Anda di halaman 1dari 23

Benteng Vredeburg

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat menyebabkan


perubahan signifikan dalam bidang pendidikan. Perubahan ini terjadi dalam
sosialisasi antar murid dengan murid, guru dengan guru maupun guru dengan murid.
Selain itu, perkembangan jaman ini berpengaruh pula pada sistem Kegiatan Belajar
Mengajar. Seperti halnya terjadi dalam sistem pendidikan di sekolah kami yang
memilih sumber pembelajaran di luar sekolah agar terciptanya sebuah inovasi untuk
hasil yang lebih baik. Mengingat situasi dan kondisi seperti itu siswa diberikan
pengenalan tempat-tempat yang memiliki unsur sosial dan kebudayaan yang
berkaitan erat dengan materi pembelajaran.

Beraneka ragam sorotan pariwisata di Indonesia yang memberikan daya tarik yang
menakjubkan, salah satunya adalah wisata Benteng Vredeburg.

Seiring perkembangan zaman semakin modern dan semakin majunya IPTEK,


peninggalan-peninggalan terdahulu yang dijadikan objek wisata semakin menurun.
Adapun para wisatawan yang berkunjung ke Benteng Vredeburg kebanyakan mereka
hanyalah sebatas untuk berjalan-jalan dan dan menikmati keindahan bangunan
Benteng Vredeburg tanpa peduli dengan nilai sejarah yang terkandung di dalamnya.
Padahal dalam perkembangannya. Benteng Vredeburg memiliki nilai sejarah yang
tinggi dan nilai-nilai positifnya bisa kita rasakan saat ini. Sebagai upaya pemberdaya
nilai sejarah, penulis memilih Benteng Vredeburg sebagai objek penulisan Karya
Tulis.
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam karya tulis berfungsi sebagai pemandu bagi penulis untuk
mencari tahu dan mencari jawaban atas masalah yang dirumuskan dan akan
membimbing pembahasan dalam karya tulis sehingga penguasaan fakta dan temuan
dimaksudkan untuk menjawab rumusan tersebut.

Adapun Rumusan-rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah :

1. Bagaimana sejarah Benteng Vredeburg itu ?

2. Dimana lokasi Benteng Vredeburg itu ?

3. Apa fungsi dari Benteng Vredeburg itu ?

4. Bagaimana pemanfaatan bangunan di komplek Benteng Vredeburg itu ?

5. Bagaimana pemanfatan Benteng Vredeburg sebagai Museum itu ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menambah ilmu pengetahuan, wawasan yang luas bagi kami dan umum bagi para
pembaca.

2. Seabagai wisata sejarah rohani.

3. Sebagai aplikasi dari pembelajaran materi di kelas.

4. Ikut melaksanakan program sekolah, yaitu melaksanakan study lapangan ke


Yogyakarta.

5. Meningkatkan kebersamaan yang sangat erat dan kerja sama antara kelompok.

6. Mempererat keakraban dengan teman satu sekolah.

7. Menghilangkan kejenuhan dalam belajar kelompok secara teoritis.


1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, penulis menentukan


ruang lingkup penelitian dengan maksud agar materi dapat lebih dimengerti dan
dalam hal pembahasannya dapat lebih spesifik. Selain itu disesuaikan pula dengan
keterbatasan sumber yang penulis dapatkan. Ruang lingkup tersebut diuraikan
sebagai berikut :

1. Sejarah Benteng Vredeburg

2. Lokasi Benteng Vredeburg

3. Fungsi Benteng Vredeburg

4. Pemanfaatan bangunan di komplek Benteng Vredeburg

5. Pemanfatan Benteng Vredeburg sebagai Museum

1.5 Metedologi Penelitian

1. Prosedur Penelitian

Metode Observasi

Yaitu metode penelitian yang langsung mengunjungi objek karya tulis, yakni Benteng
Vredeburg.

Interview

Metode pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber.

Metode Kepustakaan

Yaitu metode penelitian dengan mengumpulkan data yang berasal dari beberapa
buku sumber yang dianggap relevan.
Metode Searching Internet

Yaitu metode dengan mencari data dan mengumpulkan data dari internet yang
berhubungan dengan judul karya tulis ini.

