Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

(SEJARAH CANDI MUARA TAKUS)

Oleh :

1. Zaka Hadikusuma Ramadan, M.Pd


2. Mitha Dwi Anggriani, S.Pd

MODUL NUSANTARA
SPADA DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN
TINGGI (DIKTI)
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahnya lah kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Candi Muara Takus sebatas kemampuan dan pengetahuan yang
kami miliki. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
dalam menambah wawasan serta pengetahuan mengenai asal usul sejarah
berdirinya Candi Muara Takus, pendiri dan raja yang memimpin, dan letak Candi
Muara Takus. Makalah ini kami susun dengan sebaik mungkin dengan
mengumpulkan bukti-bukti dari berbagai sumber yang dapat memperlancar
pembuatan makalah ini.
Kami harap makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi
para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima
kasih.

Pekanbaru, September 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Candi Muara Takus adalah salah satu peninggalan bersejarah dari Kerajaan
Budha Sriwijaya yang sangat termasyur. Muara Takus berada di Kecamatan
XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar yang kurang lebih berjarak 135 km dari
kota Pekan Baru Riau dan lokasinya yang tidak sulit dijangkau membuat candi
ini dapat dengan mudah dikunjungi dengan perjalanan darat kurang lebih 3 jam
dari Pekan Baru, Riau. Letaknya yang juga di tepi sungai Kampar Kanan dapat
dicapai dengan mudah dari jalan lintas Riau - Sumetera Barat yang hanya
berjarak sekitar 20 km. Muara Takus merupakan sebuah komplek percandian
yang cukup besar dan luas. Candi ini juga diyakini sebagai kompleks
peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang tertua di dunia, dan juga merupakan
simbol dari puncak kejayaan kerajaan itu. Sampai dengan saat ini sebenarnya
belum ada satupun bukti sejarah Candi Muara Takus yang bisa menunjukkan
kapan tepatnya candi ini dibangun. Tetapi secara pasti candi ini telah ada pada
jaman kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
Candi Muara Takus pertama kali ditemukan paada tahun 1860 oleh seorang
arkeolog bernama Cornet D. Groot. Keunikan candi ini adalah bangunannya
yang terbuat dari beberapa jenis batu yaitu batu bata, batu pasir, dan juga batu
sungai. Candi ini juga dikelilingi oleh bangunan semacam pagar tembok yang
terbuat dari batu bata berukuran cukup besar yaitu sekitar 74x74 cm. tentunya
hal ini sangat unik mengingat sebagian besar candi di Indonesia yang kita kenal
menggunakan bahan utama batu andesit, seperti candi Borobudhur, Candi
Prambanan.
Para ahli mengatakan bahwa batuan yang dipakai untuk membangun Candi
Muara Takus ini berasal dari tanah di sebuah desa di dekat candi yang bernama
Pongkai, yang terletak sekitar 6 kilometer dari candi. Dalam bahasa China, kata
Pong artinya lubang sedangkan kata Kai mempunyai arti tanah.
Jadi desa Pongkai kemungkinan besar dinamai berdasarkan kondisi desa
dimana banyak ditemukan tempat dengan tanah yang berlubang besar akibat
pengerukan tanah besar-besaran untuk digunakan membuat batu candi.Latar
belakang sejarah candi muara takus saat didirikannya kemungkinan besar
adalah karena daerah Muara Takus pada zaman dahulu adalah sebuah daerah
yang sering disinggahi oleh banyak pelaut dan pedagang yang menyusuri
Sungai Kampar Kanan dengan kapal. sejarah candi muara takus saat
didirikannya kemungkinan besar adalah karena daerah Muara Takus pada
zaman dahulu adalah sebuah daerah yang sering disinggahi oleh banyak pelaut
dan pedagang yang menyusuri Sungai Kampar Kanan dengan kapal. Maka
terjadilah pertukaran budaya oleh para pedagang dan penduduk yang akhirnya
membuat pemerintahan pada zaman itu memutuskan untuk mendirikan sebuah
candi sebagai tempat peribadatan dan berbagai acara keagamaan. Yang unik
dari sejarah Candi Muara Takus seperti yang telah diketahui, yaitu ciri khas
candi muara takus terletak pada arsitektur bangunannya yang selain
menggunakan bahan yang berbeda dengan candi-candi lain di Indonesia, namun
juga memiliki bentuk yang lain. Bahkan mungkin bila dilihat, kompleks candi
muara takus malah lebih mirip dengan bangunan candi stupa budha di Sri
Lanka, India, Vietnam, atau Myanmar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Candi Muara Takus?
2. Bagaimana Asal Muasal Nama Candi Muara Takus?
3. Bagaimana Sejarah Candi Muara Takus?
4. Bagaimana Arsitektur Candi Muara Takus?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu candi muara takus.
2. Mengetahui asal muasal nama candi muara takus.
3. Mengetahui sejarah candi muara takus.
4. Mengetahui arsitektur candi muara takus,
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Apa itu Candi Muara Takus?

