Anda di halaman 1dari 20

4 Tempat suci menurut agama buddha

Empat tempat yang layak diziarahi oleh umat yang penuh keyakinan dan yang
akan mengispirasikan kebangkitan spiritual dalam diri mereka tempat-tempat itu
meliputi :

1. Lumbini, tempat kelahiran Sang Buddha


2. Buddha Gaya (Bodhgaya), tempat Sang Buddha mencapai Pencerahan
Sempurna
3. Taman Rusa di Isipatana, tempat Sang Buddha memutar roda Dhamma untuk
pertama kali
4. Kusinara, tempat Sang Buddha mencapai Maha Parinibbana, Pembebasan
Akhir

konon, jika meninggal saat berziarah ke tempat-tempat ini dengan hati yang penuh
bakti, saat tubuhnya hancur setelah mati, akan terlahir kembali di alam bahagia,
bahkan di alam surga
Dalam Dhammacakkappavattana Sutta; Samyutta Nikaya 56.11 {S 5.420}, Guru

Buddha mengajarkan Empat Kebenaran Ariya (Cattari Ariya Saccani) kepada Lima

Bhikkhu Pertama (Panca Vaggiya Bhikkhu), yang di dalamnya terdapat Jalan yang

Menuju Terhentinya Dukkha. Jalan itu disebut dengan Jalan Mulia Berunsur

Delapan (Ariya Atthangiko Magga).

Di dalam Jalan ini mengandung unsur sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi), dan

panna (kebijaksanaan). Berikut pengelompokan unsur yang terkandung di

dalamnya:

Paa

1. Pengertian Benar (samm-ditthi)

2. Pikiran Benar (samm-sankappa) Sila

3. Ucapan Benar (samm-vc)

4. Perbuatan Benar (samm-kammanta)

5. Pencaharian Benar (samm-ajiva) Samdhi

6. Daya-upaya Benar (samm-vyama)

7. Perhatian Benar (samm-sati)

8. Konsentrasi Benar (samm-samdhi)


Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangiko Magga) dibabarkan sebagai

berikut:

1. Pengertian Benar (Samm Ditthi)

Pemahaman Benar adalah pengetahuan yang disertai dengan penembusan

terhadap

a. Empat Kesunyataan Mulia

b. Hukum Tilakkhana (Tiga Corak Umum)

c. Hukum Paticca-Samuppda

d. Hukum Kamma

2. Pikiran Benar (Samm Sankappa)

Pikiran Benar adalah pikiran yang bebas dari:

a. Pikiran yang bebas dari nafsu-nafsu keduniawian (nekkhamma-sankappa).

b. Pikiran yang bebas dari kebencian (avypda-sankappa)

c. Pikiran yang bebas dari kekejaman (avihims-sankappa)

3. Ucapan Benar (Samm Vca)

Ucapan Benar adalah berusaha menahan diri dari berbohong (musvd),

memfitnah (pisunvc), berucap kasar/caci maki (pharusavc), dan percakapan-

percakapan yang tidak bermanfaat/pergunjingan (samphappalp). Dapat


dinamakan Ucapan Benar, jika dapat memenuhi empat syarat di bawah ini :

a. Ucapan itu benar

b. Ucapan itu beralasan

c. Ucapan itu berfaedah

d. Ucapan itu tepat pada waktunya

4. Perbuatan Benar (Samm Kammant)

Perbuatan Benar adalah berusaha menahan diri dari pembunuhan, pencurian,

perbuatan melakukan perbuatan seksualitas yang tidak dibenarkan (asusila),

perkataan tidak benar, dan penggunaan cairan atau obat-obatan yang

menimbulkan ketagihan dan melemahkan kesadaran.

5. Penghidupan Benar (Samm jiva)

Penghidupan Benar berarti menghindarkan diri dari bermata pencaharian yang

menyebabkan kerugian atau penderitaan makhluk lain. "Terdapat lima objek

perdagangan yang seharusnya dihindari (Anguttara Nikaya, III, 153), yaitu:

a. makhluk hidup

b. senjata

c. daging atau segala sesuatu yang berasal dari penganiayaan mahluk-mahluk

hidup

d. minum-minuman yang memabukkan atau yang dapat menimbulkan ketagihan,


e. racun

Dan terdapat pula lima pencaharian salah yang harus dihindari (Majjima Nikaya.