2. Sumber Data Penelitian

a. Objek wisata sejarah Benteng Vredeburg

b. Guide atau pemandu karya wisata

c. Buku sumber Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta

d. Melalui internet

3. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat

Objek wisata sejarah Benteng Vredeburg

b. Waktu

Dalam study tour ini penulis mengunjungi beberapa objek wisata diantaranya Candi
Borobudur, Museum Merapi, Keraton Yogyakarta, Candi Prambanan, Museum
Dirgantara, Benteng Vredeburg. Penulis mengunjungi Benteng Vredeburg pada Bulan
November 2015
1.6 Sistematika Penulisan

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Ruang Lingkup

1.5 Metodologi Penelitian

1. Prosedur Penelitian

2. Sumber Data Penelitian

3. Waktu dan tempat penelitian

1.6 Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Benteng Vredeburg

2.2 Lokasi Benteng Vredeburg

2.3 Fungsi Benteng Vredeburg

2.4 Pemanfaatan Bangunan di Komplek Benteng Vredeburg

2.5 Pemanfaatan Benteng Vredeburg Sebagai Museum


BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Benteng Vredeburg terletak di Benteng Vredeburg terletak di Jalan Ahmad Yani


No. 6 kawasan Malioboro, tepat berhadapan dengan Istana Negara Yogyakarta.
Benteng Vredeburg merupakan bangunan tertua yang ada di komplek titik Nol Km
Yogyakarta.

Disekitar lokasi benteng ini terdapat banyak tempat wisata yang lain seperti ;
Malioboro, Taman Pintar, Alun-alun utara, Taman Budaya, Kraton, dan Masjid Agung
Kraton. Daya tarik wisata di Benteng Vredeburg ini sangat banyak, mulai dari
bangunan sampai bagian dalam dari Benteng Vredeburg ini. Bangunan Benteng
Vredeburg ini adalah bangunan tertua dikawasan titik Nol Yogyakarta dan didalam
benteng ini kita dapat melihat diorama masa penjajahan, lukisan-lukisan karya
Raden Saleh, replica meriam yang digunakan dalam peperangan melawan penjajah,
relief kepala pahlawan nasional yang berjumlah 10 buah, koleksi relief yang
menceritakan peristiwa sejarah dari masa lahirnya Budi Utomo sampai dengan masa
bersatunya lagi pemerintahan RI yaitu dengan terbentuknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia tahun 1950, dan ada monument untuk mengingat Serangan
Oemoem Satu Maret.

Bangunan yang terletak di ujung Jalan Malioboro ini merupakan satu saksi dari
perjalanan sejarah perjuangan Yogyakarta menentang kolonialisme Belanda. Benteng
ini dibangun oleh pemerintah Belanda guna melindungi rumah Residen Belanda
(sekarang menjadi Gedung Agung) dan pemukiman orang-orang Belanda dari
kemungkinan serangan meriam milik Keraton Yogyakarta.

BAB III

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Benteng Vredeburg

Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan


Yogyakarta. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan
perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan Pangeran Mangkubumi
(Sultan Hamengku Buwono I kelak) adalah merupakan hasil politik Belanda yang
selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa waktu itu.

Melihat kemajuan yang sangat pesat akan kraton yang didirikan oleh Sultan
Hamengku Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda
mengusulkan kepada sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng di dekat
kraton. Pembangunan tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan
kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut maksud Belanda yang
sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan
yang terjadi di dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam
dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi
indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi,
intimidasi, penyerangan dan blokade. Dapat dikatakan bahwa berdirinya benteng
tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan
memalingkan muka memusuhi Belanda.

Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam
setiap perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit
dilawan oleh setiap pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini
termasuk pula Sri Sultan Hamengku Buwono I. Oleh karena itu permohonan izin
Belanda untuk membangun benteng dikabulkan.

Sudut Barat Daya Museum Benteng Vredeburg dengan tiga patok yang berfungsi
untuk meletakan meriam

Tahun 17601765

Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng


Vredeburg Yogyakarta), pada tahun 1760 atas permintaan Belanda, Sultan HB I
telah membangun sebuah benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar.
Di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka/bastion. Oleh
sultan keempat sudut tersebut diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut),
Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaningprang (sudut barat daya) dan
Jayaprayitna (sudut tenggara).

Menurut penuturan Nicolas Hartingh, bahwa benteng tersebut keadaannya masih


sangat sederhana. Tembok dari tanah yang diperkuat dengan tiang-tiang penyangga
dari kayu pohon kelapa dan aren. Bangunan di dalamnya terdiri atas bambu dan kayu
dengan atap ilalang. Sewaktu W.H.Ossenberch menggantikan kedudukan Nicolas
Hartingh, pada tahun 1765 diusulkan kepada sultan agar benteng diperkuat menjadi
bangunan yang lebih permanen agar lebih menjamin kemanan. Usul tersebut
dikabulkan, selanjutnya pembangunan benteng dikerjakan di bawah pengawasan
seorang Belanda ahli ilmu bangunan yang bernama Ir. Frans Haak.

