Anda di halaman 1dari 10

10 PENINGGALAN SEJARAH DAN BUKTINYA

1. Candi Borobudur (Magelang)


Borobudur merupakan sebuah candi Buddha yang terletak di Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi
kurang lebih 86 km di sebelah barat Surakarta, 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km
di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama
Buddha Mahayana sekitar tahun 800an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra.
Borobudur juga merupakan candi atau kuil Buddha serta monumen Buddha terbesar di
dunia.

Candi Borobudur
Dalam pembangunannya belum ditemukan bukti tertulis yang menjelaskan siapakah yang
membangun Borobudur dan apa kegunaannya. Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan
perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara
yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. maka Borobudur diperkirakan
dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M,
yang merupakan masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, dimana masa itu
dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu
75 samapai 100 tahun dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga
pada tahun 825.
Hal yang unik dari candi borobudur adalah balok yang digunakan sebagai bahan utama konstruksi
bangunan terbuat dari abu vulkanik Gunung Merapi yang dibekukan. Balok-balok ini kemudian
disusun membentuk lebih dari 500 buah arca tanpa menggunakan semen sama sekali. Luar biasa
bukan, Tak hanya itu, candi ini juga penuh dengan pahatan relief yang menceritakan perjalanan
hidup Sang Buddha.

2. Candi Prambanan (Yogyakarta)


Candi Loro Jonggrang atau Candi Prambanan merupakan kompleks candi Hindu terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi. Candi ini dipersembahkan untuk Trimurti, tiga
dewa utama Hindu yaitu Wishnu, Siwa dan Brahma. Menurut prasasti Siwagrha nama asli
kompleks candi Prambanan adalah Siwagrha (bahasa Sanskerta yang bermakna "Rumah Siwa"),
dan memang di garbagriha (ruang utama) candi ini bersemayam arca Siwa Mahadewa setinggi tiga
meter yang menujukkan bahwa di candi ini dewa Siwa lebih diutamakan.

Candi Prambanan
Prambanan merupakan candi Hindu terbesar dan termegah yang pernah dibangun di Jawa kuno,
pembangunan candi Hindu kerajaan ini diawali oleh Rakai Pikatan sebagai tandingan candi Buddha
Borobudur dan juga candi Sewu yang terletak tak jauh dari Prambanan. Beberapa sejarawan lama
menduga bahwa pembangunan candi agung Hindu ini untuk menandai kembali berkuasanya
keluarga Sanjaya atas Jawa, hal ini terkait teori wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling
bersaing. yaitu wangsa Sailendra penganut Buddha dan wangsa Sanjaya penganut Hindu. Pastinya,
dengan dibangunnya candi ini menandai bahwa Hinduisme aliran Siwa kembali mendapat
dukungan keluarga kerajaan, setelah sebelumnya wangsa Sailendra cenderung lebih mendukung
Buddha aliran Mahayana. Hal ini menandai bahwa kerajaan Medang beralih fokus dukungan
keagamaanya, dari Buddha Mahayana ke pemujaan terhadap Siwa.
Candi Prambanan sendiri pertama kali dibangun sekitar tahun 850 Masehi oleh Rakai
Pikatan dan secara berkelanjutan disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan raja
Balitung Maha Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha berangka tahun 856 M, Dalam prasasti
Siwagrha tertulis bahwa saat pembangunan candi Siwagrha berlangsung, dilakukan juga pekerjaan
umum perubahan tata air untuk memindahkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang
dimaksud adalah sungai Opak yang mengalir dari utara ke selatan sepanjang sisi barat kompleks
candi Prambanan. Sejarawan menduga bahwa aslinya aliran sungai ini berbelok melengkung ke
arah timur, dan dianggap terlalu dekat dengan candi sehingga erosi sungai bisa mengancam
konstruksi candi. Proyek tata air ini dilakukan dengan membuat sodetan sungai baru yang
memotong lengkung sungai dengan poros utara-selatan sepanjang dinding barat di luar kompleks
candi.
Candi Prambanan juga memiliki cerita rakyat yang melekat erat dengannya yaitu cerita Roro
Jonggrang. Dikisahkan bahwa candi induk yang ada merupakan wujud Roro Jonggrang yang
dikutuk oleh Bandung Bondowoso karena berusaha menggagalkan upaya Bondowoso membangun
seribu candi untuknya.

