KATA PENGANTAR
Puji syukur kami naikan atas hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kasih dan rahmatNya,sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas makalah dari mata kuliah
Personality Development.
Dalam mempersiapkan dan mengerjakan makalah ini kami membutuhkan kerja sama dari
masing-masing anggota penyusun demi terseleselesaikanya makalah ini tepat waktu,baik itu
dalam mengumpulkan materi melalui observasi langsung ke tempat dan dalam penyusunan
materi demi materi sedemikian rupa sehingga menjadi suatu makalah.
Dari waktu yang diberikan oleh Dosen pembimbing yang telah disepakati bersama,kami
penyusun makalah tergerak hati untuk segera menyelesaikan satu paket makalah yang telah
kami persiapkan. Dan sebagai penyusun,kami mengharapkan makalah ini dapat dievaluasi baik
buruknya untuk menyempurnakan makalah ini dan mempersiapkan makalah-makalah
selanjutnya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Ia Suaibah, S.Pd, Guru.
2. Orang Tua kami Masing-masing yang setia mendukung dan memberikan motivasi.
3. Rekan-rekan yang memberikan support dan kerjasama.
4. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Salam Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................1
Daftar Isi.......................................................................................................................2
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang....................................................................................................3
Rumusan Masalah...............................................................................................4
Tujuan..................................................................................................................4
Metode Penelitian................................................................................................4
Studi Ilmiah.........................................................................................................4
BAB II
Pembahasan
Kraton Yogyakarta Sebagai Daya Tarik Wisata.................................................5
Sejarah Singkat Kraton Yogyakarta
dan Detail Lingkungan dalam Kraton.................................................................6
Analisa Kunjungan wisata Domestic dan Mancanegara...................................11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.......................................................................................................12
Kritik Dan Saran...............................................................................................13
Lampiran Foto-foto....................................................................................................14
Daftar Pustaka............................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Istimewa Jogjakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Yogyakarta, merupakan
kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya, seperti keraton. Keraton Yogyakarta
didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca perjanjian Giyanti di tahun
1755. Keraton sebagai pionir Yogyakarta mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi
budaya masyarakat Jawa di Yogyakarta dan merupakan bagian dari sejarah hidup dan tradisi
masyarakat Jawa. Digunakan selain sebagai rumah sultan juga untuk acara kebudayaan dan
upacara penting Keraton Yogyakarta.
Masyarakat percaya bahwa keraton merupakan referensi budaya mereka. Dengan fungsi
yang terbatas pada sektor informal namun keraton Yogyakarta tetap memiliki kharisma
tersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Beberapa studi yang dilakukan pada tahun 1990 menunjukkan bahwa kesetiaan masyarakat
kepada keraton sangat tinggi. Pengaruh tersebut makin meluas semenjak raja dapat
menggabungkan kepemimpinan yang karismatik dengan kepemimpinan yang rasional dan
modern.
Salah seorang raja tersebut adalah Sultan Hamengku Buwono IX. Ia adalah figur yang
menonjol pada masa perjuangan saat mendirikan Republik Indonesia. Hubungan erat antara
masyarakat Yogyakarta dan keraton tampak nyata dalam kesenian, ritual, dan upacara adat
mereka. Misalnya pada pernikahan tradisional, pengantin pria dan wanita boleh mengenakan
pakaian keluarga kerajaan yang disebut ‘basahan’. Dahulu hanya keluarga kerajaan yang boleh
memakai pakaian tersebut. Meski dengan modernisasi yang dialami Yogyakarta namun
Keraton Yogyakarta tetap dihormati masyarakatnya. Bahkan hingga kini sultan masih dianggap
sebagai kepala budaya di Yogyakarta dan sangat dicintai oleh rakyatnya.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Keraton Yogyakarta?
2. Bagaimana bentuk bangunan Keraton Yogyakarta ?
3. Apa saja fungsi dari Keraton Yogyakarta ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian kegiatan ini antara lain :
1. Untuk mengetahui sejarah Keraton Yogyakarta
2. Mengetahui bentuk bangunan Keraton Yogyakarta.
3. Mengetahui fungsi dari Keraton Yogyakarta ?
D. Metode Penelitian
Pembahasan suatu masalah memerlukan data yang di dapat dari hasil penelitian secara
umum untuk mencari data yang di anggap perlu dan mendukung penelitian. Untuk itu metode
yang digunakan adalah :
1. Observasi
Cara ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan dengan terjun langsung ke lokasi,
yaitu Keraton Yogyakarta.
2. Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data ialah dengan menggali informasi dari buku – buku dan media
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keraton Yogyakarta
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta
merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota
Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara
resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton
ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih
menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu
objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang
menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja
Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan
salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan
lapangan serta paviliun yang luas.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan
pasca Perjanjian Giyanti di tahun1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah
pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-
iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan diImogiri.
Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang
ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku
Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah
Kecamatan Gamping Kabupaten sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti
Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti,
Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil
Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya
baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton
Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh
karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi
Keraton Yogyakarta.
B. Sejarah Keraton Yogyakarta
Kesultanan Yogyakarta bernama asli Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah
negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara
diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk
Kerajaan Belanda bersama-sama negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta. Berikut sejarah
singkat kesultanan yogya
Perjanjian antara kesultanan Yogyakarta dengan Belanda dimulai pada saat
ditandatanganinya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) antara Pangeran Mangkubumi dan
VOC di bawah Gubernur-Jendral Jacob Mossel, maka Kerajaan Mataram dibagi dua.
Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan dengan gelar Sultan Hamengkubuwana I
dan berkuasa atas setengah daerah Kerajaan Mataram. Sementara itu Sunan Paku Buwono III
tetap berkuasa atas setengah daerah lainnya dengan nama baru Kasunanan Surakarta.
Sultan Hamengkubuwana I kemudian segera membuat ibukota kerajaan beserta istananya
yang baru dengan membuka daerah baru (jawa: babat alas) di Hutan Paberingan yang terletak
antara aliran Sungai Winongo dan Sungai Code. Ibukota berikut istananya tersebut tersebut
dinamakan Ngayogyakarta Hadiningrat yang sekrang lebih dikenal Yogyakarta dan landscape
utama berhasil diselesaikan pada tanggal 7 Oktober 1756.
Kontrak politik terakhir antara negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian Politik
1940 Wikisource-logo.svg (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai konsekuensi dari bentuk negara
kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk.
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka
Paku Alam VIII mengirim kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kesultanan
Yogyakarta dan Daerah Paku Alaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia,
serta bergabung menjadi satu, mewujudkan sebuah Daerah Istimewa Yogyakarta yang bersifat
kerajaan. Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII kemudian menjadi
Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah Istimewa dan bertanggung jawab langsung
kepada Presiden Republik Indonesia.
Pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
(bersama-sama dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat
provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berdara pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1950.
C. Struktur Bangunan Keraton Yogyakarta
Keraton Yogya terletak di sebuah kompleks luas yang terbagi dalam beberapa bagian.
Secara garis besar bangunan Keraton Yogya dapat dibagi menjadi tiga bagian utama dengan
kompleks dan bangunan di dalamnya.
1. Kompleks Depan
Dalam bagian kompleks depan Keraton, terdapat beberapa pembagian wilayah dan
bangunan yaitu:
1) Gladhag-Pangurakan
Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton dari arah utara
merupakan gerbang berlapis yaitu Gapura Gladhag dan Gapura Pengurakan. Gapura
Gladhag dahulu tedapat di ujung utara Jalan Trikora (di antara Kantor Pos Besar dan
Bank BNI 46) namun saat ini sudah tidak ada lagi. Smentara di sebelah selatannya
terdapat Gapura Pangurakan Njawi yang saat ini menjadi gerbang pertama yang
dilewati bila masuk ke Keraton dari sisi utara.
2) Alun-Alun Lor (Alun-Alun Utara)
Alun-alun Utara adalah lapanan berumput yang terletak di sisi utara Keraton
Yogya. Pinggiran alun-alun ditanami dengan pohon beringin dan secara khusus di
tengah alun-alun terdapat dua pohon beringin bernama Kyai Dewadaru dan Kyai
Janadaru.
Pada zaman dahulu hanya Sultan dan Pepatih Dalem yang boleh berjalan di antara
kedua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini juga menjadi lokasi rakyat bertatap
muka berkumpul untuk menyampaikan aspirasinya kepada Sultan saat terjadinya
Pisowanan Agung.
2. Kompleks Inti
1) Kompleks Pagelaran
Bangunan utama dari bagian ini adalah Bangsal Pagelaran, atau dikenal pula
sebagai Tratag Rambat. Zaman dahulu bagian ini digunakan sebagai tempat di mana
punggawa kesultanan menghadap Sultan dalam upacara resmi. Saat ini tempat ini masih
digunakan untuk upacara adat keraton, namun juga dimanfaatkan untuk acara-acara
pariwisata dan religi.
Teradapat pula sepasang Bangsal Pemandengan yang terltak di sisi sebelah timur
dan barat dari Pagelaran. Dahulu Bangsal Pemandengan digunakan Sultan untuk
menyaksikan latihan perang yang dilakukan tentara kesultanan di Alun-alun Utara.
