya merupakan suatu kegiatan
penyusunan rencana tata ruang dalam rangka mewujudkan bentuk
suatu Kota yang berwawasan lingkungan, berlandaskan kelestarian
dan pelestarian, serta peningkatan kemampuan lingkungan secara
serasi dan seimbang, sehingga rencana tata ruang kota yang baik akan
mampu mengakomodasi kebutuhan ruang bagi aktivitas penduduknya
maupun untuk kebutuhan sarana dan prasarana wilayah, sehingga
diperoleh keseimbangan dan efisiensi antara tingkat kehidupan dan
penghidupan masyarakat dengan lingkungannya maupun
keseimbangan antara sumberdaya manusia dan sumberdaya alam.
Perencanaan kota secara hirarkhis dan berurutan meliputi
Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK), Rencana Detail Tata
Ruang Kota (RDTRK), Rencana Teknik Ruang Kota (RTRK) dan/atau
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).
RUTRK diharapkan dapat mengakomodir arahan sistem
pengaturan dan pengendalian perkembangan lingkungan fisik
perkotaan secara umum, namun mengingat perkembangan
kebutuhan penataan kawasan perkotaan khususnya pada kawasan
dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka secara bersamaan
arahan yang bersifat umum dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota
(RUTRK) dapat dijabarkan dengan tingkat yang lebih terinci melalui
Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) pada kawasan tertentu
yang mempunyai derajad perkembangan fisik relatif tinggi.
Kota Larantuka berpotensi untuk lebih cepat berkembang
dibandingkan dengan kota-kota lain di wilayah Kabupaten
Flores Timur, dan keadaan seperti ini pada dasarnya merupakan
kondisi yang tidak dapat dihindari, sehingga Rencana Umum Tata
Ruang Kota Larantuka pada saat ini sangat mendesak untuk
dilakukan penyusunan, mengingat selain produk tata ruang yang
telah ada sudah tidak sesuai dengan perkembangan yang ada.
Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota dilakukan sesuai
dengan dinamika pembangunan dan perkembangan sosial budaya,
ekonomi, politik masyarakat perkotaan, untuk dapat menjadi arahan
pengaturan dan pengendalian perkembangan lingkungan fisik perkotaan.
Dengan demikian, Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dengan
kedalaman Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Larantuka
ini dianggap penting karena memiliki peran dan fungsi strategis dalam
menata dan mengarahkan pembangunan serta pengembangan Kota
Larantuka, serta menjadi acuan bagi setiap gerak dan langkah
pembangunan, baik yang dilakukan oleh Pemerintah, pelaku usaha,
maupun masyarakat di Kota Larantuka.
Tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan penyusunan RUTR
dengan kedalaman RDTR Kota Larantuka Kabupaten
Flores Timur adalah:
a. menjaga kesesuaian antara pelaksanaan pembangunan dan
pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruangnya.
b. mempertahankan fleksibilitas dan kedinamisan rencana tata ruang
kota, sehingga dapat mengantisipasi berbagai permasalahan yang
mungkin terjadi dalam pelaksanaan pembangunan kota.
c. mendayagunakan rencana kota sebagai alat untuk penyusunan
tahapan dan program pembangunan secara optimal dengan jangka
waktu sepuluh tahun serta sebagai alat pengendalian pemanfaatan
ruang perkotaan secara tepat.
d. men-sinkron-kan produk rencana yang lebih tinggi dan rencana tata
ruang di bawahnya, yaitu RTRW Propinsi, RTRW Kabupaten, RUTRK
sampai dengan RDTRK, dan rencana-rencana lain yang berhubungan
dengan tata ruang.
e. menyiapkan hal-hal yang berkaitan dengan legitimasi hukum pada
materi rencana tata ruang.
Sedangkan sasaran didalam penyusunan RUTR dengan
kedalaman RDTR Kota Larantuka Kabupaten Flores Timur
adalah:
a. terumuskannya pengelolaan kawasan yang berfungsi lindung dan
kawasan budidaya perkotaan.
b. tersusunnya struktur dan pola pemanfaatan ruang perkotaan.
c. terumuskannya sistem kegiatan pembangunan dan sistem pemukiman
perkotaan.
d. terumuskannya rencana pengembangan kawasan-kawasan strategis
perkotaan yang perlu diprioritaskan pengembangannya selama jangka
waktu tertentu.
e. tersusunnya blok pemanfaatan ruang kota serta pengendalian
pemanfaatannya dengan selalu memperhatikan keterpaduan dengan
sumberdaya yang ada di kawasan perkotaan.
f. tersusunnya pedoman pelaksanaan dan pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan perkotaan.

