Anda di halaman 1dari 8

KLIPING

SEJARAH SINGKAT YOGYAKARTA

Untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Disusun Oleh:
Sri Nurmulyani
Uswatun Hasanah

KELAS VIII B
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 BANTARUJEG
2019
SEJARAH SINGKAT YOGYAKARTA

Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta merupakan daerah yang mempunyai


pemerintahan sendiri atau disebut Zelfbestuurlandschappen / Daerah Swapraja, yaitu
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman. Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan
Hamengku Buwono I pada tahun 1755, sedangkan Kadipaten Pakualaman didirikan oleh
Pangeran Notokusumo (saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku
Alam I pada tahun 1813. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan, dan Pakualaman
sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangganya sendiri yang dinyatakan dalam
kontrak politik. Kontrak politik yang terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblaad 1942
Nomor 47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577.
Eksistensi kedua kerajaan tersebut telah mendapat pengakuan dari dunia internasional, baik
pada masa penjajahan Belanda, Inggris, maupun Jepang. Ketika Jepang meninggalkan
Indonesia, kedua kerajaan tersebut telah siap menjadi sebuah negara sendiri yang merdeka,
lengkap dengan sistem pemerintahannya (susunan asli), wilayah, dan penduduknya.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Sri Sultan
Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada Presiden RI, bahwa
Daerah Kasultanan Yogyakarta, dan Daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara RI,
bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY). Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah, dan
Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut
dinyatakan dalam:
1. Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII
tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI.
2. Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5
September 1945 (dibuat secara terpisah).
3. Amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30
Oktober 1945 (dibuat dalam satu naskah).
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya kedudukan DIY sebagai Daerah Otonom
setingkat Provinsi sesuai dengan maksud pasal 18 Undang-undang Dasar 1945 (sebelum
perubahan) diatur dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Undang-undang
Pokok Pemerintahan Daerah. Sebagai tindak lanjutnya kemudian Daerah Istimewa
Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah Istimewa Yogyakarta Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 sebagaimana telah
diubah, dan ditambah terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran
Negara Tahun 1959 Nomor 71, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1819) yang sampai saat
ini masih berlaku. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan DIY meliputi Daerah
Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, dan Daerah Kadipaten Pakualaman. Pada setiap
undang-undang yang mengatur Pemerintahan Daerah, dinyatakan keistimewaan DIY tetap
diakui, sebagaimana dinyatakan terakhir dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam sejarah perjuangan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI), DIY mempunyai peranan yang penting. Terbukti pada tanggal 4
Januari1946 sampai dengan tanggal 27 Desember 1949 pernah dijadikan sebagai Ibukota
Negara Republik Indonesia. Tanggal 4 Januari inilah yang kemudian ditetapkan menjadi hari
Yogyakarta Kota Republik pada tahun 2010. Pada saat ini Kasultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat dipimpin oleh Sri Sultan Hamengkubuwana X dan Kadipaten Pakualaman
dipimpin oleh Sri Paku Alam X yang sekaligus menjabat sebagai Gubernur, dan Wakil
Gubernur DIY. Keduanya memainkan peran yang menentukan dalam memelihara nilai-nilai
budaya, dan adat istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.

Nama-Nama Tempat Bersejarah Di Yogyakarta


1. Candi Borobudur

Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang,


Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya
Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta.
Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar
tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah
candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar
di dunia.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya
terdapat tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan
aslinya terdapat 504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap
dan terbanyak di dunia. Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai
bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di
dalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila dalam posisi teratai sempurna
dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra (memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci
untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun
umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan
sesuai ajaran Buddha. Para peziarah masuk melalui sisi timur memulai ritual di dasar
candi dengan berjalan melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik
ke undakan berikutnya melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga
tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud),
dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan melalui
serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief
indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring
melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya
pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814
oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal
Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya
penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975
hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs
bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun
umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di
Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak.
2. Taman Pintar