Pada awal pembangunan ini (1760) status tanah merupakan milik kasultanan. Tetapi
dalam penggunaannya dihibahkan kepada Belanda (VOC) dibawah pengawasan Nicolas
Hartingh, gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa di Semarang.
Tahun 17651788

Usul Gubernur W.H. Van Ossenberg (pengganti Nicolaas Hartingh) agar bangunan
benteng lebih disempurnakan, dilaksanakan tahun 1767. Periode ini merupakan
periode penyempurnaan Benteng yang lebih terarah pada satu bentuk benteng
pertahanan.

Menurut rencana pembangunan tersebut akan diselesaikan tahun itu juga. Akan
tetapi dalam kenyataannya proses pembangunan tersebut berjalan sangat lambat
dan baru selesai tahun 1787. Hal ini terjadi karena pada masa tersebut Sultan yang
bersedia mengadakan bahan dan tenaga dalam pembangunan benteng, sedang
disibukkan dengan pembangunan Kraton Yogyakarta. Setelah selesai bangunan
benteng yang telah disempurnakan tersebut diberi namaRustenburg yang berarti
'Benteng Peristirahatan'.

Pada periode ini secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan tetapi
secara de facto penguasaan benteng dan tanahnya dipegang oleh Belanda.

Tahun 1788 1799

Periode ini merupakan saat digunakannya benteng secara sempurna oleh Belanda
(VOC). Bangkrutnya VOC tahun 1799 menyebabkan penguasaan benteng diambil alih
oleh Bataafsche Republic (Pemerintah Belanda). Sehingga secara de facto menjadi
milik pemerintah kerajaan Belanda.

Pada periode ini status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kasultanan,
secara de facto dikuasai Belanda.

Tahun 17991807

Status tanah benteng secara yuridis formal tetap milik kasultanan, tetapi
penggunaan benteng secara de facto menjadi milik Bataafsche Republik (Pemerintah
Belanda) di bawah Gubernur Van Den Burg. Benteng tetap difungsikan sebagai
markas pertahanan.

Tahun 18071811

Pada periode ini benteng diambil alih pengelolaannya oleh Koninkrijk Holland
(Kerajaan Belanda). Maka secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan,
tetapi secara de facto menjadi milik Pemerintah Kerajaan Belanda di bawah
Gubernur Herman Willem Daendels.

Tahun 18111816

Ketika Inggris berkuasa di Indonesia 1811 1816, untuk sementara benteng dikuasai
Inggris di bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles. Namun dalam waktu
singkat Belanda dapat mengambil alih. Secara yuridis formal benteng tetap milik
kasultanan.

Tahun 18161942

Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga banyak
merobohkan beberapa bangunan besar seperti Gedung Residen (yang dibangun tahun
1824), Tugu Pal Putih, dan Benteng Rustenburg serta bangunan-bangunan yang lain.
Bangunan-bangunan tersebut segera dibangun kembali. Benteng Rustenburg segera
diadakan pembenahan di beberapa bagian bangunan yang rusak. Setelah selesai
bangunan benteng yang semula bernamaRustenburg diganti menjadi Vredeburg yang
berarti 'Benteng Perdamaian'. Nama ini diambil sebagai manifestasi hubungan
antara Kasultanan Yogyakarta dengan pihak Belanda yang tidak saling menyerang
waktu itu.

Bentuk benteng tetap seperti awal mula dibangun, yaitu bujur sangkar. Pada
keempat sudutnya dibangun ruang penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Pintu
gerbang benteng menghadap ke barat dengan dikelilingi oleh parit. Di dalamnya
terdapat bangunan-bangunan rumah perwira, asrama prajurit, gudang logistik,
gudang mesiu, rumah sakit prajurit dan rumah residen. Di Benteng Vredeburg
ditempati sekitar 500 orang prajurit, termasuk petugas medis dan paramedis.
Disamping itu pada masa pemerintahan Hindia Belanda digunakan sebagai tempat
perlindungan para residen yang sedang bertugas di Yogyakarta. Hal itu sangat
dimungkinkan karena kantor residen yang berada berseberangan dengan letak
Benteng Vredeburg. Sejalan dengan perkembangan politik yang berjadi di Indonesia
dari waktu ke waktu, maka terjadi pula perubahan atas status kepemilikan dan
fungsi bangunan Benteng Vredeburg.

Status tanah benteng tetap milik kasultanan, tetapi secara de facto dipegang oleh
pemerintah Belanda. Karena kuatnya pengaruh Belanda maka pihak kasultanan tidak
dapat berbuat banyak dalam mengatasi masalah penguasaan atas benteng. Sampai
akhirnya benteng dikuasai bala Tentara Jepang tahun 1942 setelah Belanda
menyerah kepada Jepang dengan ditandai dengan Perjanjian Kalijati bulan Maret
1942 di Jawa Barat.