Di dalam sayap timur bagian selatan Pagelaran terdapat Bangsal Pengrawit.
Bangsal ini digunakan oleh Sultan sebagai tempat untuk melantik Pepatih Dalem. Saat
ini sisi selatan dari kompleks Pagelaran dihiasi dengan relief perjuangan Sultan HB I
dan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini juga memiliki nilai historis lain, yaitu
sebagai bagian keraton yang digunakan sebagai tempat perintisan Universitas Gajah
Mada di mana para mahasiswa dahulu belajar sebelum kampus UGM yang sekarang di
Bulak Sumur dibangun.
2) Kompleks Siti Hinggil
Kompleks Siti Hinggil merupakan kompleks utama yang digunakan untuk
menyelenggarakan upacara resmi kesultanan, terutama bila terjadi pelantikan sultan
baru. Kompleks ini terletak di sisi selatan Pagelaran. Pada 19 Desember 1949 di
kompleks ini dilaksanakan peresmian Universitas Gajah mada. Kompleks ini dibuat
lebih tinggi dari tanah di sekitarnya menggunakan dua jenjang untuk naik di sisi utara
dan selatannya.
Di kompleks Siti Hinggil ini terdapat beberapa bangunan yaitu:
a) dua Bangsal Pacikeran yang digunakan abdi dalem mertolulut dan Singonegoro
sampai sekitar tahun 1926.
b) bangunan Tarub Agung yang berbentuk kanopi persegi dengan empat tiang. Tempat
ini befungsi untuk tempat singga sejenak para pembesar menunggu romongannya
masuk ke dalam istana
c) Bangsal Kori, yaitu tempat yang digunakan para abdi dalem Kori dan abdi dalem
Jaksa untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada Sultan.
d) Bangsal Manguntur Tangkil, terletak di tengah-tengah Siti Hinggil. Bangunan ini
merupakan tempat Sultan duduk di atas singgasananya saat acara-acara resmi
kerajaan spert pelantikan Sultan maupun Pisowanan Agung.
e) Bangsal Witono, digunakan untuk menyimpan lambang-lambang serta pusaka
kerajaan pada saat ada acara resmi kerajaan
f) Bale Bang sebagai tempat penyimpanan Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK
Naga WIlaga.
g) Bale Angun-angun, sebagai tempat penyimpanan tombak KK Suro Angun-Angun
3) Kamandhungan Lor
Di bagian selatan dari Siti Hinggil terdapat sebuah lorong yang mebujur dari timur-
barat. Pada bagian selatan dinding lorong tersebut terdapat sebuah gerbang besar bernama
Regol Brojonolo yang menghubungkan Siti HInggil dengan Kamandhungan. Di sebelah
timur dan barat dari sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya
dibuka saat ada acara resmi kerajaan.
Untuk memasuki kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton
sehari-hari bisa melalui Gapura Keben di sisi barat dan timur kompleks Kamandhungan
Lor yang menjadi penghubung ke Rotowijayan dan Kemitbumen. Kompleks
Kamandhungan Lor sering juga disebut Keben karena banyak pohon keben di
halamannya. Di bagian tengah halaman, sebagai bangunan utama di kompleks ini,
berdirilah Bangsal Ponconiti. Sampai dengan 1812, bangsal ini digunakan untuk
mengadili perkara yang secara langsung dipimpin oleh Sultan dalam proses
pengadilannya. Ada pula yang mengatakan digunakan utuk mengadili perkara terkait
keluarga kerajaan. Saat ini bangsal tersebut digunakan untuk acara adat seperti sekaten
atau garebeg. Di selatan Ponconiti terdapat kanopi besar untuk menurunkan tamu dari
kendaraan mereka. Kanopi ini bernama Bale Antiwahana.
4) Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti berada di sebelah selatan Kamandhungan Lor dan
dihubungkan dengan Regol Sri Manganti. Bangunan yang terdapat di kompleks ini yaitu:
a) Pada sisi barat kompleks terdapat Bangsal Si Manganti yang dahulu digunakan untuk
menerima tamu penting kerjaan. Saat ini bangsal ini digunakan untuk menyimpan
beberapa pusaka keraton berupa gamelan dan juga untuk kepentingan wisata keraton
b) Bangsal Traju Mas, terletak di sisi timur, dahulu merupaan tempat pejabat kerjaan
mendampingi Sultan saat menyambut tamu. Saat ini digunakan untuk menempatkan
pusaka berupa tandu dan meja hias
c) Di sebelah timur bangsal terdapat dua meriam buatan Sultan HB II yang mengapit
sebuah prasasti berbahasa Cina. Di sebelah timurnya terdapat Gedhong Parentah
Hageng Karaton, yaitu gedung administrasi tinggi istana. Terdapat pula beberapa
bangunan lainnya seperti Pecaosan Jaksa, Pecaosan Prajurit, dan lain-lain.