117), yaitu:

a. Penipuan

b. Ketidak-setiaan

c. Penujuman

d. Kecurangan

e. Memungut bunga yang tinggi (praktek lintah darat)

6. Usaha Benar (Samm Vyama)

Usaha Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu: berusaha

mencegah munculnya kejahatan baru, berusaha menghancurkan kejahatan yang

sudah ada, berusaha mengembangkan kebaikan yang belum muncul, berusaha

memajukan kebaikan yang telah ada.

7. Perhatian Benar (Samm Sati)

Perhatian Benar dapat diwujudkan dalam empat bentuk tindakan, yaitu:

- perhatian penuh terhadap badan jasmani (kynupassan)

- perhatian penuh terhadap perasaan (vedannupassan)

- perhatian penuh terhadap pikiran (cittanupassan)


- perhatian penuh terhadap mental/batin (dhammanupassan)

Keempat bentuk tindakan tersebut bisa disebut sebagai Vipassan Bhvan.

8. Konsentrasi Benar (Samm Samdhi)

Konsentrasi Benar berarti pemusatan pikiran pada obyek yang tepat sehingga batin

mencapai suatu keadaan yang lebih tinggi dan lebih dalam. Cara ini disebut

dengan Samatha Bhvan. Tingkatan-tingkatan konsentrasi dalam pemusatan

pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam empat proses pencapaian Jhana,

yaitu:

- Bebas dari nafsu-nafsu indria dan pikiran jahat, ia memasuki dan berdiam dalam

Jhna pertama, di mana vitakka (penempatan pikiran pada objek) dan vicra

(mempertahankan pikiran pada objek) masih ada, yang disertai dengan kegiuran

dan kesenagan (piti dan sukha).

- Dengan menghilangkan vitakka dan vicara, ia memasuki dan berdiam dalam

Jhna kedua, yang merupakan ketenangan batin, bebas dari vitakka dan vicra,

memiliki kegiuran (piti) dan kesenangan (sukha) yang timbul dari konsentrasi.

- Dengan meninggalkan kegiuran, ia berdiam dalam ketenangan, penuh perhatian


dan sadar, dan merasakan tubuhnya dalam keadaan senang. Dia masuk dan

berdiam dalam Jhna ketiga.

- Dengan meninggalkan kesenangan dan kesedihan, dia memasuki dan berdiam

dalam Jhna keempat, keadaan yang benar-benar tenang dan penuh kesadaran di

mana kesenangan dan kesedihan tidak dapat muncul dalam dirinya.

Siswa yang telah berhasil melaksanakan Delapan Jalan Utama memperoleh :

1. Sila-visuddhi - Kesucian Sila sebagai hasil dari pelaksanaan Sila dan terkikis

habisnya Kilesa (Kekotoran batin).

2. Citta-visuddhi - Kesucian Bathin sebagai hasil dari pelaksanaan Samadhi dan

terkikis habisnya Nivarana (Rintangan batin).

3. Ditthi-visuddhi - Kesucian Pandangan sebagai hasil dari pelaksanaan Paa dan

terkikis habisnya Anusaya (Kecenderungan berprasangka).

Demikianlah Jalan Utama Berunsur Delapan yang telah dibabarkan oleh Guru

Buddha. Satu-satunya Jalan yang menuju pada akhir Dukkha.

Setelah Jalan Mulia Berunsur Delapan dapat

dibandingkan dengan mengolah taman, tapi

dalam Buddhisme seseorang memupuk


kebijaksanaannya sendiri. Pikiran adalah tanah

dan pikiran adalah benih. Perbuatan-perbuatan

adalah cara seseorang merawat taman.

Kesalahan-kesalahan kita adalah rumput liar.

Mencabutinya adalah seperti menyiangi taman.

Panen adalah kebahagiaan sejati dan abadi

Kelahiran

Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 623 SM[5] di Taman Lumbini, saat Ratu
Maha Maya berdiri memegang dahan pohon sala. Pada saat ia lahir, dua arus kecil
jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya hangat. Arus tersebut
membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda,
berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, dan tempat yang
dipijakinya ditumbuhi bunga teratai.

Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala, diramalkan bahwa


Pangeran kelak akan menjadi seorang Chakrawartin (Maharaja Dunia) atau akan
menjadi seorang Buddha. Hanya pertapa Kondaa yang dengan tegas
meramalkan bahwa Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan
tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Pangeran menjadi Buddha,
tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Raja, para
pertapa itu menjelaskan agar Pangeran jangan sampai melihat empat macam
peristiwa. Bila tidak, ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam
peristiwa itu adalah:

1. Orang tua,
2. Orang sakit,

3. Orang mati,

4. Seorang pertapa.

. Orang tua
Ayah dari Pangeran Siddhartha Gautama adalah Sri Baginda Raja Suddhodana
dari Suku Sakya dan ibunya adalah Ratu Mahmy Dewi. Ibunda Pangeran
Siddharta Gautama meninggal dunia tujuh hari setelah melahirkan Pangeran.
Setelah meninggal, dia terlahir di alam/surga Tusita, yaitu alam surga luhur. Sejak
meninggalnya Ratu Mahmy Dewi, Pangeran Siddharta dirawat oleh Ratu
Mah Pajpati, bibinya yang juga menjadi isteri Raja Suddhodana.

Riwayat hidup
Kelahiran

Pangeran Siddharta dilahirkan pada tahun 623 SM[5] di Taman Lumbini, saat Ratu
Maha Maya berdiri memegang dahan pohon sala. Pada saat ia lahir, dua arus kecil
jatuh dari langit, yang satu dingin sedangkan yang lainnya hangat. Arus tersebut
membasuh tubuh Siddhartha. Siddhartha lahir dalam keadaan bersih tanpa noda,
berdiri tegak dan langsung dapat melangkah ke arah utara, dan tempat yang
dipijakinya ditumbuhi bunga teratai.

Oleh para pertapa di bawah pimpinan Asita Kaladewala, diramalkan bahwa


Pangeran kelak akan menjadi seorang Chakrawartin (Maharaja Dunia) atau akan
menjadi seorang Buddha. Hanya pertapa Kondaa yang dengan tegas
meramalkan bahwa Pangeran kelak akan menjadi Buddha. Mendengar ramalan
tersebut Sri Baginda menjadi cemas, karena apabila Pangeran menjadi Buddha,
tidak ada yang akan mewarisi tahta kerajaannya. Oleh pertanyaan Raja, para
pertapa itu menjelaskan agar Pangeran jangan sampai melihat empat macam
peristiwa. Bila tidak, ia akan menjadi pertapa dan menjadi Buddha. Empat macam
peristiwa itu adalah:

1. Orang tua,

2. Orang sakit,

3. Orang mati,

4. Seorang pertapa.
Masa kecil

Sejak kecil sudah terlihat bahwa Pangeran adalah seorang anak yang cerdas dan
sangat pandai, selalu dilayani oleh pelayan-pelayan dan dayang-dayang yang
masih muda dan cantik rupawan di istana yang megah dan indah. Pada saat
berusia 7 tahun, Pangeran Siddharta mempunyai 3 kolam bunga teratai, yaitu:

Kolam Bunga Teratai Berwarna Biru (Uppala)

Kolam Bunga Teratai Berwarna Merah (Paduma)

Kolam Bunga Teratai Berwarna Putih (Pundarika)

Dalam Usia 7 tahun Pangeran Siddharta telah mempelajari berbagai ilmu


pengetahuan. Pangeran Siddharta menguasai semua pelajaran dengan baik. Dalam
usia 16 tahun Pangeran Siddharta menikah dengan Puteri Yasodhara yang
dipersuntingnya setelah memenangkan berbagai sayembara. Dan saat berumur 16
tahun, Pangeran memiliki tiga Istana, yaitu:

Istana Musim Dingin (Ramma)

Istana Musim Panas (Suramma)

Istana Musim Hujan (Subha)

Masa dewasa

Pangeran Siddhartha melihat empat hal yang mengubah hidupnya.

