Anda di halaman 1dari 9

Keuangan Negara dan Daerah

Nama : Surantijaya Lastri Sukardi


NPP : 32.1031
Kelas : D-3
Dosen : Dr. Ir. H. Dwi Agus Sumarno, MM
Tugas : Jelaskan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

Keuangan merupakan faktor penting dalam suatu negara, dikarenakan pengaruh yang
demikian menentukan terhadap kompleksitas hidup negara dan masyarakatnya. Pengaruh dari
aspek keuangan negara antara lain juga mencerminkan kualitas keberadaan dari suatu pemerintah
dalam menjalankan fungsi-fungsi kenegraannya. Mengingat eksistensi keuangan demikian vital
bagi suatu negara, maka segala daya dan upaya akan dilakukan oleh pemerintah untuk
menciptakan dan memanfaatkan segenap sumber keuangan yang ada. Hasil-hasil yang diperoleh
selanjutnya akan dipergunakan untuk membiayai pengeluaran kegiatan jalnnya pemerintahan dan
pembangunan.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah
kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga di Negara kesatuan meliputi segenap
kewenangan pemerintah kecuali beberapa urusan dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti:
1. Politik Luar Negeri
2. Pertahanan dan Keamanan
3. Peradilan
4. Moneter dan Fiskal
5. Agama
Menurut UU No.17 Tahun 2003, Keuangan Negara merupakan segala hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik negara yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut. Sementara itu, menurut PP No 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk
kekayaan yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
tersebut.
Hubungan keuangan antara pusat dan daerah adalah menyangkut pembagian tanggung
jawab untuk melaksakanakan kegiatan-kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintahan dan
pembagian sumber penerimaan untuk menutup pengeluaran akibat kegiatan-kegiatantersebut.
Tujuan utamanya adalah untuk mencapaui perimbangan antara berbagai pembagian, disamping
itu antara potensi dan sumber daya masing-masing daerah dapat sesuai. Intisari dari hubungan
pusat-daerah adalahmenyangkut pembagian kekuasaan; tentang hak mengambil keputusan
mengenai anggrana pemerintah termasuk bagaimana memperoleh dan membelanjakannya.
Hubungan tersebut mencermikan tujuan politik yang mendasar karena perannyamenentukan
bobot kekuasaan yang dijalankan pemda dalamseluruh sistempemerintahan dalam mana
hubungan itu harus serasi (harmonis) yang dimainkan pemda yang bersangkutan.
Tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah dengan
mendekatkan pelayanan publik di daerah. Perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan
konsekuensi dari desentralisasi penyerahan urusan pusat dan daerah. Pelaksanaan otonomi
daerah yang disertai desentralisasi fiscal telah dimulai tahun 2001. Instrumen fiskal sebagai salah
satu pendukung desentralisasi dalam menggerakan pembangunan daerah, meliputi Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus. Selain keiga dana perimbangan
dalam rangka desentralisasi fiskal diatas, pemerintah juga mengalokasikan belanja dalam rangka
asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang bersifat langsung ke daerah tanpa melalui APBD.
Masalah hubungan antara Pemerintah Pusat dan daerah, tidak terlepas dari konsep
desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Mawhood (dalam Kartiwa, 2012:9)
mendefinisikan desentralissai sebagai devolusi kekuasaan dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah. Perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah sebagaimana tercantum dalam UU
No. 33 Tahun 2004, dimaksudkan untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah mencakup
tiga hal, yaitu:
1. Perimbangan keuangan subsistem pembagian wewenang (Money follow functions).
2. Desentralisasi fiskal memperhatikan stabilitas dan keseimbangan.
3. Menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas
pembantuan (medebewind).
Hubungan keuangan antara pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah tidak hanya
dari segi pengawasan saja akan tetapi implikasi pemerintah pusat terhadap daerah yakni dapat
dikatakan sebagai fasilitator atau penyedia finansial terhadap daerah maka sumber keungan dari
berasal dari APBN dan APBD yang harus dipertanggungjawabkan berdasakan asas pengelolaan
pemerintah daerah guna mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat di daerah. Selain
mempunyai kewajiban dalam melaksanakan tugas pemerintah daerah tersebut pemerintah daerah
