Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alasan dilaksanakannya kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui budaya daerah


Yogyakarta.Yogyakarta atau dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan nama
Yogya atau Jogja) adalah ibu kota sekaligus pusat pemerintahan dan perekonomian dari
Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kota ini adalah kota besar yang mempertahankan
konsep tradisional dan budaya Jawa.

1.2 Ruang Lingkup

a. Dalam Bab I terdapat pendahuluan yang berisi tentang latar belakang kegiatan
study tour ke Yogyakarta, tujuan, dan objek wisata yang dikunjungi.
b. Dalam BAB II terdapat Isi laporan tentang persiapan pemberangkatan dan tentang
objek wisata yang dikunjungi.
c. Dalam BAB III terdapat simpulan serta saran.

1.3 Tujuan

Ini tertuang dari laporan di study tour Jogja

Kami mengetahui sejarah dan budaya pada objek wisata di jogja

Kami telah melaporkan tempat-tempat wisata yang dikunjungi

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Objek Wisata yang Dikunjungi


2.1.1 Candi Prambanan

Candi Prambanan adalah kompleks candi Hindu (Syaiwa) terbesar di


Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 Masehi. Candi yang juga disebut sebagai
Rara Jonggrang ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu
dewa Brahma sebagai dewa pencipta, dewa Wisnu sebagai dewa pemelihara, dan
dewa Siwa sebagai dewa pemusnah. Berdasarkan prasasti Siwagrha nama asli
kompleks candi ini adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna 'Rumah
Siwa'), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa
Mahadewa setinggi tiga meter, dikarenakan aliran Syaiwa yang mengutamakan
pemujaan dewa Siwa di candi ini.
Kompleks percandian Prambanan secara keseluruhan terletak di Daerah
Istimewa Yogyakarta, tetapi pintu administrasinya terletak di Jawa Tengah. Hal ini
yang membuat Candi Prambanan terletak di 2 tempat yakni di Bokoharjo,
Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,[1][2] dan di Tlogo, Prambanan,
Klaten, Jawa Tengah, atau kurang lebih 17 kilometer timur laut dari kota Jogja, 50
kilometer barat daya dari kota Surakarta dan 120 kilometer selatan dari kota

2
Semarang, persis di perbatasan antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa
Tengah.
Candi ini adalah termasuk Situs Warisan Dunia UNESCO, candi Hindu
terbesar di Indonesia, sekaligus salah satu candi terindah di Asia Tenggara.
Arsitektur bangunan ini berbentuk tinggi dan ramping sesuai dengan arsitektur
Hindu pada umumnya dengan candi Siwa sebagai candi utama memiliki ketinggian
mencapai 47 meter menjulang di tengah kompleks gugusan candi-candi yang lebih
kecil.[4] Sebagai salah satu candi termegah di Asia Tenggara, candi Prambanan
menjadi daya tarik kunjungan wisatawan dari seluruh dunia.
Menurut prasasti Siwagrha, candi ini mulai dibangun pada sekitar tahun 850
masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung
Maha Sambu, pada masa kerajaan Medang Mataram.

