Anda di halaman 1dari 6

TEMPAT BERSEJARAH DI INDONESIA

Selain kekayaan alam, apa yang bisa dibanggakan dari Indonesia? Yap Sejarahnya, Negeri ini memiliki sejarah
panjang mulai dari masa kejayaan dinasti di masa lampau sampai perjuangan rakyat merebut kemerdekaan. Tak
ada alasan untuk tidak mengenal negeri sendiri dari sejarahnya, salah satu cara kita mengenal sejarah indonesia
adalah dengan berwisata ke tempat-tempat bersejarah tersebut.

Berwisata merupakan salah satu cara terbaik untuk Belajar Sejarah, dengan Mengunjungi Tempat Bersejarah di
Indonesia sobat secara tidak langsung juga belajar mengenai sejarah indonesia karena salah satu cara
mempelajari sejarah indonesia adalah dengan mempelajarinya lewat peninggalan sejarahnya yang ada di
berbagai kota di Indonesia.

Berikut ini akan kami sajikan 15 tempat bersejarah di Indonesia versi MARKIJAR.Com yang Wajib Kamu Ketahui
maupun kamu kunjungi untuk lebih dekat dengan indonesia, tempat-tempat ini mungkin bisa sobat jadikan
pilihan tujuan wisata sobat maupun hanya untuk mengenal atau menambah pengetahuan dan wawasan sobat
tentang sejarah dari tempat tersebut, berikut daftarnya :

1. Candi Borobudur (Magelang)

Borobudur merupakan sebuah candi Buddha yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi kurang lebih
86 km di sebelah barat Surakarta, 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut
Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun
800an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur juga merupakan candi atau kuil Buddha
serta monumen Buddha terbesar di dunia.

Dalam pembangunannya belum ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang membangun
Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis
aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti
kerajaan abad ke-8 dan ke-9. maka Borobudur diperkirakan dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini
sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, yang merupakan masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa
Tengah, dimana masa itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan
menghabiskan waktu 75 samapai 100 tahun dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja
Samaratungga pada tahun 825.

Hal yang unik dari candi borobudur adalah balok yang digunakan sebagai bahan utama konstruksi bangunan
terbuat dari abu vulkanik Gunung Merapi yang dibekukan. Balok-balok ini kemudian disusun membentuk lebih
dari 500 buah arca tanpa menggunakan semen sama sekali. Luar biasa bukan, Tak hanya itu, candi ini juga penuh
dengan pahatan relief yang menceritakan perjalanan hidup Sang Buddha.

2. Candi Prambanan (Yogyakarta)

Candi Loro Jonggrang atau Candi Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang
dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga dewa utama Hindu yaitu Wishnu,
Siwa dan Brahma. Menurut prasasti Siwagrha nama asli kompleks candi Prambanan adalah Siwagrha (bahasa
Sanskerta yang bermakna "Rumah Siwa"), dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca
Siwa Mahadewa setinggi tiga meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.

Prambanan merupakan candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno, pembangunan
candi Hindu kerajaan ini diawali oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha Borobudur dan juga candi
Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama menduga bahwa pembangunan candi
agung Hindu ini untuk menandai kembali berkuasanya keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa
kembar berbeda keyakinan yang saling bersaing. yaitu wangsa Sailendra penganut Buddha dan wangsa Sanjaya
penganut Hindu. Pastinya, dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran Siwa kembali
mendapat dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung
Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan keagamaanya, dari
Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Candi Prambanan sendiri pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai Pikatan dan secara
berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja Balitung Maha Sambu. Berdasarkan
prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, Dalam prasasti Siwagrha tertulis bahwa saat pembangunan candi
Siwagrha berlangsung, dilakukan juga pekerjaan umum perubahan tata air untuk memindahkan aliran sungai di
dekat candi ini. Sungai yang dimaksud adalah sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi
barat kompleks candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok melengkung ke
arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai bisa mengancam konstruksi candi.
Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang memotong lengkung sungai dengan
poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks candi.

Candi Prambanan juga memiliki cerita rakyat yang melekat erat dengannya yaitu cerita Roro Jonggrang.
Dikisahkan bahwa candi induk yang ada merupakan wujud Roro Jonggrang yang dikutuk oleh Bandung
Bondowoso karena berusaha menggagalkan upaya Bondowoso membangun seribu candi untuknya.