5) Kedhaton
Dari sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang
menghubungkannya denan kopleks Kedhaton. Kompleks Kedhaton merupakan bagian inti
dari keseluruhan bangunan Keraton. Kompleks ini dapat dibagi menjadi tiga bagian
halaman yaitu:
a) Pelataran Kedhaton yang merupakan tempat tinggal Sultan. Pada bagian ini terdapat
Bangsal Kencono yang merupakan balairung utama istana. Bangsal ini berfungsi untuk
tempat pelaksanaan berbagai upacara khusus keluarga kerajaan. Terdapat pula Tratag
Bangsa Kencana yang dulu digunakan sebagai tempat latihan tari; Ndalem Ageng
Proboyakso sebagai pusat dari istana secara keseluruhan yang menjadi tempat
disimpannya pusaka kerajaan, tahta sultan, serta lambang-lambang kerajaan lainnya;
Gedhong Kenen sebagai tempat tinggal resmi Sultan yang bertahta; Gedhong
Purworetno sebagai kantor resmi sultan; Bangsal Manis sebagai tempat perjamuan
resmi kerajaan dan tempat membersihkan pusaka pada bulan Suro; serta masih ada
banyak bangsal dan gedhong lainnya.
b) Keputren yang merupakan tempat tinggal istri dan para putri Sultan, secara khusus bagi
putri Sultan yang belum menikah. Sejak dahulu sampai sekarang tempat ini selalu
tetutup untuk umum.
c) Kesatriyan yang merupakan tempat tinggal para putra Sultan, terutama yang belum
menikah. Di dalamnya terdapat Pendapa Kesatriyan, Gedhong Prignggadani, dan
Gedhong Srikaton. Saat ini tempat ini sering digunakan untuk menyelenggarakan acara-
acara pariwisata.
6) Kamagangan
Menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kamagangan. Pada gerbang
ini terdapat patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton
Yogyakarta. Kompleks ini dahulu digunakan untuk penerimaan calon abdi dalem, tempat
berlatih, tempat ujian, dan apel kesetiaan para abdi dalem yang masih magang. Dalam
kompleks ini terdapat beberapa bagian yaitu:
a) Bangsal Magangan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, yaitu pertunjukan wayang
kulit yang menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton
b) Pawon Ageng yang merupakan dapur istana, terdiri dari Sekul Langgen di timur dan
Pawon Ageng Gebulen di barat
c) Panti Pareden, tempat pembuatan gubungan menjelang upacara garebeg.
3. Kompleks Belakang
Kompleks belakang dari Keraton terdiri dari dua bagian yaitu:
1) Alun-Alun Kidul (Alun-alun Selatan)
Alun-alun Kidul sering disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari kata
pengker yang berarti belakang. Alun-alun ini dikelilingi tembok persegi dengan lima
gapura, satu di selatan dan masing-masing dua di timur dan barat. Berbeda dengan
Alun-alun Utara, di Alun-alun Selatan hanya ada dua pasang pohon beringin. Sepasang
di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang dan sepasang lagi di kanan-kiri gapura
sisi selatan yang dinamakan Wok. Dari gapura sisi selatan Alun-alun terdapat jalan
Gading yang menghubungkanya dengan Plengkung Nirbaya.
2) Plengkung Nirbaya
Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan dari poros utama Keraton. Tempat
ini merupakan tempat di mana Sultan HB I masuk ke Keraton Yogya untuk pertama
kalinya saat terjadi pemindahan pusat pemerintahan dari Kedhaton Ambar Ketawang.
Gerbang ini menjadi rute keluar prosesi pemakaman Sultan ke Imogiri. Oleh karena
alasan inilah tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta.
A. Kesimpulan
Keraton Yogyakarta merupakan salah satu simbol utama dari Yogyakarta. Pembangunan
Keraton Yogyakarta sendiri tidaklah sembarangan tetapi diperhitungkan dengan matang dan
dipengaruhi banyak filosofi serta kepercayaan mitologis yang mencerminkan kuatnya tradisi
masyarakat Yogyakarta. Keraton juga menunjukkan kuatnya akulturasi antara tradisi Jawa
tradisional dengan budaya Islam melalui berbagai simbolisasi yang tersebar di banyak bagian
kompleks Keraton.
