Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Keanekaragaman Bangsa Indonesia


D.I. YOGYAKARTA

Disusun Oleh :
Revca Maulana Dewa
20440190002

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya
lah saya dapat menyelesaikan makalah “Keanekaragaman Bangsa Indonesia” ini dapat
diselesaikan.
Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi – materi yang ada. Materi -materi bertujuan
agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan siswa dalam belajar keanekaragaman bangsa
Indonesia. Serta pembaca juga dapat memahami nilai - nilai dasar yang direfleksikan dalam
berpikir dan bertindak.
Mudah - mudahan dengan pembuatan makalah ini dapat menambah, dapat memberikan
manfaatnya kepada pembaca dan kepada saya sendiri selaku penulis karena penulisan makalah
ini saya ajukan sebagai tugas penunjang mata kuliah kewarganegaraan.

Jakarta, 19 Maret 2021

Revca Maulana Dewa


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………….
DAFTAR ISI……………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pemerintahan……………………………...……………………………..
2.2 Adat Istiadat……………………………………….……………………..
2.3 Sumber Daya Alam……………………………………………………….
2.4 Wisata……………………….…………………………………………….
2.5 Kuliner…………………………………………………………………….
BAB III SIMPULAN
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus berkembang baik dalam segi
kehidupan masyarakatnya maupun segi tata ruangnya. Kota Yogyakarta pernah berperan sebagai
kota pusat pemerintahan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang berlangsung terus sampai
17 Agustus 1945. Dalam catatan sejarah, pada saat itu Negara Kesatuan Republik Indonesia
diproklamasikan dan kemudian diikuti pernyataan Sultan Hamengku Buwono IX untuk
menyatukan diri dengan negara yang baru berdiri ini. Selanjutnya Kota Yogyakarta sementara
berganti status dari kota pusat pemerintahan dan menjadi ibukota Republik Indonesia, selain
sebagai pusat revolusi Indonesia pada saat itu. Saat ini Yogyakarta menjadi ibukota Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta, dan dikenal luas sebagai kota pendidikan tinggi serta salah satu
pusat kebudayaan Jawa.

Daerah Istimewa Yogyakarta yang terbagi menjadi 5 (lima) wilayah Kabupaten antara lain
Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul dan
Kota Yogyakarta. Begitu banyak obyek-obyek wisata di kota pelajar ini dan menjadikan daya tarik
tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung karena di masing-masing Kabupaten di Daerah
Istimewa Yogyakarta juga memiliki tempat-tempat wisata andalan yang menarik dan layak untuk
dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
1.2. Rumusan Masalah
Setelah memperhatikan latar belakang masalah diatas, ada rumusan masalah yang timbul sebagai
berikut :
a. Bagaimanakah pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta?
b. Bagaimanakah adat istiadat seperti, rumah, pakaian, kesenian di Daerah Istimewa Yogyakarta?
c. Bagaimanakah sumber daya alam di Daerah Istimewa Yogyakarta?
d. Seperti apa wisata alam dan wisata buatan di Daerah Istimewa Yogyakarta?
e. Apa saja kuliner di Daerah Istimewa Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini selain sebagai tugas, juga untuk memberikan wawasan &
pengetahuan kepada mahasiswa tentang Keanekaragaman Bangsa Indonesia.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pemerintahan
Kota Yogyakarta dibangun pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan
Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di Hutan Beringin, suatu
kawasan diantara sungai Winongo dan sungai Code dimana lokasi tersebut nampak strategi
menurut segi pertahanan keamanan pada waktu itu. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam
pengangkatan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Propinsi DIY dari Presiden RI, selanjutnya
pada tanggal 5 September 1945 beliau mengeluarkan amanat yang menyatakan bahwa daerah
Kesultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa yang menjadi bagian dari
Republik Indonesia menurut pasal 18 UUD 1945. Pada tanggal 30 Oktober 1945, beliau
mengeluarkan amanat kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan Pemerintahan di Daerah
Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku
Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional.