3. Lawang Sewu (Semarang)

Lawang Sewu merupakan gedung gedung bersejarah di Indonesia yang berlokasi di Kota Semarang, Jawa
Tengah. Gedung ini, dahulu yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS.
Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda.

Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama Het hoofdkantor van de Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij (yang digunakan untuk Kantor Pusat NIS). pada mulanya kegiatan administrasi
perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang NIS), namun dengan berkembangnya jalur
jaringan kereta yang begitu pesat, mengakibatkan bertambahnya kebutuhan personil teknis dan tenaga
administrasi yang besar.

Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi dilakukan NIS antara lain
menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi sementara. Apalagi letak stasiun Samarang NIS
berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Maka,
diusulkanlah alternatif lain: yaitu membangun kantor administrasi di lokasi baru. kemudian dibangunlah Lawang
Sewu di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda).

4. Benteng Rotterdam (Makassar)

Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) atau Fort Rotterdam merupakan sebuah benteng peninggalan Kerajaan
Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Benteng
ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung
Tumapa'risi' kallonna. Pada mulanya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja
Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan
Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak
merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di
laut maupun di darat. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di laut dan darat.

Biasanya masyarakat Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan
markas pasukan katak Kerajaan Gowa. dalam sejarahnya Kerajaan Gowa-Tallo menandatangani perjanjian
Bungayya yang salah satu pasalnya menuntut Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda.
Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang kamudian diganti menjadi Fort
Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di
Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di
Indonesia bagian timur.

Saat ini, Benteng Rotterdam menjadi tempat wisata sejarah andalan kota Makassar. Di dalamnya terdapat
museum La Galigo yang berisi koleksi benda-benda peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Menariknya lagi, di sini
terdapat sebuah ruangan yang dipercaya sebagai tempat pengasingan Pangeran Diponegoro di masa perjuangan
dahulu.

5. Benteng Vredeburg (Yogyakarta)


Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13
Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku
Buwono I kelak) dengan Susuhunan Pakubuwono III adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut
campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu.

Melihat kemajuan yang sangat pesat terhadap kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I, rasa
kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada sultan agar diizinkan
membangun sebuah benteng di dekat kraton. Belanda dalih agar mereka dapat menjaga keamanan kraton dan
sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut niatan Belanda yang sesungguhnya adalah untuk memudahkan
dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak
tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi
bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, penyerangan, intimidasi serta blokade
terhadap kraton. Dapat disimpulkan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila
sewaktu-waktu Sultan memiliki keinginan untuk menentang Belanda.

Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap perjanjian dengan pihak
Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh setiap pemimpin pribumi pada masa kolonial
Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan Hamengku Buwono I. Oleh karena itu permohonan izin Belanda
untuk membangun benteng dikabulkan. Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum
Benteng Vredeburg Yogyakarta), ditempat tersebut sebenarnya Sultan HB I telah membangun sebuah benteng
yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut
seleka atau bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayapurusa (sudut timur laut), Jayawisesa
(sudut barat laut), Jayaprayitna (sudut tenggara) dan Jayaprakosaningprang (sudut barat daya).

6. Taman Sari (Yogyakarta)

Taman Sari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Taman sari
dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1758-1765. Awalnya, taman yang mendapat
sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare dengan sekitar 57 bangunan baik berupa
kolam pemandian, gedung, jembatan gantung, danau buatan, pulau buatan, kanal air serta lorong bawah air.
Taman Sari yang digunakan secara efektif antara 1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya
kompleks Kedhaton sampai tenggara kompleks Magangan. Namun sekarang sisa-sisa bagian Taman Sari yang
dapat dilihat hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.

Konon, Taman Sari dibangun di bekas keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan oleh Susuhunan
Paku Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda yang akan menuju Imogiri. Sebagai pimpinan proyek
pembangunan Taman Sari dipilih Tumenggung Mangundipuro. Seluruh biaya pembangunan ditanggung oleh
Tumenggung Prawirosentiko besrta seluruh rakyatnya. Di tengah pembangunan pimpinan proyek diambil alih
oleh Pangeran Notokusumo, setelah Mangundipuro mengundurkan diri. Walaupun secara resmi sebagai kebun
kerajaan, namun bebrapa bangunan yang ada mengindikasikan Taman Sari juga berperan sebagai benteng
pertahanan terakhir jika istana diserang oleh musuh.

