Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN STUDI LAPANGAN

PADA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH


(BAPPEDA) KOTA YOGYAKARTA

Di susun oleh :
Dr. EVI WULANSARI, MM
NDH 01 ANGKATAN 2

PELATIHAN KEPEMIMPINAN ADMINISTRATOR (PKA)


ANGKATAN II TAHUN 2022

BPSDM PROVINSI JAWA BARAT


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-
Nya, sehingga Laporan Studi Lapangan (STULA) yang dilaksanakan pada tanggal 06
September 2022 sampai dengan 08 September 2022 yang berlokus pada Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dapat terselesaikan.
Terlaksananya penyusunan Laporan Stula ini dengan baik dan efektif, atas
bimbingan, bantuan, masukan dan saran atau ide-ide dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghormatan setinggi-tingginya
kepada pihak-pihak yang telah mendukung laporan stula ini, yaitu :

1. Ibu DR. Tati Iriani, SH, MM. selaku pendamping Stula yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis berkaitan dengan Laporan Studi Lapangan.
2. Pemerintah Daerah Kota Cirebon yang telah memberikan tugas untuk mengikuti
Pendidikan Kepempinan Administrator;
3. BPSDM Provinsi Jawa Barat yang telah memfasilitasi terlaksananya studi lapangan;
4. Bapak dan Ibu Widyaiswara yang dengan sabar membimbing dan memberikan arahan
kepada penulis;
5. Rekan-rekan Peserta Diklat PKA Angkatan II Tahun 2022, khususnya kelompok 1 dan 2.

Cirebon, September 2022

Dr. EVI WULANSARI, MM.


NIP 19741207 200501 2 009
NDH 01
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………………............................................................................ i

KATA PENGANTAR …………………......................................................................... iI

DAFTAR ISI …………………....................................................................................... iii

1. LATAR BELAKANG………………………………………………………….……………....................... 1
2. PROFIL BAPPEDA KOTA YOGYAKARTA ………………………..……………………………. 2
2.1 KINERJA BAPPEDA KOTA YOGYAKARTA …………………………………………….. 6
2.2 INOVASI BAPPEDA KOTA YOGYAKARTA ……………………………………………….. 7
2.3 “ KEY SUCCESS FACTOR ” BAPPEDA KOTA YOGYKARTA……………………………………8
3. ANALISIS MASALAH KINERJA PELAYANAN
4. STRATEGI PENYELESAIAAN MASALAH
4.1. TEROBOSAN/INOVASI
4.2. TAHAPAN KEGIATAN
4.3. SUMBERDAYA ( PETA DAN PEMANFAATAN )
4.4. MANAJEMEN RESIKO
5. ACTION PLAN ………………………………………...................................................... 13
6. PENUTUP …………………………………………………………………………………................. 15
1. LATAR BELAKANG

Berdirinya Kota Yogyakarta berawal dari adanya Perjanjian Gianti pada Tanggal 13
Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur
Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Isi Perjanjian Gianti:
Negara Mataram dibagi dua: Setengah masih menjadi Hak Kerajaan Surakarta,
setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Dalam perjanjian itu pula Pengeran
Mangkubumi diakui menjadi Raja atas setengah daerah Pedalaman Kerajaan Jawa
dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin
Panatagama Khalifatullah.

Adapun daerah-daerah yang menjadi kekuasaannya adalah Mataram (Yogyakarta),


Pojong, Sukowati, Bagelen, Kedu, Bumigede dan ditambah daerah mancanegara yaitu;
Madiun, Magetan, Cirebon, Separuh Pacitan, Kartosuro, Kalangbret, Tulungagung,
Mojokerto, Bojonegoro, Ngawen, Sela, Kuwu, Wonosari, Grobogan.

Setelah selesai Perjanjian Pembagian Daerah itu, Pangeran Mangkubumi yang bergelar
Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di
dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di
Ngayogyakarta (Yogyakarta). Ketetapan ini diumumkan pada tanggal 13 Maret 1755.
Tempat yang dipilih menjadi ibukota dan pusat pemerintahan ini ialah Hutan yang
disebut Beringin, dimana telah ada sebuah desa kecil bernama Pachetokan, sedang
disana terdapat suatu pesanggrahan dinamai Garjitowati, yang dibuat oleh Susuhunan
Paku Buwono II dulu dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya. Setelah
penetapan tersebut diatas diumumkan, Sultan Hamengku Buwono segera
memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton.