Keraton Yogyakarta juga tidak hanya menjadi bangunan yang penting bagi keluarga
kesultanan dan masyarakat Yogya, namun juga memiliki peranan dalam sejarah nasional
bangsa Indonesia. Pemanfaatan Keraton Yogyakarta pada masa sekarang memang sudah sangat
berkembang dan mengalami berbagai perubahan. Salah satu yang paling mencolok adalah
pembukaan Keraton sebagai objek wisata. Meskipun demikian, di tengah arus modernisasi
tersebut, Keraton masih dapat mempertahankan tradisi kehidupan Keraton sehingga nilai-nilai
kehidupan Keraton masih dapat terpelihara dengan baik.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, saran kami adalah terus lestarikan Keraton
Yogyakarta dengan cara menjaga dan merawat bangunan dan tata ruang serta benda - benda
peninggalan sultan-sultan. Karena Keraton Yogyakarta ialah sebuah istana yang mengandung
banyak arti, arti keagamaan, arti filsafat dan arti kultural ( kebudayaan ). Yang masih
menjunjung tinggi nilai - nilai filosofinya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Keraton_Ngayogyakarta_Hadiningrat
[2] http://shufairohenjang96.wordpress.com/tugas-tugas/materi
ips/sejarah/sejarah-kraton-yogyakarta/
[3] http://djogjayogyakarta.blogspot.com/2013/04/sejarah-berdirinya-keraton-yogyakarta.html
[4] http://catatandianakartinisyahnaputri.blogspot.com/2013/01/karya-tulis
peran-keraton-yogyakarta.html
Setiadi, Elly M, dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta : Kencana.
Buku Adaby Darban, Ahmad., et al. 2004. Kraton Jogja – The History and Cultural Heritage.
Jakarta: PT Jayakarta Agung Offset Ebdi Sanyoto, Sadjiman. 2009. Nirmana – Dasar-dasar
Seni dan Desain. Yogyakarta: Jalasutra Eiseman, Leatrice. 2005. Pantone - Guide to
Communicating with Colour. Singapore: Grafix Press. Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain
Komunikasi Visual. Yogyakarta : Andi Offset. Maharsi, Indiria. 2013. Tipografi - Tiap Font
Memiliki Nyawa dan Arti).Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publishing Service).
Sihombing, Danton. 2001. Tipografi Dalam Desain Grafis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama Soemardjan, Selo. 2009. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Jakarta: Komunitas Bambu.
Surjomihardjo, Abdurrahman. 2008. Kota Yogyakarta Tempo Doeloe. Jakarta: Komunitas
Bambu. Tri Hapsari, Niken. 2010. Seluk Beluk Promosi Dan Bisnis. Jogjakarta: A+Plus Books.
Tugas Akhir Sudibyo, Pramono. 2004. Analisis Startegi
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adaby Darban, Ahmad., et al. 2004. Kraton Jogja – The History and Cultural Heritage. Jakarta:
PT Jayakarta Agung Offset
Ebdi Sanyoto, Sadjiman. 2009. Nirmana – Dasar-dasar Seni dan Desain. Yogyakarta: Jalasutra
Eiseman, Leatrice. 2005. Pantone - Guide to Communicating with Colour. Singapore: Grafix
Press.
Kusrianto, Adi. 2007. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta : Andi Offset.
Maharsi, Indiria. 2013. Tipografi - Tiap Font Memiliki Nyawa dan Arti).Yogyakarta: CAPS
(Center for Academic Publishing Service).
Sihombing, Danton. 2001. Tipografi Dalam Desain Grafis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Soemardjan, Selo. 2009. Perubahan Sosial di Yogyakarta. Jakarta: Komunitas Bambu.
Surjomihardjo, Abdurrahman. 2008. Kota Yogyakarta Tempo Doeloe. Jakarta: Komunitas
Bambu.
Tri Hapsari, Niken. 2010. Seluk Beluk Promosi Dan Bisnis. Jogjakarta: A+Plus Books.
DAFTAR PUSTAKA :
Pustaka:
1. “Yogyakarta”, Insight Guides Indonesia, APA City Guide Publishing
Company Ltd., 1993, hal. 72-74
2. K.P.H. Brongtodiningrat, The Royal Palace (Karaton) of Yogyakarta: It’s
Architecture and It’s Meaning, translated by R. Murdani Hadiatmaja, Karaton
Museum Yogyakarta, 1975
3. “Siti Hinggil”, www.gudeg.net
4. “Keraton Yogyakarta”, www.keraton.yogya.indo.net.id
5. Suryo S. Negoro, “Karaton Yogyakarta”, www.joglosemar.co.id
6. Jogjakini.com