7. Istana Maimun (Medan)

Istana Maimun bisa disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli. Istana
ini didominasi warna kuning yang merupakan warna kebesaran kerajaan Melayu, istana Maimun merupakan
salah satu ikon kota Medan, Sumatera Utara. Didesain oleh arsitek Italia dan dibangun oleh Sultan Deli, Sultan
Mahmud Al Rasyid. Pembangunan istana ini dimulai dari 26 Agustus 1888 dan selesai pada 18 Mei 1891. Istana
Maimun memiliki luas sebesar 2.772 m2 dan 30 ruangan. Istana Maimun terdiri dari 2 lantai dan memiliki 3 bagian
yaitu bangunan induk, bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana ini menghadap ke utara
dan pada sisi depan terdapat bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid Raya
Medan.

Di istana ini juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini
dengan sebutan Meriam Puntung. Kisah meriam puntung ini memiliki kaitan dengan Putri Hijau. Diceritakan, di
Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena
tubuhnya memancarkan warna hijau. sang putri mempunyai dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Khayali
dan Mambang Yasid. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh
kedua saudaranya.

Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan Mambang
Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak terjadi keajaiban, Mambang
Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus
menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian belakang terlempar ke
Labuhan Deli sementara Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat
Kabanjahe, kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimun.

Istana Maimun menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain interiornya yang
unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam, Spanyol, India dan Italia. Namun
sayang, tempat wisata ini tidak bebas dari kawasan Pedagang kaki lima.

8. Asta Tinggi Sumenep (Madura)

Asta Tinggi adalah kawasan pemakaman khusus para Pembesar/Raja/Kerabat Raja yang teletak di kawasan
dataran tinggi bukit Kebon Agung Sumenep. Dalam Bahasa Madura, Asta Tinggi disebut juga sebagai Asta Raja
yang bermakna makam para Pangradja (pembesar kerajaan) yang merupakan asta/makam para raja, anak
keturunan beserta kerabat-kerabatnya yang dibangun sekitar tahun 1750M. Kawasan Pemakaman ini
direncanakan awalnya oleh Panembahan Somala dan dilanjutkan pelaksanaanya oleh Sultan Abdurrahman
Pakunataningrat I dan Panembahan Natakusuma II

Asta tinggi sendiri menurut arti Etimologi adalah makam yang tinggi. Itu berdasar dari letak makam yang berada
di puncak bukit dan penamaan Asta Tinggi sebenarnya hanya untuk mempermudah penyebutan saja. Di Asta
Tinggi sendiri bukan hanya terdapat makam dari raja namun juga makam dari keluarga raja, sentana, dan
punggawa sejak abad XVI. Dari banyak sumber sejarah mengatakan bahwa Asta Tinggi memiliki nilai
kekeramatan yang tinggi. Meskipun dulu mempunyai mitos keangkeran dan daya mistis yang tinggi sekarang hal
tersebut seperti sudah lenyap karena sudah banyak orang yang berziarah. Orang banyak berziarah kesini karena
raja-raja sumenep juga dikenal karena kewaliannya karena perduli terhadap perkembangan Islam di daerah
Sumenep dan sekitarnya.

9. Masjid Agung Palembang

Sejarah Masjid Agung Palembang diawalawi Saat terjadi perang antara masyarakat Palembang dengan Belanda
di tahun 1659 M, kala itu sebuah masjid terbakar. Masjid tersebut merupakan masjid yang dibangun oleh Sultan
Palembang kala itu, Ki Gede Ing Suro, yang berlokasi di Keraton Kuto Gawang. Beberapa tahun kemudian,
tepatnya di tahun 1738 M, Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo membangun kembali masjid tepat di lokasi
berdirinya masjid yang terbakar. Pembangunan masjid yang baru memakan waktu cukup lama, hingga pada 26
Mei 1748 atau pada 28 Jumadil Awal 1151 tahun hijriah, masjid tersebut baru diresmikan berdiri. Di awal
pembangunannya, Masjid Agung Palembang disebut oleh masyarakat Palembang dengan nama Masjid Sulton.
Nama tersebut merujuk pada pembangunan masjid yang diketuai dan dikelola secara langsung oleh Sultan
Mahmud Badaruddin Jaya Wikramo.