Sejak terjadinya ledakan perkembangan sains sekitar tahun 90-an, terutama


Teknologi Informasi, pada gilirannya telah menghantarkan peradaban manusia menuju
era tanpa batas. Perkembangan sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan
tentunya menjanjikan kemudahan-kemudahan bagi perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas perkembangan dunia semacam itu, dan wujud kepedulian
terhadap pendidikan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta menggagas sebuah ide untuk
Pembangunan "Taman Pintar". Disebut "Taman Pintar", karena di kawasan ini nantinya
para siswa, mulai pra sekolah sampai sekolah menengah bisa dengan leluasa
memperdalam pemahaman soal materi-materi pelajaran yang telah diterima di sekolah
dan sekaligus berekreasi. Dengan Target Pembangunan Taman Pintar adalah
memperkenalkan science kepada siswa mulai dari dini, harapan lebih luas kreatifitas
anak didik terus diasah, sehingga bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran
eksploitasi pasar teknologi belaka, tetapi juga berusaha untuk dapat menciptakan
teknologi sendiri.
Bangunan Taman Pintar ini dibangun di eks kawasan Shopping Center, dengan
pertimbangan tetap adanya keterkaitan yang erat antara Taman Pintar dengan fungsi dan
kegiatan bangunan yang ada di sekitarnya, seperti Taman Budaya, Benteng Vredeburg,
Societiet Militer dan Gedung Agung. Relokasi area mulai dilakukan pada tahun 2004,
dilanjutkan dengan tahapan
a. Pembangunan Tahap I adalah Playground dan Gedung PAUD Barat serta PAUD
Timur, yang diresmikan dalam Soft Opening I tanggal 20 Mei 2006 oleh Mendiknas,
Bambang Soedibyo.
b. Pembangunan Tahap II adalah Gedung Oval lantai I dan II serta Gedung Kotak lantai
I, yang diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas,
Bambang Soedibyo, bersama Menristek, Kusmayanto Kadiman, serta dihadiri oleh
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.
c. Pembangunan Tahap III adalah Gedung Kotak lantai II dan III, Tapak Presiden dan
Gedung Memorabilia
Dengan selesainya tahapan pembangunan, Grand Opening Taman Pintar
dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo
Bambang Yudhoyono.
3. Keraton Solo

Puro Mangkunagaran
Puro Mangkunegaran adalah istana tempat kediaman Sri Paduka Mangkunegaran
di Surakarta dan dibangun setelah tahun 1757 dengan mengikuti model keraton yang
lebih kecil.
Secara arsitektur bangunan ini memiliki ciri yang sama dengan keraton, yaitu
pada pamedan, pendopo,pringgitan, dalem da kaputran, yang seluruhnya dikelilingi oleh
tembok yang kokoh.
Pura ini dibangun setelah Perjanjian Salatiga yang mengawali pendirian Praja
Mangkunegaran dan dua tahun setelah dilaksanakannya Perjanjian Giyanti yang isinya
membagi pemerintahan Jawa menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunannan Surakarta
oleh VOC ( Kompeni ) pada tahun 1755. Kerajaan Surakarta terpisah setelah Pangeran
Raden Mas Said terus memberontak pada VOC dan atas dukungan sunan mendirikan
kerajaan sendiri tahun 1757. Raden Mas Said memakai gelar Mangkunegoro I dan
membangun wilayah kekuasaannya di sebelah barat tepian Sungai Pepe ( Kali Pepe ) di
pusat kota yang sekarang bernama Solo.
Seperti bangunan utama Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta, Puro
Mangkunegaran mengalami beberapa perubahan selama puncak masa pemerintahan
colonial belanda di Jawa Tengah. Perubahan ini tampak pada ciri dekorasi Eropa yang
popular saat itu.
4. Museum Dirgantara