Candi Muara Takus merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang


terdapat di kecamatan XIII Koto Kampar.Muara Takus ini jaraknya lebih
kurang 150 kilometer dari kota Pekanbaru tempat saya tinggal.
Candi Muara Takus merupakan candi terbesar di Sumatera. Stupa candi ini
tidak lazim seperti candi aliran Budha lainnya. Umumnya Stupa candi - candi
Budha berbentuk lonceng duduk. Lokasi wisata ini terletak sekitar 135 km dari
kota Pekanbaru.
Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter. Sementara
candi itu sendiri berukuran 7 x 7 meter. Di luar areal kompleks, terdapat pula
tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini
sampai ke pinggir sungai Kampar Kanan.

Gambar 1. Candi Muara Takus

B. Asal Muasal Nama Muara Takus


Muara Takus berasal dari nama sebuah anak sungai yang bermuara ke
Batang Kampar Kanan. Menurut Duta Besar Singapura yang pernah berkunjung
ke Muara Takus pada tahun 1977 menyatakan bahwa Muara takus terdiri dari
dua kata yaitu “Muara” dan “Takus”, menurut pendapatnya “Muara” berarti
tempat dimana sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau sungai yang
lebih besar, sedangkan “Takus” berasal dari Bahasa China yang artinya : TA =
besar, KU = Tua, SE = Candi. Jadi arti keseluruhannya adalah Candi Tua yang
besar yang terletak di Muara Sungai.
Candi Muara Takus merupakan candi penganut agama Buddha. Ada yang
berpendapat bahwa candi ini peninggalan agama Buddha yang datang dari India
karena bentuknya mirip dengan Candi Acoka yang ada di India. Namun ada pula
yang berpendapat bahwa ini merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Komplek Candi Muara Takus merupakan satu-satunya peninggalan sejarah
yang berbentuk candi di Riau. Sejumlah literatur menyebutkan, Muara Takus
berasal dari kata Muara dan Takus. Takus berasal dari bahasa Cina, yakni Ta Ku
Se, artinya Candi Tua. Seperti umumnya candi, komplek Muara Takus berada di
dekat aliran sungai. Ia terletak di tepian Sungai Kampar Kanan. Candi Muara
Takus tidak punya relief sama sekali pada dinding-dindingnya. Hanya
menggambarkan seni bangunan bertingkat dari bata dengan irama timbul
tenggelam. Membentuk komposisi artistik dan anggun.
Candi Muara Takus merupakan satu-satunya situs peninggalan sejarah
berbentuk candi di Riau. Candi Budhis ini merupakan bukti historis bahwa
agama Budha pernah berkembang di kawasan ini beberapa abad yang silam.
Kendatipun demikian, para pakar purbakala belum dapat menentukan secara
pasti, kapan candi ini didirikan. Sebagian mengatakan abad kesebelas, ada yang
mengatakan abad keempat, abad ketujuh, abad kesembilan dan sebagainya.