Sekarang Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin I atau biasa disebut Masjid Agung Palembang adalah sebuah
masjid paling besar di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Masjid ini dipengaruhi oleh 3 arsitektur yakni
Indonesia, China dan Eropa. Bentuk arsitektur Eropa terlihat dari pintu masuk di gedung baru masjid yang besar
dan tinggi. Sedangkan arsitektur China dilihat dari masjid utama yang atapnya seperti kelenteng. Masjid ini
dulunya adalah masjid terbesar di Indonesia selama beberapa tahun. Bentuk masjid yang ada sekarang adalah
hasil renovasi tahun 2000 dan selesai tahun 2003. Megawati Soekarnoputri adalah orang yang meresmikan
masjid raksasa Sumatera Selatan modern ini.

10. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak merupakan salah satu mesjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini terletak di Kampung
Kauman, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid Agung Demak dipercayai pernah menjadi tempat
berkumpulnya walisongo (para ulama yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa). Pendiri masjid ini
diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus.
Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka.
Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti
angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada
tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Shofar.

Atap Masjid Agung Demak ditahan empat tiang kayu raksasa yang khusus dibuat empat wali di antara Wali
Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati,
sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut merupakan sumbangan Sunan Kalijaga.

11. Masjid Menara Kudus

Masjid Menara Kudus disebut juga dengan Masjid Al Manar ("Mesjid Menara") adalah masjid kuna yang dibangun
oleh Sunan Kudus sejak tahun 1549 Masehi (956 Hijriah). Lokasi saat ini berada di Desa Kauman, Kabupaten
Kudus, Jawa Tengah. Ada keunikan dari masjid ini karena memiliki menara yang serupa bangunan candi serta
pola arsitektur yang memadukan konsep budaya Islam dengan budaya Hindu-Buddhis sehingga menunjukkan
terjadinya proses akulturasi dalam pengislaman Jawa.

Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak terlepas dari peran Sunan Kudus sebagai penggagas dan pendiri.
Sebagaimana Walisongo yang lainnya, Sunan Kudus menggunakan pendekatan kultural (budaya) dalam
berdakwah. Ia mengadaptasi dan melakukan pribumisasi ajaran Islam di tengah masyarakat yang telah memiliki
budaya mapan dalam pengaruh agama Hindu dan Buddha. Akulturasi budaya Hindu dan Budha dalam dakwah
Islam yang dilakukan Sunan Kudus terlihat jelas pada arsitektur dan konsep bangunan Masjid Menara Kudus.

Masjid ini mulai didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini didasarkan pada inskripsi berbahasa Arab yang
tertulis pada prasasti batu berukuran lebar 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid.
Peletakan batu pertama menggunakan batu dari Baitul Maqdis di Palestina, oleh karena itu masjid ini kemudian
dinamakan Masjid Al Aqsha.

12. Masjid Raya Baiturrahman (Aceh)

Masjid Raya Baiturrahman merupakan sebuah masjid Kesultanan Aceh yang dibangun oleh Sultan Iskandar Muda
Mahkota Alam pada tahun 1022 H/1612 M. Pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, Selain Masjidil Haram di kota
suci Makkah, Masjid Raya Baiturrahman ini juga menjadi salah satu pusat pembelajaran agama Islam yang
dikunjungi oleh orang-orang yang ingin mempelajari Islam dari seluruh penjuru dunia.

Pada tanggal 26 Maret 1873 Kerajaan Belanda mendeklarasikan perang kepada Kesultanan Aceh, mereka mulai
melepaskan meriam ke daratan Aceh dari kapal perang Citadel Van Antwerpen. Pada 5 April 1873, Belanda
mendarat di Pante Ceureumen di bawah pimpinan Johan Harmen Rudolf Kohler, dan langsung bisa menguasai
Masjid Raya Baiturrahman. Kohler saat itu membawa 3.198 pasukan. Namun peperangan pertama ini
dimenangkan oleh pihak Kesultanan Aceh, di mana dalam peristiwa tersebut Jenderal Johan Harmen Rudolf
Kohler tewas akibat ditembak dengan menggunakan senapan oleh pasukan perang Kesultanan Aceh yang
kemudian diabadikan tempat tertembaknya pada sebuah monumen kecil di bawah Pohon Kelumpang yang
berada di dekat pintu masuk sebelah utara Masjid Raya Baiturrahman.