Masa Jepang

Tanggal 7 Maret 1942, pemerintah Jepang memberlakukan UU nomor 1 tahun 1942


bahwa kedudukan pimpinan daerah tetap diakui tetapi berada di bawah pengawasan
Kooti Zium Kyoku Tjokan (Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Tjokan
Kantai (Gedung Agung). Pusat kekuatan tentara Jepang disamping ditempatkan di
Kotabaru juga di pusatkan di Benteng Vredeburg. Tentara Jepang yang bermarkas
di Benteng Vredeburg adalah Kempeitei yaitu tentara pilihan yang terkenal keras
dan kejam.

Disamping itu benteng Vredeburg juga digunakan sebagai tempat penahanan bagi
tawanan orang Belanda maupun Indo Belanda yang ditangkap. Juga kaum politisi
Indonesia yang berhasil ditangkap karena mengadakan gerakan menentang Jepang.

Guna mencukupi kebutuhan senjata, tentara Jepang mendatangkan persenjataan


dari Semarang. Sebelum dibagikan ke pos-pos yang memerlukan terlebih dulu di
simpan di Benteng Vredeburg. Gudang mesiu terletak di setiap sudut benteng
kecuali di sudut timur laut. Hal itu dengan pertimbangan bahwa di kawasan tersebut
keamanan lebih terjamin. Penempatan gudang mesiu di setiap sudut benteng
dimaksudkan untuk mempermudah disaat terjadi perang secara mendadak.

Penguasaan Jepang atas Benteng Vredeburg berlangsung dari tahun 1942 sampai
dengan tahun 1945, ketika proklamasi telah berkumandang dan nasionalisasi
bangunan-bangunan yang dikuasai Jepang mulai dilaksanakan. Selama itu meskipun
secara de facto dikuasai oleh Jepang tetapi secara yuridis formal status tanah
tetap milik kasultanan.

Dari uraian itu dapat dikatakan bahwa pada masa pendudukan Jepang (1942-1945)
bangunan benteng Vredeburg difungsikan sebagai markas tentara Kempeitei, gudang
mesiu dan rumah tahanan bagi orang Belanda dan Indo Belanda serta kaum politisi
RI yang menentang Jepang.

Masa Kemerdekaan

Berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia disambut dengan perasaan lega


oleh seluruh rakyat Yogyakarta. Ditambah dengan keluarnya Pernyataan Sri Sultan
Hamengku Buwono IX (Pernyataan 5 September 1945) yang kemudian diikuti oleh
Sri Paku Alam VIII yang berisi dukungan atas berdirinya negara baru, Negara
Republik Indonesia, maka semangat rakyat semakin berapi-api.

Sebagai akibatnya terjadi berbagai aksi spontan seperti pengibaran bendera Merah
Putih, perampasan bangunan dan juga pelucutan senjata Jepang. Masih kuatnya
pasukan Jepang yang berada di Yogyakarta, menyebabkan terjadinya kontak senjata
seperti yang terjadi di Kotabaru Yogyakarta. Dalam aksi perampasan gedung
ataupun fasilitas lain milik Jepang, Benteng Vredeburg juga menjadi salah satu
sasaran aksi.

Setelah benteng dikuasai oleh pihak RI untuk selanjutnya penanganannya


diserahkan kepada instansi militer yang kemudian dipergunakan sebagai asrama dan
markas pasukan yang tergabung dalam pasukan dengan kode Staf Q dibawah
Komandan Letnan Muda I Radio, yang bertugas mengurusi perbekalan militer. Oleh
karena itu tidak mustahil bila pada periode ini Benteng Vredeburg disamping
difungsikan sebagai markas juga sebagai gudang perbekalan termasuk senjata,
mesiu, dan sebagainya. Pada tahun 1946 di dalam komplek Benteng Vredeburg
didirikan rumah sakit tentara untuk melayani korban pertempuran. Namun dalam
perkembangannya rumah sakit tersebut juga melayani tentara beserta keluarganya.

Ketika tahun 1946 kondisi politik Indonesia mengalami kerawanan di saat perbedaan
persepsi akan arti revolusi yang sedang terjadi. Meletuslah peristiwa yang dikenal
dengan Peristiwa 3 Juli 1946, yaitu percobaan kudeta yang dipimpin oleh Jenderal
Mayor Soedarsono. Karena usaha tersebut gagal maka para tokoh yang terlibat
dalam peristiwa tersebut seperti Mohammad Yamin, Tan Malaka dan Soedarsono
ditangkap. Sebagai tahanan politik mereka pernah ditempatkan di Benteng
Vredeburg.

