Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penulisan

Daerah istimewa yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama


jogja, merupakan kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan mataram, dan sampai saat ini
masih ada keraton yang masih berfungsi dalam arti sesungguhnya.yogyakarta
juga memiliki banyak candi yang berusia ribuan tahun yang merupakan
peninggalan kerajaan besar zaman dahulu, salah satunya adalah candi
borobudur yang dibangun pada abad ke-9 oleh Dinasti syailendra, sedangkan
arsitek dari candi tersebut adalah Gunadharma.
Pegunungan, pantai-pantai, hamparan sawah yang hijau dan udara yang
sejuk menghiasi keindahan kota yogya. Masyarakat yogyakarta hidup dengan
damai dan mempunyai keramahan yang khas.coba kita berkeliling desa, kita
pasti akan mendapatkan senyuman dan sapaan yang hangat dari para
penduduk sekitar.
Suasana seni yang begitu terasa di yogyakarta. Titik nol kilometer
yogyakarta yakni malioboro yang merupakan urat nadi yogyakarta dibanjiri
barang-barang kerajinan dari segenap penjuru. Para pengayuh becakpun siap
mengantarkan kita mengelilingi tempat-tempat pariwisata.
Kota yogyakarta sangat terenal dan merupakan salah satu tujuan utama
para wisatawan mancanegara, untuk berlibur dan menghabiskan sisa waktu
istirahatnya di yogyakarta.

1.2. Tujuan
Tujuannya adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
yang tidak diajarkan disekolah, mengetahui tempat-tempat wisata yang ada

1
diyogyakarta, dapat mengetahui seluk beluk tempat-tempat wisata yang ada
di yogyakarta.

1.2.1. Tujuan Berstudi Wisata


 Menyediakan sumber yang dapat memperkaya informasif actual
yang tercantum dalam buku, dan membuat teks dalam buku
menjadi berarti.
 Mengembangkan sikap ingin tahu peserta, dan memperluas
pengetahuan
 Menambah wawasan siswa tentang sejarah yang ada di
Yogyakarta
1.2.2. Tujuan Penulisan
 Sebagai wawasan untuk menambah informasi serta ilmu
pengetahuan.
 Melatih peneliti berpikir kritis, komprehensif, dan mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan baru.
 Memperluas wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan
pembacanya.
 Melatih keterampilan dasar melakukan penelitian hingga tercipta
ilmu pengetahuan baru.

1.3. Manfaat

 Melatih dan mengembangkan kemampuan membaca yang efektif.


 Melatih diri dalam menggabungkan review bacaan yang diambil dari
berbagai  sumber atau referensi.
 Membiasakan diri dengan kegiatan kepustakaan.
 Sebagai rujukan untuk bahan materi penelitian selanjutnya

1.3.1. Manfaat Studi Wisata

2
Memberikan pengalaman yang berbeda bagi para murid. Selain
mendapatkan ilmu, murid juga akan mendapatkan pengalaman baru
yang dapat menjadi bekal pembelajaran ke jenjang selanjutnya.
1.3.2. Manfaat Penulisan
Untuk membuktikan pengetahuan dan potensi ilmiah yang
dimiliki oleh siswa. Pembuktian dalam menghadapi dan memecahkan
masalah, dan itu bisa dilihat dalam bentuk karya tulis bersangkutan
yang dibuat oleh siswa setelah mendapat pengetahuan. Selain itu juga
untuk melatih keterampilan dasar dalam melakukan penelitian.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keraton Kesultanan Yogyakarta


Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta
merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini
berlokasi diJalan Rotowijayan Blok No. 1. Panembahan, Kecamatan Kraton,
Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2.1.1. Sejarah Berdirinya Keraton Kesultanan Yogyakarta


Sejarah berdirinya Keraton Yogyakarta bermula dari terbaginya
Kerajaan Mataram Islam pada 1755 lewat Perjanjian Giyanti.
Berdasarkan perjanjian tersebut, Kesultanan Mataram dibagi
menjadi dua kekuasaan, yaitu Nagari Kasultanan Ngayogyakarta untuk
Sri Sultan Hamengku Buwono I dan Nagari Kasunanan Surakarta
diserahkan kepada Pakubuwono III. Sultan Hamengku Buwono I
kemudian mulai pembangunan Keraton Yogyakarta pada 9 Oktober
1755. Pembangunan keraton dimulai oleh Sultan Hamengku Buwono I,
yang juga berperan sebagai arsiteknya. Selama proses pembangunan
yang berlangsung hampir satu tahun, Sultan Hamengku Buwono I
beserta keluarganya tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang.
Pembangunan keraton dilakukan dengan penuh pertimbangan untuk
memenuhi kebutuhan pemerintahan, sosial, ekonomi, budaya, maupun
tempat tinggal. Selain keraton, dibangun pula sarana kelengkapan yang
lain, seperti benteng, kompleks Tamansari, Masjid Gedhe, dan Pasar
Gedhe. Sultan Hamengku Buwono I resmi menempati keraton pada 7
Oktober 1756.
2.1.2. Pemangku Adat Keraton Kesultanan Yogyakarta

