Anda di halaman 1dari 11

LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI

PUSAT PENDIDIKAN ADMINISTRASI


Jalan Gede Bage Selatan 157, Bandung 40296

" DIAGNOSA ORGANISASI PADA KEPOLISIAN


REPUBLIK INDONESIA"

DIKLAT PKP POLRI T.A. 2023 ANGKATAN VII

dr.ISNAENI SALAMIYAH

NOSIS : 20230307031219
BAB I
PENDAHULUAN

Pengembangan dan perubahan suatu organisasi merupakan suatu keniscayaan


yang mempengaruhi pengembangan dan perubahan organisasi. Perubahan tersebut dapat
bersumber dari internal dan eksternal organisasi. Terhadap faktor yang bersumber dari internal
organisasi, organisasi bisa melakukan adaptasi dengan cara melakukan perubahan yang reaktif
dan/atau perubahan yang direncanakan (planned change) atau proaktif. Terhadap kondisi tersebut,
seorang pimpinan dituntut untuk bisa mengambil keputusan yang cepat dan tepat agar organisasi
bisa beradaptasi dengan baik. Sehingga organisasi bisa bertahan dan tumbuh (peningkatan
pelayanan publik) secara berkelanjutan.

Pemimpin menurut Suradinata (1997) adalah orang yang memimpin kelompok


dalam sebuah organisasi. Sedangkan, kepemimpinan adalah kemampuan seorang
pemimpin untuk mengendalikan, memimpin, mempengaruhi Pikiran, perasaan atau tingkah
laku orang lain untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan sebelumnya.
Pemimpin terdiri dari pemimpin formal (formal leader) dan pemimpin informal (informal
leader). Dengan demikian, seorang pemimpim seyogyanya memiliki kepemimpinan dalam
melakukan perubahan, sehingga dapat disebut sebagai pemimpin melayani untuk
perubahan.

Sebelum mengambil keputusan melakukan perubahan yang direncanakan memerlukan


tahapan diagnosa organisasi. Mendiagnosa organisasi merupakan salah satu komponen
utama dalam melakukan perencanaan perubahan. Diagnosa adalah suatu proses mengerti
bagaimana fungsi organisasi saat ini dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk
mendesain intervensi perubahan.
BAB II
PEMBAHASAN

Diagnosa adalah proses memahami bagaimana organisasi saat ini berfungsi, dan
menyediakan informasi yang diperlukan untuk merancang perubahan. Diagnosa
organisasi (DO) merupakan proses kolaborasi antara anggota organisasi dan stakeholder
untuk mengumpulkan informasi terkait, menganalisis, dan menarik kesimpulan untuk
perencanaan aksi dan intervensi penyelesaian masalah kegiatan pelayanan instansi.
Sebagaimana yang disampaikan sebelumnya, mendiagnosa organisasi
merupakan langkah awal yang sangat menentukan. Oleh karena itu, seorang pemimpin
perubahan harus memiliki kemampuan mendiagnosa unit organisasinya. Kemampuan
pemimpin perubahan dalam mendiagnosa organisasi dapat memberi beberapa manfaat.
Pertama, pemimpin perubahan dapat lebih percaya diri dalam meyakini bahwa tujuannya
benar. Kedua, pemimpin perubahan akan mudah mendapatkan argumentasi yang tepat
dalam meyakinkan stakeholdersnya. Ketiga, pemimpin perubahan akan tepat
menentukan alternatif solusi atau penyelesaian masalah. Apabila Ketiga manfaat ini
dapat dicapai, maka menjadi pintu masuk bagi stakeholders untuk mendukung
perubahan yang akan dilaksanakan.
Upaya pemimpin perubahan untuk mewujudkan perubahan dimulai dari
mendiagnosa unit organisasinya, mencari dimensi/aspek/faktor/unsur yang bermasalah,
kemudian menyusun langkah-langkah atau intervensi yang tepat untuk mengubahnya.
Perubahan ini dilakukan secara berkesinambungan agar masalah tersebut tidak muncul
lagi hingga terwujud organisasi yang berkinerja tinggi.

Mendiagnosa organisasi memerlukan kompetensi teknis, yang berada dibawah


disiplin ilmu organizational development (OD). Esensi dari OD adalah sebagai berikut:
diagnosa organisasi membutuhkan kegiatan mendiagnosa, menilai kinerja suatu
organisasi untuk merumuskan tindakan perbaikan. Konsep ini mirip dengan praktek kerja
dokter. Dalam melakukan diagnosa, dokter melakukan tes, mengumpulkan informasi
penting tentang cara kerja organ tubuh manusia, mengevaluasi informasi ini untuk
membuat resep pengobatan. Demikian pula halnya dengan diagnosa organisasi,
pendiagnosa organisasi menggunakan prosedur khusus untuk mengumpulkan informasi
vital, menganalisis informasi itu, lalu merumuskan langkah-langkah intervensi (Tichy,
Hornstein, & Nisberg, 1977).
Berdasarkan uraian di atas, maka secara teknis, kegiatan mendiagnosa organisasi
terdiri atas dua kegiatan, yaitu:
a. Menilai kinerja organisasi unit organisasi eselon IV
b. Menyusun langkah-langkah intervensi untuk meningkatkan kinerja unit
organisasi eselon IV.

Dalam menilai kinerja organisasi, seorang pemimpin perlu menggunakan


teknik mengumpulkan data dan informasi penting, termasuk teknik menyusun
langkah-langkah intervensi. Saat ini ini terdapat sejumlah model (Teknik) diagnosa
organisasi yang banyak dipergunakan, antara lain:
 Diagnosing Individual and Group Behavior (1987)
 SWOT Analysis (Davis, 1997)
 Fishbone (Ishikawa, 1998)
 Falletta’s Organizational Intelligence Model (2008)
 Tree Diagram (Duffy, 2012)
 dan lain-lain

Model-model diagnosa organisasi di atas hanyalah sekian dari beberapa


model yang ada. Tentu masih banyak model model yang lain. Dalam Diklatpim
Tingkat III, model-model diagnosa organisasi tersebut tidak dipelajari secara
spesifik, namun peserta dapat belajar mandiri atau berkonsultasi dengan pihak
yang menguasai penggunaan model-model tersebut. Model (Teknik) apapun yang
dipilih, pada umumnya model-model tersebut menuntut dua langkah utama yang
dipaparkan di atas.
Dalam melakukan diagnosa organisasi, ada dua tahapan yang perlu
dilakukan, yaitu (i) identifikasi permasalahan dan (ii) identifikasi solusi. Masing-
masing tahapan ini diuraikan pada bagian berikut.
Terlebih dahulu pemimpin perlu menilai kinerja unit organisasi saat ini.
Dalam menilai kinerja, pemimpin perlu melihat melihat output dan atau outcome
yang harus dipenuhi. Data dan informasi tentang kedua hal ini dapat diperoleh di
Renstra, Laporan Kinerja, observasi, atau narasumber. Di samping itu, pemimpin
perlu memvalidasi informasi tersebut dengan observasi dan mendapatkan
masukan dari narasumber yang dapat dipercaya.

Informasi tentang kinerja tidak semata-mata diperoleh dari unsur output


organisasi. Data dan informasi tentang kinerja bisa juga didapatkan dari input,
business process termasuk lingkungan organisasi. Standar-standar kinerja dari
masing-masing unsur ini tentu sudah ditetapkan. Misalkan, untuk unsur input
yang berupa sumberdaya manusia, tentu sudah ditetapkan standar-standar
kualitas yang dibutuhkan oleh organisasi dalam rangka menjalan proses untuk
menghasilkan output. Begitupula input lain seperti anggaran, proses tentu sudah
ada standar yang sudah harus dipenuhi.
Jika data dan informasi sudah dikumpul dan dianalisis, dan ditemukan
bahwa ternyata unsur-unsur tersebut tidak memenuhi standar yang ditetapkan,
sehingga terdapat kesenjangan atau gap, maka gap itulah yang dapat menjadi
sasaran dari obyek perubahan. Gap dapat diciptakan dengan meningkatkan
standar yang sudah terpenuhi. Dengan demikian, gap merupakan pintu masuk
untuk melakukan perubahan.

Adapun ringkasan beberapa Tahapan dalam melakukan diagnosa organisasi


sebagai berikut:
• Gagasan/ide perubahan peningkatan pelayanan (publik)
• Kondisi saat ini (identifikasi masalah pokok: teknik analisis, misal ASTR, ASTRID,
APK, dll)
• Indikasi masalah pokok (indikator terukur)
• Penyebab masalah pokok terjadi (fungsi2 (umum), atau aspek2/faktor2 (Spesifik)):
teknik analisis USG, SWOT, Fish Bone, dll
• Apa akibat masalah pokok tidak diselesaikan
• Kondisi yg diinginkan (indikasi masalah pokok)
• Gap antara kondisi saat ini dengan kondisi yang diinginkan (terukur)

Institusi kepolisian merupakan garda terdepan dalam penegakan hukum di


Indonesia. Selain dalam menegakkan hukum, Polri juga memiliki tugas untuk
memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu Polri
memiliki tugas ganda, karena dalam menjalankan tugasnya Polri berperan sebagai
penegak hukum maupun sebagai pekerja sosial pada aspek sosial, pelayanan dan
pengabdian (Tasaripa, 2013). Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), khususnya pada pasal 13
dinyatakan bahwa tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat (Ningsih, 2014).

Sebagai instansi yang berperan penting dalam penegakkan hukum dan memberikan
pelayanan kepada masyarakat tentunya tentunya Polri harus memiliki kinerja yang baik.
Kinerja yang baik dapat tercermin dari tingkat kepuasan dari masyarakat. Hendardi
(2017) menyatakan bahwa dari hasil Survei Global Corruption Barometer (GCB)
menunjukkan bahwa ada perubahan persepsi masyarakat terhadap institusi Polri. Jika
pada 2013 Polri berada di urutan pertama sebagai institusi yang paling korup, namun
pada tahun 2016 Polri berada di urutan kelima.