3. Lawang Sewu (Semarang)


Lawang Sewu merupakan gedung gedung bersejarah di Indonesia yang berlokasi di Kota
Semarang, Jawa Tengah. Gedung ini, dahulu yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak
di bundaran Tugu Muda.

Lawang Sewu
Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama Het hoofdkantor van de
Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (yang digunakan untuk Kantor Pusat NIS). pada
mulanya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang
NIS), namun dengan berkembangnya jalur jaringan kereta yang begitu pesat, mengakibatkan
bertambahnya kebutuhan personil teknis dan tenaga administrasi yang besar.
Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi dilakukan
NIS antara lain menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi sementara. Apalagi
letak stasiun Samarang NIS berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan pun
menjadi pertimbangan penting. Maka, diusulkanlah alternatif lain: yaitu membangun kantor
administrasi di lokasi baru. kemudian dibangunlah Lawang Sewu di ujung Bodjongweg Semarang
(sekarang Jalan Pemuda).

4. Benteng Rotterdam (Makassar)


Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) atau Fort Rotterdam merupakan sebuah benteng
peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota
Makassar, Sulawesi Selatan, Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang
bernama I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Pada mulanya benteng
ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin
konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada
di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak
merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa
penyu dapat hidup di laut maupun di darat. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di laut
dan darat.

Benteng Rotterdam
Biasanya masyarakat Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang
merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. dalam sejarahnya Kerajaan Gowa-Tallo
menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya menuntut Kerajaan Gowa untuk
menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama
Benteng Ujung Pandang kamudian diganti menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja
memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini
kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian
timur.
Saat ini, Benteng Rotterdam menjadi tempat wisata sejarah andalan kota Makassar. Di dalamnya
terdapat museum La Galigo yang berisi koleksi benda-benda peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo.
Menariknya lagi, di sini terdapat sebuah ruangan yang dipercaya sebagai tempat pengasingan
Pangeran Diponegoro di masa perjuangan dahulu.

5. Benteng Vredeburg (Yogyakarta)


Benteng Vredeburg Yogyakarta berdiri terkait erat dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta.
Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berrhasil menyelesaikan perseteruan antara Pangeran
Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I kelak) dengan Susuhunan Pakubuwono III adalah
merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri raja-raja Jawa
waktu itu.

Benteng Vredeburg
Melihat kemajuan yang sangat pesat terhadap kraton yang didirikan oleh Sultan Hamengku
Buwono I, rasa kekhawatiran pihak Belanda mulai muncul. Pihak Belanda mengusulkan kepada
sultan agar diizinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Belanda dalih agar mereka dapat
menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. Akan tetapi dibalik dalih tersebut niatan Belanda yang
sesungguhnya adalah untuk memudahkan dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di
dalam kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang
menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi indikasi bahwa fungsi benteng dapat
dimanfaatkan sebagai benteng strategi, penyerangan, intimidasi serta blokade terhadap kraton.
Dapat disimpulkan bahwa berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila
sewaktu-waktu Sultan memiliki keinginan untuk menentang Belanda.
Besarnya kekuatan yang tersembunyi dibalik kontrak politik yang dilahirkan dalam setiap
perjanjian dengan pihak Belanda seakan-akan menjadi kekuatan yang sulit dilawan oleh setiap
pemimpin pribumi pada masa kolonial Belanda. Dalam hal ini termasuk pula Sri Sultan Hamengku
Buwono I. Oleh karena itu permohonan izin Belanda untuk membangun benteng
dikabulkan. Sebelum dibangun benteng pada lokasinya yang sekarang (Museum Benteng
Vredeburg Yogyakarta), ditempat tersebut sebenarnya Sultan HB I telah membangun sebuah
benteng yang sangat sederhana berbentuk bujur sangkar. Di keempat sudutnya dibuat tempat
penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Oleh sultan keempat sudut tersebut diberi nama
Jayapurusa (sudut timur laut), Jayawisesa (sudut barat laut), Jayaprayitna (sudut tenggara)
dan Jayaprakosaningprang (sudut barat daya).

