Anda di halaman 1dari 15

Strategi Optimalisasi Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Upaya Mendorong

Kemandirian Daerah

A. Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat
pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk
mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan
banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Desentralisasi juga
dapat diartikan sebagai pelimpahan kewenangan di bidang penerimaan anggaran atau
keuangan baik secara administrasi maupun pemanfaatannya diatur atau dilakukan
oleh pemerintah pusat. Desentralisasi fiskal dalam format penyerahan otonomi di
bidang keuangan kepada daerah merupakan suatu proses pengintesifikasikan peranan.
Desentralisasi fiskal juga memerlukan adanya pergeseran beberapa tanggung jawab
terhadap pendapatan (revenue) dan atau pembelanjaan (expenditure) ke tingkat
pemerintahan yang lebih rendah. Dalam perspektif teoritis, pelaksanaan desentralisasi
fiskal juga didasarkan kepada tujuan pencapaian kemandirian daerah.
Berdasarkan UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah dilakukan dengan memberikan sumber-sumber pembiayaan yang
jauh lebih besar kepada daerah. Secara utuh, desentralisasi fiskal mengandung
pengertian bahwa daerah diberikan :
1. Kewenangan untuk memanfaatkan, memobilisasi dan mengelola keuangan
sendiri dan didukung dengan
2. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah .Kewenangan untuk
mengoptimalkan sumber keuangan daerah dilakukan melalui peningkatan
kapasitas Pendapatan Asli Daerah (PAD), sedangkan perimbangan keuangan
dilakukan melalui pengalokasian Dana Perimbangan.

B. Aspek Kemandirian Daerah


Dengan tercapainya aspek kemandirian maka daerah-daerah akan mampu
mengembangkan potensinya dalam kapasitas daerah yang optimal. Kemandirian
daerah tersebut akan berdampak positif terhadap penurunan beban ketergantungan
terhadap APBN khususnya melalui komponen transfer ke daerah dan dana desa.
Kemandirian keuangan daerah menjadi faktor kunci tercapainya keberhasilan
pembangunan ekonomi daerah serta terwujudnya daerah yang maju dan sejahtera.
Salah satu tujuan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal menurut UU
No. 32 Tahun 2005 adalah untuk meningkatkan kemandirian dan mengurangi
ketergantungan fiskal pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat.
Manfaat adanya kemandirian fiskal adalah:
a. Mendorong peningkatan partisipasi prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam
pembangunan serta akan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan
(keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumberdaya serta potensi
yang tersedia di daerah.
b. Memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran pengambilan
keputusan publik ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah yang memiliki
informasi lebih lengkap. Dari hal tersebut di atas, kemandirian fiskal daerah
menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan PAD.

C. Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah


Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.
Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya
mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah. Definisi
keuangan daerah menurut PP RI No.105 tahun 2000 tentang pengelolaandan pertanggung jawaban
keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah
daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kerangka anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Menurut Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. yang dimaksud daerah di sini adalah
pemerintah daerah yang merupakan daerah otonom berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan rangkaian proses
pengelolaan keuangan daerah mulai dari penganggaran yang bercirikan definisi,
pelaksanaan, penatausahaan, dan akuntansi untuk pelaksanaan APBD.
Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah menimbulkan aktivitas yang
tidak sedikit. Hal itu harus diikuti dengan adanya suatu sistem pengelolaan keuangan daerah untuk
mengelolanya. Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan
keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahaan daerah.
Untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah tersebut maka hendaknya sebuah
pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawabandan pengawasan keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas
umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan
penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan PBD, perubahan APBD,
pengelolaan kas, penatausahaan keuangandaerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah,
dan pengelolaan keuangan.
Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan /penyusunan anggaran
pendapatan belanja daerah (APBD). APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan
pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD sebagaimana berpedoman
kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan
bernegara. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi,
danstabilisasi. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun
ditetapkan dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah mengalami
perubahan dari yang bersifat incramental menjadi anggaran berbasis kinerja sesuai dengan tuntutan
reformasi.

Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu kepada kepentingan publik, hal


ini tidak saja terlihat dari besarmya porsi penganggaran untuk kepentingan publik,
tetapi pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pelaksanaan dan
pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah juga harus terlaksana
secara transparan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tertib, efektif, efisien,
ekonomis dan akuntabel berdasarkan prinsip keadilan, kepatutan dan kemanfaatan
bagi masyarakat.

