Penemuan kembali
Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa dibawah
pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford
Rafflesditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah
Jawa. Ia mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan
mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan
rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya
diSemarang tahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam
hutan dekat desa Bumisegoro. Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal,
ia tidak dapat pergi sendiri untuk mencari bangunan itu dan mengutus H.C. Cornelius,
seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan bangunan besar ini. Dalam dua
bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang
tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini.
Karena ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia
melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa
candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan beberapa kalimat, Raffles
dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian dunia atas
keberadaan monumen yang pernah hilang ini.
Pemugaran
Borobudur kembali menarik perhatian pada 1885, ketika Yzerman, Ketua Masyarakat
Arkeologi di Yogyakarta, menemukan kaki tersembunyi. Foto-foto yang menampilkan relief
pada kaki tersembunyi dibuat pada kurun 1890–1891. Penemuan ini mendorong pemerintah
Hindia Belanda untuk mengambil langkah menjaga kelestarian monumen ini. Pada 1900,
pemerintah membentuk komisi yang terdiri atas tiga pejabat untuk meneliti monumen ini:
Brandes, seorang sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur yang juga anggota
tentara Belanda, dan Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen
Pekerjaan Umum.
Pemugaran dilakukan pada kurun 1907 dan 1911, menggunakan prinsip anastilosis dan
dipimpin Theodor van Erp. Tujuh bulan pertama dihabiskan untuk menggali tanah di sekitar
monumen untuk menemukan kepala buddha yang hilang dan panel batu. Van Erp
membongkar dan membangun kembali tiga teras melingkar dan stupa di bagian puncak.
Dalam prosesnya Van Erp menemukan banyak hal yang dapat diperbaiki; ia mengajukan
proposal lain yang disetujui dengan anggaran tambahan sebesar 34.600 gulden. Van Erp
melakukan rekonstruksi lebih lanjut, ia bahkan dengan teliti merekonstruksi chattra (payung
batu susun tiga) yang memahkotai puncak Borobudur. Pada pandangan pertama, Borobudur
telah pulih seperti pada masa kejayaannya. Akan tetapi rekonstruksi chattra hanya
menggunakan sedikit batu asli dan hanya rekaan kira-kira. Karena dianggap tidak dapat
dipertanggungjawabkan keasliannya, Van Erp membongkar sendiri bagian chattra.
Kini mastaka atau kemuncak Borobudur chattra susun tiga tersimpan di Museum
Karmawibhangga Borobudur.
Akibat anggaran yang terbatas, pemugaran ini hanya memusatkan perhatian pada
membersihkan patung dan batu, Van Erp tidak memecahkan masalah drainase dan tata air.
Dalam 15 tahun, dinding galeri miring dan relief menunjukkan retakan dan kerusakan. [36] Van
Erp menggunakan beton yang menyebabkan terbentuknya kristal garam alkali dan kalsium
hidroksida yang menyebar ke seluruh bagian bangunan dan merusak batu candi. Hal ini
menyebabkan masalah sehingga renovasi lebih lanjut diperlukan.
Pemugaran kecil-kecilan dilakukan sejak itu, tetapi tidak cukup untuk memberikan
perlindungan yang utuh. Pada akhir 1960-an, Pemerintah Indonesia telah mengajukan
permintaan kepada masyarakat internasional untuk pemugaran besar-besaran demi
melindungi monumen ini. Pada 1973, rencana induk untuk memulihkan Borobudur
dibuat. Pemerintah Indonesia dan UNESCO mengambil langkah untuk perbaikan menyeluruh
monumen ini dalam suatu proyek besar antara tahun 1975 dan 1982. Pondasi diperkokoh dan
segenap 1.460 panel relief dibersihkan. Pemugaran ini dilakukan dengan membongkar
seluruh lima teras bujur sangkar dan memperbaiki sistem drainase dengan menanamkan
saluran air ke dalam monumen. Lapisan saringan dan kedap air ditambahkan. Proyek kolosal
ini melibatkan 600 orang untuk memulihkan monumen dan menghabiskan biaya total sebesar
6.901.243 dollar AS. Setelah renovasi, UNESCO memasukkan Borobudur ke dalam
daftar Situs Warisan Dunia pada tahun 1991. Borobudur masuk dalam kriteria Budaya (i)
"mewakili mahakarya kretivitas manusia yang jenius", (ii) "menampilkan pertukaran penting
dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu wilayah budaya di
dunia, dalam pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang monumental, perencanaan tata
kota dan rancangan lansekap", dan (vi) "secara langsung dan jelas dihubungkan dengan suatu
peristiwa atau tradisi yang hidup, dengan gagasan atau dengan kepercayaan, dengan karya
seni artistik dan karya sastra yang memiliki makna universal yang luar biasa".