Sebelum Kraton itu jadi, Sultan Hamengku Buwono I berkenan menempati


pasanggrahan Ambarketawang daerah Gamping, yang tengah dikerjakan juga.
Menempatinya pesanggrahan tersebut resminya pada tanggal 9 Oktober 1755. Dari
tempat inilah beliau selalu mengawasi dan mengatur pembangunan kraton yang
sedang dikerjakan.
Setahun kemudian Sultan Hamengku Buwono I berkenan memasuki Istana Baru sebagai
peresmiannya. Dengan demikian berdirilah Kota Yogyakarta atau dengan nama
utuhnya ialah Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Pesanggrahan Ambarketawang
ditinggalkan oleh Sultan Hamengku Buwono untuk berpindah menetap di Kraton yang
baru yang diresmikan tanggal 7 Oktober 1756.

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX


dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi Gubernur dan
Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya pada tanggal 5 September
1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah Kesultanan dan
daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari Republik
Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau
mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di
Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan
Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional.

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang
menjadi bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan
Pemerintahan Kota yang dipimpin oleh kedua Bupati Kota Kasultanan dan Pakualaman,
tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota Otonom, sebab kekuasaan
otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan masih berada di tangan
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota
Praja atau Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947,
dalam pasal I menyatakan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah
Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang
sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah
yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah tersebut
dinamakan Haminte Kota Yogyakarta.
Walikota pertama yang menjabat, Ir. Moh Enoh, mengalami kesulitan karena wilayah
tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya
belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun
1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta
sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian
Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selanjutnya Walikota kedua dijabat oleh Mr. Soedarisman Poerwokusumo yang


kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi
Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang.
DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20
orang sebagai hasil Pemilu 1955.

Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala Daerah dan DPRD
dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian serta
sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang-undang Nomor 5


Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-
undang tersebut, DIY merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh
Kepala Daerah dengan sebutan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan
masa jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka
Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan daerah Tingkat II yang
dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II terikat oleh ketentuan masa
jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi Kepala Daerah Tingkat II seperti yang lain.
Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan
pemerintahan di daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-
undang No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan
Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab.
Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota
Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut dengan Pemerintahan Kota
Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.

Kota Yogyakarta merupakan satu-satunya pemerintahan kota di Provinsi DIY dengan


luas wilayah terkecil dibandingkan empat kabupaten yang berada di Provinsi DIY. Kota
Yogyakarta secara administratif meliputi 14 Kecamatan 45 Kelurahan terletak ditengah-
tengah Propinsi DIY, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut
Sebelah utara : Kabupaten Sleman
Sebelah timur : Kabupaten Bantul & Sleman
Sebelah selatan : Kabupaten Bantul
Sebelah barat : Kabupaten Bantul & Sleman

Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah dimana dari barat ke
timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta
terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu:
1. Sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong
2. Bagian tengah adalah Sungai Code
3. Sebelah barat adalah Sungai Winongo

Kondisi tanah Kota Yogyakarta cukup subur dan memungkinkan ditanami berbagai
tanaman pertanian maupun perdagangan. Namun sejalan dengan perkembangan
perkotaan dan pemukiman yang pesat, lahan pertanian kota setiap tahun mengalami
penyusutan. Data tahun 1999 menunjukkan penyusutan 7,8% dari luas area Kota
Yogyakarta (3.249,75) karena beralih fungsi.
2. PROFIL BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2017 tentang RPJMD Kota
Yogyakarta Tahun 2017-2022, telah menetapkan Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Strategi
yang dijabarkan lebih lanjut untuk masing-masing Perangkat Daerah Kota Yogyakarta.
Terkait dengan Bappeda Kota Yogyakarta dijelaskan sesuai uraian di bawah.

Visi

“Meneguhkan Kota Yogyakarta sebagai Kota Nyaman Huni dan Pusat Pelayanan Jasa yang
Berdaya Saing Kuat untuk Keberdayaan Masyarakat dengan Berpijak pada Nilai
Keistimewaan".

Misi

Dalam rangka pencapaian visi, maka disusun misi sebagai berikut :

1. Meningkatkan kesejahteraan dan keberdayaan masyarakat

2. Memperkuat ekonomi kerakyatan dan daya saing Kota Yogyakarta

3. Memperkuat moral, etika dan budaya masyarakat Kota Yogyakarta

4. Meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya

5. Memperkuat tata kota dan kelestarian lingkungan

6. Membangun sarana prasarana publik dan permukiman

7. Meningkatkan tatakelola pemerintah yang baik dan bersih

Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam mewujudkan visi, misi Bappeda Kota
Yogyakarta adalah mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang lebih
berkualitas.

Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai adalah Kinerja Perencanaan Pembangunan Daerah


Meningkat.
Strategi (Cara Mencapai Tujuan dan Sasaran)

Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran program dan kegiatan


dilaksanakan strategi sebagai berikut:

1. Peningkatan perencanaan dan pengendalian Bidang Perekonomian

2. Peningkatan perencanaan dan pengendalian Bidang Infrastruktur dan


Pengembangan Wilayah

3. Peningkatan perencanaan dan pengendalian Bidang Pemerintahan dan


Pembangunan Manusia

4. Peningkatan perencanaan dan pengendalian Bidang Perencanaan Pembangunan


Daerah

5. Peningkatan penelitian dan pengembangan untuk mendorong inovasi daerah

Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi serta Susunan Organisasi

Mengacu kepada Peraturan Walikota Yogyakarta (Perwal) Nomor 111 Tahun 2021
tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi, Dan Tata Kerja Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, bahwa Kedudukan, Tugas dan Fungsi, dan Susunan
Organisasi Bappeda Kota Yogyakarta diuraikan lebih detil sesuai penjelasan di bawah.

Kedudukan

Bappeda merupakan unsur penunjang penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang


perencanaan pembangunan daerah, penelitian dan pengembangan. Bappeda dipimpin
oleh Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota
melalui Sekretaris Daerah.

Tugas dan Fungsi


Bappeda Kota Yogyakarta mempunyai tugas membantu Walikota melaksanakan fungsi
penunjang penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang perencanaan pembangunan
daerah, penelitian dan pengembangan.

Adapun Bappeda Kota Yogyakarta mempunyai fungsi sebagai berikut:

1. pengoordinasian perencanaan penyelenggaraan di bidang perencanaan


pembangunan daerah, penelitian, dan pengembangan;

2. pengoordinasian dan perumusan kebijakan teknis terkait perencanaan


pembangunan daerah, penelitian, dan pengembangan;

3. pengoordinasian tugas dan fungsi unsur organisasi badan;

4. Pengoordinasian penyelenggaraan penelitian, pengembangan inovasi, dan


pengendalian pembangunan daerah;

5. pengoordinasian penyelenggaraan perencanaan pembangunan daerah;

6. pengoordinasian penyelenggaraan fasilitasi dan pembinaan perencanaan


pembangunan daerah di bidang pemerintahan dan pembangunan manusia;

7. pengoordinasian penyelenggaraan fasilitasi dan pembinaan perencanaan


pembangunan daerah di bidang perekonomian;

8. pengoordinasian penyelenggaraan fasilitasi dan pembinaan perencanaan


pembangunan daerah di bidang infrastruktur dan pengembangan wilayah;

9. pengoordinasian perencanaan dan pengendalian penyelenggaraan program kegiatan


keistimewaan;

10. penyelenggaraan koordinasi, sinkronisasi dan fasilitasi penyusunan perjanjian


kinerja;

11. penyelenggaraan evaluasi dan pengukuran capaian kinerja pembangunan daerah;

12. penyelenggaraan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah


pada pemerintah daerah;

13. penyelenggaraan pemberian rekomendasi perizinan Kuliah Kerja Nyata;


14. pengoordinasian pelaksanaan kegiatan kesekretariatan Badan;

15. pembinaan dan pengoordinasian penyelenggaraan tugas dan fungsi kelompok


jabatan fungsional pada Badan;

16. pengoordinasian pengelolaan data dan informasi Badan;

17. pengoordinasian penyelenggaraan pengelolaan kearsipan dan perpustakaan Badan;

18. pengoordinasian pelaksanaan reformasi birokrasi, sistem pengendalian internal


pemerintah, zona integritas, ketatalaksanaan, dan budaya pemerintahan Badan;

19. pengoordinasian tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan Badan;

20. pengoordinasian pelaksanaan pemantauan, pengendalian, evaluasi, dan penyusunan


laporan pelaksanaan tugas Badan; dan

21. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh pimpinan sesuai dengan bidang tugas
Badan.