Dalam pekembangannya Organisasi Kepolisian RI dibawah kepemimpinan yang


baru sat ini mempunyai Program perioritas yaitu Promoter (Profesional, Modern dan
Terpercaya). Profesional berarti meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM)
Polri yang semakin berkualitas melalui peningkatan kapasitas pendidikan dan pelatihan,
serta melakukan pola-pola pemolisian berdasarkan prosedur baku yang sudah dipahami,
dilaksanakan, dan dapat diukur keberhasilannya. Modern berarti melakukan modernisasi
dalam layanan publik yang didukung teknologi sehingga semakin mudah dan cepat
diakses oleh masyarakat, termasuk pemenuhan kebutuhan Alat material khusus atau
Almatsus dan alat peralatan keamanan atau Alpakam yang semakin modern. Terpercaya
berarti melakukan reformasi internal menuju Polri yang bersih dan bebas dari KKN
(Korupsi Kolusi dan Nepotisme), guna terwujudnya penegakan hukum yang obyektif,
transparan, akuntabel, dan berkeadilan (Ahsan, 2016)

Program Promoter pada pada intinya mencakup tiga kegiatan utama yang pertama
kinerja. Kinerja pada program Promoter ini menyangkut pada aspek pelayanan publik:
seperti penerbitan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian), SIM (Surat Izin
Mengemudi), LP (Laporan Polisi), surat kehilangan dan lain sebagainya. Aspek
selanjutnya kinerja adalah profesionalisme dalam penegakkan hukum yang tidak
berpihak pada pihak tertentu. Aspek kinerja yang selanjutnya adalah Pemeliharaan
Keamanan Ketertiban Masyarakat atau Harkamtibmas dimana kepolisian haruslah dapat
menjaga negara dari konflik sosial.

Program Promoter yang kedua adalah kultur atau budaya. Program ini pada
dasarnya merupakan upaya dari kepolisian untuk membentuk personil yang bebas KKN,
arogansi kewenangan dan tindakan melampaui batas. Adapun program promoter yang
ketiga adalah manajemen media. Pada aspek ini pihak kepolisian ingin membina
hubungan dengan media baik media cetak dan elektronik. Seiring dengan perkembangan
teknologi pihak kepolisian juga memanfaatkan media sosial dalam membangun citranya.

Hasil survei di atas menunjukkan bahwa Polri pada saat ini telah mengalami
perbaikan-perbaikan secara internal sehingga berdampak pada perbaikan pelayanan
kepada masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kepuasan masyarakat. Pelayanan
yang sudah baik ini harus tetap ditingkatkan agar, intitusi sebagai penegak hukum
semakin dipercaya oleh masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN

Sebuah organisasi berada diantara lingkungan yang mengelilingnya. Sekarang ini,


lingkungan yang melingkupi suatu organisasi semakin kompleks, dinamis, dan
berkembang. Banyak faktor yang turut andil dalam mempercepat proses kompleksitas,
dinamisasi, dan perkembangan tersebut. Diantara faktor-faktor tersebut adalah
globalisasi, pertumbuhan, teknologi, dan modal intelektual (Ulrich, 1997). Bateman dan
Snell (2009) mengidentifikasi empat elemen kunci yang membuat bisnis sekarang ini
berbeda dengan dekade sebelumnya. Keempat elemen kunci tersebut adalah
globalisasi, perubahan teknologi, pentingnya pengetahuan dan ide (knowledge
management), dan kolaborasi yang melintasi batasan organisasi.
Suatu organisasi akan dapat bertahan hidup manakala mampu beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi di lingkungannya (Heifetz dkk.,
2009). Organisasi yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya niscaya akan
mati. Contoh yang terjadi pada Nokia, perusahaan elektronik di Jepang, dan lainnya
dapat menjadi pelajaran. Organisasi yang mampu melakukan perubahan atau
transformasi akan tetap mampu bertahan hidup dan bahkan mampu membuat
pertumbuhan organisasi yang lebih tinggi.
Kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan lingkungannya ditentukan oleh
kemampuannya dalam mengamati dan merespon apa yang terjadi di lingkungannya.
Oleh karena itu, penting bagi anggota organisasi untuk memiliki kemampuan dalam
mengamati dan merespon perubahan yang terjadi di lingkungannya.
Untuk organisasi Kepolisian RI kita berdasarkan hasil survei menunjukkan bahwa
pada saat ini telah mengalami perbaikan-perbaikan secara internal sehingga berdampak
pada perbaikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kepuasan
masyarakat. Pelayanan yang sudah baik ini harus tetap ditingkatkan agar, intitusi
sebagai penegak hukum semakin dipercaya oleh masyarakat. Ini semua atas
kepimpinan para pemimpin kita saat ini yang mampu dalam menentukan diagnosis
organisasi kita.

Anda mungkin juga menyukai