Peristiwa kontemporer
Rehabilitasi
Borobudur sangat terdampak letusan Gunung Merapi pada Oktober adan November
2010. Debu vulkanik dari Merapi menutupi kompleks candi yang berjarak 28 kilometer
(17 mil) arah barat-baratdaya dari kawah Merapi. Lapisan debu vulkanik mencapai ketebalan
2,5 sentimeter (1 in) menutupi bangunan candi kala letusan 3–5 November 2010, debu juga
mematikan tanaman di sekitar, dan para ahli mengkhawatirkan debu vulkanik yang secara
kimia bersifat asam dapat merusak batuan bangunan bersejarah ini. Kompleks candi ditutup 5
sampai 9 November 2010 untuk membersihkan luruhan debu.
UNESCO telah menyumbangkan dana sebesar 3 juta dollar AS untuk mendanai upaya
rehabilitasi. Membersihkan candi dari endapan debu vulkanik akan menghabiskan waktu
sedikitnya 6 bulan, disusul penghijauan kembali dan penanaman pohon di lingkungan sekitar
untuk menstabilkan suhu, dan terakhir menghidupkan kembali kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat setempat. Lebih dari 55.000 blok batu candi harus dibongkar untuk memperbaiki
sistem tata air dan drainase yang tersumbat adonan debu vulkanik bercampur air hujan.
Restorasi berakhir November 2011, lebih awal dari perkiraan semula.
Arsitektur
Model Borobudur
Struktur bangunan
Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu dan tempat
penatahan untuk membangun monumen ini.[53] Batu ini dipotong dalam ukuran tertentu,
diangkut menuju situs dan disatukan tanpa menggunakan semen. Struktur Borobudur tidak
memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-
balok lego yang bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan
lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang mengunci dua
blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan dinding rampung.
Gbr: Arca singa penjaga gerbang Gbr: Ukiran raksasa sebagai kepala pancuran drainase
Penampang candi Borobudur terdapat rasio perbandingan 4:6:9 antara bagian kaki, tubuh, dan
kepala(gbr 1) Tangga Borobudur mendaki melalui serangkaian gapura berukir Kala-Makara(gbr 2) .
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk wilayah dengan
curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran, 100 pancuran dipasang
disetiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik berbentuk kepala
raksasa kala atau makara.
Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas
permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya serupa
dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti
candi-candi lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit.
Lorong-lorong dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Secara umum
rancang bangun Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat
Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan.
Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau
candi. Stupa memang dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha.
Terkadang stupa dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha.
Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah. Rancangannya yang rumit
dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah bangunan tempat
peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini diduga
merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur
asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama Gunadharma, sedikit yang
diketahui tentang arsitek misterius ini. Namanya lebih berdasarkan dongeng dan legenda
Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita
rakyat mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring.
Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi
jajaran perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara
ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari dengan
ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya. Tentu saja satuan ini
bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen
ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di
monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari
suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur. Rasio matematis
ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog
yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan talamemiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi,
dan kosmologi. Hal yang sama juga berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.
Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh, dan puncak. Dasar
berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi 4 m (13 kaki). Tubuh candi terdiri
atas lima batur teras bujur sangkar yang makin mengecil di atasnya. Teras pertama mundur
7 m (23 kaki) dari ujung dasar teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 m (6.6 kaki),
menyisakan lorong sempit pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar,
tiap tingkatan menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara konsentris. Terdapat
stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk mencapai ketinggian 35 m (110 kaki) dari
permukaan tanah. Tinggi asli Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang kini
dilepas adalah 42 m (140 kaki) . Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata angin
yang membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui serangkaian gerbang
pelengkung yang dijaga 32 arca singa. Gawang pintu gerbang dihiasi ukiran Kala pada
puncak tengah lowong pintu dan ukiran makara yang menonjol di kedua sisinya. Motif Kala-
Makara lazim ditemui dalam arsitektur pintu candi di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur,
sekaligus titik awal untuk membaca kisah relief. Tangga ini lurus terus tersambung dengan
tangga pada lereng bukit yang menghubungkan candi dengan dataran di sekitarnya.