Sementara, pihak pengelola keuangan daerah adalah Pejabat Pengelola


Keuangan Daerah (PPKD), yaitu kepala satuan pengelolaan keuangan daerah yang
bertanggung jawab atas pelaksanaan anggaran daerah dan bertindak sebagai
bendahara umum daerah.
Adapun tujuan dari pengelolaan keuangan yaitu :
 Memperbaiki hasil pemerintah daerah
 Membantu mendistribusikan sumber daya regional

 Mempermudah Anda dalam membuat keputusan

 Untuk menunjukkan akuntabilitas publik

 Memperbaiki hubungan kelembagaan

 Meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam mengolah kekayaan daerah.

D. Ruang Lingkup Keuangan Daerah


Bahasan ruang lingkup keuangan daerah meliputi hak daerah, kewajiban daerah,
penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kekayaan daerah dan kekayaan pihak lain yang dikuasai
daerah. Secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa ruang lingkup keuangan daerah meliputi hal-hal di
bawah ini:
1. Hakdaerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman
2. Kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar
tagihan pihak ketiga
3. Penerimaan daerah, adalah keseluruhan uang yang masuk ke kas daerah. Pengertian ini
harus dibedakan dengan pengertian pendapatan daerah karena tidak semua penerimaan
merupakan pendapatan daerah. Yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah hak
pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayan bersih
4. Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. Seringkali istilah pengeluaran
daerah tertukar dengan belanja daerah. yang dimaksud dengan belanja daerah adalah
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih
5. Kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,,termasuk kekayaan
yang dipisahkan pada perusahaan daerah.
6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan
tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum. UU keuangan Negara
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kekayaan pihak lainadalah meliputi kekayaan
yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-
yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.

E. Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah


Undang-undang Dasar 1945 pasal 18 menyebutkan bahwa Negara KesatuanRepublik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dalam
undang-undang. Lebih lanjut pada pasal 18A dijelaskan bahwa hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfaatn sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan
pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang
Berkaitan dengan pelaksanaan dari pasal 18 dan 18 A tersebut di atas setidaknya terdapat
beberapa peraturan perundang-undangan yang menjelaskan lebih lanjut,
Adapun Peraturan tersebut antara lain :
1. UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
2. UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. UU No 15 tahun 2003 tentang Pemeriksaan atas tanggung jawab pengelolaanKeuangan
Negara.
4. UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional.
5. UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
6. UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusatdan Daerah.
7. UU No 56 tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah
8. UU No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Undang-undang diatas menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah. Peraturan perundang-
undangan diatas terbit atas dasar pemikiran adanya keinginan untuk mengelola keuangan negara dan
daerah secara efektif dan efisien. Ide dasar tersebut kemudian mengalami suatu pelaksanaan tata
kelola pemerintahan yang baik, yang memiliki tiga pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan
partisipatif. Banyaknya Undang-undang yang menjadi acuan dalam pengelolaan anggaran
mengakibatkan perlunya akomodasi yang baik dalam tingkat pelaksanaan (atau peraturan
dibawahnya yang berwujud peraturan pemerintah). Peraturan pelaksanaan yang berwujud Peraturan
Pemerintah tersebut harus komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari berbagai undang-
undang tersebut diatas. Hal ini bertujuan agar memudahkan dalam pelaksanaanya dan tidak
menimbulkan multi tafsir dalam penerapanya. Peraturan tersebut memuat barbagai kebijakan terkait
dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.
Beberapa permasalahan yang dipandang perlu diatur secara khusus diatur dalam Peraturan
menteri Dalam Negeri terpisah. Beberapa contoh Permendagri yang mengatur masalah pengelolaan
keuangan daerah secara khusus antara lain :
1. Permendagri No 7 tahun 2006 tentang standarisasi sarana dan prasarana kerja
pemerintahan daerah dan permendagri No 11 tahun 2007
2. Permendagri No 16 tahun 2007 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala
daerah tentang Penjabaran Angaran Pendapatan dan BelanjaDaerah
3. Permendagri No 17 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis pengelolaan Barang Milik
Daerah
4. Permendagri No. 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
5. Permendagri No. 24 Tahun 2007 tentang Pedoman Pemeriksaaan dalam rangka
berakhirnya Masa Jabatan Kepala Daerah
6. Permendagri No. 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat di
Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah
7. Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri DalamNegara No.
13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
8. Permendagri N0 61 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis Pengelolaan KeuanganBadan
Layanan Umum Daerah
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentangPedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah

F. Peran dan Fungsi Pengelolaan Keuangan Daerah


Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah mempunyai tugas melakukan koordinasi, mediasi dan
fasilitasi dalam merumuskan kebijaksanaan, bimbingan dan pembinaan dalam rangka
menyelenggarakan program kegiatan dibidang pengelolaan keuangan daerah. Untuk
menyelenggarakan tugas, Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah mempunyai fungsi :
a. Penyusunan perencanaan pengelolaan keuangan daerah
b. Perumusan kebijakan operasional program pengelolaan keuangan daerah
c. Perumusan rencana, pelaksanaan program, pemberian bimbingan danpembinaan
akuntansi pengelolaan keuangan
d. Perumusan rencana dan pelaksanaan program pengelolaan kas daerah
e. Penyusunan rencana APBD dan pembinaan pelaksanaan pengelola APBD
f. Perumusan rencana dan pelaksanaan pembinaan administrasi pengelolaankeuangan daerah
g. Pengkoordinasian penyusunan dan pelaksanaan program dibidangpengelolaan keuangan
daerah
h. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program dibidangpengelolaan keuangan
daerah
i. Penyelenggaraan kegiatan ketatausahaan
j. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati.

G. Anggaran Pendapatan Daerah (APBD)


APBD sebagai alat / wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik
( public accountability) yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program. Berdasarkan
Peraturan pemerintah no 56 tahun 2005 dikatakan bahwa , APBD adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan dewan
perwakilan rakyat daerah , yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Di Era (pasca) reformasi, bentuk APBD mengalami perubahan cukup
mendasar. Bentuk APBD yang baru didasari pada peraturan-peraturan mengenai
Otonomi Daerah terutama UU No. 22/1999 yang telah diubah menjadi UU No.
32/2004 yang telah diubah menjadi UU No. 33/2004, PP No. 105/2000. Akan tetapi,
karena untuk menerapkan peraturan yang baru diperlukan proses, maka untuk
menjembatani pelaksanaan keuangan daerah pada kedua era tersebut dikeluarkan
Surat Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah No.903/2375/SJ tanggal 17
November 2001. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk mengakomodasi transisi dari
UU No. 5/1974 ke UU No. 22/1999 yang kini telah diubah menjadi UU No. 32/2004.
Peraturan-peraturan di era reformasi keuangan daerah mengisyaratkan agar laporan
keuangan makin informatif. Untuk itu, dalam bentuk yang baru, APBD diperkirakan
tidak akan terdiri dari dua sisi dan akan dibagi menjadi tiga bagian yaitu Penerimaan,
Pengeluaran dan Pembiayaan. Pembiayaan merupakan kategori yang baru yang belum
ada di era pra reformasi. Adanya pos pembiayaan merupakan upaya agar APBD
makin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dari pendapatan daerah.
Penerimaan daerah adalah semua peneriman kas daerah dalam periode tahun
aggaran tertentu. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam
periode tahun anggaran terten yang menjadi hak daerah. Pengeluaran daerah adalah
semua pengeluaran kas dalam periode tahun anggaran tertentu. Belanja daerah adalah
semua pengeluaran kas daerah periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban
daerah.
Kinerja Keuangan Daerah Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah tingkat
pencapaian dari suatu hasil kerja di bidang keuangan daerah yang meliputi
penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan yang
ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu
periode anggaran. Bentuk kinerja tersebut berupa rasio keuangan yang terbentuk dari
unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD
APBD atau anggaran pendapatan belanja negara di susun melalui pembahasan dan di setujui
bersama oleh pemerintah daerah selaku eksekutif danDPRD selaku legislatif dan di tetapkan
dengan peraturan
1. Struktur Belanja terdiri dari:
 Aparatur Daerah dan Pelayanan Publik:
a. Belanja Administrasi Umum :
i. Belanja Pegawai/Personalia
ii. Belanja Barang dan Jasa
iii. Belanja Perjalanan Dinas
iv. Belanja Pemeliharaan
b. Belanja Operasi dan PemeliharaanBelanja Pegawai/Personalia
i. Belanja Barang dan Jasa
ii. Belanja Perjalanan Dinas
iii. Belanja Pemeliharaan
c. Belanja Modal
 Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan
 Belanja Tidak Tersangka