6. Taman Sari (Yogyakarta)


Taman Sari adalah situs bekas taman atau kebun istana Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat,
Taman sari dibangun pada zaman Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1758-1765. Awalnya,
taman yang mendapat sebutan "The Fragrant Garden" ini memiliki luas lebih dari 10 hektare
dengan sekitar 57 bangunan baik berupa kolam pemandian, gedung, jembatan gantung, danau
buatan, pulau buatan, kanal air serta lorong bawah air. Taman Sari yang digunakan secara efektif
antara 1765-1812 ini pada mulanya membentang dari barat daya kompleks Kedhaton sampai
tenggara kompleks Magangan. Namun sekarang sisa-sisa bagian Taman Sari yang dapat dilihat
hanyalah yang berada di barat daya kompleks Kedhaton saja.

Taman Sari
Konon, Taman Sari dibangun di bekas keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan oleh
Susuhunan Paku Buwono II sebagai tempat istirahat kereta kuda yang akan menuju Imogiri.
Sebagai pimpinan proyek pembangunan Taman Sari dipilih Tumenggung Mangundipuro. Seluruh
biaya pembangunan ditanggung oleh Tumenggung Prawirosentiko beserta seluruh rakyatnya. Di
tengah pembangunan pimpinan proyek diambil alih oleh Pangeran Notokusumo, setelah
Mangundipuro mengundurkan diri. Walaupun secara resmi sebagai kebun kerajaan, namun bebrapa
bangunan yang ada mengindikasikan Taman Sari juga berperan sebagai benteng pertahanan terakhir
jika istana diserang oleh musuh.

7. Istana Maimun (Medan)


Istana Maimun bisa disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana kebesaran Kerajaan Deli.
Istana ini didominasi warna kuning yang merupakan warna kebesaran kerajaan Melayu, istana
Maimun merupakan salah satu ikon kota Medan, Sumatera Utara. Didesain oleh arsitek Italia dan
dibangun oleh Sultan Deli, Sultan Mahmud Al Rasyid. Pembangunan istana ini dimulai dari 26
Agustus 1888 dan selesai pada 18 Mei 1891. Istana Maimun memiliki luas sebesar 2.772 m2 dan
30 ruangan. Istana Maimun terdiri dari 2 lantai dan memiliki 3 bagian yaitu bangunan induk,
bangunan sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana ini menghadap ke utara dan pada
sisi depan terdapat bangunan Masjid Al-Mashun atau yang lebih dikenal dengan sebutan Masjid
Raya Medan.

Istana Maimun
Di istana ini juga terdapat meriam buntung yang memiliki legenda tersendiri. Orang Medan
menyebut meriam ini dengan sebutan Meriam Puntung. Kisah meriam puntung ini memiliki kaitan
dengan Putri Hijau. Diceritakan, di Kerajaan Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita,
bernama Putri Hijau. Ia disebut demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. sang putri
mempunyai dua orang saudara laki-laki, yaitu Mambang Khayali dan Mambang Yasid. Suatu
ketika, datanglah Raja Aceh meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua
saudaranya.
Raja Aceh menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan
Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak terjadi
keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak membabi-buta
tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan Aceh, maka meriam ini
terpecah dua. Bagian belakang terlempar ke Labuhan Deli sementara Bagian depannya ditemukan
di daerah Surbakti, di dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe, kemudian dipindahkan ke halaman
Istana Maimun.
Istana Maimun menjadi tujuan wisata bukan hanya karena usianya yang tua, namun juga desain
interiornya yang unik, memadukan unsur-unsur warisan kebudayaan Melayu, dengan gaya Islam,
Spanyol, India dan Italia. Namun sayang, tempat wisata ini tidak bebas dari kawasan Pedagang kaki
lima.

8. Asta Tinggi Sumenep (Madura)


Asta Tinggi adalah kawasan pemakaman khusus para Pembesar/Raja/Kerabat Raja yang
teletak di kawasan dataran tinggi bukit Kebon Agung Sumenep. Dalam Bahasa Madura, Asta
Tinggi disebut juga sebagai Asta Raja yang bermakna makam para Pangradja (pembesar kerajaan)
yang merupakan asta/makam para raja, anak keturunan beserta kerabat-kerabatnya yang dibangun
sekitar tahun 1750M. Kawasan Pemakaman ini direncanakan awalnya oleh Panembahan Somala
dan dilanjutkan pelaksanaanya oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I dan Panembahan
Natakusuma II

