Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH APBD TERHADAP KEMISKINAN DI

SUMATERA SELATAN TAHUN 2009-2013


(Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Ekonomi Publik I)
Oleh: Priska Tria Saraswati

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Daerah yang kemudian
direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang lebih
luas untuk mengurus rumah tangganya dengan mengurangi peran pemerintah
pusat. Pemerintah daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk
menggunakan sumber-sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang berkembang di daerahnya. Dalam UU
tersebut menyebutkan dengan tegas bahwa daerah memiliki kewenangan untuk
menentukan alokasi sumber daya kedalam belanja-belanja dengan menganut asas
kepatutan, kebutuhan dan kemampuan daerah (Nugroho, 2009).
Semenjak diberlakukannya kedua Undang-Undang tersebut, mulailah
diberlakukan sistem otonomi daerah. Provinsi Sumatera Selatan sebagai salah satu
daerah otonom tentu memiliki berbagai rencana dalam memaksimalkan potensi
yang ada di dalamnya serta mewujudkannya agar kebutuhan hidup penduduk kota
terpenuhi. Untuk itulah Sumatera Selatan tentu memiliki anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD) sendiri.
APBD dapat diartikan sebagai suatu daftar yang memuat perincian
sumber-sumber pendapatan daerah dan macam-macam pengeluaran daerah dalam
waktu satu tahun. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2003 mengartikan APBD
sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui

bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan
Daerah (Perda).1
Dalam fungsinya, APBD memiliki 5 fungsi, yaitu fungsi otorisasi, fungsi
perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi alokasi, dan fungsi distribusiyang
mana dalam kajian kali ini akan dibahas salah satu peran fungsi distribusi. Fungsi
distribusi berarti APBD dalam pendistribusiannya harus memerhatikan rasa
keadilan dan kepatutan. Namun, apakah benar fungsi distribusi pada APBD di
Sumatera Selatan telah berfungsi dengan semestinya?
Dilihat secara sekilas, jika memang fungsi ini berjalan dengan semestinya,
tentu kemiskinan di Sumatera Selatan dapat diatasi, atau minimal kemiskinan
dapat ditekan angka pertumbuhannya. Namun sekali lagi, hal ini perlu dianalisis
lebih lanjut untuk mengetahui sejauh mana pengaruh antara APBD dan tingkat
kemiskinan di Sumatera Selatan dalam kurun waktu 5 tahun, yaitu tahun 2009
sampai 2013.
1.2. Rumusan Masalah
Di dalam paper ini akan di analisis apakah APBD memiliki pengaruh
terhadap kemiskinan yang ada di Sumatera Selatan selama tahun 2009 sampai
2013.
2. TINJAUAN TEORI
A. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah suatu
rencana kerja pemerintah yang dinyatakan secara kuantitatif, biasanya
dalam satuan moneter yang mencerminkan sumber-sumber penerimaan
daerah dan pengeluaran untuk membiayai kegiatan dan proyek daerah
dalam kurun waktu satu tahun anggaran.
Pada hakikatnya anggaran daerah (APBD) merupakan salah satu
alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat
1 http://www.zonasiswa.com/2014/12/apbn-apbd-pengertian-tujuanfungsi.html

sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung
jawab. Dengan demikian APBD harus benar-benar dapat mencerminkan
kebutuhan

masyarakat

dengan

memperhatikan

potensi-potensi

keanekaragaman daerah (Lasminingsih, 2004 : 223).