 Sejarah Pembangunan
Prambanan adalah candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah
dibangun di Jawa kuno, pembangunan candi Hindu kerajaan ini dimulai oleh Sri
Maharaja Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha Borobudur dan juga
candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama
menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali
berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar
berbeda keyakinan yang saling bersaing; yaitu wangsa Sanjaya penganut Hindu
dan wangsa Sailendra penganut Buddha. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini
menandai bahwa Hinduisme aliran Saiwa kembali mendapat dukungan keluarga
kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung
Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih
fokus dukungan keagamaannya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap
Siwa.
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai
Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja
Lokapala dan raja Sri Maharaja Dyah Balitung Maha Sambu. Berdasarkan
prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, bangunan suci ini dibangun untuk
memuliakan dewa Siwa, dan nama asli bangunan ini dalam bahasa Sanskerta
adalah Siwagrha (Sanskerta:Shiva-grha yang berarti: 'Rumah Siwa') atau
Siwalaya (Sanskerta:Shiva-laya yang berarti: 'Ranah Siwa' atau 'Alam Siwa'). [7]
3
Dalam prasasti ini disebutkan bahwa saat pembangunan candi Siwagrha tengah
berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air untuk
memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang dimaksud adalah
sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks
candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok
melengkung ke arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga
erosi sungai dapat membahayakan konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan
dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan
poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi. Bekas aliran
sungai asli kemudian ditimbun untuk memberikan lahan yang lebih luas bagi
pembangunan deretan candi perwara (candi pengawal atau candi pendamping).
Beberapa arkeolog berpendapat bahwa arca Siwa di garbhagriha (ruang
utama) dalam candi Siwa sebagai candi utama merupakan arca perwujudan raja
Balitung, sebagai arca pedharmaan anumerta dia.
Kompleks bangunan ini secara berkala terus disempurnakan oleh raja-raja
Medang Mataram berikutnya, seperti raja Sri Maharaja Dyah Daksa dan Sri
Maharaja Dyah Tulodong, dan diperluas dengan membangun ratusan candi-
candi tambahan di sekitar candi utama. Karena kemegahan candi ini, candi
Prambanan berfungsi sebagai candi agung Kerajaan Mataram, tempat digelarnya
berbagai upacara penting kerajaan. Pada masa puncak kejayaannya, sejarawan
menduga bahwa ratusan pendeta brahmana dan murid-muridnya berkumpul dan
menghuni pelataran luar candi ini untuk mempelajari kitab Weda dan
melaksanakan berbagai ritual dan upacara Hindu. Sementara pusat kerajaan atau
keraton kerajaan Mataram diduga terletak di suatu tempat di dekat Prambanan di
Dataran Kewu.

4
2.1.2 Musium AU Dirgantara/Museum Jendral Sudirman

Museum Pusat TNI AU "Dirgantara Mandala" adalah museum yang


digagas oleh TNI Angkatan Udara yang berisikan benda-benda koleksi sejarah,
dimana sebagian besarnya berupa pesawat terbang yang pernah mengabdikan diri
di lingkungan TNI AU.[1] Museum ini berlokasi kurang lebih 6 kilometer arah timur
dari pusat Kota Yogyakarta, yaitu di kompleks Pangkalan Udara Adi Sutjipto, Kec.
Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Museum ini
sebelumnya berada berada di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta dan diresmikan
pada 4 April 1969 oleh Panglima AU Laksamana Roesmin Noerjadin lalu
dipindahkan ke Yogyakarta pada 29 Juli 1978.
 Sejarah
Museum ini didirikan dengan berdasarkan dua hal utama yaitu:
1. Mendokumentasikan segala kegiatan dan peristiwa bersejarah dalam
bertumbuhnya TNI Angkatan Udara
2. Nilai-nilai luhur perjuangan 1945, yang bisa diwariskan kepada para anak
cucu negeri ini.
Berdasarkan dua hal tersebut, dituangkan dalam Keputusan Menteri/Panglima
Angkatan Udara Nomor 491 tanggal 6 Agustus 1960 tentang dokumentasi,
sejarah dan museum Angkatan Udara Republik Indonesia, yang baru bisa
diwujudkan dalam bentuk embrio pada tanggal 21 April 1967 dan dibawah
pembinaan Asisten Direktorat Hubungan Masyarakat Angkatan Udara Republik
Indonesia. Dalam bentuk embrio ini, ia sudah memiliki tiga bagian yaitu:

5
 Bagian pembinaan benda-benda
 Bagian administrasi dan deskripsi
 Bagian dokumentasi dan pameran

dengan kegiatan yang masih terbatas.