Meskipun Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kesultanan maupun yang menjadi
bagian dari Pakualaman telah dapat membentuk suatu DPR Kota dan Dewan Pemerintahan Kota
yang dipimpin oleh kedua Bupati

Kota Kasultanan dan Pakualaman, tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi Kota Praja atau Kota
Otonom, sebab kekuasaan otonomi yang meliputi berbagai bidang pemerintahan masih tetap
berada di tangan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan dan Pakualaman baru menjadi Kota Praja atau
Kota Otonomi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947, dalam pasal I menyatakan
bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta
beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan
Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri. Daerah tersebut dinamakan Haminte Kota Yogyakarta.
Untuk melaksanakan otonomi tersebut Walikota mengalami kesulitan karena wilayah tersebut
masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu
semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja
Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian Daerah Istimewa Yogyakarta. DPRD Kota
Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu
1955.

Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor
1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok
Pemerintahan di Daerah, tugas Kepala

Daerah dan DPRD dipisahkan dan dibentuk Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian
serta sebutan Kota Praja diganti Kotamadya Yogyakarta.

Atas dasar Tap MPRS Nomor XXI/MPRS/1966 dikeluarkan Undang- undang Nomor 5 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Berdasarkan Undang-undang tersebut, DIY
merupakan Propinsi dan juga Daerah Tingkat I yang dipimpin oleh Kepala Daerah dengan sebutan
Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Istimewa
Yogyakarta yang tidak terikat oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengankatan bagi
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lainnya, khususnya bagi beliiau Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Sedangkan Kotamadya Yogyakarta merupakan
daerah Tingkat II yang dipimpin oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dimana terikat
oleh ketentuan masa jabatan, syarat dan cara pengangkatan bagi kepala Daerah Tingkat II seperti
yang lain.

Seiring dengan bergulirnya era reformasi, tuntutan untuk menyelenggarakan pemerintahan di


daerah secara otonom semakin mengemuka, maka keluarlah Undang-undang No.22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi
daerah secara luas,nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU ini maka sebutan untuk Kotamadya
Dati II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta sedangkan untuk pemerintahannya disebut
denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.
2.2 Adat Istiadat
Adat istiadat dan budaya Yogyakarta sangat terpengaruh dengan keraton. Jika dilihat dari
latarbelakang sejarahnya, Keraton Yogyakarta merupakan sumber dari adat istiadat dan budaya
masyarakat Yogyakarta. Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat atau yang biasa disebut
Keraton Yogyakarta hingga kini terus mempertahankan ciri khas, adat istiadat, serta budayanya.
Bahkan yang berasal dari luar daerah pun bisa mempelajarinya. Tak heran mengapa banyak turis
asing yang datang ke Yogyakarta dan tertarik mendalami pesona kebudayaan yang terpancar dari
keraton. Bangunan bersejarah ini merupakan istana dan tempat tinggal dari Sultan Hamengku
Buwono (raja sekaligus gubernur) dan keluarganya ini berdiri sejak tahun 1756. Berbagai prosesi
adat istiadat Yogyakarta yang bermula dari keraton. Misalkan tradisi Grebeg Syawal, yang digelar
tiap Hari Lebaran tiba. Arak-arakan Gunungan Lanang yang dibawa menuju halaman Masjid
Agung Kauman, berawal atau dimulai dari keraton terlebih dahulu. Belum lagi puluhan upacara-
upacara adat lainnya yang sumbernya dari keraton. P

a. Rumah Adat Yogyakarta

Ruangan pada rumah joglo pada umumnya dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah
ruangan pertemuan yang disebut pendhopo. Bagian kedua adalah ruang tengah atau ruang yang
dipakai untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit, disebut pringgitan. Bagian ketiga adalah
ruang belakang yang disebut ndalem atau omah jero, dan digunakan sebagai ruang keluarga.
Dalam ruang ini terdapat tiga buah senthong (kamar), yaitu senthong kiri, senthong tengah, dan
senthong kanan.