Dalam APBD pendapatan dibagi menjadi 3 kategori yaitu
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah. Selanjutnya Belanja digolongkan menjadi 4
yakni Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan Publik, Belanja Bagi
Hasil dan Bantuan Keuangan, dan Belanja Tak Tersangaka. Belanja
Aparatur Daerah diklasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu Belanja
Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan, dan Belanja
Modal / Pembangunan. Belanja Pelayanan Publik dikelompokkan menjadi
3 yakni Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan,
dan Belanja Modal. Pembiayaan seperti sudah dikatakan di atas, adalah
sumber - sumber penerimaan dan pengeluaran daerah yang dimaksudkan
untuk menutup defisit anggaran atau sebagai alokasi surplus anggaran.
Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan, yaitu :
sumber penerimaan daerah dan sumber pengeluaran daerah. Sumber
pembiayaan berupa penerimaan daerah adalah: sisa lebih anggaran tahun
lalu, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang
dipisahkan, dan transfer dari dana cadangan. Sedang sumber pembiayaan
berupa pengeluaran daerah terdiri atas: pembayaran utang pokok yang
telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa
lebih anggaran tahun sekarang.
Dasar hukum dalam penyelenggaraan keuangan daerah dan
pembuatan APBD adalah sebagai berikut:
a. UU No. 32 Tahun 2003 tentang Pemerintah Daerah.
b. UU No. 33 Tahun 2003 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah.
c. PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Keuangan Daerah.

d. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman


Pengurusan, Pertanggungjawaban Keuangan Daerah serta Tata Cara
Pengawasan, Penyusunan, dan Penghitungan APBD.
Pada dasarnya tujuan penyusunan APBD sama halnya dengan
tujuan penyusunan APBN. APBD disusun sebagai pedoman penerimaan
dan pengeluaran penyelenggara negara di daerah dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah dan untuk meningkatkan kemakmuran
masyarakat. Dengan APBD maka pemborosan, penyelewengan, dan
kesalahan dapat dihindari.
APBD yang disusun oleh setiap daerah memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. Fungsi Otorisasi
APBD berfungsi sebagai dasar bagi pemerintah daerah dalam menjalankan
pendapatan dan belanja untuk masa satu tahun.
b. Fungsi Perencanaan
APBD merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun
perencanaan penyelenggaraan pemerintah daerah pada tahun yang
bersangkutan.
c. Fungsi Pengawasan
APBD merupakan pedoman bagi DPRD, BPK, dan instansi pelaksanaan
pengawasan lainnya dalam menjalankan fungsi pengawasannya.
d. Fungsi Alokasi
Dalam APBD telah digambarkan dengan jelas sumber-sumber pendapatan
dan alokasi pembelanjaannya yang harus dilaksanakan oleh pemerintah
daerah.
e. Fungsi Distribusi
Sumber-sumber pendapatan dalam APBD digunakan untuk pembelanjaanpembelanjaan yang disesuaikan dengan kondisi setiap daerah dengan
mempertimbangkan asas keadilan dan kepatutan.

APBD disusun melalui beberapa tahap kegiatan. Kegiatan tersebut,


antara lain, sebagai berikut.
a. Pemerintah Daerah menyusun Rancangan Pendapatan dan Belanja
Daerah (RAPBD).
b. Pemerintah Daerah mengajukan RAPBD kepada DPRD untuk dibahas
bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam pembahasan ini
pihak Pemerintah Daerah (Eksekutif) dilakukan oleh Tim Anggaran
Eksekutif yang beranggotakan Sekretaris Daerah, BAPPEDA, dan pihakpihak lain yang dianggap perlu, sedangkan DPRD dilakukan oleh Panitia
Anggaran yang anggotanya terdiri atas tiap fraksi-fraksi.
c. RAPBD yang telah disetujui DPRD disahkan menjadi APBD melalui
Peraturan Daerah untuk dilaksanakan.
B. Kemiskinan
Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi
untuk memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah.
Kondisi ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan,
sandang, maupun papan. Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga
akan berdampak berkurangnya kemampuan untuk memenuhi standar
hidup rata-rata seperti standar kesehatan masyarakat dan standar
pendidikan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan
adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang
tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Berdasarkan sudut pandang ekonomi, kemiskinan adalah bentuk
ketidakmampuan dari pendapatan seseorang maupun sekelompok orang
untuk mencukupi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar. Dimensi
ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang
dapat