Mulai ada kegiatan lebih berarti setelah adanya Instruksi Menteri/Panglima


Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967 tanggal 30 Juli 1967 tentang peningkatan
kegiatan bidang sejarah, budaya dan museum Angkatan Udara. Pada tanggal 4
April 1969, museum ini diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana
Roesmin Noerjadin, dengan nama Museum Pusat Angkatan Udara Republik
Indonesia. Dalam peresmiannya turut dihadiri oleh beberapa tokoh penting TNI
AU, antara lain:

 Laksamana Udara R. Soerjadi Soerjadarma


 Laksamana Udara (Purn) Dr. Suhardi Hardjo Lukito
 Pangkowilu V - Laksda Udara Saleh Basarah
 Kapusjarah ABRI - Kol Tit. Drs Nugroho Notosusanto
Awalnya, museum berada kawasan Markas Komando Wilayah Udara V
(Makowilu V) di Jalan Tanah Abang Bukit, Jakarta. Dan pada saat bersamaan
berdiri juga Museum Pendidikan/Karbol di Lembaga Pendidikan AKABRI
Bagian Udara, Yogyakarta atau sekarang dikenal dengan nama AAU, sehingga
muncul ide untuk penyatuan kedua, selain juga untuk menampung koleksi alat
utama sistem senjata TNI AU yang kian terus berkembang sehingga
dibutuhkan tempat yang lebih luas.

6
2.1.3 Musium Jendral Sudirman

Museum Panglima Besar Jenderal Sudirman terletak di Jalan Bintaran


Wetan 3, Yogyakarta. Pada masa kolonial Belanda, gedung ini dipergunakan
sebagai rumah dinas pejabat keuangan Puro Paku Alam VII. Pada masa
pendudukan Jepang, gedung ini dikosongkan dan perabotnya disita. Setelah
Indonesia merdeka digunakan sebagai Markas Kompi 'Tukul' Batalion Letkol
Soeharto. Sejak 18 Desember 1945 sampai 19 Desember 1948 difungsikan sebagai
kediaman resmi Jenderal Sudirman, setelah dilantik menjadi Panglima Besar
Tentara Keamanan Rakyat.
Pada masa Perang Kemerdekaan menghadapi Agresi Militer Belanda II,
gedung ini digunakan sebagai Markas Informatie voor Geheimen Brigade T tentara
Belanda. Setelah pengakuan kedaulatan RI tanggal 27 Desember 1949 difungsikan
sebagai Markas Komando Militer Kota Yogyakarta. Selanjutnya digunakan sebagai
asrama Resimen Infanteri XIII dan Penderita Cacat. Sejak 17 Juni 1968 sampai 30
Agustus 1982 difungsikan sebagai Museum Angkatan Darat. Peresmian Museum
Sasmitaloka Pangsar Jenderal Sudirman dilakukan oleh Kasad Jenderal TNI
Poniman pada tanggal 31 Agustus 1982.
Sudirman lahir pada Senin Pon 24 Januari 1916 di Dukuh Rembang,
Bantarbarang, Purbalingga. Pendidikan umum Hollandsch-Inlandsche School,
Cilacap, tamat 1931. Melanjutkan ke Taman Siswa dan MULO Wiworotomo,
Cilacap, tamat 1934 dan HIK Muhammadiyah, Solo. Saat di MULO ini, Sudirman
dididik oleh Suwardjo Tirtosupono, lulusan Akademi Militer Breda Belanda, yang