4
Pada mulanya Keraton Yogyakarta merupakan sebuah Lembaga
Istana Kerajaan The Imperial House dari Kesultanan Yogyakarta.
Secara tradisi lembaga ini disebut Parentah Lebet Pemerintahan dalam
yang berpusat di Istana keraton dan bertugas mengurus Sultan dan
Kerabat Kerajaan Royal Family . Dalam penyelenggaraan pemerintahan
Kesultanan Yogyakarta disamping lembaga Parentah Lebet terdapat
Parentah nJawi Parentah Nagari Pemerintahan Luar Pemerintahan
Negara yang berpusat di nDalem Kepatihan dan bertugas mengurus
seluruh negara. Namun demikian ada perbedaan antara Keraton
Yogyakarta dengan Keraton Istana kerajaan-kerajaan Nusantara yang
lain. Sultan Yogyakarta selain sebagai Yang Dipertuan Pemangku
Tahta Adat Kepala Keraton juga memiliki kedudukan yang khusus
dalam bidang pemerintahan sebagai bentuk keistimewaan daerah
Yogyakarta.
2.1.3. Warisan Budaya Keraton Kesultanan Yogyakarta
Selain memiliki kemegahan bangunan, Keraton Yogyakarta juga
memiliki suatu warisan budaya yang tak ternilai. Di antaranya adalah
upacara-upacara adat, tarian-tarian sakral, dan pusaka. Candi
Prambanan atau Candi Roro Jonggrang, mulai dibangun pada sekitar
tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan

2.2. Candi Borobudur


Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur,
Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km
di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km
di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha
terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
2.2.1. Sejarah Candi Borobudur

5
Candi Borobudur dibangun pada masa pemerintahan dinasti
Syailendra. berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama
Buddha Mahayana pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Sejarah
berdirinya Candi Borobudur dibangun pada abad ke-8.
Asal usul candi Borobudur pun masih diliputi misteri, mengenai
siapa pendiri candi Borobudur dan apa tujuan awalnya membangun
candi ini. Banyak cerita dan kisah candi Borobudur beredar yang kini
dikenal sebagai dongeng rakyat setempat.

 Candi borobudur dibangun pada masa kerajaan dinasti Syailendra


di Jawa Tengah yang bertepatan antara kurun waktu 760 sampai 830
Masehi. Proses pembangunan candi Borobudur diperkirakan menghabiskan
waktu 75  sampai 100 tahun lebih. Candi Borobudur baru benar-benar
rampung 100% pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825
Masehi.

Pembangunan candi-candi Buddha termasuk Borobudur saat itu


dimungkinkan karena pewaris Sanjaya, Rakai Panangkaran
memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi.
Bahkan untuk menunjukkan penghormatannya, Panangkaran
menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha),
untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun
untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara, sebagaimana disebutkan
dalam Prasasti Kalasan berangka tahun 778 Masehi. Petunjuk ini
dipahami oleh para arkeolog, bahwa pada masyarakat Jawa kuno,
agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik,
dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong
dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya.
Akan tetapi diduga terdapat persaingan antara dua wangsa kerajaan
pada masa itu wangsa Syailendra yang menganut Buddha dan wangsa
Sanjaya yang memuja Siwa yang kemudian wangsa Sanjaya
memenangi pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko.

6
2.2.2. Warisan Budaya Candi Borobudur
Ada berbagai macam warisan budaya Candi Borobudur,seperti
Relief Candi Borobudur
Candi Borobudur dihiasi 2.672 panel relief berupa naratif dan
dekoratif serta 504 arca Buddha, sehingga diklaim sebagai pemilik
relief Buddha terlengkap serta terbanyak di dunia.
Relief di bagian dasar dinding candi menceritakan kisah
Karmawibhangga yang menggambarkan kehidupan, perilaku, dan
lingkungan manusia. Sedangkan relief Jataka di tingkat bagian atas
candi mengisahkan tentang kehidupan Buddha sebelumnya menjadi
dewa, lalu ada manusia dalam berbagai profesi dan hewan. Kemudian
untuk satu set 120 relief pada platform dinding pertama candi yaitu
Lalitavistara, menggambarkan seputar kehidupan Pangeran Siddharta
sejak lahir hingga pencerahan.
Panel relief naratifnya terdiri atas sejumlah huruf-huruf Jawa
kuno yang mendeskripsikan maksud dari kisah Buddha tersebut. Untuk
relief dekoratif Candi Borobudur merupakan pahatan jenis seni rupa
murni yang memang khusus dinikmati keindahannya. Relief naratif
Candi Borobudur terdiri atas Karmawibhangga, Jatakamala,
Lalitavistara, Awadana, Gandawyuha dan Bhadracari. Sisa relief
lainnya termasuk panel dekorasi.

7
BAB III
HASIL KUNJUNGAN STUDI WISATA

3.1. Keraton Kesultanan Yogyakarta


Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat) merupakan istana resmi
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota
Yogyakarta. Keraton ini didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana I pada
tahun 1755 sebagai Istana/Keraton Yogyakarta yang baru berdiri akibat
perpecahan Mataram Islam dengan adanya Perjanjian Giyanti. Keraton ini
adalah pecahan dari Keraton Surakarta Hadiningrat dari Kesunanan Surakarta
(Kerajaan Surakarta). Sehingga dinasti Mataram diteruskan oleh 2 Kerajaan
yakni Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta. Total luas wilayah
keseluruhan keraton yogyakarta mencapai 184 hektar, yakni meliputi seluruh
area di dalam benteng Baluwarti, alun-alun Lor, alun-alun Kidul, gapura
Gladak, dan kompleks Masjid Gedhe Yogyakarta. Sementara luas dari
kedhaton (inti keraton) mencapai 13 hektar. Walaupun Kesultanan Yogyakarta
secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1945,
kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan
dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan
hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di
Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang
menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian
dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi
bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa
yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun
yang luas

8
3.2. Candi Borobudur
Candi Borobudur diperkirakan dibangun sekitar Abad ke-8 dan ke-9
Masehi di era Dinasti Syailendra yang merupakan penganut agama Buddha
Mahayana.

Menurut sejarawan Peter Carey, Candi Borobudur pada masa itu


menjadi monumen agama, sebagai tempat kontemplasi yang juga
menggambarkan perjalanan sang Buddha, sekaligus menjadi simbol hubungan
antara raja dan rakyatnya.

Sampai saat ini, belum ditemukan sumber-sumber tertulis yang


menyebutkan secara pasti kapan Candi Borobudur dibangun serta berapa lama
proses pembangunannya. Oleh sebab itu, usia Candi Borobudur tidak dapat
ditentukan secara pasti.

Para ahli memperkirakan candi ini dibangun pada abad ke-8. Perkiraan
itu berdasar pada analisis paleografis terhadap tulisan yang terpahat di atas
relief Karmawibangga -relief yang menggambarkan sebab akibat perbuatan
baik di kaki Candi Borobudur—dibandingkan dengan tulisan pada prasasti
lain yang telah diketahui penanggalannya.

Candi Borobudur dibangun menggunakan dua juta batu andesit yang


berasal dari sungai di sekitar wilayah candi.

Balai Konservasi Borobudur menyebutkan bahwa susunan bangunan


Candi Borobudur terdiri dari sembilan teras berundak dan sebuah stupa induk
di puncaknya. Sembilan teras itu terdiri dari enam teras berdenah persegi dan
tiga teras berdenah lingkaran.

9
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta
merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang
berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.
Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik
Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton masih berfungsi
sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih
menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga
merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks
keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik
kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka
keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton merupakan salah satu
contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung
mewah dan lapangan serta paviliun yang luas. Sungguh sangat disayangkan
apabila objek atau elemen-elemen Keraton yang sedemikian kayanya dengan
ragam corak budaya, tradisi dan seni yang tinggi tersebut tidak dimanfaatkan
untuk kepentingan yang lebih baik. Perancang menyadari hal tersebut dengan
memanfaatkan estetitika desain objek atau elemen-elemen yang ada pada
Keraton Yogyakarta tersebut untuk dijadikan media kreatif yang berfungsi
untuk mengenalkan Keraton Yogyakarta sebagai salah satu objek Pariwisata
yang sayang dilewatkan apabila berwisata ke Yogyakarta, selain untuk
mengenalkan tradisi dan budaya yang ada didalamnya, Perancangan grafis
Hirukpikuk Jogja dengan mengangkat tema Keraton Yogyakarta sebagai

10
inspirasi tersebut dapat memperkaya kaidah-kaidah dalam mendesain visual
grafis kaos yang ada pada saat ini. Mengenalkan Yogyakarta dengan sudut
pandang yang berbeda.

4.2. Saran
Kita sebagai generasi muda harus menjaga dan berperan aktif dalam
menjagakelestarian budaya asli bangsa Indonesia agar tetap terjaga
keasliannya. Menurut penulis, dengan kita mengunjungi tempat tempat
bersejarah itu sudah termasukmenjaga kelestarian budaya kita. Karena dengan
itu, kita dapat mengetahui banyak tentang sejarah dan dapat
mengembangkannya.Selain itu, kita juga dapat mengenang cerita sejarah masa
lalu sehingga takkanterlupakan oleh orang-orang. Untuk itu penulis
menyarankan agar tempat-tempat bersejarah selalu dijaga keutuhannya,
dilestarikan, dan selalu dikenang.

4.2.1. Penulisan Karya Tulis Selanjutnya


Disaat kita menulis bagian saran atau rekomendasi, sejatinya
harus melihat apa yang telah di dapatkan dari hasil penelitian. Sehingga
dalam persepsinya yang tertuang dalam pemikirkan berupa ide-ide akan
hadir dan bisa menjadi pedoman bagi studi penelitian selanjutnya

11
12

Anda mungkin juga menyukai