Asta Tinggi Sumenep


Asta tinggi sendiri menurut arti Etimologi adalah makam yang tinggi. Itu berdasar dari letak makam
yang berada di puncak bukit dan penamaan Asta Tinggi sebenarnya hanya untuk mempermudah
penyebutan saja. Di Asta Tinggi sendiri bukan hanya terdapat makam dari raja namun juga makam
dari keluarga raja, sentana, dan punggawa sejak abad XVI. Dari banyak sumber sejarah mengatakan
bahwa Asta Tinggi memiliki nilai kekeramatan yang tinggi. Meskipun dulu mempunyai mitos
keangkeran dan daya mistis yang tinggi sekarang hal tersebut seperti sudah lenyap karena sudah
banyak orang yang berziarah. Orang banyak berziarah kesini karena raja-raja sumenep juga dikenal
karena kewaliannya karena perduli terhadap perkembangan Islam di daerah Sumenep dan
sekitarnya.

11. Masjid Agung Demak


Masjid Agung Demak merupakan salah satu mesjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini terletak
di Kampung Kauman, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid Agung Demak dipercayai
pernah menjadi tempat berkumpulnya walisongo (para ulama yang menyebarkan agama Islam
di tanah Jawa). Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari
Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Masjid Agung Demak
Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar
serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang
bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki
berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari
simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan
pada tanggal 1 Shofar.
Atap Masjid Agung Demak ditahan empat tiang kayu raksasa yang khusus dibuat empat wali di
antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel, sebelah barat daya buatan
Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut merupakan
sumbangan Sunan Kalijaga.

10. Masjid Menara Kudus


Masjid Menara Kudus disebut juga dengan Masjid Al Manar ("Mesjid Menara") adalah masjid kuna
yang dibangun oleh Sunan Kudus sejak tahun 1549 Masehi (956 Hijriah). Lokasi saat ini berada di
Desa Kauman, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Ada keunikan dari masjid ini karena memiliki
menara yang serupa bangunan candi serta pola arsitektur yang memadukan konsep budaya Islam
dengan budaya Hindu-Buddhis sehingga menunjukkan terjadinya proses akulturasi dalam
pengislaman Jawa.

Masjid Menara Kudus


Berdirinya Masjid Menara Kudus tidak terlepas dari peran Sunan Kudus sebagai penggagas
dan pendiri. Sebagaimana Walisongo yang lainnya, Sunan Kudus menggunakan pendekatan
kultural (budaya) dalam berdakwah. Ia mengadaptasi dan melakukan pribumisasi ajaran Islam di
tengah masyarakat yang telah memiliki budaya mapan dalam pengaruh agama Hindu dan Buddha.
Akulturasi budaya Hindu dan Budha dalam dakwah Islam yang dilakukan Sunan Kudus terlihat
jelas pada arsitektur dan konsep bangunan Masjid Menara Kudus.
Masjid ini mulai didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini didasarkan pada inskripsi
berbahasa Arab yang tertulis pada prasasti batu berukuran lebar 30 cm dan panjang 46 cm yang
terletak pada mihrab masjid. Peletakan batu pertama menggunakan batu dari Baitul Maqdis di
Palestina, oleh karena itu masjid ini kemudian dinamakan Masjid Al Aqsha.
Kisah Legenda Nyi Roro Kidul