C. Sejarah Candi Muara Takus


Candi Muara Takus ditemukan pada tahun 1860 oleh Cornet De Groot, hasil
penemuannya dituangkan dalam sebuah tulisan yang berjudul “KOTO CANDI”.
Bangunan yang utama adalah yang disebut Candi Tuo. Candi ini berukuran
32,80 m x 21,80 m dan merupakan candi bangunan terbesar di antara bangunan
yang ada. Letaknya di sebelah utara Candi Bungsu. Pada sisi sebelah timur dan
barat terdapat tangga, yang menurut perkiraan aslinya dihiasi stupa, sedangkan
pada bagian bawah dihiasi patung singa dalam posisi duduk. Bangunan ini
mempunyai sisi 36 buah dan terdiri dari bagian kaki I, kaki II, tubuh dan puncak.
Bagian puncaknya telah rusak dan batu-batunya telah banyak yang hilang.
Candi Tuo dibangun dari campuran batu bata yang dicetak dan batu pasir
(tuff). Pemugaran Candi Tuo dilaksanakan secara bertahap akibat keterbatasan
anggaran yang tersedia. Pada tahun 1990, selesai dikerjakan bagian kaki I di sisi
timur. Selama tahun anggaran 1992/1993 pemugaran dilanjutkan dengan bagian
sisi sebelah barat (kaki I dan II). Volume bangunan keseluruhan mencapai 2.235
m3, terdiri dari : kaki: 2.028 m3, tubuh: 150 m3, dan puncak: 57 m3. Tinggi
bangunan mencapai 8,50 m.
Bangunan kedua dinamakan Candi Mahligai. Bangunan ini berbentuk bujur
sangkar dengan ukuran 10,44 m x 10,60 m. Tingginya sampai ke puncak 14,30
m berdiri diatas pondamen segi delapan (astakoma) dan bersisikan sebanyak 28
buah. Pada alasnya terdapat teratai berganda dan di tengahnya menjulang sebuah
menara yang bentuknya mirip phallus (yoni).
Pada tahun 1860, seorang arkeolog Belanda bernama Cornel de Groot
berkunjung ke Muara Takus. Pada waktu itu di setiap sisi ia masih menemukan
patung singa dalam posisi duduk. Saat ini patung-patung tersebut sudah tidak
ada bekasnya. Di sebelah timur, terdapat teras bujur sangkar dengan ukuran 5,10
x 5,10 m dengan tangga di bagian depannya. Volume bangunan Candi Mahligai
423,20 m3 yang terdiri dari volume bagian kaki 275,3 m3, tubuh 66,6 m3 dan
puncak 81,3 m3. Candi Mahligai mulai dipugar pada tahun 1978 dan selesai pada
tahun 1983.
Bangunan ketiga disebut Candi Palangka, yang terletak 3,85 m sebelah
timur Candi Mahligai. Bangunan ini terdiri dari batu bata merah yang tidak
dicetak. Candi Palangka merupakan candi yang terkecil, relung-relung
penyusunan batu tidak sama dengan dinding Candi Mahligai. Dulu sebelum
dipugar bagian kakinya terbenam sekitar satu meter. Candi Palangka mulai
dipugar pada tahun 1987 dan selesai pada tahun 1989. Pemugaran dilaksanakan
hanya pada bagian kaki dan tubuh candi, karena bagian puncaknya yang masih
ditemukan pada tahun 1860 sudah tidak ada lagi. Di bagian sebelah utara
terdapat tangga yang telah rusak, sehingga tidak dapat diketahui bentuk aslinya.
Kaki candi berbentuk segi delapan dengan sudut banyak, berukuran panjang 6,60
m, lebar 5,85 m serta tingginya 1,45 m dari permukaan tanah dengan volume
52,9 m3.
Bangunan keempat dinamakan Candi Bungsu. Candi Bungsu terletak di
sebelah barat Candi Mahligai. Bangunannya terbuat dari dua jenis batu, yaitu
batu pasir (tuff) terdapat pada bagian depan, sedangkan batu bata terdapat pada