2. Struktur Pembiayaan terdiri dari :


 Penerimaan Pembiayaan
a. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu
b. Transfer dari Rekening Dana Cadangan
c. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
d. Penerimaan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah
e. Penerimaan Piutang Daerah
 Pengeluaran Pembiayaan:
a. Pembayaran cicilan pokok utang yang jatuh tempo
b. Pembelian kembali obligasi daerah
c. Penyertaan modal (investasi) daerah
d. Pemberian piutang daerah
e. Transfer ke rekening dana cadangan
H. Sumber Keuangan Daerah
Sesuai dengan UU RI No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 157, Sumber-
sumber penerimaan daerah terdiri dari 4 bagian, yakni :
1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu penerimaan yang diperoleh Daerah dari sumber-sumber dalam
wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Diantaranya :
a. Hasil Pajak Daerah
b. Hasil Retribusi Derah
c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
d. Lain-lain PAD yang sah2.
2. Dana Perimbangan, merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yangdialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangkapelaksanaan
desentralisasi. Diantaranya :
a. Dana Bagi Hasil, adalah Dana bagi hasil adalah dana yang bersumberdari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkanangka persentase untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangkapelaksanaan desentralisasi
b. Dana Alokasi Umum, adalah dana yang bersumber dari pendapatanAPBN, yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuankeuangan antar daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalamrangka pelaksanaan desentralisasi
c. Dana Alokasi Khusus, adalah dana yang bersumber dari pendapatanAPBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untukmembantu mendanai kegiatan
khusus yang merupakan urusan daerahdan sesuai prioritas nasional
3. Pinjaman Daerah merupakan semua transaksi yang mengakibatkan daerahmenerima sejumlah
uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihaklain sehingga daerah tersebut
dibebani kewajiban untuk membayar kembali
4. Lain- lain Pendapatan Daerah yang sah, seperti :
a. Dana Darurat dari Pemerintah, adalah dana yang berasal dari APBNyang dialokasikan
kepada Daerah yang mengalami bencana nasional,peristiwa luar biasa, dan/atau krisis
solvabilitas
b. Hibah, adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negaraasing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah,badan/lembaga dalam
negeri atau perseorangan, baik dalam bentukdevisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa,
termasuk tenaga ahli danpelatihan yang tidak perlu dibayar kembali
c. Bantuan Keuangan
d. Bagi hasil dari Provinsi

I. Beberapa Hal yang Perlu Dipaerhatikan Untuk Mengetahui Potensi Sumber-


Sumber Pendapatan Daerah:
1. Kondisi awal suatu daerah. Kondisi ini tergantung pada keadaan struktur
ekonomi dan sosial suatu daerah, menentukan:
a. Besar kecilnya keinginan pemerintah daerah untuk menetapkan pungutan-
pungutan. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi dan sosial suatu
masyarakat menentukan tinggi rendahnya tuntutan akan adanya pelayanan
publik dalam kuantitas dan kualitas tertentu
b. Kemampuan masyarakat dalam membayar segala pungutan-pungutan yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah. Karena perbedaan struktur ekonomi dan
sosial, kemampuan membayar segala pungutan yang ditetapkan oleh
pemerintah akan lebih tinggi di masyarakat industri daripada masyarakat
agraris.
2. Peningkatan cakupan atau ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan PAD.
Kegiatan ini merupakan upaya memperluas cakupan penerimaan pendapatan.
Dalam usaha peningkatan cakupan ini, ada tiga hal penting yang harus
diperhatikan adalah :
a. Menambah obyek dan subyek pajak dan retribusi.
b. Peningkatan besarnya penetapan.
c. Mengurangi tunggakan
3. Perkembangan PDRB per kapita riil. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka
akan semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ability to pay)
berbagai pungutan yang ditetapkan pemerintah daerah. Dengan logika yang sama
pada tingkat distribusi pendapatan tertentu yang tetap, semakin tinggi PDRB
perkapita riil suatu daerah, semakin besar pula kemampuan masyarakat daerah
tersebut untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
pemerintahannya
4. Pertumbuhan penduduk. Besarnya pendapatan dapat dipengaruhi oleh jumlah
penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik
akan meningkat
5. Inflasi dan penyesuaian tarif akan meningkatkan penerimaan PAD yang
penetapannya didasarkan pada omzet penjualan.
6. Pembangunan dan sumber pendapatan baru. Penambahan PAD juga dapat
diperoleh bila pembangunan-pembangunan baru ada, seperti pembangunan pasar,
pembangunan terminal, pembangunan jasa pengumpulan sampah, dll