Susunan Organisasi Bappeda

Dalam menjalankan tugas dan fungsi, Kepala Badan dibantu oleh Sekretaris, Kepala
Bidang Perencanaan Pembangunan Daerah, Kepala Bidang Perekonomian, Kepala Bidang
Pemerintahan dan Pembangunan Manusia, Kepala Bidang Infrastruktur dan
Pengembangan Wilayah serta Kepala Bidang Penelitian Pengembangan Inovasi dan
Pengendalian.
2.1. KINERJA BAPPEDA KOTA YOGYAKARTA

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2017 tentang RPJMD Kota
Yogyakarta Tahun 2017-2022, bahwa sasaran kinera Bappeda Kota Yogyakarta adalah
meningkatnya kinerja Perencanaan Pembangunan Daerah. Adapun cascading kinerja
Bappeda Kota Yogyakarta dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1
Cascading Kinerja Bappeda Kota Yogyakarta

Misi/Tujuan/Sasaran Indikator
Misi ke-7. Meningkatkan tatakelola pemerintah yang baik dan bersih
Tujuan
Meningkatkan tata kelola pemerintah yang Indeks Reformasi Birokrasi
baik dan bersih

Sasaran Strategis : Nilai akuntabilitas kinerja pemerintah


Kapasitas tata kelola pemerintahan meningkat Opini BPK terhadap Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah
Sasaran Bappeda :
Meningkatnya kinerja perencanaan Indeks Perencanaan Pembangunan
pembangunan daerah
Sumber: RPJMD Kota Yogyakarta Tahun 2017-2022

Indeks Reformasi Birokrasi

Indeks Reformasi yang telah dicapai oleh Pemerintah Kota Yogyakarta pada
Tahun 2018-2021 mengalami peningkatan dari 70,63 (Kategori BB) pada tahun 2018
menjadi 76,17 (Kategori BB) pada tahun 2021.

Akuntabilitas Kinerja Pemerintah

Nilai Akintabilitas Kinerja Pemerintah yang telah dicapai oleh Pemerintah Kota
Yogyakarta pada Tahun 2018-2021 mengalami peningkatan dari Kategori BB pada tahun
2018 menjadi Kategori A

Opini BPK Terhadap Laporan Keuangan

Opini BPK merupakan penilaian profesional dari BPK mengenai


kewajaran laporan keuangan suatu institusi yang didasarkan kepada
kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan
pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan
efektivitas sistem pengendalian internal. Opini BPK menggambarkan tingkat
kedisiplinan keuangan suatu instansi berdasarkan empat kriteria tersebut.
Semakin baik opini BPK atas informasi keuangan suatu daerah, maka semakin
baik pula tingkat kepercayaan masyarakat terhadap aparat pemerintah
kemudian dapat menjadi tarikan bagi para investor untuk masuk ke dalam
wilayah yang bersangkutan. Dalam rentang Tahun 2017-2021, Pemerintah Kota
Yogyakarta mendapatkan opini BPK sangat baik, yaitu Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP). Laporan Keuangan Pemerintah Kota Yogyakarta selama 13
tahun mendapatkan opini BPK “WTP”. Opini BPK terhadap Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah menjadi salah satu indikator SDGs Kota Yogyakarta dengan
capaian 100% di tahun 2017-2021.
Tabel 2
Opini BPK “WTP” di Kota Yogyakarta Tahun 2017-2021

No Indikator 2017 2018 2019 2020 2021


.
1. Opini BPK “WTP” WTP WTP WTP WTP WTP
Sumber: BPKAD Kota Yogyakarta, 2022

Perencanaan Pembangunan

Indeks Perencanaan Pembangunan yang telah dicapai pada Tahun 2017-2021


mengalami peningkatan dari 91 menjadi 91,80 dengan kategori A.

2.2. INOVASI BAPPEDA KOTA YOGYAKARTA

Beberapa inovasi daerah yang dilakukan oleh Bappeda Kota Yogyakarta dan masih
berlangsung sampai saat ini adalah sebagai berikut :

A. Inovasi Gandeng Gendong

Kemiskinan dan ketimpangan pendapatan masih menjadi isu strategis di Kota


Yogyakarta. Faktor yang menjadi penyebab adalah rendahnya daya saing pelaku usaha
kecil serta belum ada sinergi keterpaduan antar-program pengentasan kemiskinan
yang dilaksanakan. Berdasarkan permasalahan tersebut, tahun 2018 Pemerintah Kota
Yogyakarta menginisiasi sebuah inovasi program baru, yaitu Gandeng Gendong.