7
tidak ingin dilantik sebagai Opsir KNIL, tetapi memilih terjun ke pergerakan
nasional. Pendidikan militer ditempuh di Pusat Pendidikan Perwira PETA Jawa
Boei Giyugun Kanbu Renseitai, Bogor, sebagai Daidancho (Danyon).
Kepemimpinan dan kepribadian Sudirman teruji di Kepanduan Hizbul
Wathon Muhammadiyah, Cilacap. Sudirman disegani oleh masyarakat sehingga
dipercaya memimpin Kepanduan Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah, dan
Priangan Timur. Karier Sudirman semakin cemerlang, sehingga dipercaya menjadi
Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah, guru dan Kepala HIS.
Sudirman muda bertemu dengan Alfiah saat sekolah di MULO. Keduanya
sama-sama aktif di Organisasi Pemuda Muhammadiyah. Tahun 1936 Sudirman
menikah dengan Alfiah, putri R. Sastroatmodjo, sosok pedagang yang disegani di
daerah Plasen, Cilacap. Keluarga Sudirman yang sederhana dan harmonis
dikaruniai 4 putri dan 3 putra.
Sebagai Komandan Divisi V/TKR Purwokerto, Kolonel Sudirman terjun
langsung memimpin anak buah ke gelanggang pertempuran Ambarawa. Dengan
taktik Mangkara Yuddha (Supit Urang), selama 4 hari 4 malam Kolonel Sudirman
melawan tentara Sekutu yang bersenjata lengkap dan modern. Sekutu berhasil
dipukul mundur tanpa sempat menyelamatkan mayat-mayat serdadunya. Palagan
Ambarawa merupakan pertempuran heroik yang dimenangkan bangsa Indonesia
setelah kemerdekaan.
Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Pemerintah RI menyerah dan
ibukota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda disikapi dengan perlawanan Perang
Gerilya. Selama 7 bulan perang gerilya dengan rute kurang lebih 1.009 kilometer
ini secara strategis merupakan kemenangan politis yang diakui PBB, bahwa RI
masih ada dan taktis membuktikan Jenderal Sudirman adalah komandan lapangan,
ahli strategi perang yang tangguh, disegani anak buah dan lawan.
Untuk melestarikan dan mewariskan nilai-nilai luhur perjuangan,
pengabdian dan jasa Jenderal Sudirman kepada bangsa dan negara yang telah
diangkat sebagai Pahlawan Nasional, maka kediaman tersebut diabadikan sebagai
Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman.

8
2.1.4 Lava Tour Merapi

Letusan Merapi 2010 adalah rangkaian peristiwa gunung berapi yang terjadi
di Merapi di Indonesia. Aktivitas seismik dimulai pada akhir September 2010, dan
menyebabkan letusan gunung berapi pada hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010,
mengakibatkan sedikitnya 353 orang tewas, termasuk Mbah Maridjan. Tanah yang
hancur oleh siklus alam letusan Gunung Merapi kini mulai bangkit, pertanian
menjadi subur memberikan hasil bumi yang begitu melimpah, banyak mata
pencaharian baru masyarakat sekitar dari dampak letusan Gunung Merapi salah
satunya membuka pariwisata Lava Tour Merapi. Dengan menaiki mobil jip sudah
bisa menikmati pemandangan indah dengan cuaca yang sangat sejuk, kini mulai
tampak Merapi yang berbulan bulan dikelilingi kabut asap gelap kini
memperlihatkan wajah tampannya.
Lava Tour Merapi kegiatan mengelilingi kaki Gunung Merapi dan
mengetahui sejarah letusan tersebut dengan menggunakan kendaraan mobil jeep.
Tercatat sudah ada sekitar 800 jeep yang beroperasi yang tergabung dalam 29
komunitas di bawah naungan asosiasi. Pasca letusan tersebut berdampak pada
keindahan alam, banyak spot-spot sejarah yang bagus kemudian dijadikan sebagai
sarana edukasi untuk menceritakan kembali sejarah bagaimana saat itu masyarakat
jogja berduka.
Tak mengherankan, kini ribuan warga banyak yang menggantungkan hidup
dari wisata jip, banyak warga yang bekerja sebagai tukang parkir, penjual bensin,

9
hingga tukang foto. Pekerjaan itu tersebut berkaitan juga dengan keberadaan jip
wisata. Harga untuk menyewa mobil Jip Rute Pendek (Short) rute yang
dikunjungi : Basecamp - Museum Sisa Hartaku - Batu Alien - Bunker Kaliadem
dengan durasi waktu selama Tour harga 350.000/Jeep. Kemudian Paket Rute
Menengah (Medium) rute yang dikunjungi : Basecamp – Museum Sisa Hartaku -
Batu Alien - Bunker Kaliadem – Offroad Air Kali Kuning / Petilasan Mbah
Marijan dengan waktu selama Tour 2 Jam harga 450.000/Jeep. Paket Sunrise rute
yang dikunjungi : Basecamp - Bunker Kaliadem – Tebing Gendol – Batu Alien –
Museum Sisa Hartaku – Offroad Air Kali Kuning waktu selama Tour : 3,5 Jam
harga 550.000/Jeep.