Pada masa Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948) Benteng Vredeburg yang
waktu itu dijadikan markas militer RI menjadi sasaran pengeboman pesawat-
pesawat Belanda. Kantor Tentara Keamanan Rakyat yang berada di dalamnya hancur.
Setelah menguasai lapangan terbang Maguwo, tentara Belanda yang tergabung
dalam Brigade T pimpinan Kolonel Van Langen berhasil menguasai kota Yogyakarta,
termasuk Benteng Vredeburg. Selanjutnya Benteng Vredeburg dipergunakan
sebagai markas tentara Belanda yang tergabung dalam IVG (Informatie voor
Geheimen), yaitu dinas rahasia tentara Belanda. Di samping itu Benteng Vredeburg
juga difungsikan sebagai asrama prajurit Belanda dan juga dipakai untuk menyimpan
senjata berat seperti tank, panser dan kendaraan militer lainnya.

Ketika terjadi Serangan Umum 1 Maret 1949, sebagai usaha untuk menunjukkan
kepada dunia internasional bahwa RI bersama dengan TNI masih ada, Benteng
Vredeburg menjadi salah satu sasaran di antara bangunan-bangunan lain yang
dikuasai Belanda seperti kantor pos, stasiun kereta api, Hotel Toegoe, Gedung
Agung, dan tangsi Kotabaru. Kurang lebih 6 jam kota Yogyakarta dapat dikuasai oleh
TNI beserta rakyat pejuang. Baru setelah bala bantuan tentara Belanda yang
didatangkan dari Magelang tiba ke Yogyakarta, TNI dan rakyat mundur ke luar kota
dan melakukan perjuangan gerilya.

Setelah Belanda meninggalkan kota Yogyakarta, Benteng Vredeburg dikuasai oleh


APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia). Kemudian pengelolaan benteng
diserahkan kepada Militer Akademi Yogyakarta. Pada waktu itu Ki Hadjar
Dewantara pernah mengemukakan gagasannya agar Benteng Vredeburg
dimanfaatkan sebagai ajang kebudayaan. Akan tetapi gagasan itu terhenti karena
terjadi peristiwa Tragedi Nasional Pemberontakan G 30 S tahun 1965. Waktu itu
untuk sementara Benteng Vredeburg digunakan sebagai tempat tahanan politik
terkait dengan peristiwa G 30 S yang langsung berada di bawah pengawasan
Hankam.

Rencana pelestarian bangunan Benteng Vredeburg mulai lebih terlihat nyata setelah
tahun 1976 diadakan studi kelayakan bangunan benteng yang dilakukan oleh
Lembaga Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Setelah diadakan penelitian maka usaha ke arah pemugaran bangunan bekas Benteng
Vredeburg pun segera dimulai.

Tahun 19771992

Dalam periode ini status penguasaan dan pengelolaan benteng pernah diserahkan
dari pihak HANKAM kepada Pemerintah Daerah Yogyakarta. Tanggal 9 Agustus
1980 diadakan penandatanganan piagam perjanjian tentang pemanfaatan bangunan
bekas Benteng Vredeburg oleh Sri Sultan HB IX (pihak I) dan Mendibud Dr. Daoed
Joesoef (pihak II).

Pada periode ini Benteng Vredeburg pernah dipergunakan sebagai ajang Jambore
Seni (26 28 Agustus 1978), Pendidikan dan latihan Dodiklat POLRI. Juga pernah
dipergunakan sebagai markas Garnisun 072 serta markas TNI AD Batalyon 403.
Meski demikian secara yuridis formal status tanah tetap milik kasultanan.

Dengan pertimbangan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg tersebut


merupakan bangunan bersejarah yang sangat besar artinya maka pada tahun 1981
bangunan bekas Benteng Vredeburg ditetapkan sebagai benda cagar budaya
berdasarkan Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor
0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981.
Tentang pemanfaatan bangunan Benteng Vredeburg, dipertegas lagi oleh Prof.
Dr.Nugroho Notosusanto (Mendikbud RI) tanggal 5 November 1984 yang
mengatakan bahwa bangunan bekas Benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai
museum perjuangan nasional yang pengelolaannya diserahkan kepada Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Piagam perjanjian serta surat Sri Sultan Hamengku Buwono IX Nomor 359/HB/85
tanggal 16 April 1985 menyebutkan bahwa perubahan-perubahan tata ruang bagi
gedung-gedung di dalam kompleks benteng Vredeburg diijinkan sesuai dengan
kebutuhan sebagai sebuah museum. Untuk selanjutnya dilakukan pemugaran
bangunan bekas benteng dan kemudian dijadikan museum. Tahun 1987 museum telah
dapat dikunjungi oleh umum.