Kata-kata pertapa Asita membuat Raja Suddhodana tidak tenang siang dan
malam, karena khawatir kalau putra tunggalnya akan meninggalkan istana dan
menjadi pertapa, mengembara tanpa tempat tinggal. Untuk itu Baginda memilih
banyak pelayan untuk merawat Pangeran Siddharta, agar putra tunggalnya
menikmati hidup keduniawian. Segala bentuk penderitaan berusaha disingkirkan
dari kehidupan Pangeran Siddharta, seperti sakit, umur tua, dan kematian,
sehingga Pangeran hanya mengetahui kenikmatan duniawi.

Suatu hari Pangeran Siddharta meminta izin untuk berjalan di luar istana, di mana
pada kesempatan yang berbeda dilihatnya "Empat Kondisi" yang sangat berarti,
yaitu orang tua, orang sakit, orang mati dan orang suci. Pangeran Siddhartha
bersedih dan menanyakan kepada dirinya sendiri, "Apa arti kehidupan ini, kalau
semuanya akan menderita sakit, umur tua dan kematian. Lebih-lebih mereka yang
minta pertolongan kepada orang yang tidak mengerti, yang sama-sama tidak tahu
dan terikat dengan segala sesuatu yang sifatnya sementara ini!". Pangeran
Siddharta berpikir bahwa hanya kehidupan suci yang akan memberikan semua
jawaban tersebut.

Selama 10 tahun lamanya Pangeran Siddharta hidup dalam kesenangan duniawi.


Pergolakan batin Pangeran Siddharta berjalan terus sampai berusia 29 tahun, tepat
pada saat putra tunggalnya Rahula lahir. Pada suatu malam, Pangeran Siddharta
memutuskan untuk meninggalkan istananya dan dengan ditemani oleh kusirnya,
Channa. Tekadnya telah bulat untuk melakukan Pelepasan Agung dengan
menjalani hidup suci sebagai pertapa.

Relief kelahiran Pangeran Siddhartha. Dari kuil Zen You Mitsu, Tokyo.

Setelah itu Pangeran Siddhartha meninggalkan istana, keluarga, kemewahan,


untuk pergi berguru mencari ilmu sejati yang dapat membebaskan manusia dari
usia tua, sakit dan mati. Pertapa Siddharta berguru kepada Alra Klma dan
kemudian kepada Uddaka Ramputta, tetapi tidak merasa puas karena tidak
memperoleh yang diharapkannya. Kemudian dia bertapa menyiksa diri dengan
ditemani lima orang pertapa. Akhirnya dia juga meninggalkan cara yang ekstrem
itu dan bermeditasi di bawah pohon Bodhi untuk mendapatkan Penerangan
Agung.

Masa pengembaraan

Pangeram Siddharta mencukur rambutnya dan menjadi pertapa, relief


Borobudur.

Patung Buddha dari Gandhara, abad ke-1 atau abad ke-2.

Di dalam pengembaraannya, pertapa Gautama mempelajari latihan pertapaan dari


pertapa Bhagava dan kemudian memperdalam cara bertapa dari dua pertapa
lainnya, yaitu pertapa Alara Kalama dan pertapa Udraka Ramputra. Namun
setelah mempelajari cara bertapa dari kedua gurunya tersebut, tetap belum
ditemukan jawaban yang diinginkannya. Sehingga sadarlah pertapa Gautama
bahwa dengan cara bertapa seperti itu tidak akan mencapai Pencerahan
Sempurna. Kemudian pertapa Gautama meninggalkan kedua gurunya dan pergi ke
Magadha untuk melaksanakan bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela, di tepi
Sungai Nairanjana(Naranjara) yang mengalir dekat Hutan Gaya. Walaupun telah
melakukan bertapa menyiksa diri selama enam tahun di Hutan Uruvela, tetap
pertapa Gautama belum juga dapat memahami hakikat dan tujuan dari hasil
pertapaan yang dilakukan tersebut.