pun bertanggung jawab atas akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah yang bersumber dari
APBN dan APBD. APBN dan APBD sama-sama digunakan untuk tujuan bernegara sehingga
alokasinya sejalan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan
umum. Tidak adanya perbedaan tujuan antara keduanya pada hakikatnya karena prinsip konsep
pengelolaan keuangan negara dan daerah yang tidak berdiri sendiri-sendiri. Dengan demikian
tercipta wujud kesatuan arah anggaran serta pengelolaan tujuan negara untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN
rencana pengeluaran dan penerimaan negara tahun mendatang yang dihubungkan dengan
rencana dan proyek jangka panjang. Secara khusus, pengertian APBN adalah mengacu pada
pasal 23 ayat 1 UUD 1945 (perubahan). Disebutkan, APBN adalah pengelolaan keuangan negara
setiap tahun yang ditetapkan dengan undang-undang. APBN dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggungjawab serta ditujukan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
 Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan
Penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan bertujuan untuk meningkatkan
pencapaian kinerja, efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan
publik, dan pembangunan di daerah serta mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di
daerah. Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, diperlukan keselarasan dan sinergi secara
nasional antara program dan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang didanai dari
APBN dengan program dan kegiatan desentralisasi yang dibiayai dari APBD. Pengalokasian
dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dimaksudkan untuk menjamin tersedianya sebagian
anggaran Kementerian/Lembaga bagi pelaksanaan program dan kegiatan prioritas yang sudah
ditetapkan dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL) yang mengacu pada
Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Kementerian/Lembaga selaku institusi pemerintah yang menyelenggarakan dekonsentrasi
dan tugas pembantuan perlu mempertimbangkan beberapa aspek dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan agar pelaksanaannya dapat berjalan
efektif, efisien, ekonomis, dan tepat sasaran. Dua hal utama yang menjadi perhatian adalah: (i)
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan harus sesuai dengan
Renja-KL dan RKP; dan (ii) rencana lokasi dan anggaran untuk program dan kegiatan yang akan
didekonsentrasikan atau ditugaskan disusun dengan memperhatikan kemampuan keuangan
negara, keseimbangan pendanaan di daerah, dan kebutuhan pembangunan daerah. Menteri
Keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia yang
mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan fiskal nasional, ikut bertanggung
jawab dalam menyediakan informasi terkini tentang peta keseimbangan pendanaan di daerah
untuk keperluan perencanaan lokasi dan anggaran dekonsentrasi dan tugas pembantuan oleh
Kementerian/Lembaga. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan nomor 156/PMK.07/2008 tentang
Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan sebagaimana telah diubah
menjadi PMK nomor 248/PMK.07/2010, Menteri Keuangan wajib menyediakan dan
menyampaikan peta keseimbangan pendanaan di daerah kepada pihak-pihak yang terkait setiap
tahun anggaran agar dapat digunakan dalam perencanaan lokasi dan alokasi dana dekonsentrasi
dan tugas pembantuan di daerah. Untuk itu, disusun Rekomendasi Menteri Keuangan tentang
Keseimbangan Pendanaan di Daerah.
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan PP No 7 tahun 2008
tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, Tugas pembantuan adalah penugasan dari
Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada
Daerah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah provinsi. Dalam PP No 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan pasal 2 ayat (3), penyelenggaraan tugas pembantuan dilakukan melalui penugasan
sebagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemberi tugas pembantuan dari
Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota,
dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa. Ruang lingkup tugas
pembantuan mencakup aspek penyelenggaraan, pengelolaan dana, pertanggungjawaban dan
pelaporan, pembinaan dan pengawasan, pemeriksaan, serta sanksi. Pendanaan dalam rangka
tugas pembantuan dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik.

APBD
Dalam APBN terjadi hubungan antara APBN dan APBD yang memuat anggaran yang
berasal dari APBN yang dialokasikan ke daerah dan masuk dalam APBD, sehinga alur dana
alokasi tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Perbedaan antara APBN dan APBD adalah
APBN merupakan anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sedangkan APBD merupakan
anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD juga merupakan suatu rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara). APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan
rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan
daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua
pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Mengingat APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Anggaran merupakan suatu
pernyataan formal yang dibuat oleh manajemen berupa rencana-rencana yang akan dilakukan
pada masa yang akan datang dalam suatu periode tertentu, di mana rencana tersebut merupakan
suatu pedoman dalam pelaksanaan kegiatan selama periode tersebut.
Fungsi-fungsi dari Anggaran Penerimaan Belanja Daerah adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Otorisasi, anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi Perencanaan, anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan, anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi, anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber days, serta meningkatkan efi siensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi, anggaran daerah harus mengandung arti/ memerhatikan rasa keadilan
dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi, anggaran daerah harus mengandung arti/harus menjadi alat ntuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

 Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah
dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah.
Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah merupakan dua
bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sistem Keuangan Negara, dan dimaksudkan untuk
mengatur sistem pendanaan atas kewenangan pusat yang diserahkan, dilimpahkan, dan
ditugaskan kepada daerah. Dana perimbangan juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan
sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah. Dalam hal pembangunan daerah tidak
menjadi tanggung jawab pemerintah pusat saja tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah didalam mengurusi rumah tangganya sendiri. Dalam rangka melaksanakan otonomi
daerah kewenangan pusat dilimpahkan kepada daerah sehingga pemerintah daerah mempunyai
keleluasaan dalam mengelola rumah tangganya sendiri.
Dengan keleluasaan yang diberikan tersebut, kewenangan pemerintah daerah semakin
besar. Oleh karena itu pemerintah daerah harus bisa mengelola daerahnya dengan sebaik-baiknya
termasuk dalam masalah keuangan. Jangan sampai dalam pelaksanaan otonomi daerah terjadi
penyimpangan, salah satunya yaitu penyimpangan terhadap keuangan daerah. Dalam hal ini
secara tidak langsung pemerintah daerah telah mengabaikan prinsip pemerintahan yang bersih
dan berwibawa dalam pelaksanaan otonomi daerah.
Penyelenggaraan kewenangan pemerintahan pusat dibiayai dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN), dimana dari APBN ini akan dialokasikan oleh Pemerintah Pusat
pada belanja untuk daerah guna mendanai kegiatan desentralisasi serta belanja pusat di daerah
guna mendanai kegiatan dekonsentrasi terkait dengan kewenangan pusat yang
didekonsentrasikan kepada gubernur atau ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dan/atau desa
dalam rangka tugas pembantuan yang melaksanakan di luar enam urusan Pemerintah Pusat, serta
dana instansi vertikal yang melaksanakan dalam enam urusan Pemerintah Pusat. Belanja untuk
daerah sebagai realisasi dari desentralisasi ini berupa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi
Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikenal dengan istilah dana perimbangan
serta Dana Otonomi Khusus (Dana Otsus) juga Dana Penyesuaian.
Penyelenggaraan kewenangan pemerintahan daerah dibiayai dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD), dimana penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi ini
terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Dalam UU No 33 Tahun 2004, penerimaan
daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan.
Pendapatan daerah bersumber dari: 1. Pendapatan asli daerah 2. Dana perimbangan 3.
Pendapatan lain-lain Sementara itu, pembiayaan daerah bersumber dari: 1. Sisa lebih perhitungan
anggaran 2. Penerimaan pinjaman daerah 3. Dana cadangan daerah 4. Hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan Pendapatan asli daerah (PAD) bertujuan memberikan kewenangan
kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi
daerah sebagai perwujudan desentralisasi. PAD ini bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan PAD lain-lain yang syah. Dana perimbangan
bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
dan antar Pemerintah Daerah. Pendapatan lain-lain yang memberi peluang kepada daerah untuk
memperoleh pendapatan selain yang berasal PAD, dana perimbangan dan pinjaman daerah.
berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005 Dana perimbangan seperti
dikemukakan di atas terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus.
1. Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH dilakukan berdasarkan prinsip by
origin (daerah penghasil)
dan penyaluran berdasarkan realisasi penerimaan. DBH bersumber dari pajak dan sumber
Jaya alam. DBH yang berasal dari pajak adalah bagian daerah yang berasal dari
penerimaan Pajak Bumi Dan Bangunan, Biaya Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan,
Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan
Pajak Penghasilan Pasal 21. Penetapan Alokasi DBH Pajak ditetapkan oleh Menteri
Keuangan. DBH Pajak sendiri disalurkan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening
Kas Umum Negara ke Rekening Kas Umum Daerah. Dana Bagi Hasil Sumber Daya
Alam berasal dari: a. Kehutanan b. Pertambangan Umum c. Perikanan d. Pertambangan
Minyak Bumi e. Pertambangan Panas Bumi.

2. Dana Alokasi Umum (DAU)


Dana Alokasi Umum (DAU) adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap
Daerah Otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana
pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada APBN, dan menjadi
salah satu komponen pendapatan pada APBD. DAU bertujuan untuk pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan
kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan
kebutuhan dan potensi daerah. Dana Alokasi Umum terdiri dari DAU untuk Daerah
Provinsi dan DAU untuk Daerah Kabupaten/ Kota. Proporsi DAU antara provinsi dan
kabupaten/kota dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota. DAU untuk suatu daerah dialokasikan
berdasarkan formula yang terdiri atas celah fi skal dan alokasi dasar. Celah fi skal
merupakan selisih antara kebutuhan fi skal dan kapasitas fi skal. Kebutuhan fi skal diukur
dengan menggunakan variabel jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan
Konstruksi, Produk Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan
Manusia. Kapasitas fi skal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah dan DBH.
Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

3. Dana Alokasi Khusus (DAK)


Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah alokasi dari APBN kepada provinsi/ kabupaten/ kota
tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
Pemerintah Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Bila dibandingkan Antara ke
dua sumber dana di APBD, dana perimbangan mempunyai peran yang sangat signifi kan
dalam penyelenggaraan pemerintahan Daerah. Artinya, Bagi Daerah, Dana perimbangan
merupakan suatu yang sangat berartidalam peningkatan kapasitas daerah dalam
pelayanan publik, Pelayanan masyarakat akan semakin baik. Cakupan dan jangkauan
pelayanan semakin luas dan dekat dengan masyarakat yang dilayani. Dengan demikian,
harapan kesejahteraan masyarakat sangat memungkinkan diwujudkan melalui kebijakan
desentralisasi fi skal yang memuat hubungan(perimbangan) keuangan Antara pusat dan
daerah.

 Desentralisasi
Salah satu aspek penting dari hubungan antara pemerintah pusat dan daerah terefleksi
dalam intergovernmental fiscal relations. Penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah yang mana nantinya dimanfaatkan oleh setiap daerah untuk
pembangunan. Seperti meningkatkan kualitas dan efesiensi layanan publik yang sudah ada
maupun baru ingin dibangun.

Desentralisasi fiskal dan otonomi daerah merupakan 2 hal yang berkaitan erat. Terutama
bila bicara tentang pajak daerah. Sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tentu
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan penerimaan pajak pusat dan daerah. Salah satu jenis
sinergi yang dimaksud adalah dalam mengoptimalkan pertukaran dan pemanfaatan data atau
informasi perpajakan.

Jadi, mengacu pada Pasal 1 angka 7 UU No. 32 Tahun 2004, desentralisasi berarti
penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Senada dengan desentralisasi tersebut, aspek pembiayaan juga ikut terdesentralisasi.
Implikasinya adalah daerah dituntut untuk bisa membiayai secara mandiri biaya
pembangunannya. Oleh karena itu, pelimpahan tugas yang diemban oleh pemda dalam otonomi
harus disertakan dengan pelimpahan keuangan.

Tujuan desentralisasi fiskal bertujuan untuk memenuhi aspirasi daerah menyangkut


penguasaan atas sumber-sumber keuangan negara, mendorong akuntabilitas dan transparansi
pemerintah daerah, meningkatkan pastisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah,
mengurangi ketimpangan antar daerah, menjamin terselenggaranya pelayanan publik minimum
di setiap daerah, dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahterahaan masyarakat
secara umum, (Nurhemi dan Suryani 2015). Argumen ini tidak terlepas dari keyaninan bahwa
pembangunan tidak dapat tercapai dengan hanya melalui mekanisme pasar, malainkan
memerlukan peran pemerintah melalui kebijakan anggarannya. Adapun jika dikaji lebih lanjut,
kebijakan desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi dari keputusan politik desentralisasi atau
politik otonomi daerah yang diambil pemerintah. Otonomi daerah tidak mungkin berhasil apabila
tidak didukung sepenuhnya oleh politik fiskal melalui transfer fiskal ke daerah (desentralisasi
fiskal) untuk mendukung keberhasilan otonomi daerah tersebut yang diselaraskan dengan
pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diuraikan sebagai
berikut :

a. Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan


Negara yang merupakan bagian kekuasaan pemerintah.

b. Presiden menyerahkan kekuasaan tersebut kepada kepala daerah (Gubernur/ Bupati/


Walikota) selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerahnya dan
mewakili pemerintah daerah dalam pemilikan kekayaan yang terpisah.
c. Hubungan antara pusat dan daerah menyangkut hubungan pengelolaan pendapatan
(revenue) dan penggunaan (expenditure) baik untuk pengeluaran rutin maupun
pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas,
responsible dan akuntable.

d. Konsep hubungan antara pusat dan daerah adalah hubungan administrasi dan hubungan
kewilayahan, sehingga pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada
pemerintah daerah sesuai dengan peraturran perundang-undangan.

Oleh Karena itu dengan memberikan hak dan kewajiban pengelolaan keuangan daerah,
pemerintah serta memberikan hak dan kewajiban pengelolaannya kepada daerah, berarti
pemerintah secara konsisten melaksanakan kebijakan desentralisasi. Dengan melihat komposisi
persebaran dana perimbangan keuangan saat ini, menunjukkan ada peningakatan pemerataan
kemampuan fiskal daerah dan berkurangnya kesenjangan fiskal antar daerah.

Dengan Penerapan formula yang mempunyai legitimasi dan proses perhitungan Dana
Perimbangan ini secara transparan dan akultabel, maka dapat dikatakan bahwa kebijakan
perimbangan keuangan pusat dan daerah saat ini membawa dampak pemerataan antar daerah.
Perbaikan praktek penyelenggaraan pemerintahan daerah ini akan membawa perbaikan pada
kehidupan demokrasi di daerah dengan sendirinya berdampak terhadap membaiknya kehidupan
demokrasi Indonesia. Prinsip Value for Money menerapkan prinsip ekonomi, efisiensi dan
efektivitas dalam proses penganggaran. Ekonomi berkaitan degnan pemilikan kualitas tertentu
dengan harga yang paling murah. Efi siensi berarti bahwa dalam penggunaan dana masyarakat
(public money) harus menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna). Selanjutnya
efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran harus mencapai target atau tujuan yang
menyangkut kepentingan public.

Anda mungkin juga menyukai