Tahun 1992 sampai sekarang

Melalui Surat Keputusan Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan nomor 0475/O/1992
tanggal 23 November 1992 secara resmi Benteng Vredeburg menjadi Museum
Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.

Untuk meningkatkan fungsionalisasi museum ini maka mulai tanggal 5 September


1997 mendapat limpahan untuk mengelola Museum Perjuangan Yogyakarta di
Brontokusuman Yogyakarta, dari Museum Negeri Propinsi DIY Sonobudoyo.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM
48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003 Museum Benteng Vredeburg
Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berkedudukan di lingkungan
Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala.

Selanjutnya Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata


Nomor : KM 48/OT.001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003 Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta mempunyai Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi yaitu sebagai
museum khusus merupakan Unit Pelaksana Teknis yang berkedudukan di lingkungan
Kementerian dan Kebudayaan Deputi Bidang Sejarah dan Purbakala yang bertugas
melaksanakan pengumpulan, perawatan, pengawetan, penelitian, penyajian,
penerbitan hasil penelitian dan memberikan bimbingan edukatif kultural mengenai
benda dan sejarah perjuangan bangsa Indonesia di wilayah Yogyakarta.

2.2 Lokasi Benteng Vredeburg

Tepat dibelakang Monumen Serangan Umum 1 Maret, berdiri bangunan yang kokoh
dan kuat, sebuah bukti warisan sejarah kota Jogjakarta. Benteng Vredeburg
terletak di jalan Jendral A. Yani 6 kawasan Malioboro, tepat berhadapan dengan
Istana Negara Yogyakarta. Benteng Vredeburg merupakan bangunan tertua yang
ada di komplek titik Nol Km Yogyakarta.

2.3 Fungsi Benteng Vredeburg

Untuk saat ini fungsi dari Benteng Vredeburg menjadi Monumen Perjuangan
Nasional dengan nama Museum Benteng Vredeburg sejak tanggal 23 November
1992. Dan sering pula difungsikan sebagai kegiatan seni dan budaya.

Benteng ini walaupun sudah berumaur ratusan tahun namun kondisinya cukup terjaga
dengan baik. Dan masih terlihat kemegahannya dimasa lalu. Ruangan-ruangan yang
ada menyimpan ratusan diorama yang menggambarkan tentang perjuangan bangsa
Indonesia hingga masa orde baru serta beberapa benda bersejarah, foto-foto dan
lukisan perjuangan nasional.

Bagi pengunjung yang ingin berkeliling dengan bersepeda dapat menyewa sepeda
onthel seharga Rp. 5.000,-. Dan tempat ini juga sudah dilengkapi dengan hot spot
area yang bisa diakses pengunjung dengan gratis. Benteng Vredeburg mempunyai
fasilitas selain free hot spot tersedia juga ruang perpustakaan, ruang seminar,
diskusi dan pelatihan serta pertemuan, Ruang belajar kelompok, ruang tamu,
Mushola, dan pemandu.
Benteng Vredeburg dibuka untuk umum setiap hari selasa sampai dengan jumat
mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB sedangkan sabtu dan minggu
mulai pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB, hari libur nasional tempat
ini tetap buka sedangkan setiap hari senin tutup. Untuk tiket masuk per orang
dikenai biaya sebesar Rp. 1.000,-.

2.4 Pemanfaatan Bangunan di Komplek Benteng Vredeburg

Adapun pemanfaatan bangunan di komplek Benteng Vredeburg sejak dari awal


pembangunan sampai dengan saat ini adalah :

1. Jembatan dan Parit

Periode 1765 1830 benteng dikelilingi parit, jembatan terpasang disebelah barat,
timur dan selatan. Setelah 1830, Sebgai sarana berfungsi sebagai saluran
pembuangan.

2. Pintu Gerbang Utama

Pintu gerbang utama barat terdiri dari dua lantai. Pada periode 1765 1830, lantai
atas digunakan sebagai kantor komando. Sedangkan lantai bawah baik disisi kanan
maupun kiri jalan masuk merupakan ruang juga.

3. Pintu Gerbang Timur

Fungsi pintu gerbang timur dari periode 1765 1830 dan tahun-tahun berikutnya
sama dengan pintu gerbang utama barat. Lantai bawah merupakan ruang jaga.
Sedangkan lantai atas semua dipergunakan sebagai pos pengawasan daerah di
sekitar benteng baik ke dalam maupun keluar. Saat ini pintu gerbang timur
pemanfaatannya belum maksimal.