Gandeng Gendong adalah gerakan bersama yang melibatkan seluruh elemen


pembangunan dalam rangka pemberdayaan dan peningkatan ekonomi masyarakat,
khususnya percepatan penanggulangan kemiskinan dengan lebih menekankan pada
pemberdayaan masyarakat. Kata 'gandeng', bermakna bahwa semua elemen
masyarakat saling bergandengan tangan dengan niat saling membantu agar semua
pihak dapat maju bersama. Sedangkan kata 'gendong' memiliki makna masyarakat
membantu warga lain yang tidak mampu berjalan. Kekuatan akan muncul jika semua
unsur masyarakat dalam kebersamaan. Konsep Gandeng Gendong bisa diterapkan di
seluruh aspek pembangunan mulai dari pembangunan di bidang ekonomi,
pengentasan kemiskinan, hingga pemberdayaan pelaku usaha kecil dan mikro.
Meskipun bantuan yang diberikan tidak terlalu besar, namun jika dilakukan secara
bergotong royong akan memberikan dampak yang besar.

Pada pelaksanaannya, inovasi Gandeng Gendong melibatkan lima komponen yang


saling bersinergi, yaitu Kampung, Kampus, Komunitas, Korporat, dan Pemerintah Kota
Yogyakarta. Lanjutnya dikatakan, inovasi Gandeng Gendong merupakan perwujudan
Segoro Amarto Pemerintah Kota Yogyakarta yang diluncurkan pada tahun 2010, dan
merupakan implementasi smart city pada dimensi smart society. Inovasi ini
mengoptimalkan pemanfaatan potensi kearifan lokal sebagai upaya percepatan
pengentasan kemiskinan. Lebih lanjut, konsep ini membawa Pemerintah Kota
Yogyakarta untuk saling bersinergi dan bekerja sama dengan seluruh stakeholder
dalam mencapai kesejahteraan masyarakat Kota Yogyakarta. Hal ini terbukti dengan
menurunnya jumlah penduduk miskin di Kota Gudeg ini selama tiga tahun terakhir.
Pada tahun 2017, persentase penduduk miskin sebesar 7,64 persen, tahun 2018
sebesar 6,98 persen dan menjadi 6,84 persen pada tahun 2019.
Implementasi Gandeng Gendong terbukti dapat menciptakan penguatan kelompok
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Kuliner. Penguatan ini merupakan hasil
sinergi dari berbagai aktor meliputi, Pemerintah Kota Yogyakarta, Kampus, Korporat,
Komunitas, dan Kampung mengorganisir kelompok UMKM Kulinernya. Hasil survei
menunjukkan, terdapat 58 persen stakeholder cukup puas dengan Gandeng Gendong.
Tercatat ditahun 2019, terdapat 72 kelompok UMKM Kuliner melakukan transaksi
melalui aplikasi “NGLARISI” untuk menyediakan jamuan makan dan minum
Pemerintah Kota Yogyakarta dengan total transaksi senilai Rp15.940.712.613 atau
38,95 persen dari anggaran jamuan makan dan minum Pemerintah Kota Yogyakarta.

B. BAPPEDA CorpU (Corporate University)

Corpu merupakan sebuah pendekatan baru untuk peningkatan kompetensi ASN,


dengan mengedepankan pembelajaran mandiri yang didukung teknologi informasi
serta adanya upaya berkolaborasi antar perangkat daerah. Sehingga, semangat Corpu
ini juga sejalan dengan RPJPD Kota Yogyakarta 2005-2025 dalam hal menyediakan
SDM yang berkualitas, mempunyai kompetensi yang tinggi sehingga dapat mendorong
efektivitas dan efisiensi pelayanan publik. Pada tingkat Pemerintah Kota
Yogyakarta, Corporate University atau Corpu ini diatur dalam Peraturan Walikota
Nomor 48 Tahun 2021 yang didefinisikan sebagai entitas kegiatan pengembangan
kompetensi sebagai sarana pendukung tujuan pembangunan melalui proses
pembelajaran tematik dan terintegrasi. Perwal tersebut mengamanatkan beberapa
OPD untuk terlibat dalam berbagai aspek Corpu di tingkat Kota, salah satunya Bappeda
sebagai bagian dari Community of Practice atau komunitas praktisi sesuai tugas dan
fungsinya sebagai penunjang perencanaan pembangunan.