Landasan Hukum yang digunakan didalam penyusunan Rencana


Umum Tata Ruang (RUTR) dengan kedalaman Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kota Larantuka adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 2 Tahun 1987. Hal ini dilakukan mengingat materi yang
terkandung dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1987
masih digunakan, terutama terkait dengan tata cara penyusunan
rencana kota selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelengaraan Penataan
Ruang di Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata
Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata
Ruang Daerah. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 2004
tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah, Keputusan
Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002
tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang Pendekatan
Perencanaan.
Untuk mencapai tujuan seperti yang diharapkan, penyusunan Rencana
Umum Tata Ruang Kota dilakukan melalui pendekatan perencanaan
yang terdiri dari pendekatan strategis, teknis dan pengelolaan data.
a. Pendekatan strategis, berhubungan dengan penentuan fungsi kota,
pengembangan tata ruang kota yang merupakan penjabaran dan
pengisian dari rencana-rencana pembangunan daerah secara jangka
panjang.
b. Pendekatan teknis, yang menyangkut upaya pengoptimalisasian
pemanfaatan ruang kota, diantaranya meliputi perbaikan lingkungan,
peremajaan, manajen pertanahan, pemberian fasilitas dan utilitas
secara tepat, pengefisiensian pola angkutan dan terjaganya
kelestarian dan peningkatan kualitas lingkungan perkotaan yang
sesuai dengan kaidah teknis perencanaan.
c. Pendekatan pengelolaan akan berhubungan dengan aspek
administrasi keuangan, hukum dan perundangan agar rencana kota
dapat dilaksanakan melalui koordinasi, penelitian perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian rencana kota.

Keluaran yang dihasilkan dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah


sebuah rencana umum pengembangan dan arahan pengembangan tata
ruang kota, yang diperoleh berdasarkan tahapan-tahapan analisis dan
rencana pengembangan tata ruamg kota, yang nantinya menjadi
pedoman pengembangan dan pembangunan kota Larantuka kabupaten
Flores Timur yang meliputi antara lain:
a. penyajian rencana tata guna lahan dan pengembangan lahan kota;
b. rencana pengembangan kawasan fungsional;
c. rencana blok pemanfaatan ruang kota;
d. ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang kota;
e. rencana distribusi fasilitas kota;
f. rencana pelayanan utilitas kota;
g. arahan penanganan bangunan;
h. rencana penanganan blok peruntukan;
i. rencana sistem transportasi kota; dan
j. rencana identitas kawasan, serta.
k. rencana preservasi dan kawasan konservasi.

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut diatas, maka perlu


membentuk Peraturan tentang Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Larantuka Tahun 2012-2032.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Huruf a
Dalam upaya meningkatkan pelayanan transportasi dan
mengantisipasi permasalahan kemacetan lalu lintas di Kota
Larantuka maka perlu direncanakan penataan jaringan jalan.
yang telah ada baik jalan arteri, jalan kolektor maupun jalan
lingkungan, serta pengembangan jalan alternatif baru yang
menghubungkan antar kawasan.
Huruf b
Untuk meningkatkan aksesibilitas antara Adonara Barat
dengan Kota Larantuka maka perlu direncanakan jembatan
penghubung antar kedua pulau tersebut. Rencana lokasi
jembatan tersebut adalah Kelurahan Sarotari Tengah dengan
Tanah Merah. Selain meningkatkan aksesibilitas antar
wilayah dalam Sub Satuan Wilayah Pengembangan (SSWP)-1,
keberadaan jembatan sejalan dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) 2007-2027, yaitu untuk menghubungkan
ruas jalan Provinsi di Pulau Flores dengan di Pulau Adonara.
Huruf c
Pengembangan Terminal Lamawalang berdasarkan klasifikasi
pelayanannya termasuk tipe B yang berfungsi melayani
kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam provinsi,
angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan.
Rencana pengembangan Terminal Lamawalang untuk
Terminal Tipe B adalah memperluas terminal dari luasan
sekarang ± 925 m² diperluas menjadi ± 2 ha (sesuai ketentuan
standar terminal tipe B).
Huruf d
Dalam upaya meningkatkan layanan terhadap angkutan
umum maka rute yang dilalui haruslah menjangkau pusat-
pusat kegiatan masyarakat, sehingga masyarakat di seluruh
wilayah kota dapat terlayani dengan angkutan umum. Hal ini
perlu dilakukan sehingga masyarakat dapat memanfaatkan
angkutan umum untuk berpergian sehingga dapat menekan
pertumbuhan kendaraan pribadi. Perlu dilakukan kajian
terhadap keberadaan rute eksisting dan penataan kembali
rute dan jumlah trayek angkutan.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 0081

Anda mungkin juga menyukai