4. Gedung Pengapit Utara

Berfungsi sebagai Kantor administrasi, berdasarkan hasil penelitian bentuk asli,


bangunan yang ada merupakan bentuk asli, bangunan yang ada merupakan bentuk
yang asli dengan ornament-ornamen gaya Yunani.
5. Gedung Pengapit Selatan

Fungsi telah mengalami perkembangan dilihat dari bentuknya memungkinkan


dimanfaatkan sebagai kantor administrasi. Namun ketika benteng terdapat tawaran
yang berderajat tinggi (tawaran kraton yang berpangkat tinggi) maka ruangan ini
dimanfaatkan sebagai sel tahanan khusus. Juga ada kemungkinan ruangan ini
dipergunakan sebagai ruang tamu VIP. Hal ini terlihat dari bentuk dan performance
ruangan. Sekarang difungsikan sebagai Ruang Tamu VIP.

6. Barak Prajurit Barat

Terdiri dari dua lantai. Lantai bawah terdiri satu ruang luas dan empat ruang kecil.
Dua ruang kecil di selatan di lantai bawah diperkirakan merupakan fasilitas barak
bagian bawah karean posisinya menyatu dengan ruang lantai bawah. Sedangkan dua
ruang kecil di utara diperkirakan sebagai ruang pengawasan perwira juga, karena
ruang-ruang tersebut terpisah dengan barak. Pemanfaatan sekarang sebagai Ruang
Pengenalan Museum.

7. Barak Prajurit Utara

Bangunan ini digunakan sebagai barak prajurit yang telah bekerluarga baik di lantai
bawah maupun lantai atas.

8. Bangunan Fasilitas Umum

Berdasarkan data bahwa didalam benteng pernah dibangun rumah sakit, maka
bangunan ini diperkirakan sebagai rumah sakit.

9. Societet Militaire

Bangunan ini adalah Bangunan yang difungsikan sebgai ruang pertemuan.


10. Pavilion

Bangunan ini berfungsi sebagai tempat tinggal perwira atau pavilion (guet house).
Hal ini sangat memungkinkan dengan adanya fasilitas-fasilitas pelengkapnya seperti
dapur, kamar mandi dan WC.

11. Gudang Mesiu

Bentuk Bangunan dengan adanya peninggian-peninggian lantai dan tanpa jendela


tetapi hanya ventilasi saja, menuatkan dugaan bahwa fungsi bangunan ini adalah
sebagai gudang mesiu.

12. Dapur Umum

Bangunan ini relative baru. Dalam peta tahun 1937 belum muncul, sehingga
diperkirakan bangunan dibangun setelah tahun tersebut bersamaan dengan
bangunan kembarannya yaitu bangunan dapur selatan.

13. Sel/ Ruang Tahanan

Bangunan ini dibangun sesudah tahun 1830 dengan menempel pada anjungan sebelah
barat. Adanya peninggian lantai sewaktu ditemukan pada bangunan ini diduga
merupakan tempat tidur.

14. Perumahan Perwira Utara

Semula mempunyai fungsi sebgai tempat tinggal perwira. Dengan adanya perubahan
bentuk teras depan menjadi ruang depan, maka diperkirakan bangunan ini telah
mengalami perubahan fungsi yaitu sebgai kantor administrai.

15. Perumahan Perwira Selatan 1

Bangunan ini mempunyai susunan ruang yang terdiri dari teras depan, bangunan
utama, dan teras belakang, diperkirakan berfungsi sebgai perumahan perwira.
16. Gudang Senjata Ringan & Barak Prajurit.

Banguna ini semula difungsikan sebgai barak prajurit dilantai atas dan sebgai
tempat penyimpanan senjata Ringan dilantaibawah. Hal ini dikuatkan dengan
letaknya yang berdekatan dengan bangunan (N2) yang berfungsi sebgai gudang
senjaa berat.

17. Gudang Senjata Berat

Bangunan ini berfungsi sebai gudang senjata. Sedangkan keberadaan ruang-ruang


yang berdekatan diperkirakan mempunyai fungsi yang berkaitan dengan keberadaan
gudang senjata ini.

18. Anjungan

Semula anjungan dibangun mengelilingi benteng bagian dalam sebagai sarana


pertahanan. Di anjungan ini ditempatkan prajurit dengan senjata tangan dan meriam
yang dikonsentrasikan pada sudut anjungan.

2.5 Pemanfaatan Benteng Vredeburg sebagai Museum

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya Museum Benteng Vredeburg mempunyai
visi terwujudnya pengembanan dan pemanfaatn museum yang mampu mencerdaskan
kehidupan bangsa, memperkokoh identitas dan jati diri, integrasi nasional dan
ketahanan budaya. Adapun misi yang diemban adalah mewujudkan peran museum
sebagai sarana edukasi, pariwisata, pusat informasi dan pengembangan ilmu
pengetahuan melalui kegiatan pelestarian, penyajian dan pengembangan sejarah dan
budaya denan nuansa edutainment.