Corpu Bappeda ini nantinya tidak hanya sekedar untuk meningkatkan kompetensi
pegawai, melainkan untuk mencapai target kinerja organisasi, sehingga mampu
menciptakan Bappeda yang unggul, adaptif, serta mampu menghasilkan kebijakan
yang solutif. Melalui Corpu Bappeda nanti harapannya dapat tercipta pola
pengembangan ASN yang terintegrasi, berkolaborasi tidak hanya dari unsur
pemerintah tetapi dengan stakeholder-stakeholder Swasta dan Perguruan Tinggi
sehingga penguatan Smart Government dapat diwujudkan.
Bappeda Kota Yogyakarta selanjutnya secara rutin mengimplementasikan Corpu
dengan diskusi lintas bidang untuk mendukung proses berjalannya Corpu di tingkat
Kota Yogyakarta. Bappeda Corpu ini akan diadakan setiap dua minggu sekali dengan
menghadirkan narasumber dari masing-masing bidang dan mengangkat tema terkait
isu pembangunan, ataupun substansi perencanaan. Adapun yel-yel Bappeda
Yogyakarta Corpu : Belajar Tanpa Batas, Kinerja Berkualitas.

C. SIMONEVA
SIMONEVA (Sistem Informasi Monitoring & Evaluasi) merupakan integrasi dua sistem
informasi yakni SIM Monev dan SIM E-LKIP. Tujuannya adalah mewujudkan
pengukuran kinerja yang komprehensif dimulai dari visi-misi-tujuan-sasaran daerah
sampai dengan sasaran, program dan kegiatan perangkat daerah. Aplikasi ini dapat
diakses melalui website :
https://simoneva.jogjakota.go.id/index.php/system/Login/index/#
D. Smart DSS (Decision Support System)
Smart DSS merupakan inovasi oleh Bappeda Kota Yogyakarta. Aplikasi berbasis website
untuk melakukan inventarisasi hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai basis
dalam perencanaan. Peta spasial dipakai perguruan tinggi yang akan menerjunkan KKN
untuk melakukan dan memetakan permasalahan wilayah sebagai modal program KKN
Mahasiswa dan MBKM Universitas di Kota Yogyakarta. Perusahaan yang akan
melakukan intervensi melalui dana CSR juga dapat mengetahui lokasi dan program
yang akan dibawa untuk masyarakat. Aplikasi ini dapat diakses melalui website
https://kajian.jogjakota.go.id/

2.3. KEY SUCCES FACTOR


Key Success Factor dalam penerapan perencanaan pembangunan di Kota Yogyakarta
diantaranya adalah komitmen pimpinan, sumberdaya manusia, kelembagaan, jejaring
kerja dan sarana dan prasarana pendukung.

Pemerintah Kota Cirebon dalam hal ini yang menjadi Instansi Pengusul RSD
Gunung Jati dapat belajar dari BAPPEDA KOTA YOGYAKARTA dalam hal :

1. Manajemen Perubahan
 Pemilihan prioritas yang benar, akan menjadikan sebuah program inovasi
dijalankan dengan maksimal sesuai kebutuhan masyarakat.
 Pembelajaran yang bisa diambil dari proses inovasi di Kota Yogyakarta adalah
konsistensi dalam mengembangkan inovasi yang sudah ditetapkan.

2. Kepemimpinan Efektif dari Kepala Daerah


 Kemampuan Kepala Daerah dalam mengelola pemerintahan dan birokrasi
juga sangat penting, cara berperilaku dan komunikasi yang baik menghasilkan
saling memahami antara pemimpin yang mempunyai gagasan dan pelaksana
program.
 Disiplin yang tinggi
 Komunikatif
 Kolaboratif
 Digitalisasi pemerintahan

3. Penerapan Manajemen Kinerja


 ”Political will” yang ditetapkan dengan regulasi dan komitmen dari semua
aspek baik instansi, swasta, masyarakat yang menjadikan sebuah program
inovasi tersebut berjalan dengan baik dan berkelanjutan, bukan menjadi
program inovasi yang kontemporer dan hanya untuk pencitraan.
 Salah satu kunci sukses dari Kota Yogyakarta adalah keterlibatan semua pihak
yaitu 5K ( Kota, Kampung, Kampus, Korporat, Komunitas )
 Mempunyai strategi dan target yang akan dicapainya dengan jelas

Rencana Aksi Perubahan adalah inovasi untuk membuat Sistem Pengendalian


Jaminan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan (SEGA JAMBLANK) dalam rangka
peningkatan mutu dan efisiensi biaya pelayanan pasien di RSD Gunung Jati Kota
Cirebon.

3. LESSON LEARNT
Lesson learnt adalah inti dari pengalaman suatu kegiatan, baik itu berupa proyek,
program, event, yang dapat digunakan menjadi pembelajaran pada kegiatan
berikutnya. Selanjutnya setiap orang dan fungsi dari organisasi pasti mempunyai
lessons learnt.