Alkisah pada zaman dahulu, ada seorang putri


yang sangat cantik jelita laksana bidadari dari
khayangan yang bernama Dewi Kadita. Dia
merupakan putri kesayangan dari Raja Padjajaran,
Munding Wangi. Selain memiliki paras yang
sangat cantik, Dewi Kadita juga sangatlah baik.
Dia sangat baik dan ramah kepada semua orang.
Kecantikan paras dan keelokan tubuhnya pun telah
tersebar ke seluruh penjuru negeri.
Meskipun sang raja memiliki putri yang sangat
cantik, dia tidak merasa senang. Raja sedih karena
sampai saat ini belum dikaruniai oleh anak laki-laki sebagai putra mahkota sebagai penerus
tahtanya. Akhirnya sang raja memutuskan untuk menikahi lagi dengan Dewi Mutiara agar
mendapatkan anak laki-laki yang gagah perkasa sebagai penerus tahta.
Pada awalnya, Dewi Mutiara sangat baik kepada Dewi Kadita untuk mendapatkan cinta ayahnya.
Namun setelah menikah, Dewi Mutiara menunjukan sifat aslinya. Terlebih lagi ketika Dewi
Mutiara dikaruniai oleh seorang anak laki-laki. Dewi Mutiara pun semakin jahat kepada Dewi
Kadita. Dia takut kalau Dewi Kadita akan menjadi penghalang bagi anaknya untuk menjadi penerus
tahta. Hari demi hari Dewi Mutiara semakin khawatir, bahkan dia mulai berani meminta langsung
kepada raja untuk mengasingkan Dewi Kadita dari istana. “Tuanku, aku ingin kau mengasingkan
Dewi Kadita dari istana ini,” pinta istrinya. Mendengar permintaan itu, Raja Munding Wangi
menjadi marah. Dia menolak dan memarahi istrinya tersebut.
Dewi Mutiara pun semakin dendam kepada anak tirinya tersebut. Dia terus memutar otak untuk
mengusir Dewi Kadita. Hingga pada akhirnya, dia memutuskan untuk pergi menemui seorang
dukun untuk mencelakai Dewi Kadita. “Aku ingin kau mencelakai Dewi Kadita hingga dia terusir
dari istana ini,” perintah Dewi Mutiara. Sang dukun pun menyanggupi permintaan dirinya.
Kemudian dukun itu menyanggupinya karena dirinya dijanjikan  untuk diberikan hadiah jika
berhasil.
Setelah beberapa hari, dukun itu mulai menjalankan aksinya. Dia mulai mengguna-guna Dewi
Kadita dengan mengirimkan sebuah angin yang telah diberi mantra olehnya. Ketika Dewi Kadita
sedang tertidur, angin itu masuk dan mengenai tubuhnya. Keesokan paginya saat dia terbangun,
betapa terkejutnya dia melihat dirinya di cermin. Semua tubuhnya dipenuhi oleh koreng dan bisul
yang berbau busuk. Sudah berapa banyak tabib istana yang datang untuk mengobatinya, namun
tetap juga gagal. Mereka mengatakan bahwa penyakit itu bukanlah penyakit biasa melainkan
sebuah guna-guna.
Hari demi hari penyakit Dewi Kadita semakin parah dan mulai mengeluarkan bau busuk. Dia pun
sudah mulai putus asa dengan keadaan dirinya. Setelah melihat kesempatan ini, Dewi Mutiara
merasa senang. Dia mulai menghasut raja untuk mengasingkan anak kesayangannya itu dari istana.
Dia mengatakan bahwa penyakit tersebut akan mengakibatkan pengaruh buruk terhadap anak laki-
laki mereka dan kerajaan.
Pada awalnya sang raja tetap menolaknya, namun setelah didesak oleh istrinya tersebut sang raja
pun luluh juga. Dewi Kadita yang mengetahui tersebut merasa sangat sedih dan dia pun pergi
meninggalkan istana dengan sendirinya. Dia pergi dari kerajaan itu dan terus berjalan sangat jauh.
Mengetahui anak tirinya telah pergi dari istana, Dewi Mutiara senang bukan kepalang. Dia pun
merasa lega karena rencananya akan berjalan dengan mulus. Namun, sang raja tetap merasa sedih
karena kehilangan putri kesayangannya itu.
Siang malam Dewi Kadita berjalan di seluruh negeri. Kecantikan paras dan keelokan tubuhnya
telah mengilang. Tak jarang dia selalu mendapatkan penolakan dan hinaan selama perjalanannya.
Semakin jauh dia berjalan, hingga akhirnya dia sampai di sebuh tebing yang berbatasan langsung
dengan lautan. Dewi Kadita pun termenung memandangi lautan yang luas itu. Setelah beberapa
saat, Dewi Kadita mendengar bisikan suara yang menyuruhnya untuk terjun ke laut. Karena merasa
putus asa, Dewi Kadita pun melompat ke arah lautan.
Setelah melompat, keajaiban pun terjadi tubuhnya yang penuh koreng dan bisul kembali
menjadi bersih dan cantik. Hingga akhirnya Dewi Kadita berubah wujud menjadi penguasa
lautan itu. Dia pun menguasai seluruh Laut Selatan dan mendirikan kerajaan ghaib di sana.
Hingga kini kerajaan tersebut dipercayai masih ada dan Dewi Kadita itu pun dikenal sebagai
Ratu Kidul atau Ratu Pantai Selatan.
Lutung Kasarung

Prabu Tapa Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya


sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku
turun tahta,” kata Prabu Tapa.
Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia
tidak setuju adiknya diangkat menggantikan Ayah
mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya ayahanda memilih
aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada
tunangannya yang bernama Indrajaya. Kegeramannya
yang sudah memuncak membuatnya mempunyai niat
mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir
untuk memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai
Purbasari sehingga saat itu juga tiba-tiba kulit Purbasari
menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya alasan untuk mengusir adiknya tersebut.
“Orang yang dikutuk seperti dia tidak pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.
Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan. Sesampai di hutan
patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah pondok untuk Purbasari. Ia pun
menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri. Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa
pasti akan selalu bersama Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.
Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik kepadanya.
Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius. Tetapi kera tersebut yang
paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung selalu menggembirakan Purbasari dengan
mengambilkan bunga –bunga yang indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.
Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke tempat yang sepi
lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini membuktikan bahwa Lutung
Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan
terciptalah sebuah telaga kecil, airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.
Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk mandi di telaga
tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau menurutinya. Tak lama setelah ia
menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia
menjadi cantik kembali. Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.
Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi bersama tunangannya
dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya bertemu dengan adiknya dan saling
berpandangan. Purbararang tak percaya melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak
mau kehilangan muka, ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang
rambutnya dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi karena
terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih panjang.
“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini tunanganku”, kata
Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai gelisah dan kebingungan.
Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak
seakan-akan menenangkan Purbasari. Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu
tunanganmu ?”.
Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu keajaiban. Lutung
Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah sangat tampan, lebih dari
Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya bersorak gembira. Purbararang
akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya
dan memohon untuk tidak dihukum. Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian
itu akhirnya mereka semua kembali ke Istana.
Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya. Pemuda yang
ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud seekor lutung.
JOKO TINGKIR
Banyubiru adalah nama desa terpencil di suatu kota di
Jawa Tengah. Alamnya sangat indah dan  tanahnya
subur. Di desa itu tinggal seorang yang amat saleh dan
bijaksana, bernama Ki Buyut Banyubiru. Pada suatu
sore, datanglah seorang pemuda yang ingin berguru
padanya. Pemuda itu bernama Joko Tingkir. Apakah