Relief
Pada dinding candi di setiap tingkatan — kecuali pada teras-teras Arupadhatu —
dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus. Relief dan pola
hias Borobudur bergaya naturalis dengan proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus.
Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan anggun dalam
kesenian dunia Buddha. Relief Borobudur juga menerapkan disiplin senirupa India, seperti
berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis tertentu. Relief-relief berwujud
manusia mulia seperti pertapa, raja dan wanita bangsawan,bidadari atapun makhluk yang
mencapai derajat kesucian laksana dewa, seperti tara dan boddhisatwa, seringkali
digambarkan dengan posisi tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu
melekuk atau sedikit condong pada bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan
beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk
beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari
Surasundari yang berdiri dengan sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai
bertangkai panjang.
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia baik bangsawan, rakyat jelata,
atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan, serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional
Nusantara.
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut mapradaksina dalam bahasa Jawa
Kuna yang berasal dari bahasa Sanskerta daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-
macam isi ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa
dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan
berakhir di sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga
naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke timur
meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar langkan candi adalah
sebagai berikut.
Bagan Relief
Tingkat Posisi/letak Cerita Relief Jumlah Pigura
Kaki candi
----- Karmawibhangga 160
asli
a. Lalitawistara 120
dinding
b. jataka/awadana 120
Tingkat I
a. jataka/awadana 372
langkan
b. jataka/awadana 128
dinding Gandawyuha 128
Tingkat II
langkan jataka/awadana 100
dinding Gandawyuha 88
Tingkat III
langkan Gandawyuha 88
dinding Gandawyuha 84
Tingkat IV
langkan Gandawyuha 72
Jumlah 1460
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai berikut :
Karmawibhangga
Lalitawistara
Jataka dan Awadana
Gandawyuha
Arca Buddha
Patung buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan
di sisi luar pagar langkan. Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya. Barisan pagar
langkan pertama terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung, baris ketiga 88 relung, baris
keempat 72 relung, dan baris kelima 64 relung. Jumlah total terdapat 432 arca Buddha di
tingkatRupadhatu. Pada bagian Arupadhatu (tiga pelataran melingkar), arca Buddha
diletakkan di dalam stupa-stupa berterawang (berlubang). Pada pelataran melingkar pertama
terdapat 32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa, semuanya
total 72 stupa. Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih dari 300 telah rusak
(kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak penemuan monumen ini, kepala buddha
sering dicuri sebagai barang koleksi, kebanyakan oleh museum luar negeri).
Secara sepintas semua arca buddha ini terlihat serupa, akan tetapi terdapat perbedaan halus
diantaranya, yaitu pada mudra atau posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra:
Utara, Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama kompas
menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat mudra: Utara, Timur,
Selatan, dan Barat, dimana masing-masing arca buddha yang menghadap arah tersebut
menampilkan mudra yang khas. Arca Buddha pada pagar langkan kelima dan arca buddha di
dalam 72 stupa berterawang di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat.
Masing-masing mudra melambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing dengan makna
simbolisnya tersendiri.
Mengikuti urutan Pradakshina yaitu gerakan mengelilingi searah jarum jam dimulai dari sisi
Timur, maka mudra arca-arca buddha di Borobudur adalah:
Ara
h
Melamba Dhyani Mat
Arca Mudra Lokasi Arca
ngkan Buddha a
Ang
in
Relung di pagar
Wara Kederma Ratnasam Sela langkan 4 baris
mudra wanan bhawa tan pertama Rupadh
atu sisi selatan
Relung di pagar
Semadi
Dhyana Bar langkan 4 baris
atau Amitabha
mudra at pertama Rupadh
meditasi
atu sisi barat
Relung di pagar
Abhaya Ketidakge Amoghasi Utar langkan 4 baris
mudra ntaran ddhi a pertama Rupadh
atu sisi utara
Relung di pagar
langkan baris
Witarka Wairocan Ten
Akal budi kelima
mudra a gah
(teratas) Rupadh
atu semua sisi
Dharmac Pemutaran Di dalam 72
Wairocan Ten
hakra roda stupa di 3 teras
a gah
mudra dharma melingkar
Guru Besar Arkeologi Universitas indonesia (UI) Profesor Agus Aris Munandar mengatakan
Kerajaan Sriwijaya diduga berada di kawasan Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Sebab baru-baru
ini timnya menemukan jejak-jejak peninggalan kerajaan bahari tua, sebelum Majapahit
berdiri di Mojokerto, Jawa Timur.