digunakan

atau

dimanfaatkan

untuk

meningkatkan

taraf

kesejahteraan seseorang baik secara finansial maupun jenis kekayaan


lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat (Suryawati, 2004: 123).
Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk
permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun
keempat bentuk kemiskinan tersebut adalah (Suryawati, 2004):
1) Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana pendapatan seseorang
atau sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan sehingga kurang
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan standar untuk pangan, sandang,
kesehatan,

perumahan,

dan

pendidikan

yang

diperlukan

untuk

meningkatkan kualitas hidup. Garis kemiskinan diartikan sebagai


pengeluaran rata-rata atau konsumsi rata-rata untuk kebutuhan pokok
berkaitan dengan pemenuhan standar kesejahteraan. Bentuk kemiskinan
absolut ini paling banyak dipakai sebagai konsep untuk menentukan atau
mendefinisikan kriteria seseorang atau sekelompok orang yang disebut
miskin.
2) Kemiskinan Relatif
Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang terjadi
karena adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau
ke

seluruh

lapisan

masyarakat

sehingga

menyebabkan

adanya

ketimpangan pendapatan atau ketimpangan standar kesejahteraan. Daerahdaerah yang belum terjangkau oleh program-program pembangunan
seperti ini umumnya dikenal dengan istilah daerah tertinggal.
3) Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat
adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya
berasal dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk
memperbaiki taraf hidup dengan tata cara moderen. Kebiasaan seperti ini

dapat berupa sikap malas, pemboros atau tidak pernah hemat, kurang
kreatif, dan relatif pula bergantung pada pihak lain.
4) Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada
suatu tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung
adanya pembebasan kemiskinan. Bentuk kemiskinan seperti ini juga
terkadang memiliki unsur diskriminatif.
C. APBD dan Kemiskinan
Pemerintah sebagai regulator sekaligus dinamisator dalam suatu
perekonomian merupakan salah satu pihak yang memiliki peran sentral
dalam upaya untuk menanggulangi permasalahan kemiskinan. Di
Indonesia,

pelaksanaan

penanggulangan

permasalahan

kemiskinan

dikoordinasikan oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan yang


bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial.
Program penanggulangan masalah kemiskinan ini dibiayai melalui
Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) melalui pos
pengeluaran untuk Program Pembangunan. Prinsip yang digunakan untuk
program ini bahwa penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui upaya
untuk meningkatkan pembangunan di bidang sumber daya manusia dan
pemenuhan sarana maupun pra sarana fisik. Kedua bentuk pelaksanaan
dalam APBN ini disebut juga investasi pemerintah untuk sumber daya
manusia dan investasi pemerintah di bidang fisik.
Pengeluaran pemerintah untuk pembangunan merupakan faktor
penentu jumlah penduduk miskin yang berasal dari sisi pendekatan
anggaran pemerintah (Saleh, 2002). Pengeluaran tersebut meliputi
keseluruhan pengeluaran untuk program pembangunan yang bertujuan
untuk meningkatkan taraf kesejahteraan penduduk di suatu daerah.
Semakin tinggi pengeluaran pemerintah untuk pembangunan, maka akan
semakin tinggi pula taraf kesejahteraan yang dapat dicapai atau diperoleh
penduduk di suatu daerah (semakin minim tingkat kemiskinannya).