Pendhopo memiliki fungsi sebagai tempat menerima tamu. Struktur bangunan pada pendhopo
menggunakan umpak sebagai alas soko, 4 buah soko guru (tiang utama) sebagai simbol 4 arah
mata angin, dan 12 soko pengarak. Ada pula tumpang sari yang merupakan susunan balik yang
disangga oleh soko guru. Umumnya, tumpang sari terdapat pada pendopo bangunan yang disusun
bertingkat. Tingkatan-tingkatan ini dapat pula diartikan sebagai tingkatan untuk menuju titik
puncak. Menurut kepercayaan Jawa, tingkatan-tingkatan ini akan menyatu pada satu titik. Ndalem
adalah pusat pada rumah joglo. Fungsi utamanya sebagai ruang keluarga. Pada pola tata ruang,
ndalem terdapat perbedaan ketinggian lantai, sehingga membagi ruang menjadi 2 area. Pada lantai
yang lebih tinggi digunakan sebagai tempat keluar masuk udara, sedangkan pada bagian yang
lebih rendah digunakan sebagai ruang keluarga dan senthong.
b. Pakaian Adat Yogyakarta

Di dalam Keraton Yogyakarta berlaku suatu peraturan secara turun temurun apabila mereka masuk
Kraton, yaitu:

- Bagi Perempuan

Berkain wiron, berangkin (kemben) yang dikenakan dengan cara ”ubet-ubet”, gelung
tekuk, tanpa baju dan tanpa alas kaki.

- Bagi Laki-laki

Berblangkon, baju pranakan, kain batik dengan cara wiron engkol, berkeris (Bagi yang
berpangkat bekel ke atas), dan tanpa alas kaki. Pakaian tersebut di atas digunakan sehari-hari. Bila
ada acara, mempunyai aturan tersendiri, berlaku bagi kerabat keraton, dan tidak berlaku bagi
wisatawan.

c. Kesenian Yogyakarta

Yogyakarta atau "Jogja" merupakan sebuah kota kecil di sebelah selatan Pulau Jawa yang
berpredikat kota pelajar. Selain menyandang predikat kota pelajar, Yogyakarta juga pantas disebut
sebagai kota budaya karena masyarakat di kota ini masih sangat menjunjung tinggi adat dan
budaya yang mereka miliki. Berbagai ragam kesenian tradisional masih terus digelar dan
dilestarikan oleh seniman-seniman di Provinsi Yogyakarta ini. Kesenian khas yogyakarta tidak
hanya ditampilkan pada hari-hari tertentu saja. Namun, masih banyak kesenian-kesenian khas yang
ditampilkan oleh masyarakat Yogyakarta untuk memeriahkan berbagai upacara adat, seperti
pernikahan, khitanan, kelahiran, dan upacara adat lainnya. Berikut ini beragam kesenian khas
yogyakarta yang dikenal oleh masyarakat Yogyakarta serta penjelasannya.

- Wayang Kulit

Wayang kulit merupakan kesenian tradisional yang sudah berusia ratusan tahun. Dalam
pertunjukan wayang kulit, penonton dapat menyaksikan dari arah depan atau dari arah belakang.
Dari belakang, penonton akan melihat bayang-bayang wayang dari dalam kelir (tirai kain putih
untuk menangkap bayang-bayang wayang kulit). Bayang-bayang inilah yang mungkin menjadi
cikal bakal lahirnya istilah wayang yang berarti bayang-bayang. Selain itu bayang-bayang ini
ditafsirkan bahwa cerita dalam pewayangan mencerminkan bayang-bayang kehidupan manusia di
dunia.

Wayang kulit gaya Yogyakarta mempunyai tampilan fisik yang berbeda dengan wayang dari
daerah lain. Perbedaannya terletak pada beberapa hal; wayang gaya Yogyakarta terkesan dinamis
atau terlihat bergerak, ditandai dengan tampilan posisi kaki yang melangkah lebar seperti orang
yang sedang melangkah; tampilan bentuk luarnya lebih tambun dan tidak terkesan kurus;
tangannya sangat panjang hingga menyentuh kaki; serta tatahannya inten-intenan, terutama pada
pecahan uncal kencana, sumping, turido, dan bagian busana lainnya. Dilihat dari sunggingannya
(lukisan/ perhiasan yang diwarnai dengan cat), digunakan sunggingan tlacapan atau sunggingan
sorotan, yaitu unsur sungging yang berbentuk segitiga terbalik yang lancip-lcncip seperti bentuk
tumpal pada motif kain batik; dan di bagian siten-siten atau lemahan, yaitu bagian di antara kaki
depan dan kaki belakang, umumnya diberi warna merah.