J. Faktor Penyebab Belum Optimalnya Pendapatan Daerah


Pada umumnya belum optimalnya penerimaan daerah disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain :
1. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajibannya
2. Perangkat hukum dan law enforcement yang mendukung pelaksanaan
pemungutan pendapatan yang belum baik dan belum sesuai dengan kondisi
lapangan.
3. Belum lengkapnya data base tentang pajak dan retribusi daerah
4. Relatif rendah dan kurang berkembangnya basis, struktur serta jenis pajak
dan retribusi daerah.
5. Perannya yang relatif kecil dalam total penerimaan daerah Sebagian besar
penerimaan daerah masih berasal dari bantuan Pusat.
6. Kemampuan administrasi pemungutan di daerah yang masih rendah
7. Kurangnya koordinasi internal dan dengan unit kerja lain yang berkaitan
dengan pemungutan pajak dan retribusi daerah.
8. Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah hal ini
mengakibatkan kebocoran-kebocoran yang sangat berarti bagi daerah.

K. Strategi atau Upaya Optimalisasi Pengelolaan Keuangan Daerah


Optimalisasi sumber-sumber PAD perlu dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan keuangan daerah dan meningkatkan kemandirian daerah. Pengelolaan
keuangan daerah harus lebih akuntabel dan transparan tentunya menuntut daerah agar
lebih efisien dan efektif dalam pengeluaran daerah. Pengelolaan keuangan daerah
yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi prinsip value for
money serta partisipatif, transparansi, akuntabilitas dan keadilan akan dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi serta kemandirian suatu daerah. Untuk itu
diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan. Dalam
jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera, dilakukan adalah
dengan melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah yang
sudah ada terutama melalui pemanfaatan teknologi informasi. Dengan melakukan
efektivitas dan efisiensi sumber atau obyek pendapatan daerah, maka akan
meningkatkan produktivitas PAD tanpa harus melakukan perluasan sumber atau
obyek pendapatan baru yang memerlukan studi, proses dan waktu yang panjang.
Dukungan teknologi informasi secara terpadu berguna untuk mengintensifkan
penerimaan daerah. Hal ini diperlukan karena sistem penerimaan daerah yang
dilaksanakan selama ini cenderung belum optimal. Masalah ini tercermin pada sistem
prosedur pemungutan yang masih konvensional dan masih banyaknya sistem
beralasan secara parsial, sehingga besar kemungkinan informasi yang disampaikan
tidak konsisten, versi data yang berbeda dan data tidak up-to-date.
Keberhasilan pengelolaan penerimaan daerah hanya semata diukur dari jumlah
penerimaan yang dapat dicapai, tetapi sejauh mana pendapatan daerah dan retribusi
daerah dapat berperan mengatur perekonomian masyarakat agar dapat bertumbuh
kembang, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Secara teoritis
kemampuan keuangan daerah dapat ditingkatkan dengan intensifikasi dan atau
ekstensifikasi.
Upaya ekstensifikasi adalah upaya perluasan jenis pungutan.Upaya ini harus
dilakukan dengan hati - hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek kepentingan
ekonomi nasional. Upaya intensifikasi adalah upaya meningkatkan kemandirian
penerimaan daerah dengan meningkatkan kinerja penerimaan daerah dan retribusi
daerah yang ada. Upaya ini menuntut kemampuan daerah untuk dapat
mengidentifikasi secara sahib potensi penerimaan daerah dan kemudian mampu
memungutnya dengan berdasar pada asas manfaat dan asas keadilan.
Estimasi potensi melalui penyusunan basis data yang dibentuk dan disusun
dari variabel-variabel yang merefleksikan masing-masing jenis penerimaan. Sehingga
dapat menggambarkan kondisi potensi dari suatu jenis penerimaan. Dalam jangka
pendek upaya peningkatan penerimaan daerah hanya mampu meletakkan dasar-dasar
yang mengarah pada penerimaan daerah yang “benar” dan mencerminkan fungsi