bagian belakang. Pemugaran candi ini dimulai tahun 1988 dan selesai dikerjakan
tahun 1990. Melalu pemugaran tersebut candi ini dikembalikan ke bentuk
aslinya, yaitu empat persegi panjang dengan ukuran 7,50 m x 16,28 m. Bagian
puncak tidak dapat dipugar, karena tidak diketahui bentuk sebenarnya. Tinggi
setelah dipugar 6,20 m dari permukaan tanah, dan volume nya 365,8 m3.
Menurut gambar yang dibuat oleh J.W. Yzerman bersama-sama dengan TH.
A.F. Delprat dan Opziter (Sinder) H.L. Leijdie Melvile, di atas bangunan yang
terbuat dari bata merah terdapat 8 buah stupa kecil yang mengelilingi sebuah
stupa besar. Di atas bangunan yang terbuat dari batu pasir (tuff) terdapat sebuah
tupa besar. Di bagian sebelah timur terdapat sebuah tangga yang terbuat dari batu
pasir. Selain bangunan-bangunan tersebut di atas, di sebelah utara, atau tepat di
depan gerbang Candi Tuo terdapat onggokan tanah yang mempunyai dua
lobang. Tempat ini diperkirakan tempat pembakaran jenazah. Lobang yang satu
untuk memasukkan jenazah dan yang satunya lagi untuk mengeluarkan abunya.
Tempat pembakaran jenazah ini, termasuk dalam pemeliharaan karena berada
dalam komplek percandian. Di dalam onggokan tanah tersebut terdapat batu-
batu kerikil yang berasal dari sungai Kampar. Di di luar kompleks Candi Muara
Takus, yaitu di beberapa tempat di sekitar Desa Muarata takus, juga diketemukan
beberapa bangunan yang diduga masih erat kaitannya dengan candi ini.
Bangunan utama di kompleks ini adalah sebuah stupa yang besar, berbentuk
menara yang sebagian besar terbuat dari batu bata dan sebagian kecil batu pasir
kuning. Di dalam situs Candi Muara Takus ini terdapat bangunan candi yang
disebut dengan Candi Tua, Candi Bungsu, Stupa Mahligai serta Palangka. Selain
bangunan tersebut di dalam komplek candi ini ditemukan pula gundukan yang
diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Sementara di luar situs
ini terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang
belum dapat dipastikan jenis bangunannya.
1. Candi Mahligai
Candi Mahligai atau Stupa Mahligai, merupakan bangunan candi
yang dianggap paling utuh. Bangunan ini terbagi atas tiga bagian, yaitu kaki,
badan, dan atap. Stupa ini memiliki pondasi berdenah persegi panjang dan
berukuran 9,44 m x 10,6 m, serta memiliki 28 sisi yang mengelilingi alas
candi dengan pintu masuk berada di sebelah Selatan. Pada bagian alas
tersebut terdapat ornamen lotus ganda, dan di bagian tengahnya berdiri
bangunan menara silindrik dengan 36 sisi berbentuk kelopak bunga pada
bagian dasarnya. Bagian atas dari bangunan ini berbentuk lingkaran.
Menurut Snitger, dahulu pada ke-empat sudut pondasi terdapat 4 arca singa
dalam posisi duduk yang terbuat dari batu andesit. Selain itu, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Yzerman, dahulu bagian puncak menara
terdapat batu dengan lukisan daun oval dan relief-relief sekelilingnya.
Bangunan ini diduga mengalami dua tahap pembangunan. Dugaan in
didasarkan pada kenyataan bahwa di dalam kaki bangunan yang sekarang
terdapat profil kaki bangunan lama sebelum bangunan diperbesar.