2.1.5 Tebing Breksi

Tebing Breksi merupakan salah satu destinasi wisata bekas tambang yang
terletak di Dusun Groyokan, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten
Sleman, D.I. Yogyakarta. Awalnya, Tebing Breksi merupakan area tambang batuan
kapur yang menjadi sumber penghidupan warga di sekitarnya. Batuan kapur yang
ada di Tebing Breksi pada mulanya merupakan abu yang dilontarkan Gunung Api
Nglanggeran saat terjadi erupsi berpuluh-puluh tahun yang lalu. Berkubik-kubik
abu tersebut mengendap menjadi lumpur dan mengeras menjadi batuan. Cuaca dan
waktulah yang menjadikan abu hasil erupsi menjadi batuan kapur besar di Desa
Sambirejo. Pada tahun 2014, gabungan peneliti dari  Institut Teknologi Bandung
(ITB) dan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) melakukan peninjauan pada
Tebing Breksi dan mereka menemukan jenis batuan tufan yang langka. Sehingga
penambangan harus dihentikan dan pada tahun 2015 Tebing Breksi ditetapkan
sebagai salah satu Geoheritage Yogyakarta.

10
Sejak saat itu, masyarakat setempat mulai berinisiatif untuk
mengembangkan Tebing Breksi dengan kreativitas yang dimiliki. Tebing bekas
tambang setinggi sekitar 30 meter ini dipahat membentuk relief dan cerita
pewayangan yang dihiasi dengan detail pada pahatannya. Keindahan karya artistik
yang dihasilkan ini kemudian disebarluaskan menggunakan media sosial, sehingga
Tebing Breksi menjadi destinasi wisata yang populer di kalangan masyarakat.
Keindahan lain yang dapat ditemui di Tebing Breksi adalah pemandangan alam
yang luar biasa indah. Karena objek wisata ini berada pada 200 mdpl, maka
pengunjung bisa melihat Kota Yogyakarta dari ketinggian. Terlebih ketika
menjelang matahari terbenam, pengunjung akan disuguhi indahnya sunset di atas
Tebing Breksi.

Perjalanan menuju lokasi Tebing Breksi dapat ditempuh dalam waktu 28


menit atau sekitar 17 km dari Kota Yogyakarta. Jalan menuju lokasi telah diaspal
maupun di cor semen sehingga aksesibilitas sangat mudah, meskipun sebagian
kecil jalan tidak rata dan menanjak. Berbagai macam kendaraan, seperti motor,
mobil, minibus, truk, bahkan bus pariwisata dapat melalui jalan tersebut.
Pengunjung juga dimudahkan dengan adanya petunjuk arah jalan menuju Tebing
Breksi. Keberadaan rambu-rambu penunjuk arah ini juga dapat memudahkan
pengunjung objek wisata lain di sekitar Tebing Breksi, seperti Candi Ratu Boko,
Candi Ijo, dan Batu Papal.

Walaupun di sekitar Tebing Breksi ada beberapa pilihan wisata lain,


pengunjung yang datang ke Tebing Breksi tidak pernah surut. Lalu, apa yang
menjadi daya tarik Tebing Breksi? Ternyata hanya dengan tiket masuk seharga
Rp10.000 pengunjung sudah disuguhkan dengan keindahan pahatan tebing dan
pemandangan alam. Tidak hanya itu, Tebing Breksi juga menawarkan spot-spot
foto yang objeknya sudah disiapkan oleh pengelola. Setidaknya ada 12 objek foto
yang dihiasi dengan tanaman hias, atribut-atribut unik, hingga burung hantu jinak.
Pengunjung juga dapat berkeliling di sekitar kawasan wisata dengan menyewa
mobil offroad. Tak hanya itu, Tebing Breksi juga menyediakan Tlatar Seneng dan
amphiteater yang digunakan untuk pertemuan, kopi darat, pertunjukan seni, dan
event-event lain dengan desain melingkar seperti halnya teater kuno Yunani.

11
Fasilitas yang disediakan pengelola Tebing Breksi juga cukup lengkap.
Mulai dari area parkir yang luas dan tersedia segala jenis kendaraan dengan tempat
terpisah, baik untuk sepeda, motor, mobil, bus, mobil offroad yang disewakan, dan
lain sebagainya. Selain itu, mulai dari area parkir hingga menuju objek wisata, jalur
di desain secara inklusif dengan adanya jalur difabel. Amenitas objek wisata yang
disediakan oleh pengelola juga sangat memadai, diantaranya terdapat 3 spot tempat
makan,  masjid dan mushola, cafe, toilet, toko oleh-oleh, dan lain sebagainya.
Fasilitas persampahan yang disediakan oleh pengelola sangat baik, dilihat dari jarak
antar sampah yang tidak terlalu jauh, pemisahan sampah organik dan anorganik,
bahkan disediakan sampah puntung rokok pada area amphiteater. Namun pada
kenyataannya masih banyak sampah dibuang tidak sesuai pada tempat yang sudah
disediakan. Di masa pandemi, pengelola juga menyediakan fasilitas mencuci
tangan di setiap area, termasuk pada pintu masuk, tempat parkir, dan setiap sudut
pada objek wisata Tebing Breksi, serta adanya poster himbauan untuk menerapkan
protokol kesehatan.

Keamanan dan keselamatan pengunjung pun sangat diperhatikan, melihat


kondisi tebing yang berada di ketinggian, sehingga harus disediakan beberapa
rambu-rambu untuk keselamatan, jalur evakuasi, dan informasi pelayanan pada
keadaan darurat. Objek wisata Tebing Breksi juga telah terhubung dengan
teknologi informasi yang berkembang saat ini. Hal ini terlihat dari pemesanan tiket
yang dapat dilakukan secara online dan penyediaan fasilitas wifi pada area tempat
makan.

2.1.6 Malioboro

Berlokasi di antara Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Tugu Pal Putih,


jalanan Malioboro menjadi surga oleh-oleh, belanja serta wisata kuliner. Pada
malam hari sepanjang jalan Malioboro akan lebih padat dan ramai lagi karena

12
banyak seniman yang mengekspresikan kemampuannya seperti musik, pantomim,
melukis dan lainnya. Jalur pedestrian yang dilengkapi dengan beberapa tempat
duduk disiapkan Pemerintah Kota Yogyakarta, agar wisatawan dalam negeri
maupun mancanegara lebih nyaman dan menikmati suasana Malioboro.

Kawasan Malioboro selalu padat dikunjungi wisatawan, meski tidak


berbelanja, Malioboro memang sangat apik ditangkap menggunakan kamera. Mulai
tahun 2019 diterapkan aturan baru bahwa setiap selasa wage kawasan Malioboro
bebas dari kendaraan bermotor kecuali kendaraan umum trans jogja serta kendaraan
pelayanan masyarakat seperti truk pengangkut sampah, ambulans, dan mobil
pemadam kebakaran. Selain bebas kendaraan bermotor, PKL yang ada di
Malioboro juga tutup. Dengan adanya aturan baru ini, banyak kegiatan
diselenggarakan setiap Selasa Wage di kawasan Malioboro. Hal ini membuat
Malioboro tetap padat didatangi wisatawan.

Selain berada di jantung kota, Malioboro menjadi cukup dikenal karena


cerita sejarah yang menyertainya. Keberadaan Malioboro sering pula dikaitkan
dengan tiga tempat sakral di Yogya yakni Gunung Merapi, Kraton dan Pantai
Selatan. Asal nama jalan Malioboro sendiri berasal dari bahasa sansekerta
malyabhara yang berarti karangan bunga. Kata Malioboro juga berasal dari nama
seorang kolonial Inggris yang bernama Marlborough yang pernah tinggal disana
pada tahun 1811 – 1816 M. Pendirian jalan malioboro bertepatan dengan pendirian
Kraton Yogyakarta.