Studi lapangan Pelatihan Kepemimpinan Administrator ini dilaksanakan pada tanggal


06 sampai dengan 08 September 2022 dan merupakan kerjasama antara BPSDM
Provinsi Jawa Barat sebagai penyelenggara pelatihan dengan Pemerintah Kota
Yogjakarta, yaitu dengan lokus di BAPPEDA Kota Yogyakarta.
Lesson Learnt yang didapat antara lain :

1) PERAN KEPEMIMPINAN
Peran kepemimpinan Bappeda Kota Yogyakarta dalam merancang inovasi
menggerakan tim efektif sangat dominan, Bappeda membentuk tim
efektif internal dan dijadikan sekretariat program dalam membangun
suatu inovasi. Kepala Bappeda menjadi project leaders dalam
merealisasikan menjadi semua inovasi yang mengandung kebaharuan,
bermanfaat, kompatibel dengan sistem serta dapat direplikasi dan
ditindak lanjuti.
Pelaksanaan kebijakan yang didasari visi misi Kepala Daerah dibentuk
berupa regulasi dan diterjemahkan oleh Kepala Bappeda dalam bentuk
perencanaan berupa masterplan, sebagai pedoman atau acuan
pelaksanaan kegiatan. Peran Kepala Bappeda untuk mempengaruhi
performance keorganisasian, disamping dapat mempengaruhi karyawan
karyawati Bappeda termasuk stakeholder terkait lain tidak sekedar
mengandalkan wewenang yang diberikan, tetapi mulai merubah ’mindset’
dari ’wewenang’ menjadi ’peranan’. Artinya menunjukkan perannya di
mata publik atau bawahannya sesuai tugas pokok dan fungsinya secara
baik dan berkualitas sehingga inovasi dapat berjalan dan berkelanjutan.
2) PENERAPAN MANAJEMEN STRATEGI
Dalam melaksanakan inovasi dirancang strategi dan manajemen resiko
dari pelaksanaan inovasi sehingga hambatan yang ada dapat diatasi
3) PENERAPAN MANAJEMEN KINERJA
Menganalisis masalah serta mengambil keputusan solusi yang tepat
4) PENERAPAN WAWASAN PANCASILA DAN BELA NEGARA
Meningkatkan wawasan bela negara dan penerapan nilai-nilai Pancasila
dalam mempraktikkan konsep layanan prima dalam tugas sehari-hari
sesuai dengan perannya;
1. Meningkatkan kemampuan inspiration motivation dan intrapersonal serta
interpersonal skill;
2. Mampu berpikir terbuka (open minded) dan melakukan kegiatan inovatif;
3. Kerjasama dan kolaborasi dalam kelompok
4. Memiliki wawasan tentang kepempinan yang memberdayakan lingkungan
sehingga dapat menjadi pemimpin yang menggerakkan;
5. Meningkatkan integritas moral (tanggung jawab, kejujuran, etika dan loyalitas);
dan
6. Memiliki jiwa enterpreneur.

4. ACTION PLAN
Dalam kegiatan studi lapangan ini penulis mendapat lesson learnt, serta dapat
mengadopsi dan mengadaptasi keunggulan strategi dan manajemen kinerja
organisasi pelayanan publik sesuai lokus yang dikunjungin peserta Pelatihan
Kepemimpinan Administrator.
Dari beberapa inovasi yang merupakan hasil Aksi perubahan yang dilakukan oleh
BAPPEDA Kota Yogyakarta ini yang penulis mengambil salah satu yang dapat menjadi
unggulan dalam layanan public adalah GANDENG GENDONG (gerakan bersama yang
melibatkan seluruh elemen pembangunan dalam rangka pemberdayaan dan
peningkatan ekonomi masyarakat, khususnya percepatan penanggulangan
kemiskinan dengan lebih menekankan pada pemberdayaan masyarakat).
Kata 'gandeng', bermakna bahwa semua elemen masyarakat saling bergandengan
tangan dengan niat saling membantu agar semua pihak dapat maju bersama.
Sedangkan kata 'gendong' memiliki makna masyarakat membantu warga lain yang
tidak mampu berjalan. Kekuatan akan muncul jika semua unsur masyarakat dalam
kebersamaan. Konsep Gandeng Gendong bisa diterapkan di seluruh aspek
pembangunan mulai dari pembangunan di bidang ekonomi, pengentasan kemiskinan,
hingga pemberdayaan pelaku usaha kecil dan mikro. Meskipun bantuan yang diberikan
tidak terlalu besar, namun jika dilakukan secara bergotong royong akan memberikan
dampak yang besar.