Untuk mengetahui wayang gaya Yogyakarta, ditentukan dari jenis mata wayang. Bentuk hidung
wayang, mulut wayang, bentuk mahkota, jenis pemakaian kain (dodot) dan posisi kaki, serta
atribut lainnya merupakan beberapa atribut yang perlu diperhatikan untuk mengenal wayang
Yogya.

- Wayang Wong

Sesuai dengan namanya, kesenian ini menggunakan wong (orang) sebagai pemainnya. Wayang
wong berbeda dengan wayang kulit yang menggunakan wayang dari kulit sebagai alat peraganya.
Wayang wong adalah suatu seni drama yang menggabungkan antara seni dialog dan seni tembang.
Wayang wong pertama kali diciptakan oleh K.B.A.A. Mangkunegara I yang berkuasa dari tahun
1757 sampai tahun 1795. Pemain-pemain wayang wong adalah para abdi dalem keraton sendiri.
Pada masa pemerintahan Mangkunegara V, pada tahun 1881, pagelaran wayang wong semakin
hidup dan dianggap sebagai hiburan. Selanjutnya wayang wong berkembang menjadi wayang
wong gaya Surakarta dan wayang wong gaya Yogyakarta.

Wayang wong gaya Yogyakarta pertama kali muncul pada pemerintahan Sri Sultan
Hamengkubuwo no VII yang bertakhta dari tahun 1878 sampai tahun 1921. Dahulu kala, wayang
wong hanya dipentaskan di lingkungan keraton, yaitu di Baluwerti. Para pemainnya adalah
pangeran dan keluarga keraton sen- diri. Kesenian ini merupakan ajang ekspresi kehalusan budi,
keterampilan tari, dan bela diri. Semua pemainnya laki-laki. Bahkan, tokoh wanita pun dimainkan
oleh laki-laki.

Perbedaan antara wayang wong gaya Surakarta dan Yogyakarta terletak pada penggunaan kethok
dan kecrek serta dalang untuk suluk (nyanyian atau tembang dalang yang dilakukan ketika akan
memulai adegan di pertunjukan wayang) dan menceritakan adegan yang silih berganti untuk gaya
Surakarta. Adapun gaya Yogyakarta hanya menggunakan keprak (bunyi-bunyian pengiring
gerakan) serta pembaca kandha yang bukan merupakan dalang. Pada gaya Surakarta, cengkok atau
lagu percakapan nampak lembut merayu, sedangkan gaya Yogyakarta terlihat datar dan
melankolik. Dalam gaya Surakarta, tarian terlihat luwes sedangkan dalam gaya Yogyakarta tarian
tampak lebih gagah, trengginas (lincah), dan memikat.

Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono V (1822-1855) dipergelarkan tidak kurang
lima cerita, yakni Pragolomurti, Petruk Dadi Ratu, Rabinipun Angkawijaya, Joyosemadi, dan
Pregiwo-Pregiwati. Pada periode pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII (1877-1921)
hanya dua kali pementasan dengan lakon Sri Suwela dan Pregiwo-Pregiwati.

Wayang wong mencapai popularitasnya pada saat Sri Sultan HB VIII berkuasa. Pada masa itu
digiatkan pembaruan dan penyempurnaan besar-besaran pada tata busana, teknik, ragam gerak tari,
dan kelengkapan pentas. Proyek ini melibatkan empu tari KRT Joyodipuro, KRT Wiroguno, GPH
Tejokusumo, KRT Wironegoro, BPH Suryodiningrat, dan KRT Purboningrat. Selama periode
1921- 1939 ini tidak kurang 20 lakon wayang wong dipentaskan.

