Candi Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di kota Magelang, provinsi Jawa Tengah. Candi
Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di
dunia. Karena kemegahan dan keagungannya, candi yang dibangun pada abad ke-8 ini sudah ditetapkan oleh UNESCO
sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia (world heritage).
Candi Borobudur dibangun pada masa pemerintahan dinasti Syailendra. berbentuk stupa ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Sejarah berdirinya Candi Borobudur
dibangun pada abad ke-8.
Asal usul candi Borobudur pun masih diliputi misteri, mengenai siapa pendiri candi Borobudur dan apa tujuan
awalnya membangun candi ini. Banyak cerita dan kisah candi Borobudur beredar yang kini dikenal sebagai dongeng rakyat
setempat.
Perkiraan waktu pembangunan candi didasarkan pada perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup
Karmawibhangga dengan jenis aksara yang umumnya digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Candi
borobudur dibangun pada masa kerajaan dinasti Syailendra di Jawa Tengah yang bertepatan antara kurun waktu 760 sampai
830 Masehi.
Proses pembangunan candi Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 sampai 100 tahun lebih. Candi
Borobudur baru benar-benar rampung 100% pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825 Masehi.
Diketahui bahwa warga dinasti Syailendra adalah penganut agama Buddha aliran Mahayana yang taat. Namun
berdasarkan temuan prasasti Sojomerto menunjukkan bahwa awalnya mereka mungkin beragama Hindu Siwa. Di era itu
memang banyak dibangun berbagai candi Hindu dan Buddha di dataran Kedu. Ada juga candi suci Shiwalingga di dekat
kawasan Borobudur yang merupakan candi Hindu.
Meski begitu umumnya disepakati candi Borobudur peninggalan kerajaan Buddha. Candi Borobudur sendiri
dibangun pada kurun waktu yang hampir bersamaan dengan candi-candi di Dataran Prambanan, meskipun Borobudur
rampung lebih dahulu sekitar tahun 825 M.
Tidak diketahui kenapa Borobudur ditinggalkan dan dibiarkan tidak terawat. Diperkirakan antara tahun 928 sampai
1006 Masehi ketika Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur karena adanya
letusan gunung berapi menjadi faktor kenapa Borobudur ditinggalkan, meski hal ini juga belum pasti.
kerajaan Islam di abad ke 15 juga membuat Borobudur kian dilupakan. Meski ada cerita dan legenda candi
Borobudur yang beredar mengenai kejayaan candi ini di masa lampau.
Baru pada tahun 1814 Masehi, candi Borobudur kembali ditemukan lagi. Saat itu pulau Jawa ada di bawah
pemerintahan Inggris yang dipimpin oleh Thomas Stamford Raffles selaku gubernur jenderal. Raffles memiliki ketertarikan
pada sejarah dan kebudayaan Jawa.
Saat melakukan inspeksi ke Semarang, Raffles mendengar kabar adanya monumen besar yang letaknya tersembunyi
di dalam hutan dekat desa Bumisegoro. Ia kemudian mengutus H. C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk
menyelidiki keberadaan bangunan besar ini.
Dalam 2 bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit
Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Ia melaporkan temuan ini dan memberi sketsa candi
Borobudur pada Raffles. Raffles pun dianggap berjasa atas penemuan kembali Candi Borobudur dan mulai menarik
perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.
Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius. Pada
tahun 1835 Masehi, akhirnya seluruh bagian bangunan candi telah tergali dan bisa terlihat. Pemerintah Hindia Belanda
menugaskan F. C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang teknik untuk mempelajari monumen ini.
Setelah itu terus dilakukan penelitian terkait candi Borobudur oleh Pemerintah Hindia Belanda. Borobudur pun kian
terkenal hingga mengundang kolektor candi untuk berkunjung. Borobudur juga sempat menjadi target pencuri artefak candi
untuk kemudian dijual mahal.
Pada 1882, kepala inspektur artefak budaya menyarankan agar Borobudur dibongkar seluruhnya dan reliefnya
dipindahkan ke museum akibat kondisi yang tidak stabil, ketidakpastian dan pencurian yang marak di monumen. Namun
seorang arkeolog bernama Groenveldt yang ditunjuk pemerintah menggelar penyelidikan menyeluruh atas situs dan
kemudian menyarankan agar bangunan ini dibiarkan utuh dan tidak dibongkar untuk dipindahkan.