pemerintah daerah. Peningkatan penerimaan daerah yang tidak terarah dan benar
justru akan menjatuhkan kewibawaan pemerintah dan DPRD di mats publik yang
pada gilirannya akan menurunkan kesejahteraan masyarakat daerah.
Oleh karena itu penentuan potensi (penyusunan basis data potensi) setiap jenis
penerimaan daerah secara benar dan penerapan sistem dan prosedur koleksi
penerimaan daerah yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat daerah
setempat serta pengawasan yang benar-benar oleh DPRD akan mampu
mengoptimalisasi peningkatan penerimaan daerah.
Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam
rangka meningkatkan pendapatan daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-
cara sebagai berikut:
1. Memperluas basis penerimaan. Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis
penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi
dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak
baru/potensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki basis data objek,
memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis
pungutan.
2. Memperkuat proses pemungutan. Upaya yang dilakukan dalam memperkuat
proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah
tarif khususnya tarif retribusi.
3. Peningkatan kapasitas pengelola penerimaan daerah. Kapasitas pengelola
penerimaan daerah merupakan salah satu kunci keberhasilan optimalisasi
penerimaan daerah. Upaya yang dapat dilakukan antara lain melalui :
a. Menyeimbangkan kebutuhan pengelola secara kualitatif dan kuantitatif
b. Penerimaan tenaga pengelola
c. Pelatihan tenaga pengelola
d. Penetapan kinerja tenaga penglola
e. Pemenuhan aspek kesejahteraan tenaga pengelola (gaji, upah pungut, karir
dan sistem pensiun)
4. Meningkatkan pengawasan. Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan
melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses
pengawasan, menerapkan sanksi-sanksi, serta meningkatkan pembayaran pajak
dan pelayanan yang diberikan oleh daerah. Upaya yang dapat dilakukan antara
lain :
a. Pengawasan terencana
b. Inspeksi mendadak
c. Konsistensi penerapan sanksi
5. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan. Tindakan
yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi
penerimaan melalui penyederhanaan admnistras, meningkatkan efisiensi
pemungutan dari setiap jenis pemungutan.
6. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik. Hal ini
dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di
daerah.
7. Memetakan potensi penerimaan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai kondisi keuangan daerah. Upaya ini dilakukan melalui satuan kerja
perangkat daerah (SKPD) dengan cara menggali clan mengembangkan potensi
sumber keuangannya sendiri.
Berdasarkan uraian tersebut, penyelenggaraan otonomi daerah akan dapat
dilaksanakan dengan baik apabila didukung dengan sumber-sumber pembiayaan yang
memadai. Potensi ekonomi daerah sangat menentukan dalam upaya untuk
meningkatkan kemampuan keuangan daerah dan meningatkan kemandirian daerah

Referensi :
Amin, Nurul. (2019) Analisis Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah dan Tingkat
Kemandirian Daerah di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus Kabupaten
Bengkalis. Jurnal Iqtishaduna. No.1,Vol.10, (2019), Hal.0-90.
Basri, Syafril. Optimalisasi Penerimaan Daerah di dalam Peningkatan Kemampuan
Daerah Kota Pekanbaru. Jurnal Imu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas
Riau.
Firdausy, Carunia. Kebijakan dan Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
dalam Pembangunan Nasional. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2017.
Haryonto, Joko Tri. Kemandirian Daerah dan Prospek Ekonomi Wilayah Kalimantan.
Indonesian Treasury Review.No.4, Vol.3, (2018), Hal.312-328.
Patilouw, Djufri. Strategi Optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (pad) di Kabupaten
Buru Selatan. Vol.7, No.1, (2018)

Anda mungkin juga menyukai