Saat Kerajaan Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi tentara Belanda kedua pada Bulan Shafar 1290
Hijriah atau 10 April 1873 Masehi, Masjid Raya Baiturrahman dibakar. Kemudian, pada tahun 1877 Belanda
membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik perhatian serta meredam kemarahan Bangsa
Aceh. Pada saat itu Kesultanan Aceh masih berada di bawah pemerintahan Sultan Muhammad Daud Syah Johan
Berdaulat yang merupakan Sultan Aceh yang terakhir.

13. Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten adalah salah satu masjid tertua di Indonesia yang penuh dengan nilai sejarah. Setiap
harinya masjid ini ramai dikunjungi para peziarah yang datang tidak hanya dari Banten dan Jawa Barat, tapi juga
dari berbagai daerah di Pulau Jawa. Masjid ini dikenali dari bentuk menaranya yang sangat mirip dengan bentuk
sebuah bangunan mercusuar, Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570),
sultan pertama dari Kesultanan Banten. Ia adalah putra pertama dari Sunan Gunung Jati.
Salah satu keistimewaan Masjid Agung Banten adalah masjid ini dibangun oleh tiga orang arsitektur yang
berbeda sehingga mempunyai ciri khas tiap-tiap arsitektur yang membangunnya. Yang pertama adalah Raden
Sepat, arsitek Majapahit yang juga membangun beberapa masjid di nusantara. Yang kedua adalah arsitektur dari
Tiongkok yang bernama Cek Ban Su yang ikut ambil bagian dan memberikan pengaruh kuat pada bentuk atap
masjid yang bentuknya bersusun 5, mirip dengan pagoda Tiongkok pada umumnya.

Arsitek ketiga adalah Hendrik Lucaz Cardeel yang merupakan arsitek dari Belanda yang kabur dari Batavia. Ia ikut
turut andil dalam membangun Tiyamah serta Menara Masjid di komplek Masjid Agung Banten. Tiyamah adalah
bangunan bertingkat bergaya Belanda kontemporer yang pada dahulu digunakan untuk pertemuan penting,
namun sekarang dialih fungsikan sebagai tempat museum benda peninggalan.

14. Gereja Blenduk (Semarang)

Gereja Blenduk adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda yang
tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja Blenduk sesungguhnya
bernama Gereja GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 32. Kubahnya besar, dilapisi perunggu, dan di dalamnya
terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur di dalamnya dibuat berdasarkan salib Yunani. Gereja ini direnovasi pada
1894 oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini.
Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Gereja ini hingga sekarang masih
dipergunakan setiap hari Minggu. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial
Belanda.

Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah satu landmark di Kota Lama Semarang. Berbeda dari
bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya memagari jalan dan tidak menonjolkan bentuk, gedung yang
bergaya Neo-Klasik ini justru tampil kontras dan mudah dikenali.

15. Gereja Katedral (Jakarta)

Gereja Katedral merupakan salah satu bangunan cagar budaya yang ada di Jakarta. Sebelum diresmikan sebagai
bangunan cagar budaya, Gereja Katedral mempunyai sejarah yang panjang dalam
pembangunannya. Pembangunan Gereja Katedral dimulai ketika Paus Pius VII mengangkat pastor
Nelissen sebagi prefek apostik Hindia Belanda pada 1807. Saat itulah dimulai penyebaran misi dan pembangunan
gereja. Gereja yang sekarang ini dirancang dan dimulai oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan batu
pertamanya dilakukan oleh Pro-vikaris, Carolus Wenneker. Pekerjaan ini kemudian dilanjutkan oleh Cuypers-
Hulswit ketika Dijkmans tidak bisa melanjutkannya, dan kemudian diresmikan dan diberkati pada 21 April 1901
oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, S.J., Vikaris Apostolik Jakarta. Katedral yang kita kenal sekarang
sesungguhnya bukanlah gedung gereja yang asli di tempat itu, karena Katedral yang asli diresmikan pada
Februari 1810, namun pada 27 Juli 1826 gedung Gereja itu terbakar bersama 180 rumah penduduk di sekitarnya.
Lalu pada tanggal 31 Mei 1890 dalam cuaca yang cerah, Gereja itu pun sempat roboh

Anda mungkin juga menyukai