Pada suatu hari pertapa Gautama dalam pertapaannya mendengar seorang tua
sedang menasihati anaknya di atas perahu yang melintasi sungai Nairanjana
dengan mengatakan:

Bila senar kecapi ini dikencangkan, suaranya


Nasihat tersebut sangat berarti bagi pertapa Gautama yang akhirnya memutuskan
untuk menghentikan tapanya lalu pergi ke sungai untuk mandi. Badannya yang
telah tinggal tulang hampir tidak sanggup untuk menopang tubuh pertapa
Gautama. Seorang wanita bernama Sujata memberi pertapa Gautama semangkuk
susu. Badannya dirasakannya sangat lemah dan maut hampir saja merenggut
jiwanya, namun dengan kemauan yang keras membaja, pertapa Gautama
melanjutkan samadhinya di bawah pohon bodhi (Asattha) di Hutan Gaya, sambil
ber-prasetya, "Meskipun darahku mengering, dagingku membusuk, tulang
belulang jatuh berserakan, tetapi aku tidak akan meninggalkan tempat ini sampai
aku mencapai Pencerahan Sempurna."

Perasaan bimbang dan ragu melanda diri pertapa Gautama, hampir saja Dia putus
asa menghadapi godaan Mara, dewa penggoda yang dahsyat. Dengan kemauan
yang keras membaja dan dengan keyakinan yang teguh kukuh, akhirnya godaan
Mara dapat dilawan dan ditaklukkannya. Hal ini terjadi ketika bintang pagi
memperlihatkan dirinya di ufuk timur.

Pertapa Gautama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Samyaksam-


Buddha (Samma sam-Buddha), tepat pada saat bulan Purnama Siddhi di bulan
Waisak ketika ia berusia 35 tahun (menurut versi Buddhisme Mahayana, 531 SM
pada hari ke-8 bulan ke-12, menurut kalender lunar. Versi WFB, pada bulan Mei
tahun 588 SM). Pada saat mencapai Pencerahan Sempurna, dari tubuh Siddharta
memancar enam sinar Buddha (Buddharasmi) dengan warna biru (nila) yang
berarti bhakti; kuning (pita) mengandung arti kebijaksanaan dan pengetahuan;
merah (lohita) yang berarti kasih sayang dan belas kasih; putih (Avadata)
mengandung arti suci; jingga (mangasta) berarti semangat ; dan campuran sinar
tersebut (prabhasvara)

Penyebaran ajaran Buddha

Buddha memberi pelajaran tentang dharma kepada lima pertapa di


Taman Rusa

Setelah mencapai Pencerahan Sempurna, pertapa Gautama mendapat gelar


kesempurnaan yang antara lain: Buddha Gautama, Buddha Sakyamuni, Tathagata
('Ia Yang Telah Datang', Ia Yang Telah Pergi'), Sugata ('Yang Maha Tahu'),
Bhagava ('Yang Agung') dan sebagainya. Lima pertapa yang mendampingi Dia di
hutan Uruvela merupakan murid pertama Buddha yang mendengarkan khotbah
pertama Dhammacakka Pavattana Sutta, di mana Dia menjelaskan mengenai Jalan
Tengah yang ditemukan-Nya, yaitu Delapan Ruas Jalan Kemuliaan termasuk awal
khotbahNya yang menjelaskan "Empat Kebenaran Mulia".

Buddha Gautama berkelana menyebarkan Dharma selama empat puluh lima tahun
lamanya kepada umat manusia dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang, hingga
akhirnya mencapai usia 80 tahun, saat ia menyadari bahwa tiga bulan lagi ia akan
mencapai Parinibbana.

Buddha dalam keadaan sakit terbaring di antara dua pohon sala di Kusinagara,
memberikan khotbah Dharma terakhir kepada siswa-siswa-Nya, lalu Parinibbana
(versi Buddhisme Mahayana, 486 SM pada hari ke-15 bulan ke-2 kalender Lunar.
Versi WFB pada bulan Mei, 543 SM).

Sifat Agung Buddha

Buddha menjelang Parinirwana.