Gambar 2. Candi Mahligai


2. Candi Tua
Candi Tua atau Candi Sulung merupakan bangunan terbesar di
antara bangunan lainnya di dalam situs Candi Muara Takus. Bangunan ini
terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki, badan, dan atap. Bagian kaki terbagi
dua. Ukuran kaki pertama tingginya 2,37 m sedangkan yang kedua
mempunyai ketinggian 1,98 m. Tangga masuk terdapat di sisi Barat dan sisi
Timur yang didekorasi dengan arca singa. Lebar masing-masing tangga 3,08
m dan 4 m. Dilihat dari sisa bangunan bagian dasar mempunyai bentuk
lingkaran dengan garis tengah ± 7 m dan tinggi 2,50 m.
Ukuran pondasi bangunan candi ini adalah 31,65 m x 20,20 m.
Pondasi candi ini memiliki 36 sisi yang mengelilingi bagian dasar. Bagian
atas dari bangunan ini adalah bundaran. Tidak ada ruang kosong sama sekali
di bagian dalam Candi Sulung. Bangunan terbuat dari susunan bata dengan
tambahan batu pasir yang hanya digunakan untuk membuat sudut-sudut
bangunan, pilaster-pilaster, dan pelipit-pelipit pembatas perbingkaian
bawah kaki candi dengan tubuh kaki serta pembatas tubuh kaki dengan
perbingkaian atas kaki. Berdasarkan penelitian tahun 1983 diketahui bahwa
candi ini paling tidak telah mengalami dua tahap pembangunan. Indikasi
mengenai hal ini dapat dilihat dari adanya profil bangunan yang tertutup
oleh dinding lain yang bentuk profilnya berbeda.

Gambar 2. Candi Tua


3. Candi Bungsu
Candi Bungsu bentuknya tidak jauh beda dengan Candi Sulung.
Hanya saja pada bagian atas berbentuk segi empat. Ia berdiri di sebelah barat
Candi Mahligai dengan ukuran 13,20 x 16,20 meter. Di sebelah timur
terdapat stupa-stupa kecil serta terdapat sebuah tangga yang terbuat dari
batu putih. Bagian pondasi bangunan memiliki 20 sisi, dengan sebuah
bidang di atasnya. Pada bidang tersebut terdapat teratai. Penelitian yang
dilakukan oleh Yzerman, berhasil menemukan sebuah lubang di pinggiran
padmasana stupa yang di dalamnya terdapat tanah dan abu. Dalam tanah
tersebut didapatkan tiga keping potongan emas dan satu keping lagi terdapat
di dasar lubang, yang digores dengan gambar-gambar tricula dan tiga huruf
Nagari. Di bawah lubang, ditemukan sepotong batu persegi yang pada sisi
bawahnya ternyata digores dengan gambar tricula dan sembilan buah huruf.
Bangunan ini dibagi menjadi dua bagian menurut jenis bahan yang
digunakan. Kurang lebih separuh bangunan bagian Utara terbuat dari batu
pasir, sedangkan separuh bangunan bagian selatan terbuat dari bata. Batas
antara kedua bagian tersebut mengikuti bentuk profil bangunan yang terbuat
dari batu pasir. Hal ini menunjukkan bahwa bagian bangunan yang terbuat
dari batu pasir telah selesai dibangun kemudian ditambahkan bagian
bangunan yang terbuat dari bata.

Gambar 3. Candi Bungsu


4. Candi Palangka
Bangunan candi ini terletak di sisi timur Stupa Mahligai dengan
ukuran tubuh candi 5,10 m x 5,7 m dengan tinggi sekitar dua meter. Candi
ini terbuat dari batu bata, dan memiliki pintu masuk yang menghadap ke
arah utara. Candi Palangka pada masa lampau diduga digunakan sebagai
altar.