2.3 Sumber Daya Alam

Tingkat kesejahteraan petani dalam bidang pertanian di DIY yang diukur dengan Nilai Tukar
Petani (NTP) NTP dapat menjadi salah satu indikator yang menunjukkan tingkat kesejahteraan
petani di suatu wilayah. Pada 2010 NTP sebesar 112,74%[13]. Ketahanan pangan merupakan
bagian terpenting dari pemenuhan hak atas pangan sekaligus merupakan salah satu pilar utama hak
asasi manusia. Secara umum ketersediaan pangan di DIY cukup karena berkaitan dengan musim
panen sehingga diperlukan pengaturan distribusi oleh pemerintah. Pemenuhan kebutuhan ikan di
DIY dapat dipenuhi dari perikanan tangkap maupun budidaya. Untuk perikanan tangkap dilakukan
melalui pengembangan pelabuhan perikanan Sadeng dan Glagah. Produksi perikanan budidaya
tahun 2010 mencapai 39.032 ton, dan perikanan tangkap mencapai 4.906 ton, dengan konsumsi
ikan sebesar 22,06 kg/kap/tahun[9].

Hutan di DIY didominasi oleh hutan produksi, yang sebagian besar berada di wilayah Kabupaten
Gunungkidul. Persentase luas hutan di DIY pada tahun 2010 sebesar 5,87% dengan rehabilitasi
lahan kritis sebesar 9,93% dan kerusakan kawasan hutan sebesar 4,94%[9]. Sektor perkebunan, dari
segi produksi tanaman perkebunan yang potensial di DIY adalah kelapa, dan tebu. Kegiatan
perkebunan diprioritaskan dalam rangka pengutuhan tanaman memenuhi skala ekonomi serta
peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produk tanaman untuk meningkatkan pendapatan
petani.

Sumber daya mineral atau tambang yang ada di DIY adalah Bahan Galian C yang meliputi, pasir,
kerikil, batu gamping, kalsit, kaolin, dan zeolin serta breksi batu apung. Selain bahan galian
Golongan C tersebut, terdapat bahan galian Golongan A yang berupa Batu Bara. Batu bara ini
sangat terbatas jumlahnya, begitu pula untuk bahan galian golongan B berupa Pasir
Besi (Fe), Mangan (Mn), Barit (Ba), dan Emas (Au) yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo.
Dalam bidang ketenagalistrikan, khususnya listrik, minyak, dan gas di DIY dipasok oleh PT PLN
dan PT Pertamina.

2.4 Wisata Alam & Buatan

- Wisata Alam

Menikmati udara bebas dan terlepas dari hiruk pikuk pekerjaan, menjadi pilihan yang menarik
ketika berada di Jogjakarta. Kota Gudeg satu ini memiliki beberapa wisata alam yang tidak hanya
seru, tetapi juga cocok sebagai spot foto menarik.
Berlibur ke wisata alam menjadi pilihan yang paling populer untuk melepas lelah. Menikmati
udara bebas sambil bermain seru memang hal yang menarik. Selain terkenal akan tradisi
budayanya yang kental, Jogja juga memiliki keunggulan di sektor pariwisata. Jogja memiliki
banyak tempat wisata alam yang menyuguhkan berbagai macam pemandangan dan permainan
seru.
1. Bukit Parang Endog

Parangtritis merupakan salah satu tempat yang paling populer di Jogja. Namun, apakah anda tahu
jika di ujung bagian timur Pantai Parangtritis terdapat sebuah landasan Paralayang yang
dinamakan Bukit Parang Endog. Anda bisa melakukan Paralayang, terbang bersama seorang
instruktur berpengalaman. Serta menikmati indahnya Pantai Parangtritis dari atas Bukit Parang
Endog ini.

Meski dijadikan tempat landas Paralayang, anda tidak harus melakukan paralayang dulu kok
untuk bisa datang ke Bukit ini. Apabila anda datang pada sore hari, di sini anda bisa
menyaksikan senja dengan sempurna. Duduk-duduk bersama orang tersayang sambil menikmati
pesona matahari terbenam adalah kegiatan yang menyenangkan.

Lokasi: Parang Reja, Girijati, Kec. Purwosari, Kab. Gunung Kidul.