Museum Pusat TNI AU atau "Dirgantara Mandala" adalah museum yang


digagas oleh TNI AU untuk mengabadikan peristiwa bersejarah dalam lingkungan TNI
AU, bermarkas di kompleks pangkalan udara Adi Sutjipto Yogyakarta, museum ini
sebelumnya berada berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta dan diresmikan pada 4
April 1969 oleh Panglima AU Laksamana Roesmin Noerjadin lalu dipindahkan ke
Yogyakarta pada 1978.
Museum ini menyimpan sejumlah foto tokoh-tokoh sejarah serta diorama
peristiwa sejarah. Sejumlah pesawat tempur dan replikanya juga terdapat di museum ini
yang kebanyakan berasal dari masa Perang Dunia II dan perjuangan kemerdekaan,
diantaranya:
Koleksi Museum
a. Pesawat PBY-5A (Catalina).
b. Replika pesawat WEL-I RI-X (pesawat pertama hasil produksi Indonesia)
c. Pesawat A6M5 Zero Sen buatan Jepang.
d. Pesawat pembom B-25 Mitchell, B-26 Invader.
e. Helikopter 360 buatan AS.
f. Pesawat P-51 Mustang buatan AS.
g. Pesawat KY51 Cureng buatan Jepang.
h. Replika pesawat Glider Kampret buatan Indonesia.
i. Pesawat TS-8 Dies buatan AS.
j. Pesawat Mig-16 buatan Russia.
Salah satu koleksi yang sangat penting dalam sejarah cikal bakal TNI AU adalah
replika pesawat Dakota C-47 dengan nomor seri VT-CLA yang ditembak jatuh oleh
Belanda di daerah Ngoto, Bangunharjo, Sewon Bantul pada tanggal 29 Juli 1947.
Jatuhnya pesawat tersebut menewaskan para pionir Angkatan Udara, antara
lain Komodor Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrahman
Saleh, serta Opsir Muda Udara I Adisumarmo Wirjokoesoemo.
5. Malioboro

Jl. Malioboro adalah nama salah satu kawasan jalan di kota Yogyakarta yang
membentang dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta.
Secara keseluruhan terdiri dari Jl. Pangeran Mangkubumi, dan Jl. Jend. A. Yani. Jalan ini
merupakan poros garis Imajiner Keraton Yogyakarta.
Pada tanggal 20 Desember 2013, pukul 10.30 oleh Sri Sultan Hamengkubuwono
X nama dua ruas jalan Malioboro dikembalikan ke nama aslinya, Jalan Pangeran
Mangkubumi menjadi Margoutomo, dan Jl. Jend.A. Yani menjadi jalan Margomulyo.
Terdapat beberapa objek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu
Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan
Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Jalan Malioboro juga terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan
kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual makanan
gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpunya para seniman yang sering
mengekspresikan kemampuan mereka seperti bermain musik, melukis, pantomime, dll.
Di sepanjang jalan ini.

6. Museum Monumen Yogya Kembali

Museum Monumen Yogya Kembali, adalah sebuah museum sejarah perjuangan


kemerdekaan Republik Indonesia yang ada di kota Yogyakarta dan dikelola
oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Museum yang berada di bagian utara kota
ini banyak dikunjungi oleh para pelajar dalam acara darmawisata.
Museum Monumen dengan bentuk kerucut ini terdiri dari 3 lantai dan dilengkapi
dengan ruang perpustakaan serta ruang serbaguna. Pada rana pintu masuk dituliskan
sejumlah 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III (RIS) antara tanggal
19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949. Dalam 4 ruang museum di lantai 1
terdapat benda-benda koleksi: realia, replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis
senjata, bentuk evokatif dapur umum dalam suasana perang kemerdekaan 1945-1949.
Tandu dan dokar (kereta kuda) yang pernah dipergunakan oleh Panglima Besar
Jenderal Soedirman juga disimpan di sini (di ruang museum nomor 2).
Monumen Yogya Kembali dibangun pada tanggal 29 Juni 1985 dengan upacara
tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri
Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Gagasan untuk
mendirikan monumen ini dilontarkan oleh kolonel Soegiarto, selaku walikotamadya
Yogyakarta pada tahun 1983. Nama Yogya Kembali dipilih dengan maksud sebagai
tetenger (peringatan) dari peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari
ibukota RI Yogyakarta pada waktu itu, tanggal 29 Juni 1949. Hal ini merupakan tanda
awal bebasnya bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintahan Belanda.
Pembangunan monumen ini dilakukan dengan memperhitungkan beberapa faktor
penting. Titik pusat bangunan ini merupakan sebuah titik yang secara imajiner
menghubungkan beberapa titik penting di Yogyakarta yaitu Kraton Jogja, Tugu
Yogyakarta, Gunung Merapi, Parang Tritis dan juga Panggung Krapyak. Titik ini sendiri
disebut sebagai Sumbu Besar Kehidupan dan penanda dari titik imajiner ini sendiri
berada pada lantai 3 bangunan monumen ini.

Anda mungkin juga menyukai