“Kami menemukan sisa-sisa peninggalan Kerajaan Sriwijaya serta petirtaan berupa sumur di
Situs Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi, oleh 43 mahasiswa dan 5 dosen
pembimbing yang tergabung dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Arkeologi
Universitas Indonesia (UI) pada 16-28 Juni 2013,” kata Agus Aris pada Jumat (12/7/2013).
Seperti diberitakan Antara, kegiatan utama KKL Arkeolog UI pekan lalu tersebut adalah
ekskavasi, sebuah metode arkeologi yang bertujuan menemukan kembali sisa-sisa kegiatan
manusia masa lalu dengan cara melakukan penggalian.
Proses ekskavasi dilakukan di 14 kotak gali di Situs Kedaton, Kawasan Cagar Budaya Muara
Jambi (Muaro Jambi).
Kawasan tersebut berada sekitar 20 kilometer dari Kota Jambi, atau 30 kilometer dari Ibu
Kota Kabupaten Muaro Jambi. Juga dijelaskan, sebenarnya masih banyak bagian kawasan
cagar budaya tersebut yang belum dijamah, termasuk di seberang Sungai Batanghari.
Departemen Arkeologi UI bersama pemerintah setempat saat ini tengah bekerja sama
menjadikan Kawasan Cagar Budaya Muaro Jambi sebagai laboratorium penelitian, sehingga
dapat dimanfaatkan untuk penelitian arkeologi baik oleh dosen maupun mahasiswa
Arkeologi.
Sumur di Candi Muaro Jambi yang baru ditemukan oleh mahasiswa peneliti dari UI. Diperkirakan sumur
tersebut adalah sumber penirtaan bagi umat Budha saat itu. (tribunnews)
Sementara itu salah satu regu berhasil menemukan sumur yang terletak di arah timur laut,
yang merupakan arah yang paling baik bagi agama Budha.
Sumur tersebut pada masanya digunakan sebagai sumber mata air. Sumur yang ditemukan
tersebut baru digali sedalam 1,5 meter.
Di sekitar sumur, tim juga menemukan sisa pecahan tembikar, keramik, dan stoneware
(barang pecah belah lainnya).
Ada perbedaan antara yang struktur dalam dan struktur luar dari sumur. Bisa dilihat
strukturnya semakin ke dalam temuan keramik dan tembikar lebih kecil, lebih tipis, dan lebih
bagus.
Temuan sumur di Situs Kedaton, Cagar Budaya Muara Jambi, Sumatra Selatan.
(republikaonline)
Sementara di bagian luar lebih kasar, lebih tebal dan lebih besar, itu menunjukkan fungsinya
yang berbeda dan ini makin memperkuat perkiraan ini merupakan sebuah tempat yang
penting.
Dalam konteks keagamaan, biasanya makin ke (ruangan bagian) dalam akan makin suci.
Penelitian yang dilakukan ini juga menemukan beberapa struktur di pagar dalam maupun
pagar luar. Selain itu, ada juga struktur lain yang berbentuk bangunan yang terlihat dari pola
letak, halaman tengah, dan halaman luarnya. Selain sumur, ditemukan pula struktur persegi di
pinggir sumur yang diidentifikasi sebagai lantai di sekitar sumur.
Candi Gumpung Muarojambi – Makara, the portal guardian statue of Candi Gumpung, a
Buddhist temple at Muaro Jambi archaeological site, Jambi. (wikipedia)
Temuan makara ini diduga kuat sebagai bagian dari kompleks Candi Kedaton, di kawasan
situs Muaro Jambi, Jambi, pada Selasa (10/8/2011) yang lalu.
Humas Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi mengatakan, pihaknya sedang
melaksanakan pengupasan struktur bangunan bata yang selama ini telah dipenuhi lumpur dan
tanaman liar. Struktur bangunan yang berada di sisi utara Candi Kedaton itu diduga
merupakan gapura bangunan induk.