2. Pantai Jogan
Pemandangan yang termasuk langka ini tersembunyi di balik perbukitan kapur kawasan Gunung
Sewu. Berjarak sekitar dua jam perjalanan dari Kota Jogja, Pantai ini belum banyak didatangi oleh
wisatawan. Karena akses menuju pantai ini cukup sulit, anda pun harus berjalan kaki sejauh
beberapa ratus meter untuk mencapai tempat ini.

Lokasi: Purwodadi, Kec. Tepus, Kab. Gunung Kidul.

3. Batu Miring

Di Jogja, anda juga bisa berburu sunrise. Salah satu spot terbaik untuk menikmati terbitnya fajar
di pagi hari adalah di Batu Miring. Karena Batu Miring dikelilingi oleh pephonan hijau, deretan
pegunungan, serta bukit kapur yang membingkai dengan sempurna matahari terbit. Destinasi satu
ini terletak di daerah gunung Kukusan, yang tidak dilewati kendaraan umum. Sehingga anda harus
membawa kendaraan pribadi apabila ingin pergi ke sana.

Lokasi: Wonokerto, Kec. Turi, Kab. Sleman.


- Wisata Buatan
Yogyakarta kini punya banyak sekali pilihan wisata, mulai dari kuliner hingga lokasi wisata
buatan manusia yang dibuat sedemikian rupa supaya menarik untuk dikunjungi dan berfoto-foto.
Tempat-tempat itu tersebar bukan cuma dalam kota saja, tapi juga di macam-macam wilayah
sekitar.

1. Jogja Bay Water Park

Kalau Anda ingin bermain air, maka Jogja Bay Water Park mungkin cocok untuk dikunjungi.
Lokasinya terletak di Desa Maguwoharjo, tepatnya di sebelah utara Stadion Maguwoharjo, Depok,
Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Tempat ini pun sangat luas, yakni mencapai 7,7 hektar dan
rencananya akan dikembangkan jadi waterboom terbesar.

2. Bukit Mojo
Ini pun tergolong objek wisata baru di Yogyakarta. Lokasinya terletak di Dusun Gumelem, Desa
Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Berkunjung ke sini, Anda bisa menyajikan
pemandangan alam yang luar biasa. Salah satu spot unik yang instagramable adalah bentuk gardu
pandangnya yang menyerupai sarang burung dan spot foto bunga matahari.

3.Tebing Breksi

Area tebing di sini merupakan bekas penambangan batu kapur ini yang memiliki guratan-guratan
unik. Beberapa bagian tebing malah sengaja diukit agar menjadi daya tarik tersendiri. Bila Anda
berkunjung ke sini, maka hal yang harus dilakukan adalah foto dengan latar tebing indah dan
menarik itu.

2.5 Kuliner

Yogyakarta adalah kota dengan berbagai predikat, banyak julukan yang dimiliki kota ini, kota
perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, kota pariwisata dan daerah yang mempunyai hak
istimewa. Dengan berbagai julukan yang ada Yogyakarta sering sekali menjadi salah satu kota
yang sering dikunjungi oleh wisatawan asing dan domestik. Dengan banyaknya wisata dan
universitas yang ada membuat kota ini selalu ramai. Tidak hanya wisata, kuliner Yogyakarta
menjadi salah satu incaran wisatawan maupun mahasiswa pendatang dari luar daerah. Beragam
tempat kuliner ada di setiap sudut kota, baik yang berupa warung makan kaki lima, rumah makan
tradisional, hingga restoran modern. Peluang bisnis makanan di Yogyakarta sangat menjanjikan,
tidak heran banyak restoran dan kafe bermunculan, dari yang biasa sampai tempat makan atau kafe
dengan keunikan-keunikan tersendiri yang dibuat untuk menarik pengunjung agar nyaman ketika
bersantap. Penciptaan nuansa atau suasana pada restoran bisa disebut dengan lingkungan fisik.

1. Gudeg Mbah Lindu Sosrowijayan

Mlaku-mlaku ning Malioboro (jalan-jalan di Malioboro), asyiknya


menikmati landmark terkemuka Jogja tambah lengkap sambil menyuap sepiring nasi gudeg yang
ada di Jalan Sosrowijayan. Gudeg legendaris ini merupakan racikan Mbah Lindu yang kini berusia
hampir 100 tahun yang sudah berjualan sejak ia remaja! Jangan heran kalau antreannya nggak
habis-habis.