Seorang Buddha memiliki sifat Cinta Kasih (maitri atau metta) dan Kasih Sayang
(karuna). Jalan untuk mencapai Kebuddhaan ialah dengan melenyapkan
ketidaktahuan atau kebodohan batin yang dimiliki oleh manusia. Pada waktu
Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan duniawi, ia telah mengikrarkan
Empat Prasetya yang berdasarkan Cinta Kasih dan Kasih Sayang yang tidak
terbatas, yaitu

1. Berusaha menolong semua makhluk.

2. Menolak semua keinginan nafsu keduniawian.

3. Mempelajari, menghayati dan mengamalkan Dharma.

4. Berusaha mencapai Pencerahan Sempurna.

Buddha Gautama pertama melatih diri untuk melaksanakan amal kebajikan


kepada semua makhluk dengan menghindarkan diri dari sepuluh tindakan yang
diakibatkan oleh tubuh, ucapan dan pikiran, yaitu

Tubuh (kaya): pembunuhan, pencurian, perbuatan jinah.

Ucapan (vaci): penipuan, pembicaraan fitnah, pengucapan


kasar, percakapan tiada manfaat.
Pikiran (mano): kemelekatan, niat buruk dan kepercayaan yang
salah.

Cinta kasih dan kasih sayang seorang Buddha adalah cinta kasih untuk
kebahagiaan semua makhluk seperti orang tua mencintai anak-anaknya, dan
mengharapkan berkah tertinggi terlimpah kepada mereka. Akan tetapi terhadap
mereka yang menderita sangat berat atau dalam keadaan batin gelap, Buddha akan
memberikan perhatian khusus. Dengan Kasih Sayang-Nya, Buddha menganjurkan
supaya mereka berjalan di atas jalan yang benar dan mereka akan dibimbing
dalam melawan kejahatan, hingga tercapai "Pencerahan Sempurna".

Sebagai Buddha, Dia telah mengenal semua orang dan dengan menggunakan
berbagai cara. Dia telah berusaha untuk meringankan penderitaan banyak
makhluk. Buddha Gautama mengetahui sepenuhnya hakikat dunia, Ia
menunjukkan tentang keadaan dunia sebagaimana adanya. Buddha Gautama
mengajarkan agar setiap orang memelihara akar kebijaksanaan sesuai dengan
watak, perbuatan dan kepercayaan masing-masing. Ia tidak saja mengajarkan
melalui ucapan, akan tetapi juga melalui perbuatan. Dalam mengajar umat
manusia yang mendambakan lenyapnya Dukkha, Dia menggunakan jalan
pembebasan dari kelahiran dan kematian untuk membangunkan perhatian mereka.

Pengabdian Buddha Gautama telah membuat diri-Nya mampu mengatasi berbagai


masalah di dalam berbagai kesempatan yang pada hakikatnya adalah Dharma-
kaya, yang merupakan keadaan sebenarnya dari hakikat yang hakiki dari seorang
Buddha. Buddha adalah pelambang dari kesucian, yang tersuci dari semua yang
suci. Karena itu, Buddha adalah Raja Dharma yang agung. Buddha
mengkhotbahkan Dharma, akan tetapi sering terdapat telinga orang yang bodoh
karena keserakahannya dan kebenciannya, tidak mau memperhatikan dan
mendengarkan khotbah-Nya. Bagi mereka yang mendengarkan khotbah-Nya,
yang dapat mengerti dan menghayati serta mengamalkan Sifat Agung Buddha
akan terbebas dari penderitaan hidup. Mereka tidak akan dapat tertolong hanya
karena mengandalkan kepintarannya sendiri.

Wujud dan kehadiran Buddha


Buddha tidak hanya dapat mengetahui dengan hanya melihat wujud dan sifat-Nya
semata-mata, karena wujud dan sifat luar tersebut bukanlah Buddha yang sejati.
Jalan yang benar untuk mengetahui Buddha adalah dengan jalan membebaskan
diri dari hal-hal duniawi/menjalani hidup dengan mempraktekkan jalan mulia
berunsur delapan. Buddha sejati bukanlah wujud jasmani, sehingga Sifat Agung
seorang Buddha tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Apabila seseorang dapat
melihat jelas wujud-Nya atau mengerti Sifat Agung Buddha, namun tidak tertarik
kepada wujud-Nya atau sifat-Nya, dialah yang sesungguhnya yang telah
mempunyai kebijaksanaan untuk melihat dan mengetahui Buddha dengan benar.

Anda mungkin juga menyukai