Visi dan misi museum secara keseluruhan dijabarkan dalam berbagai kegiatan rutin
yang terbagi menjadi tiga bagian kegiatan sebagai berikut :
1. Pelestarian sejarah dan budaya melalui berbgai kegiatan seperti perawatan dan
pemeliharaan benteng sebagai cagar budaya, konservasi, fumigasi, dan restorasi
benda-benda sejarah Perjuangan. Perawatan dan pemeliharaan benteng sebgai cagar
budaya dilakukan secara bersama-sama dengan Balai Pelestraian Peninggalan
Purbakala. Sedangkan kegiatan konservasi, fumigasi, dan restorasi terhadap benda-
benda koleksi sejarah Perjuangan dilakukan secaraintern oleh petugas pemeliharaan
dan perawatan museum. Adapun koleksi benda-benda sejarah perjuangan Museum
Benteng Vredeburg Yogyakarta terdiri dari benda-benda realia, replica, foto,
lukisan dan koleksi lainnya yang berjumlah kurang lebih 7.000 buah. Seluruh benda
koleksi museum disimpan diruang pameran tetap maupun storage museum sesuai
dengan standar International Council of Museum.

2. Penyajian sejarah dan budaya melalui berbagai kegiatan seperti pameran tetap
dan temporer, penydiaan film-film sejarah perjuangan, perpustakaan sejarah serta
penerbitan buku dan bulletin. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta memiliki 5
ruang pameran tetap yang terdiri dari 4 Ruang Diorama dan Ruang Realia. Ruang
pameran tetap berisi koleksi benda sejarah yang memvisualisasikan peristiwa
sejarah perjuangan bangsa, terutana perjuangan dari Yogyakarta sejak kedatangan
bangsa barat ke Indonesia sampai dengan saat ini. Selain itu pengunjung juga bisa
menikmati sajian film-film sejarah perjuangan di Runga Bioskop Sejarah Perjuangan.
Museum juga dilengkapi denan perpustakaan yang berisi buku-buku sejarah dan
budaya. Saran pembelajaran sejarah bagi anak-anak sekolah juga disediakan melalui
CD interaktif.
3. Pengembangan sejarah dan budaya melalui kegiatan penelitian dan pengkajian
sejarah perjuangan, festival, lomba, ceramah, diskusi, loka karya, workshop, pentas
seni, baik diselenggarakan sendiri, kerjasama instansi terkait, maupun memfasilitasi
masyarakat melalui saran dan prasarana museum. Pengkajian sejarah difokuskan
pada sejarah perjuangan di Yogyakarta baik peristiwa berkaitan dengan koleksi tata
pameran tetap museum. Festival, lomba, diskusi, pentas seni bernuansa sejarah juga
rutin dilakukan sperti festival busana perjuangan, lomba lagu, teater, lukis dan
mewarnai dengan nuangsa perjuangan, cerdas cermat permuseuman, kesejarahan
dan kepurbakalaan, dan kemah budaya. Selain itu museum juga menyediakan saran
dan prasarana bagi masyarakat untuk mengadakan pameran, lomba, festival,
ceramah, diskusi dan kegiatan lain yang bernuansa budaya.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dari deskripsi penelitian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa :

1. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta merupakan sebuah museum khusus


sejarah perjuangan nasional Bangsa Indonesia di Yogyakarta. Keberadaannya
diselenggarakan untuk masyarakat umum, sehingga segala kegiatan yang
diselenggarakan berorientasi pada kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, jika
dalam kegiatannya museum gagal menjalin keterlibatan dengan masyarakat, maka
dapat dikatakan museum gagal dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

2. Melalui koleksi yang disajikannya, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta


berusaha menyampaikan informasi tentang sejarah perjuangan kemerdekaan.
Melalui koleksi tersebut, museum mengajak masyarakat untuk berkomunikasi dengan
masa silam, belajar dari masa silam, dan menjadi bagian dari masa silam. Selanjutnya
mengambil hikmah sebagai bahan pelajaran dalam menyongsong masa depan bangsa.
3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan beberapa hal, diantaranya :

1. Kita sebagai siswa, harus menanamkan kesadaran dalam diri kita akan
pentingnya belajar sejarah

2. Sebagai generasi muda kita harus dapat melestarikan warisan budaya,


khususnya Benteng Vredeburg Yogyakarta

3. Pihak sekolah dan lembaga pendidikan harus memberikan dukungan penuh


terhadap pendidikan sejarah

4. Pemerintah harus berpartisipasi aktif dalam upaya menjaga warisan budaya,


khususnya Benteng Vredeburg Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai