Peninggalan Kerajaan Majapahit adalah Kerajaan besar yang berkembang di Nusantara dan
menurut perkiraan berdiri pada tahun 1293 dan mengalami keruntuhan di abad ke-15 Masehi.
Kerajaan Majapahit ini memberikan banyak sekali peninggalan sejarah yang masih bisa kita lihat
hingga sekarang. Kerajaan Majapahit mencapai masa keemasan saat pemerintahan Raja Hayam
Wuruk yang memimpin dari tahun 1350 sampai dengan 1389 Masehi. Kerajaan ini menjadi
kerajaan Hindu Budha terakhir di Nusantara.
Berikut beberapa peninggalan bersejarah dari kerajaan Majapahit yang masih ada hingga
sekarang.
1. Candi Sukuh
Desain sederhana dari candi ini membuat seorang arkeolog asal Belanda yakni W.F. Stutterheim
di tahun 1930 memberikan argumentasinya yakni pemahat dari Candi Sukuh ini bukanlah dari
seorang tukang batu namun seorang tukang kayu desa dan bukan dari kalangan keraton. Candi
ini juga dibuat dengan terburu-buru yang tampak dari kurang rapihnya bangunan candi tersebut
dan argumen terakhirnya adalah keadaan politik di masa tersebut yakni saat menjelang runtuhnya
Kerajaan Majapahit membuat candi tersebut tidak bisa dibuat dengan mewah dan indah. Saat
masuk ke pintu utama dan melewati gapura besar, maka bentuk arsitektur khas tidak disusun
secara tegak lurus akan tetapi berbentuk sedikit miring trapesium lengkap dengan atap pada
bagian atasnya. Sedangkan warna bebatuan di candi ini berwarna sedikit merah sebab memakai
bebatuan andesit.
Artikel terkait:
Pada teras pertama terdapat sebuah gapura utama yang lengkap dengan sengkala memet dan
tertulis dalam bahasa Jawa yaitu gapura buta aban wong dengan arti raksasa gapura memangsa
manusia dengan makna masing-masing9, 5, 3, 1 yang jika dibalik maka diperoleh tahun 1359
[saka] atau 1437 Masehi. Angka ini kemudian diduga menjadi tahun berdirinya Candi Sukuh. Di
bagian sisi candi juga terdapat sengkala memet dengan bentuk gajah memakai sorban yang
sedang mengigit seekor ular dan dianggap sebagai lambang bunyi gapura buta anahut buntut atau
raksasa gapura mengigit ekor. Pada bagian teras kedua, gapuranya sudah dalam keadaan yang
rusak dan pada bagian sisi kanan dan kiri gapura ada patung penjaga atau dwarpala kaan tetapi
juga sudah rusak dan tidak berbentuk lagi. Gapura ini juga sudah hilang bagian atapnya dan tidak
dilengkapi dengan patung pada terasnya. Pada gapura ini ada sebuah candrasangkala yang ditulis
dalam bahasa Jawa berbunyi gajah wiku anahut buntut dengan arti gajah pendeta menggigit ekor
dan terdapat makna 8, 7, 3, 1 yang jika dibalik maka dihasilkan tahun 1378 Saka atau 1456
Masehi.
Pada bagian teras ketiga ada pelataran berukuran besar dengan candi induk serta beberapa buah
panel yang dilengkapi dengan relief di bagian kiri dan patung di bagian kanan. Pada bagian atas
candi utama di tengah ada sebuah bujur sangkar seperti tempat untuk meletakkan sesaji dan
terdapat juga bekas kemenyan, hio serta dupa yang dibakar dan masih sering juga digunakan
untuk sembahyang. Sedangkan pada bagian kiri candi induk ada serangkaian panel lengkap
dengan relief yang bercerita tentan mitologi utama dari Candi Suku, Kidung Sudamala.
Artikel terkait:
2. Candi Cetho
Candi Cethi terletak di Dusun Ceto, Desa
Gumeng, Kecamatan Jenawi, Karanganyar, Jawa Tengah. Menurut perkiraan para sejarawan,
Candi Cetho ini berasal dari akhir keruntuhan Kerajaan Majapahit di sekitar abad ke-15 Masehi
dan candi ini baru ditemukan pada tahun 1842 karena tulisan dari seorang arkeolog Belanda
yakni Van de Vlies. Candi Cetho dibangun dengan menggunakan corak Hindu yang seringkali
dipakai warga serta peziarah Hindu untuk tempat pemujaan. Tempat ini juga sering dijadikan
tempat untuk bertapa untuk masyarakat Kejawen asli Jawa. Penggalian pertama dilakukan pada
tahun 1928 untuk rekonstruksi oleh Dinas Purbakala Hindia Belanda dan dari penelitian
ditemukan jika usia candi tersebut hampir sama dengan Candi Sukuh yang lokasinya tidak jauh
dari candi ini, akan tetapi terdapat perbedaan sebab candi ini dibuat di kompleks yang berundak.
Secara keseluruhan, Candi Cetho ini mempunyai 13 buah teras dan juga banyak anak tangga
yang juga dilengkapi dengan banyak archa serta punden di sepanjang tangga tersebut. Diatas
candi ini terdapat Puri yang disebut dengan Puri Saraswati.
Candi Cetho ini ditemukan dalam keadaan reruntuhan dengan 14 teras atau punden bertingkat
dengan bentuk memanjang dari barat menuju ke timur dan sekarang hanya tersisa 13 teras saja.
Pemugaran sudah dilakukan pada kesembilan buah teras dan struktur teras yang berundak ini
diduga merupakan kultur asli Nusantara Hinduisme yang semakin diperkuat dengan aspek
ikonografi. Relief yang terdapat pada candi ini berbentuk tubuh manusia seperti wayang kulit
dengan muka menghadap samping namun tubuh yang menghadap ke ara depan. Pemugaran juga
dilakukan di akhir tahun 1970 yang dilakukan sepihak oleh Sudjono Humardani, asisten pribadi
dari Suharto dan ia mengubah begitu banyak struktur dari candi tersebut.
Pemugaran ini kemudian banyak mendapatkan krtikan dari pada arkeolog sebab pemugaran pada
situs purbakala tidak dapat dilakukan tanpa dipelajari dengan mendalam, selain itu ada beberapa
objek hasil dari pemugaran yang sudah dianggap tidak asli yakni gapura mewah dan meagh di
bagian depan kompleks, bangunan kayu tempat bertapa, patung yang dinisbatkan sebagai
Brawijaya V, Sabdapalon, Nayagenggong dan phallus sera kubus di pucak punden
Artikel terkait:
Sponsors Link
3. Candi Pari
4. Candi Jabung
Arsitektur Candi Jabung dibangun pada permukaan tanah dengan ukuran 35 meter x 40 meter
dan pemugaran sudah dilakukan di tahun 1983 sampai 1987 sehingga penataan lingkungan
bertambah 20.042 meter yang terletak di ketinggian 8 meter dari permukaan laut. Candi Jabung
memiliki dua bangunan utama yang berukuran besar dan kecil yang umumnya disebut dengan
Candi Sudut. Sedangkan material yang digunakan adalah bata merah kualitas bagus lengkap
dengan ukiran berbentuk relief. Candi Jabung memiliki panjang 13.13 meter, lebar 9.60 meter
dan ketinggian mencapai 16.20 meter menghadap ke arah Barat dan pada bagian sisi barat agak
menjorok ke depan yang merupakan bekas susunan tangga memasuki candi.
Pada bagian Barat Daya halaman candi terdapat candi kecil yang berguna sebagai pelengkap
Candi Jabung. Candi menara ini dibangun dengan material batu bata dengan ukuran 2.55 meter
serta tinggi 6 meter. Arsitektur Candi Jabung terdiri dari bagian batur, kaki, tubuh dan juga atap
dengan bentuk tubuh bulat yang berdiri diatas kaki candi bertingkat 3 bentuk persegi. Sementara
bagian atapnya berbentuk stupa namun sudah runtuh di bagian puncak dan pada atap tersebut
dilengkapi dengan motif suluran. Pada bagian bilik candi ada lapik arca yang berdasarkan dari
inskripsi pada gawang pintu masuk Candi Jabung didirikan pada tahun 1276 Saka atau 1354
Masehi.
Artikel terkait:
ads
Struktur Bangunan Bajang Ratu – Dari buku Drs. I.G Bagus L Arnawa, bentuk gapura atau candi
adalah bangunan pintu gerbang jenis paduraksa atau gapura beratap dan fisik keseluruhan candi
dibuat dengan material batu bata merah kecuali untuk area lantai tangga serta pintu bawah dan
atas yang dibuat menggunakan batu andesit. Secara vertikal, bangunan ini memiliki 3 bagian
yakni kaki, tubuh dan juga atap serta dilengkapi dengan sayap dan pagar tembok pada kedua
sisinya. Kaki gapura ini memiliki panjang 2.48 meter dan strukturnya terdiri dari bingkai bawah,
badan kaki serta bingkai atas. Bingkai ini juga terdiri dari susunan pelipit rata serta berbingkai
dengan bentuk genta dan pada bagian sudut kakinya terdapat hiasan berbentuk sederhana kecuali
di sudut kiri depan yang dilengkapi dengan relief menceritakan Sri Tanjung.
Sementara untuk bagian tubuh diatas pintu juga terdapat relief hiasan kala dan hiasan suluran,
sedangkan untuk bagian atap juag dilengkapi dengan relief berhias rumit yakni kepala kala diapit
dengan singa, relief matahari, naga berkaki, relief bermata satu atau monocle cyclops dan juga
kepala garuda. Relief ini dalam kepercayaan budata Majapahit untuk pelindung dan penolak
bahaya, sedangkan pada sayap kanan terdapat relief yang menceritakan kisah Ramayana serta
pahatan hewan bertelinga panjang.
Artikel terkait:
7. Candi Brahu
Candi ini dibangun dengan memakai gaya kultur Budha menghadap ke Utara dan memakai batu
bata merah dengan panjang 22.5 meter, lebar 18 meter dan ketinggian mencapai 20 meter. Candi
Brahu ini diperkirakan dibangun pada abad ke-15 Masehi, meski banyak ahli yang juga memiliki
perbedaan pendapat tentang hal tersebut. Ada sebagian ahli yang mengatakan jika candi ini
berusia lebih tua dibandingkan dengan candi yang lain yang ada di Komplek Trowulan. Di dalam
Prasasti, Candi Brahu disebut sebagai tempat pembakaran jenazah para raja-raja Majapahit, akan
tetapi pada penelitian yang sudah dilakukan tidak bisa ditemukan bekas abu dari mayat pada
candi tersebut.
Struktur Bangunan Candi Brahu – Candi Brahu dibangun dengan menggunakan batu bata merah
menghadap ke Barat dengan ukuran panjang 22.5 meter, lebar 18 meter dan tinggi 20 meter yang
dibangun memakai kultur Buddha. Pada prasasti yang ditulis oleh Mpu Sendok 9 September 939,
candi ini adalah tempat pembakaran jenazah raja-raja Majapahit. Menurut dugaan para ahli, ada
banyak candi berukuran kecil di sekeliling Candi Brahu ini akan tetapi sudah runtuh dan hanya
tertinggal sisa reruntuhannya saja yakni Candi Gedung, Candi Muteran, Candi Tengah dan juga
Candi Gentong. Saat dilakukan penggalian, banyak ditemuka benda kuno seperti alat upacara
keagaan yang terbuat dari logam, arca, perhiasan emas dan berbagai benda lainnya.
Artikel terkait:
Sejarah Kota Surabaya
Sejarah Kota Semarang
Sejarah Kota Pontianak
Sejarah Timor Timur
8. Candi Tikus
Candi Tikus ini bentuknya seperti sebuah petirtaan dan membuat banyak arkeoloh berbeda
pendapat. Sebagian arkeolog berpendapat jika candi ini adalah tempat pemandian keluarga
kerajaan dan sebagian lagi berpendapat jika bangunan ini adalah tempat menampung air untuk
keperluan masyarakat Trowulan. Sementara karena adanya menara, maka beberapa ahli juga
menduga tempat tersebut adalah tempat pemujaan. Pada bagian kiri dan kanan tangga ada sebuah
kolam berbentuk segi empat berukuran 3.5 meter x 2 meter serta kedalaman mencapai 1.5 meter,
sedangkan pada dinding luar setiap kolam ada 3 buah pancuran berbentuk teratai atau padma
yang dibuat dari batu andesit. Sedangkan pada bagian anak tangga yang agak ke Selatan terdapat
sebuah bagunan berbentuk persegi empat dengan ukuran 7.65 meter x 7.65 meter dan diatas
banguan tersebut juga terdapat sebuah menara dengan ketinggian 2 meter dan atap berbentuk
meru dengan puncak yang datar. Menara ini dikelilingi dengan 8 buah menara serupa namun
ukurannya lebih kecil dan di sekitar dinding kaki bangunan ada 17 pancuran atau jaladwara
dengan bentuk makara serta teratai.
Artikel terkait:
Sponsors Link
9. Candi Surawana
Struktur Bangunan Candi Surawana – Candi Surawana berukuran 8 meter x 8 meter yang
dibangun dengan material batu andesit dan merupakan candi Siwa. Semua bagian tubuh candi ini
sekarang sudah hancur dan hanay tertinggal kaki candi dengan tinggi 3 meter, untuk naik ke
selasar atas kaki candi ada sebuah tangga berukuran sempit yang ada di bagian Barat.
Baca Juga :
Demikian ulasan yang bisa kami berikan mengenai peninggalan Kerajaan Majapahit yang saat
ini sebagian masih tetap berdiri dengan kokok dan sebagian lainnya sudah hancur dan tidak
bersisa. Semoga artikel kali ini bisa memperdalam pengetahuan kamu seputar sejarah kerajaan
Indonesia, terima kasih.
Advertisement