Gambar 4. Candi Palangka

D. Arsitektur Candi Muara Takus


Candi Muara Takus merupakan salah satu bangunan suci agama Budha
yang ada di Riau. Ciri yang menunjukkan bangunan suci tersebut merupakan
bangunan agama Budha adalah stupa. Bentuk stupa sendiri berasal dari seni
India awal, hampir merupakan anak bukit buatan yang berbentuk setengah
lingkaran tertutup dengan bata atau timbunan dan diberi puncak meru. Stupa
adalah ciri khas bangunan suci agama Budha dan berubah-ubah bentuk dan
fungsinya dalam sejarahnya di India dan di dunia Budhisme lainnya.
Berdasarkan fungsinya stupa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Stupa yang merupakan bagian dari sesuatu bangunan.
2. Stupa yang berdiri sendiri atau berkelompok tapi masing-masing sebagai
bangunan lengkap.
3. Stupa yang menjadi pelengkap kelompok selaku candi perwara.
Berdasarkan fungsi di atas dapat disimpulkan bahwa bangunan di kompleks
Candi Muara Takus menduduki fungsi yang kedua, yaitu stupa yang berdiri
sendiri atau berkelompok tapi masing-masing sebagai bangunan lengkap.
Arsitektur bangunan stupa Candi Muara Takus sendiri sangatlah unik karena
tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Bentuk candi ini memiliki
kesamaan dengan stupa Budha di Myanmar, stupa di Vietnam, Sri Lanka atau
stupa kuno di India pada periode Ashoka, yaitu stupa yang memiliki ornamen
sebuah roda dan kepala singa, hampir sama dengan arca yang ditemukan di
kompleks Candi Muara Takus.
Patung singa sendiri secara filosofis merupakan unsur hiasan candi yang
melambangkan aspek baik yang dapat mengalahkan aspek jahat atau aspek
“terang” yang dapat mengalahkan aspek “jahat”. Dalam ajaran agama Budha
motif hiasan singa dapat dihubungkan maknanya dengan sang Budha, hal ini
terlihat dari julukan yang diberikan kepada sang Budha sebagai singa dari
keluarga Sakya. Serta ajaran yang disampaikan oleh sang Budha juga
diibaratkan sebagai “suara” (simhanada) yang terdengar keras di seluruh
penjuru mata angin.
Dalam naskah Silpa Prakasa dituliskan bahwa terdapat empat tipe singa
yang dianggap baik, antara lain :
1. Udyatā: singa yang digambarkan di atas kedua kaki belakang, badannya
dalam posisi membalik dan melihat ke belakang. Sikap ini disebut
simhavalokana.
2. Jāgrata: singa yang digambarkan dengan wajah yang sangat buas
(mattarūpina). Ia bersikap duduk dengan cakarnya diangkat ke atas. Sering
disebut khummana simha.
3. Udyatā: singa yang digambarkan dalam sikap duduk dengan kaki belakang
dan biasanya ditempatkan di atas suatu tempat yang tinggi. Terkenal dengan
sebutan jhmpa-simha.
4. Gajakrānta: singa yang digambarkan duduk dengan ketiga kakinya di atas
raja gajah. Satu kaki depannya diangkat di depan dada seolah-olah siap
untuk menerkam. Singa ini disebut simha kunjara.
Di kompleks Candi Muara Takus sendiri terdapat dua candi yang memiliki
patung singa, yaitu Candi Sulung dan Candi Mahligai. Di Candi Sulung arca
singa ditemukan di depan candi atau di tangga masuk candi tersebut. Di Candi
Mahligai arca singa ditemukan di keempat sudut pondasinya. Penempatan
patung singa ini, berdasarkan konsep yang berasal dari kebudayaan India,
dimaksudkan untuk menjaga bangunan suci dari pengaruh jahat karena singa
merupakan simbol dari kekuatan terang atau baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Candi Muara Takus merupakan peninggalan sejarah dari kerajaan Sriwijaya
yang berada di provinsi riau, terbentuk karena sering di singgahi banyak pelaut
dan pedagang yang menyusuri sungai Kampar kanan dengan Kampar kiri yang
menyebabkan terjadinya pertukaran budaya oleh para pedagang dan penduduk
yang akhirnya membuat pemerintah pada zaman itu memutuskan untuk
membuat candi sebagai tempat peribadatan dan berbagai acara keagamaan.
Sebagai provinsi yang memiliki peninggalan sejarah berupa candi yang
menjadi pusat pariwisata yang unik bagi orang-orang yang ingin mengenal
budaya peninggalan kerajaan Sriwijaya.

Anda mungkin juga menyukai