Ketika pengupasan berlangsung, tim menemukan sebuah benda mirip arca dari batu sungai
sekitar pukul 08.30. Setelah pengupasan terus dilakukan hingga memakan hampir 2 jam, baru
diketahui benda setinggi 1 meter itu adalah makara, yaitu profil mirip arca yang lazim
dibangun pada gapura.
Pihaknya menduga masih akan banyak temuan lainnya di kompleks ini, mengingat ada
sekitar 80-an struktur arkeologi dalam kawasan tersebut masih tertimbun lumpur dan
tanaman liar.
Pada penelitian lanjutan yang dilakukan Juni 2013, para ahli arkeolog UI menemukan
tembikar di beberapa struktur bangunan candi. Hasil kerajinan dari tanah liat tersebut berbeda
di lokasi terluar candi berdasarkan eskavasi yang dilakukan para peneliti lebih kasar
dibandingkan dengan yang ditemukan di lokasi dalam yang lebih halus bentuknya.
Terkait hal itu, Gubernur Jambi mengatakan masih akan menunggu hasil resmi atas penelitian
itu dan belum akan membentuk tim atas hasil temuan dan juga kajian dari ahli arkeologi UI
tersebut. “Kami akan lihat perkembangannya, di mana pasti akan terjadi polemik antara
arkeolog, kita lihat nanti, kita sifatnya menunggu,” ujarnya.
Cagar Budaya
Ia mengatakan yang akan dilakukan oleh Pemprov Jambi adalah mendorong untuk Kawasan
Candi Muarojambi sebagai satu di antara cagar budaya warisan dunia yang diakui oleh
UNESCO. “Upaya agar diakui UNESCO akan terus diperjuangkan, semenjak kawasan Candi
Muarojambi diresmikan oleh Bapak Presiden SBY,” tambah gubernur.
Candi Muarojambi diklaim sebagai salah satu komplek percandian terluas di Asia Tenggara.
Situs ini mempunyai luas 12 kilometer persegi, panjang lebih dari tujuh kilometer serta
kawasan seluas 260 hektar yang membentang searah dengan jalur sungai Batanghari.
Candi ini berada di Kabupaten Muarojambi dan lokasinya tidak jauh dari Kota Jambi, di
mana bisa ditempuh menggunakan kendaraan darat sekitar 30 menit perjalanan.
Di situs Candi Muarojambi, sedikitnya telah teridentifikasi kurang lebih 110 bangunan candi
yang terdiri dari tak kurang dari 39 kelompok candi. Bangunan candi tersebut adalah
peninggalan Kerajaan Melayu hingga Kerajaan Sriwijaya, yang berlatar belakang kebudayaan
Melayu Budhis.
Diperkirakan candi-candi di lokasi situs sejarah candi Muaro jambi mulai dibangun sejak
abad 4 M. Pusat kerajaan maritim besar ini sebelumnya diklaim berada di kawasan
Palembang, Sumatera Selatan. Sementara Jambi hanya disebut sebagai pengembangan kota
raja saja.
Candi Muaro Jambi, adalah salah satu tujuan wisata menarik di kota Jambi. Kawasan wisata
ini dibuka untuk umum setiap hari dari pukul 07.00 – 17.00 WIB.
Untuk bisa menikmati keindahan di kawasan wisata ini, maka Anda bisa menggunakan
becak, menyewa sepeda ataupun sepeda motor. Untuk tarifnya Anda bisa bernegosiasi
langsung dengan penjaganya.
Setiap bulan Juni, kawasan wisata ini selalu mengadakan Festival Candi Muaro Jambi.
Acara ini mempertunjukkan beberapa kesenian daerah dan berlangsung selama 4 hari 4
malam. Selain itu juga terdapat pasar malam yang menyemarakkan acara. Pada tahun 2010
lalu, festival ini sempat vakum karena kekurangan dana.
Ada beberapa bagian dalam Kawasan Candi Muaro Jambi yakni sebagai berikut :
1. Kedaton (dibarat)
2. Gedong I
3. Gedong II
4. Gumpung
5. Candi Tinggi
6. Candi Tinggi I
7. Kolam Telaga
8. Candi Kembar Batu
9. Candi Astana
10. Candi Sialang
11. Candi Teluk
12. Candi Kota Mahligai
13. Candi Bukit Sengalo
Meskipun sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah, hanya saja kawasan ini
masih belum diperbaiki dan dikelola dengan baik. Kebanyakan wisatawan yang mengunjungi
kawasan ini adalah wisatawan lokal.