benar, saya sedang berhadapan dengan Ki Buyut
Banyubiru?" tanya Joko Tingkir dengan penuh hormat
kepada laki-laki setengah tua di hadapannya.
"Benar, akulah Ki Buyut Banyubiru dan aku tahu
keperluanmu sehingga kau datang kemari," jawab Ki Buyut Banyubiru. Maksud kedatangan Joko
Tingkir adalah ingin memohon ampunan dari Sultan Demak untuk menebus kesalahannya karena telah
membunuh Dadungawuk.
Tak terasa Joko Tingkir telah berguru di Desa Banyubiru selama tiga bulan. Pada suatu hari ia dipanggil
oleh Ki Buyut Banyubiru untuk diberi nasihat dan perintah. "Anakku Joko Tingkir, sudah tiba saatnya
kau menampakkan diri di hadapan Sultan Demak. Ini, terimalah segenggam tanah. Bila kelak kau
berjumpa dengan banteng, masukkan tanah ini ke dalam mulutnya. Banteng itu akan mengamuk dan lari
ke Alun-Alun Prawata. Saat itulah Sultan akan memanggilmu," kata Ki Buyut Banyubiru. Joko Tingkir
mendengarkan.
dengan seksama. Kemudian ia pamit dan memohon restu Ki Buyut Banyubiru.
Joko Tingkir ditemani oleh Mas Manca, Ki Wuragil dan Ki Wila menempuh perjalanan dengan
menyusuri sungai menggunakan rakit.
"Awas, ada buaya!" teriak Joko Tingkir. Mereka tidak menyadari ternyata rakitnya telah dikerumuni
oleh sekawanan buaya yang langsung menyerangnya dengan buas. Dengan gagah berani mereka
melawan dan mengalahkan buaya-buaya itu. Bahkan Joko Tingkir berhasil mengalahkan raja buaya di
sungai itu. Sebagai pengakuan kekalahannya maka sebanyak empat puluh ekor buaya berbaris
menopang rakit yang ditumpangi Joko Tingkir dan kawan-kawannya. Rakit itu pun meluncur cepat
tanpa perlu mereka dayung lagi.
Akhirnya mereka tiba di tepi sungai dan segera memasuki hutan belantara. Tiba-tiba mereka melihat
seekor banteng ganas yang siap menyerang. Koko Tingkir segera memasukkan tanah yang diberikan
oleh Ki Buyut Banyubaru ke dalam mulut banteng. Seketika itu juga banteng mengamuk dan lari ke
Alun-Alun Prawata.
"Awas, ada banteng mengamuk...!" teriak penduduk sambil berlarian menyelamatkan diri. Beberapa
orang mencoba mengalahkan banteng itu.
Peristiwa yang menghebohkan itu akhirnya didengar oleh Sultan Demak. Beliau sangat cemas
memikirkan keselamatan penduduknya. Tiba-tiba ia melihat Joko Tingkir yang sedang berdiri di pinggir
alun-alun menyaksikan banteng mengamuk itu. Segera Joko Tingkir dipanggil menghadapnya.
"Kalau kau dapat mengalahkan banteng itu, aku bersedia mengampuni kesalahanmu," kata Sultan
Demak kepada JokoTingkir.
"Hamba sanggup mengalahkan banteng itu, Tuanku." Segera ia berlutut hormat di depan Sultan Demak
dan bersiap menghadapi banteng itu.
“Lihat, Joko Tingkir akan menghadapi banteng itu. la tampak gagah dan tak gentar sedikit pun!" teriak
seorang prajurit Demak yang terkagum-kagum meiihatnya.
Joko Tingkir segera memasuki tengah alun-alun dan siap untuk bertempur. Kedatangannya langsung
menarik perhatian banteng ganas itu. Banteng itu mendengus dan siap menyeruduk dengan tanduknya
yang tajam.
Terjadilah pertarungan yang seru antara banteng dan Joko Tingkir. Ketika banteng itu akan
menyeruduk perut Joko Tingkir, tiba-tiba tangan kanan Joko Tingkir menghantam kepala
banteng itu. Seketika kepala banteng itu pecah dan tubuhnya roboh tak berdaya. Darah
mengucur dari kepalanya dan membasahi tanah sekitarnya.
Kemenangannya disambut dengan sorak-sorai penduduk yang menyaksikan keberaniannya. Setelah
berhasil memenangkan pertarungan itu Joko Tingkir kembali menghadap Sultan Demak.
“Joko Tingkir, aku sangat berterimakasih padamu. Kau telah menyelamatkan rakyatku dari amukan
banteng itu. Sesuai dengan janjiku, aku mengampuni semua kesalahanmu," kata Sultan Demak kepada
Joko Tingkir.
Selanjutnya Joko Tingkir diangkat sebagai Lurah Prajurit Tamtama. Karena tingkah lakunya sangat
sopan dan bijaksana maka akhirnya Joko Tingkir diangkat menjadi menantu Sultan Demak.
JAKA TARUB