3. PENELITIAN TERDAHULU
Upaya mengentaskan maka Instrumen yang

digunakan diantaranya

melalui kebijakan APBN untuk tingkat pusat dan APBD untuk tingkat daerah.
Sejalan dengan itu maka perlu dilihat apakah ada keterkaitan yang berarti antara
APBD masing-masing Daerah Provinsi dengan Tingkat Kemiskinan relative di
daerahnya. Dengan data tahun 2011.
Menyimak dari data 33 APBD dan Kemiskinan tersebut di atas, jika
diranking 10 APBD terbesar dan Peringkat kemiskinanya adalah 1. DKI Jakarta
APBD terbesar pertama, kemiskinan peringkat terkecil pertama. 2. Nangro Aceh
Darus Salam APBD terbesar kedua, kemiskinan peringkat keduapuluhempat .3.
Jawa barat APBD terbesar ketiga, kemiskinan peringkat kelimabelas 4.. Jawa
Timur APBD terbesar keempat , kemiskinan peringkat kedelapanbelas. 5.
Kalimantan Timur APBD terbesar kelima, kemiskinan peringkat ketujuh . 6.
Papua APBD terbesar keenam, kemiskinan peringkat keduapuluhsembilan 7. Riau
APBD terbesar ketujuh, kemiskinan peringkat kesebelas. 8. Sumatera Utara
APBD terbesar kedelapan, kemiskinan peringkat kedelapanbelas. 9 Papua Barat
APBD terbesar kesembilanbelas, kemiskinan peringkat keduapuluhdelapan dan 10
Sumatera Selatan APBD terbesar kesepuluh, kemiskinan peringkat ketujuhbelas.
Ternyata APBD besar sedangkan tidak sertamerta dapat menurunkan
kemiskinan . dari sepuluh APBD terbesar, tingkat kemiskinan sangat berfluktuatif.
Oleh karenanya perlu action plan yang jelas dalam penyusunan APBD yang
berpihak untuk mengentaskan kemiskinan yang menjadi tujuan utama
pembangunan dengan menggunakan dana APBD. Melalui pertama, data spasial
antara kota/kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa sampai ke RT. karena masing
masing region kemiskinan mempunyai karekteristik yang berbeda dan cara
diagnosa dan pemberdayaannya berbeda pula. Kedua, program dan kegiatan lebih
bersifat pemberdayaan yang mengarah pembentukan kemampuan hidup mandiri.
Ketiga, arahkan APBD yang benar dapat menjadi sentra pengentasan kemiskinan.
4. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Ruang Lingkup


Analisis yang akan dilakukan ini dilakukan di ruang lingkup Sumatera
Selatan pada tahun 2009 sampai 2013. Variabel yang akan diteliti adalah APBD
dan jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan selama periode 2009-2013.

4.2. Jenis dan Sumber Data


Data-data yang diperoleh dan akan di analisis dalam makalah ini
merupakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dan
disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi
lain. Biasanya sumber tidak langsung berupa data dokumentasi dan arsip-arsip
resmi.
Data sekunder yang diambil ini diperoleh dari BPS untuk data penduduk
miskin, data APBD dari DPJK, serta dari jurnal-jurnal penelitian lainnya.
4.3. Teknik Analisis
Teknik analisis data yang dilakukan di makalah ini adalah analisis
kualitatif dan kualitatif.
Analisis kualitatif yaitu berupa analisis berbentuk deskriptif, berupa katakata lisan atau tulisan tentang tingkah laku manusia yang dapat diamati. Analisis
kualitatif dalam makalah ini adalah bersumber dari analisis yang diperoleh dari
tinjauan pustaka serta penelitian terdahulu, serta membandingkan secara deskriptif
pada data yang tersaji.
Analisis kuantitatif merupakan proses analisis data dengan bentuk data
angka. Analisis kualitatif yang dilakukan di makalah ini merupakan hasil dari
menganalisis data dalam bentuk angka yang telah kami peroleh dari BPS dan
DJPK yang dihitung dengan menggunakan simple regression test dengan
menggunakan eviews.
Hasil hitung simple regression test dengan menggunakan eviews ini akan
dilihat hasil t-statistic (t hitung)-nya untuk kemudian dibandingkan dengan t-tabel

dengan pengujian dua arah (tabel terlampir). Dengan tingkat signifikansinya =


5%, serta degree of freedom (df) = 4, maka nanti akan diketahui nilai t-tabelnya.
Jika t-statistik < t-tabel, maka H0 akan diterima (Ha ditolak). Tetapi, jika tstatistik > t-tabel, maka H0 akan ditolak (Ha diterima). Adapun hipotesisnya
adalah:
H0 = tidak ada pengaruh antara besarnya APBD terhadap angka kemiskinan di
Kota Palembang tahun 2009-2013.
Ha = ada pengaruh antara besarnya APBD terhadap angka kemiskinan di Kota
Palembang tahun 2009-2013.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada hakikatnya anggaran daerah (APBD) merupakan salah satu alat
untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Dengan
demikian APBD harus benar-benar dapat mencerminkan kebutuhan masyarakat
dengan memperhatikan potensi-potensi keanekaragaman daerah (Lasminingsih,
2004 : 223).
Dimensi ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber
daya yang dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan seseorang baik secara finansial maupun jenis kekayaan lainnya yang
dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Suryawati, 2004:
123).
Tabel 1. APBD dan Penduduk Miskin di Sumatera Selatan tahun 2009-2013
Tahun

2009
2010
2011
2012
2013

APBD (dalam juta)

Penduduk Miskin

2.751.672
3.225.412
3.565.887
4.742.452
5.763.278

1.167.870
1.125.730
1.074.810
1.057.030
1.110.370

Sumber: data diolah DFPK dan BPS

Pengeluaran pemerintah untuk pembangunan merupakan faktor penentu


jumlah penduduk miskin yang berasal dari sisi pendekatan anggaran pemerintah

10

(Saleh, 2002). Pengeluaran tersebut meliputi keseluruhan pengeluaran untuk


program pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan
penduduk di suatu daerah. Semakin tinggi pengeluaran pemerintah untuk
pembangunan, maka akan semakin tinggi pula taraf kesejahteraan yang dapat
dicapai atau diperoleh penduduk di suatu daerah (semakin minim tingkat
kemiskinannya).
Berdasarkan data pada tabel 1, telah diperoleh hasil regresi sebagai
berikut:
Dependent Variable: POVR
Method: Least Squares
Date: 04/29/15 Time: 21:09
Sample: 2009 2013
Included observations: 5
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
APBD

1.179032
-1.79E-08

0.073735
1.77E-08

15.99012
-1.010465

0.0005
0.3867

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.253924
0.005232
0.043476
0.005670
9.860111
1.021039
0.386698

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

1.107162
0.043590
-3.144044
-3.300269
-3.563336
1.460980

Persamaan regresinya, POVR = C(1) + C(2)*APBD


POVR = 1.17903170436 - 1.79241696908e-08*APBD
Sumber: data diolah dengan eviews

Seperti yang telah dijelaskan dalam teknik analisis, dapat dilihat bahwa
nilai t-statistik dari hasil regresi antara APBD dan kemiskinan adalah 1,0104
(dijadikan absolut), sementara dengan tingkat keyakinan 95% ( = 5%), dan df =
4, diperoleh hasil t-tabel sebesar 2,132alias t-statistik < t-tabel. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa antara APBD dengan tingkat kemiskinan di
Sumatera Selatan selama periode 2009-2013 tidak memiliki pengaruh.

11

Meskipun APBD Sumatera Selatan selama periode 2009-2013 terus


bertambah, namun hal ini tidak demikian memiliki pengaruh pada tingkat
kemiskinan di Sumatera Selatan pada masa itu.
Secara deskriptif, telah terlihat pula di tabel 1, bahwa memang pada
awalnya mulai dari tahun 2009 ke 2010, APBD yang semakin besar memiliki
pengaruh pada menurunnya angka kemiskinan. Hal ini terus berlanjut hingga ke
tahun 2012, tetapi dengan persentase yang semakin kecil, hingga akhirnya angka
kemiskinan malah semakin bertambah di tahun 2010 meski dengan jumlah APBD
yang besar.
Pada tahun 2009 ke 2010, dengan meningkatnya APBD sebesar Rp
473.740 juta, kemiskinan di Sumatera Selatan turun sebesar 3,61 %. Dari tahun
2010 ke 2011, APBD meningkat sebesar Rp 340.475 jutapeningkatannya tidak
sebesar tahun sebelumnyatetapi hal ini diikuti dengan angka kemiskinan yang
turun menjadi 4,52 % (kemiskinan semakin berkurang lumayan besar).
Tetapi antara tahun 2011 ke 2012, angka kemiskinan hanya menurun
sebesar 1,65 %, padahal APBD Sumatera Selatan bertambah lebih besar yaitu Rp
1.176.565 juta. Pada saat periode 2012 ke 2013, dimana APBD terus meningkat
sebesar Rp 1.020.826 juta (tidak begitu besar peningkatannya dibanding tahun
sebelumnya), tetapi kemiskinan malah meningkat sebesar 3,54 %, bukannya
menurun seperti tahun-tahun sebelumnya.
Dengan kata lain, antara APBD dengan kemiskinan di Sumatera Selatan
selama periode 2009-2013 adalah tidak memiliki pengaruh yang jelas, alias
berfluktuatif, mirip seperti hasil penelitian terdahulu. Hal ini mungkin saja terjadi
karena kurang tepatnya perencanaan dan pengalokasian APBD di Sumatera
Selatan kala itu, sehingga dana yang dikeluarkan kurang tepat sasaran.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan

analisis

yang

telah

dilakukan,

penulis

memperoleh

kesimpulan, bahwa APBD tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap


kemiskinan di Sumatera Selatan selama tahun 2009-2013. Jika dapat diibaratkan
hubungan APBD dan kemiskinan di Sumatera Selatan tahun 2009-2010 memiliki

12

hubungan yang berfluktuatif yang sedikit menyerupai situasi diminishing return,


dimana pada awalnya angka kemiskinan turun, lalu kemudian kemiskinan
semakin bisa ditekan untuk terus turun, hingga kemudian penurunannya
mengalami kemunduran, dan pada akhirnya malah mengalami peningkatan
kemiskinan.
Adapun saran yang dapat penulis berikan dari penulisan makalah ini untuk
pemerintah yang bertindak sebagai otoritas yang dapat mengontrol APBD,
pemerintah perlu menjalankan tindakan nyata yang jelas dalam penyusunan
APBD yang berpihak untuk mengentaskan kemiskinan yang menjadi tujuan
utama pembangunan dengan menggunakan dana APBD dengan cara-cara seperti
dengan menyusun data spasial yang berbeda untuk masing masing wilayah di
Sumatera Selatan, karena region kemiskinan mempunyai karekteristik yang
berbeda dan cara diagnosa dan pemberdayaannya berbeda pula. Mengadakan
program dan kegiatan lebih bersifat pemberdayaan yang mengarah pembentukan
kemampuan hidup mandiri, serta dengan arahan APBD yang benar juga dapat
menjadi sentra pengentasan kemiskinan. Sehingga efisiensi penggunaan APBD
dapat benar-benar dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.

13

DAFTAR PUSTAKA
Gujarati, Damodar N. 2004. Basic Econometrics: 4th Edition. England: The
McGraw-Hill Companies.
Rudiningtyas, Dyah A. 2008. Pengaruh Pendapatan dan Belanja Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, dan Pengangguran (Studi Pada
APBN 2004-2008). Malang: UNISMA.
www.palembangkota.bps.go.id/
www.djpk.go.id
http://www.zonasiswa.com/2014/12/apbn-apbd-pengertian-tujuan-fungsi.html
http://ekonomisku.blogspot.com/2014/07/pengertian-hukum-tujuan-fungsipenyusunan-apbd.html
http://e-journal.uajy.ac.id/1756/3/2EP15294.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/3432/3/2EA14629.pdf
http://piaturpangaribuan.com/informasi/berita/39-apbd-kabupaten-kota-provinsimerupakan-alat-penumpas-penganguran-dan-kemiskinanmiskinan.html
https://docs.google.com/document/d/1kpcxznBcS7aBgC06MQCXjhqSxTXLqoi2
soO0RuG3DBU/edit?pli=1
http://upkfe.web.id/wp-content/uploads/2011/09/modul-eviews-1.pdf

14

LAMPIRAN

15

Anda mungkin juga menyukai