 Pada pelaksanaannya, inovasi Gandeng Gendong melibatkan lima komponen yang


saling bersinergi, yaitu Kampung, Kampus, Komunitas, Korporat, dan Pemerintah Kota
Yogyakarta. Lanjutnya dikatakan, inovasi Gandeng Gendong merupakan perwujudan
Segoro Amarto Pemerintah Kota Yogyakarta yang diluncurkan pada tahun 2010, dan
merupakan implementasi smart city pada dimensi smart society. Inovasi ini
mengoptimalkan pemanfaatan potensi kearifan lokal sebagai upaya percepatan
pengentasan kemiskinan. Lebih lanjut, konsep ini membawa Pemerintah Kota
Yogyakarta untuk saling bersinergi dan bekerja sama dengan seluruh stakeholder
dalam mencapai kesejahteraan masyarakat Kota Yogyakarta.

Setelah penulis mengikuti studi lapangan ini didapatkan pengalaman untuk


mengadopsi dan diadaptasi melalui metode ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi), Lesson
Learnt tersebut dalam tabel berikut :

ASPEK DESKRIPSI
Jabatan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSD Gunung Jati Kota
Cirebon
Kewenangan Jabatan Sesuai Perwal Kota Cirebon No 106 Tahun 2021
a. Penyiapan bahan penyusunan rencana kerja;
b. Pengoordinasian penyiapan kebijakan umum dan teknis
operasional umum, program dan evaluasi serta keuangan;
c. Pengoordinasian penyiapan bahan penyusunan
penyusunan perencanaan Rumah Sakit lingkup umum,
program dan evaluasi serta keuangan;
d. Pengoordinasian penyiapan bahan perumusan kebijakan
dan teknis operasional umum, program dan evaluasi serta
keuangan;
e. Pengoordinasian penyelenggaraan tugas Rumah Sakit
lingkup umum, program dan evaluasi serta keuangan;
f. Penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian teknis
Rumah Sakit lingkup umum, program dan evaluasi serta
keuangan;
g. Pengoordinasian penyiapan bahan penyusunan laporan
tugas Rumah Sakit lingkup umum, program dan evaluasi
serta keuangan;
h. Pengelolaan urusan umum, program dan evaluasi serta
keuangan;
i. Pelaksanaan pengendalian, evaluasi dan pelaporan
pelaksanaan umum, program dan evaluasi serta keuangan;
j. Pelaksanaan tugas lain berdasarkan kebijakan Wali Kota
serta ketentuan peraturan perundang-undang.

Gagasan Perubahan Dari Lesson Learnt, penulis mencoba berfokus pada


peningkatan mutu dan efesiensi biaya pelayanan pasien
melalui aplikasi “ Sistem Pengendalian Jaminan Pembiayaan
Pelayanan Kesehatan ” ( SEGA JAMBLANK ), masalah yang
dihadapi pada saat ini adalah :
a. …. Diisi masalah pada rencana aksi perubahan
b.

Manfaat a. .. diisi manfaat inovasi pada rencana aksi perubahan


b. ..
c.

Sasaran Perubahan Siapa2 yang dilibatkan pada aksi rencana aksi perubahan
Pemanfaat IT Aksi Perubahan dengan membangun Aplikasi Sistem
Pengendalian Jaminan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan
(SEGA JAMBLANK) di RSD Gunung Jati Kota Cirebon

5. PENUTUP
1. Untuk melakukan perubahan besar dalam rangka peningkatan layanan publik
dan kesejahteraan masyarakat, dalam hal ini seperti yang dilakuakan oleh
BAPPEDA Kota Yogyakarta, maka beberapa usaha strategis dilakukan yaitu :
a) Perencanaan dan pembentukan regulasi baik berupa aturan, panduan,
juknis, juklak dan pedoman pelaksanaan program inovatif.
b) Pengembangan sumber daya
c) Anggaran biaya
d) Komunikasi
2. Sinergis kolaboratif diperlukan dengan membangun jejaring dan komunikasi yang
efektif dalam rangka menyamakan persepsi akan pencapaian tujuan dan sasaran
yang jelas terhadap program inovatif.
3. Agar program berjalan dengan baik tentunya harus dilakukan pengendalian
melalui supervisi, monitoring dan evaluasi secara berkelanjutan.
4. Untuk mencapai hasil yang lebih baik sesuai kebutuhan jaman, perlu dilakukan
Countinues Quality Improvent sehingga, aplikasi yang ada terus dikembangkan
agar layanan BAPPEDA Kota Yogyakarta dapat memberikan layanan yang lebih
baik.

Anda mungkin juga menyukai