Pada zaman dahulu kala, di sebuah desa tinggallah seorang


Janda bernama Mbok Randa. Ia tinggal seorang diri karena
suaminya sudah lama meninggal dunia. Suatu hari, ia
mengangkat seorang anak Laki-laki menjadi anaknya. Anak
angkatnya diberi nama Jaka Tarub. Jaka Tarub pun tumbuh
beranjak dewasa.
Jaka Tarub menjadi pemuda yang sangat tampan, gagah, dan
baik hati. Ia juga memiliki kesaktian. Setiap hari, ia selalu
membantu ibunya di sawah. Karena memiliki wajah yang sangat tampan banyak gadis-gadis cantik
yang ingin menjadi istrinya. Namun, ia belum ingin menikah.
Setiap hari ibunya menyuruh Jaka Tarub untuk segera menikah. Namun, lagi-lagi ia menolak
permintaan ibunya. Suatu hari Mbok Randa jatuh sakit dan menghembuskan nafas terakhirnya. Jaka
Tarub sangat sedih.
Sejak kematian Mbok Randha, Jaka Tarub sering melamun. Kini sawah ladangnya terbengkalai.
“Sia-sia aku bekerja. Untuk siapa hasilnya?” demikian gumam Jaka Tarub.
Suatu malam, Jaka Tarub bermimpi memakan Daging Rusa. Pada saat ia terbangun dari tidurnya, ia
pun langsung pergi ke hutan. Dari pagi sampai siang hari ia berjalan. Namun, ia sama sekali tidak
menjumpai Rusa. Jangankan Rusa, Kancil pun tidak ada.
Suatu ketika, ia melewati telaga itu dan secara tidak sengaja ia melihat para bidadari sedang mandi
disana. Di telaga tampak tujuh perempuan cantik tengah bermain-main air, bercanda, bersuka ria.
Jaka Tarub sangat terkejut melihat kecantikan mereka.
Karena jaka Tarub merasa terpikat oleh tujuh bidadari itu, akhirnya ia mengambil salah satu
selendangnya. Setelahnya para bidadari beres mandi, merekapun berdandan dan siap-siap untuk
kembali ke kahyangan.
Mereka kembali mengenakan selendangnya masing-masing. Namun salah satu bidadari itu tidak
menemukan selendangnya. Keenam kakaknya turut membantu mencari, namun hingga senja tak
ditemukan juga. Karena hari sudah mulai senja, Nawangwulan di tinggalkan seorang diri. Kakak-
kakanya kembali ke Khayangan. Ia merasa sangat sedih.
Tidak lama kemudian Jaka Tarub datang menghampiri dan berpura-pura menolong sang Bidadari
itu. Di ajaknya bidadari yang ternyata bernama Nawang Wulan itu pulang ke rumahnya. Kehadiran
Nawang Wulan membuat Jaka Tarub kembali bersemangat.
Singkat cerita, merekapun akhirnya menikah. Keduanya hidup dengan Bahagia. mereka pun
memiliki seorang putri cantik bernama Nawangsih. Sebelum mereka menikah, Nawang wulan
mengingatkan kepada Jaka Tarub untuk tidak menanyakan kebiasan yang akan dilakukannya nanti
setelahnya ia menjadi istri.
Rahasianya Nawang Wulan yaitu, Ia memasak nasi selalu menggunakan satu butir beras,
dengan sebutir beras itu ia dapat menghasilkan nasi yang banyak. Setelah mereka menikah
Jaka Tarub sangat penasaran. Namun, dia tidak bertanya langsung kepada Nawang wulan
melainkan ia langsung membuka dan melihat panci yang suka dijadikan istrinya itu memasak nasi.
Ia melihat Setangkai padi masih tergolek di dalamnya, ia pun segera menutupnya kembali. Akibat
rasa penasaran Jaka Tarub. Nawang Wulan kehilangan kekuatannya. Sejak saat itu, Nawang Wulan
harus menumbuk dan menampi beras untuk dimasak, seperti wanita umumnya.
Karena tumpukan padinya terus berkurang, suatu waktu, Nawangwulan tanpa sengaja menemukan
selendang bidadarinya terselip di antara tumpukan padi. ternyata selendang tersebut ada di lumbung
gabah yang di sembunyikan oleh suaminya.
Nawang wulan pun merasa sangat marah ketika suaminyalah yang mencuri selendangnya.
Akhirnya, ia memutuskan untuk pergi ke kahyangan. Jaka Tarub pun meminta maaf dan memohon
kepada istrinya agar tidak pergi lagi ke kahyanngan, Namun Nawangwulan sudah bulat tekadnya,
hingga akhirnya ia pergi ke kahyangan. Namun ia tetap sesekali turun ke bumi untuk menyusui
bayinya. Namun, dengan satu syarat, jaka tarub tidak boleh bersama Nawangsih ketika Nawang
wulan menemuinya. Biarkan ia seorang diri di dekat telaga.
Jaka Tarub menahan kesedihannya dengan sangat. Ia ingin terlihat tegar. Setelah Jaka Tarub
menyatakan kesanggupannya untuk tidak bertemu lagi dengan Nawangwulan, sang bidadaripun
terbang meninggalkan dirinya dan Nawangsih. Jaka Tarub hanya sanggup menatap kepergian
Nawangwulan sambil mendekap Nawangsih. Sungguh kesalahannya tidak termaafkan. Tiada hal
lain yang dapat dilakukannya saat ini selain merawat Nawangsih dengan baik

Anda mungkin juga menyukai