Anda di halaman 1dari 6

RMK PEREKONOMIAN INDONESIA

PEMBANGUNAN DAERAH DAN OTONOMI

Dibuat Oleh:

Fesionary Arya Saputra

NIM: 1907531070

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2021
Pengertian Pembangunan Daerah dan Otonomi, serta Hubungan
Keduanya.
Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan,
kesempatan kerja, lapangan usaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya
saing maupun peningkatan indeks pembangunan manusia. Pembangunan daerah
memiliki tujuan, sebagai berikut.
1. Meningkatkan keadaan ekonomi daerah sehingga mandiri di dalam bidang ekonomi
untuk penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah.
2. Meningkatkan keadaan sosial daerah untuk mencapai kesejahteraan sosial secara
adil dan merata bagi seluruh anggota masyarakat di daerah.
3. Mengembangkan setiap ragam budaya daerah sehingga menjamin kelestarian
budaya daerah di antara budaya-budaya nasional Indonesia lainnya.
4. Meningkatkan dan memelihara keamanan masyarakat untuk mendukung
pelaksanaan peningkatan kegiatan ekonomi, sosial budaya, kualitas lingkungan hidup
dan meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota masyarakat seutuhnya.
5. Membantu pemerintah pusat dalam mempertahankan, memelihara dan
meningkatkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Indonesia.

1. Otonomi Daerah
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah
merupakan titik fokus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Pengembangan suatu daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan
potensi dan kekhasan daerah masing-masing.

a. Dasar Hukum Otonomi Daerah


Berikut beberapa peraturan perundang-undangan sejak awal kemerdekaan sampai
sekarang yang mengatur tentang kebijakan otonomi daerah, yakni: UU No. 1 Tahun
1945 tentang Komite Nasional Daerah, UU No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan
Daerah, UU No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, UU No.
18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Tap MPRS No. XXI
Tahun 1966 tentang pemberian otonomi seluas-luasnya Kepada Daerah, UU No. 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Tap MPR No. XV Tahun
1998, UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah , UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah, UU No. 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Revisi UU No. 32 Tahun 2004).

b. Prinsip Otonomi Daerah


Sejak ketetapan MPR No. XXI Tahun 1966 prinsip dalam otonomi daerah bersifat
seluas-luasnya dan kemudian berkembang menjadi otonomi daerah yang luas, nyata
dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah
untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi nyata
adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di
bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh hidup, dan
berkembang di daerah. Sedangkan, yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung
jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi
pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban
yang dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta
antardaerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c. Asas Penyelenggaraan Otonomi Daerah


Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, penyelenggaraan
otonomi daerah dilakukan berdasarkan tiga asas, yaitu:
- Asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan daerah
otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah
yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Indonesia.
- Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, atau kepada instansi vertikal
di wilayah tertentu, dan/atau kepada Gubernur dan Bupati/Wali Kota sebagai
penanggung jawab urusan pemerintahan umum.
- Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa
serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

2. Otonomi Daerah terhadap Pembangunan Daerah


Pemerintah daerah memiliki kesempatan lebih luas untuk memperbaiki kondisi
pelayanan publik, perkembangan perekonomian daerah, serta mengembangkan
berbagai terobosan baru dalam pengelolaan pemerintahan daerah. Daerah-daerah
semakin memiliki kebebasan untuk mengembangkan wilayahnya sesuai kebutuhan
masyarakat lokal. Kewenangan pemerintah daerah melalui otonomi daerah tersebut
sangat penting untuk mewujudkan pembangunan daerah dan akan memberikan
pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional,
regional maupun global. Otonomi daerah juga akan mendorong munculnya aktivitas
perekonomian dan akselerasi pertumbuhan ekonomi di daerah perbatasan dan
tertinggal. Demi mewujudkan pembangunan daerah, pemerintah daerah dalam
kebijakan otonomi daerah harus mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat,
juga berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan
dan kemampuan daerahnya.

3. Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah


Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan
subsistem keuangan negara sebagai konsekuensi pembagian tugas. PAD bertujuan
memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan
otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
Dana perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah
pusat dan daerah. Pinjaman daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan
untuk urusan pemerintahan daerah. Pendapatan lain-lain bertujuan memberi
peluang kepada daerah untuk memperoleh pendapatan lain.

I. Sumber-sumber Penerimaan Daerah


Penerimaan daerah dalam desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan
pembiayaan. Berikut adalah sumber-sumber penerimaan daerah:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

PAD bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan, dan pendaptan asli daerah lain yang sah.

2. Dana Perimbangan

Terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus yang
ditetapkan setiap tahun dalam APBN.

a. Dana Bagi Hasil


Bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana yang bersumber
dari pajak terdiri atas PBB, BPHTB, dan PPh Pasal 25 dan Pasal 29
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21 dibagi
antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Dana dari sumber daya
alam berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan
pertambangan panas bumi.
b. Dana Alokasi Umum
Jumlah DAU ditentukan sekurang-kurangnya 26% dari pendapatan
dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. Dasar penentuan
jumlah DAU merupakan celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal
adalah kebutuhan fiskal dikurangi dengan kapasitas fiskal, sedangkan
alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil
Daerah. Proporsi DAU antar daerah provinsi dan kabupaten/kota
ditetapkan berdasarkan rasio kewenangan antara provinsi dan
kabupaten/kota.
c. Dana Alokasi Khusus
DAK dialokasikan ke daerah tertentu yang ditetapkan setiap tahun
dalam APBN untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam APBN.
Kriteria DAK meliputi kriteria umum, khusus, dan teknis. Daerah
penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping sekurang-
kurangnya 10% yang ditetapkan dalam APBD.
3. Pendapatan Lain-lain

Terdiri dari pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. Pendapatan hibah
merupakan bantuan yang tidak mengikat. Dana darurat dialokasikan dari APBN untuk
keperluan mendesak seperti bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak
bisa ditanggulangi daerah menggunakan APBD.
II. Pinjaman Daerah
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak
lain sehingga pemerintah daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar
kembali. Sumber pinjaman daerah dapat berasal dari pemerintah pusat,
pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank dan non bank, serta masyarakat.
Pinjaman daerah mungkin berupa pinjaman jangka pendek, menengah atau
panjang. Persetujuan DPRD diperlukan untuk pinjaman jangka panjang dan
menengah.
Daftar Pustaka

Nehen, I K. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press.

Anda mungkin juga menyukai