Awalnya Jalan Malioboro ditata sebagai sumbu imaginer antara Pantai


Selatan (Pantai Parangkusumo) – Kraton Yogya – Gunung Merapi. Malioboro
mulai ramai pada era kolonial 1790 saat pemerintah Belanda membangun benteng
Vredeburg pada tahun 1790 di ujung selatan jalan ini. Selain membangun benteng,
Belanda juga membangun Dutch Club tahun 1822, The Dutch Governor\\’s
Residence tahun 1830, Java Bank dan Kantor Pos tak lama setelahnya. Setelah itu
Malioboro berkembang kian pesat karena perdaganagan antara orang belanda
dengan pedagang Tiong Hoa.

Tahun 1887 Jalan Malioboro dibagi menjadi dua dengan didirikannya


tempat pemberhentian kereta api yang kini bernama Stasiun Tugu Yogya. Jalan
Malioboro juga memiliki peran penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

13
Di sisi selatan Jalan Malioboro pernah terjadi pertempuran sengit antara pejuang
tanah air melawan pasukan kolonial Belanda yang ingin menduduki Yogya.
Pertempuran itu kemudian dikenal dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949
yakni keberhasilan pasukan merah putih menduduki Yogya selama enam jam dan
membuktikan kepada dunia bahwa angkatan perang Indonesia tetap ada. Malioboro
terus berkembang hingga saat ini. Dengan tetap mempertahankan konsep aslinya
dahulu, Malioboro jadi pusat kehidupan masyarakat Yogya.

Tempat-tempat strategis seperti Kantor Gubernur DIY, Gedung DPRD DIY,


Pasar Induk Beringharjo hingga Istana Presiden Gedung Agung juga berada di
kawasan ini. Pemerintah setempat kini terus melakukan perbaikan untuk menata
Malioboro menjadi kawasan yang nyaman untuk disinggahi. Awal tahun 2016 ini
pemerintah telah berhasil mensterilkan parkir kendaraan dari Malioboro dan tengah
menata kawasan ini di sisi timur untuk pedestrian. Warung-warung lesehan hingga
saat ini masih dipertahankan untuk mempertahankan ciri khas Malioboro.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a. Dengan selesainya laporan kegiatan study tour ke Yogyakarta yang di tanda tangani oleh
guru pembimbing dan jajarannya, Maka selesai pula karya tulis kami dengan baik dan
benar.
b. Kami melaporkan hal-hal yang kami dapat pada study tour ke Yogyakarta.
c. Kami mengetahui sejarah dan budaya pada objek wisata bersejarah di Yogyakarta
d. Kami telah melaporkan dan mendeskripsikan tempat-tempat yang di kunjungi di
yogyakarta seperti :
1) Candi Parambanan
2) Lava Tour
3) Meseum TNI AD
4) Tebing Breksi
5) Meseum Dirgantara

3.2 Saran

Untuk daerah malioboro kami sangat puas dengan wisata satu ini karena
menyuguhkan berbagai tempat yang bagus dan indah,akan tetapi malioboro juga terkenal
dengan copet atau disebut juga dengan pencuri,karena ini kami menyarankan agar
keamanan lebih di perkuat agar terjadinya kenyamanan bagi wisatawan.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Prambanan
https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Pusat_TNI_AU Dirgantara_Mandala/Sejarah
https://www.museumindonesia.com/museum/74/1/
Museum_Sasmitaloka_Panglima_Besar_Jenderal_Sudirman_Yogyakarta
https://katalogwisata.com/pesona-tempat-wisata-kaliurang
https://kumparan.com/aisyah-nurafifah/lava-tour-merapi-yogyakarta-1x1IX6gmcdT/1
https://www.masterplandesa.com/wisata/tebing-breksi-pesona-wisata-di-area-bekas-
tambang/
https://www.griyasatria.co.id/sejarah-jalan-malioboro-yogyakarta/

16
LAMPIRAN-LAMPIRAN

17

Anda mungkin juga menyukai