2.Oseng-oseng mercon Bu Narti


Oseng-oseng Bu Narti ini sudah terkenal di Jogja dan sudah mempunyai banyak pelanggan, karena
rasanya yang enak dan harganya yang murah membuat warung Bu Narti ini selalu ramai pembeli.
Oseng-oseng ini berisikan gajih, tulang, kulit dan cabe rawit yang membuat oseng-oseng ini
pedasnya bisa bikin sampe kamu keringetan.

Warung ini bertempat di daerah Ngampilan dan buka mulai pukul 18.00 sampai 00.00 WIB.
Namun jika sedang ramai, pukul 21.00 saja sudah habis. Jadi, buat kamu yang mau mencicipi
oseng-oseng ini datang lebih awal ya. Untuk harganya cukup terjangkau yakni mulai dari Rp
15.000 saja.

3. Angkringan Kopi Jos Lik Man

Dari sekian banyak angkringan yang ada di jogja, salah satu yang jadi rekomendasi para wisatawan
yakni angkringan Lek Man. Selain sudah terkenal sejak lama, menu makanan yang bisa kamu coba
juga banyak. Ada sego kucing, aneka sate, gorengan dan yang paling utama kopi jos yang enak.

Angkringan ini dibuka mulai pukul 21.00 hingga 02.00 WIB. Untuk harganya juga cukup murah.
Kamu bisa mendapatkan berbagai macam sate dan nasi mulai dari Rp 2.500.

Kalau kamu ingin membeli satu porsi juga bisa yakni dengan harga Rp 20.000 saja bisa
mendapatkan paket komplet. Lokasi angkringan ini berada di samping Stasiun Kereta Api
Yogyakarta.
BAB III SIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan keanekaragaman budaya. Kebudayaan-
kebudayaan tersebut menjadi identitas bangsa, dan perbedaan- perbedaan yang ada dilihat sebagai
keunggulan dibanding kelemahan. Kekayaan warisan seni dan budaya saat ini harus dijaga
bersama, baik oleh generasi pendahulu maupun generasi baru yang nantinya akan menjadi
pemimpin- pemimpin bangsa ini; tidak menjadi hilang terlupakan karena masuknya budaya asing
yang lebih popular di negara kita.

Sekolah internasional merupakan standar baru bagi usaha orangtua dalam memberikan pendidikan
terbaik bagi anak-anaknya. Dengan fasilitas yang sangat mendukung perkembangan anak, tingkat
keamanan yang lebih tinggi, serta kurikulum internasional, akan mempersiapkan anak-anak
mereka dalam menghadapi persaingan global yang pastinya akan semakin sengit di kemudian hari.
Dengan munculnya berbagai sekolah-sekolah internasional dengan bangunan modern yang baru
dan budaya populer yang berkembang, dapat membuat anak-anak kurang memiliki sifat
nasionalisme terhadap negaranya, serta kurang apresiasi terhadap budaya mereka sendiri.

Perancangan interior sekolah internasional ini dimaksudkan sebagai usaha untuk menyediakan
sebuah fasilitas pendidikan bertaraf internasional bagi para anak-anak dalam masa pertumbuhan,
yang juga memperlihatkan mereka akan kebudayaan negara mereka sendiri di samping
mempelajari tentang dunia luar, sehingga mereka memiliki minat dan pengetahuan terhadap
budaya lokal.
DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/8576/2/TS102083.pdf

http://e-journal.uajy.ac.id/6438/3/KOM204137.pdf

http://awank64-wijayanto.blogspot.com/2012/03/adat-istiadat-dan-budaya-yogyakarta.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Istimewa_Yogyakarta

http://ratihpramitasari.blogspot.com/2011/04/budaya-yogyakarta.html

https://www.senibudayaku.com/2017/11/kesenian-tradisional-yogyakarta-lengkap.html?m=1#

https://www.javatravel.net/wisata-alam-jogja

https://www.guideku.com/travel/2019/10/28/171144/destinasi-wisata-buatan-manusia-paling-
unik-di-yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai