Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SEJARAH

JUDUL
“CANDI BOROBUDUR”
Dibuat untuk memenuhi tugas praktek pelajaran sejarah semester 1
Guru Pembimbing : Lilis, S.Pd.

Disusun oleh :
1. RAKA
2. RIKI

KELAS : XTBSM 1

SMK DARUL MA'ARIF


TAHUN PELAJARAN 2023 / 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa saya juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya, sehingga makalah
ini dapat terselesaikan dengan baik.

Dan besar harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pamanukan‚ 27 November 2023

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................... ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG...........................................................................1
B.TUJUAN.............................................................................................1
C.MANFAAT 1

BAB II PEMBAHASAN
A.SEJARAH...........................................................................................2
B.BENTUK BANGUNAN........................................................................3
C.USAHA MELESTARIKAN...................................................................10

BAB III PENUTUP


A.KESIMPULAN....................................................................................12
B.SARAN...............................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di


Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang
lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat
Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa
ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-
an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri
atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga
pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan
aslinya terdapat 504 arca Buddha.[1] Stupa utama terbesar teletak di tengah
sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72
stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila
dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra
mudra (memutar roda dharma).Bilamana candi Borobudur didirikan tidak ada
keterangan yang pasti. Dari penelitian bentuk huruf Jawa Kuna yang dipakai
menulis inskripsi pendek-pendek di atas panil relief Karmawibhanga, candi
didirikan pada abad IX, didirikan oleh seorang raja Sailendra, yaitu raja
Samaratungga beserta puterinya bernama Pramodhawarddhani. didasarkan
pada prasasti Karang Tengah dan prasasti Sri Kahulunan.
Latar belakang agama candi Borobudur adalah perpaduan ajaran
Buddha Mahayana dengan Tantrayana , dengan meditasi filsafat Yogacara.
Bentuk agama Buddha semacam ini mirip dengan agama Buddha yang
berkembang di Bengal India, pada waktu pemerintahan raja-raja Pala pada
sekitar abad VIII.

B.Tujuan
 Untuk mengetahui sejarah candi Borobudur
 Untuk menambah pengetahuan

C.Manfaat

Dengan berkunjung langsung ke candi borodur.kami dapat menambah


pengetahuan secara langsung dan bisa melihat monument bangunan candi
Borobudur tersebut.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.Sejarah

Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di


Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang
lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat
Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa
ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-
an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Monumen ini terdiri
atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang diatasnya terdapat tiga
pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan
aslinya terdapat 504 arca Buddha.[1] Stupa utama terbesar teletak di tengah
sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga barisan melingkar 72
stupa berlubang yang didalamnya terdapat arca buddha tengah duduk bersila
dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra
mudra (memutar roda dharma).

Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai


tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat
ziarah untuk menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju
pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.[2] Para peziarah masuk
melalui sisi timur memulai ritual di dasar candi dengan berjalan melingkari
bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya
melalui tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu
adalah Kāmadhātu (ranah hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan
Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam perjalanannya ini peziarah berjalan
melalui serangkaian lorong dan tangga dengan menyaksikan tak kurang dari
1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar langkan.Menurut
bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring
melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai
masuknya pengaruh Islam.[3] Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini
sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu
menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu
Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran.
Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya
Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO,

Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan;


tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara
berkumpul di Borobudur untuk memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia
pariwisata, Borobudur adalah obyek wisata tunggal di Indonesia yang paling
banyak dikunjungi wisatawan.[5][6][7]

2
B.Bentuk Bangunan
Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:

Kamadhatu

Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang


masih dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar
tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat
konstruksi candi. Pada bagian kaki asli yang tertutup struktur tambahan ini
terdapat 160 panel cerita Karmawibhangga yang kini tersembunyi. Sebagian
kecil struktur tambahan di sudut tenggara disisihkan sehingga orang masih
dapat melihat beberapa relief pada bagian ini. Struktur batu andesit kaki
tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki volume 13.000 meter kubik.[2]

Rupadhatu

Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada


dindingnya dihiasi galeri relief oleh para ahli dinamakan Rupadhatu. Lantainya
berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat lorong dengan 1.300 gambar
relief. Panjang relief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir dekoratif.
Rupadhatu adalah dunia yang sudah dapat membebaskan diri dari nafsu,
tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam
antara yakni, antara alam bawah dan alam atas. Pada bagian Rupadhatu ini
patung-patung Buddha terdapat pada ceruk atau relung dinding di atas pagar
langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha di dalam relung-
relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan.[2] Pada pagar langkan
terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari
ranah Kamadhatu menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah
dimahkotai ratna, sedangkan empat tingkat pagar langkan diatasnya
dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras bujursangkar ini kaya
akan hiasan dan ukiran relief.

Arupadhatu

Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai


lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini
dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah
lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana
manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa,
namun belum mencapai nirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua
stupa kecil berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi
satu stupa besar sebagai stupa induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini
disusun dalam 3 teras lingkaran yang masing-masing berjumlah 32, 24, dan
16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan lubang
berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan
lubangnya berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha

3
ditempatkan di dalam stupa yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam
kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-samar. Rancang
bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan
tanpa wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak terlihat.

, padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah ada patung di


dalam stupa utama, patung yang tidak selesai itu merupakan kesalahan
pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan patung yang salah
dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian
arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung
seperti ini. Stupa utama yang dibiarkan kosong diduga bermakna
kebijaksanaan tertinggi, yaitu kasunyatan, kesunyian dan ketiadaan sempurna
dimana jiwa manusia sudah tidak terikat hasrat, keinginan, dan bentuk serta
terbebas dari lingkaran samsara. Tingkatan tertinggi yang menggambarkan
ketiadaan wujud yang sempurna dilambangkan berupa stupa yang terbesar
dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-lubang. Di dalam stupa
terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau
disebut juga Buddha yang tidak rampung, yang disalahsangkakan sebagai
patung 'Adibuddha'

Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit diangkut dari tambang batu
dan tempat penatahan untuk membangun monumen ini.[51] Batu ini dipotong
dalam ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan tanpa
menggunakan semen. Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali,
melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang
bisa menempel tanpa perekat. Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan
lubang yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang
mengunci dua blok batu. Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan
dinding rampung.

Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk
wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan
kebanjiran, 100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing dengan
rancangan yang unik berbentuk kepala raksasa kala atau makara.

Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini


tidak dibangun di atas permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi
teknik pembangunannya serupa dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur
tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah
lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi
dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Secara umum rancang
bangun Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah
umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi
candi ke arah kanan. Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi lebih

4
sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau candi.[51] Stupa memang
dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha. Terkadang
stupa dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan kepada
Buddha. Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah.
Rancangannya yang rumit dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan
ini memang sebuah bangunan tempat peribadatan. Bentuk bangunan tanpa
ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini diduga merupakan
perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk
arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.

Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama


Gunadharma, sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius ini.[52] Namanya
lebih berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan
prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat
mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang
berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang
berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini
hanya fiksi dan dongeng belaka.Perancangan Borobudur menggunakan
satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia antara ujung garis rambut di
dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari dengan ujung
jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya.[53] Tentu saja
satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan
ini tetap pada monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio
perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di monumen ini. Arsitek menggunakan
formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari suatu fraktal geometri
perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur.[53][54] Rasio matematis
ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di
dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi
dan makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi. Hal yang sama juga
berlaku di candi Angkor Wat di Kamboja.[52]

Struktur bangunan dapat dibagi atas tiga bagian: dasar (kaki), tubuh,
dan puncak.[52] Dasar berukuran 123×123 m (403.5 × 403.5 ft) dengan tinggi
4 m (13 kaki).[51] Tubuh candi terdiri atas lima batur teras bujur sangkar yang
makin mengecil di atasnya. Teras pertama mundur 7 m (23 kaki) dari ujung
dasar teras. Tiap teras berikutnya mundur 2 m (6.6 kaki), menyisakan lorong
sempit pada tiap tingkatan. Bagian atas terdiri atas tiga teras melingkar, tiap
tingkatan menopang barisan stupa berterawang yang disusun secara
konsentris. Terdapat stupa utama yang terbesar di tengah; dengan pucuk
mencapai ketinggian 35 m (110 kaki) dari permukaan tanah. Tinggi asli
Borobudur termasuk chattra (payung susun tiga) yang kini dilepas adalah
42 m (140 kaki) . Tangga terletak pada bagian tengah keempat sisi mata
angin yang membawa pengunjung menuju bagian puncak monumen melalui
serangkaian gerbang pelengkung yang dijaga 32 arca singa. Gawang pintu
gerbang dihiasi ukiran Kala pada puncak tengah lowong pintu dan ukiran
makara yang menonjol di kedua sisinya. Motif Kala-Makara lazim ditemui
dalam arsitektur pintu candi di Jawa. Pintu utama terletak di sisi timur,
sekaligus titik awal untuk membaca kisah relief. Tangga ini lurus terus
tersambung dengan tangga pada lereng bukit yang menghubungkan candi
dengan dataran di sekitarnya.

5
Relief

Seni pahat Borobudur memiliki kehalusan gaya dan citarasa estetik yang
anggun

Letak relief kisah-kisah naskah suci Buddha di dinding Borobudur

Borobudur

Pada dinding candi di setiap tingkatan — kecuali pada teras-teras


Arupadhatu — dipahatkan panel-panel bas-relief yang dibuat dengan sangat
teliti dan halus.[55] Relief dan pola hias Borobudur bergaya naturalis dengan
proporsi yang ideal dan selera estetik yang halus. Relief-relief ini sangat indah,
bahkan dianggap sebagai yang paling elegan dan anggun dalam kesenian
dunia Buddha.[56] Relief Borobudur juga menerapkan disiplin senirupa India,
seperti berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis tertentu.
Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa, raja dan wanita
bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat kesucian
laksana dewa, seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan
posisi tubuh tribhanga. Posisi tubuh ini disebut "lekuk tiga" yaitu melekuk atau
sedikit condong pada bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan
beban tubuh hanya bertumpu pada satu kaki, sementara kaki yang lainnya
dilekuk beristirahat. Posisi tubuh yang luwes ini menyiratkan keanggunan,

6
misalnya figur bidadari Surasundari yang berdiri dengan sikap tubuh tribhanga
sambil menggenggam teratai bertangkai panjang.[57]

Relief Borobudur menampilkan banyak gambar; seperti sosok manusia


baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan,
serta menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara.
Borobudur tak ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek
kehidupan masyarakat Jawa kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa
lampau di Jawa kuno dan Nusantara abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati
dan merujuk ukiran relief Borobudur. Bentuk rumah panggung, lumbung,
istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta persenjataan, aneka
tumbuhan dan margasatwa, serta alat transportasi, dicermati oleh para
peneliti. Salah satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan Kapal
Borobudur.[58] Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan
kebudayaan bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief
Borobudur tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di sebelah
utara Borobudur.[59]

Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut


mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskerta
daksina yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi
ceritanya, antara lain relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita relief
ini senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap
tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu
gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang
sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi
menghadap ke timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.

Adapun susunan dan pembagian relief cerita pada dinding dan pagar
langkan candi adalah sebagai berikut.

Bagan Relief
Tingkat Posisi/letak Cerita Relief Jumlah Pigura
Kaki candi asli ----- Karmawibhangga 160
a. Lalitawistara 120
dinding
b. jataka/awadana 120
Tingkat I
a. jataka/awadana 372
langkan
b. jataka/awadana 128
dinding Gandawyuha 128
Tingkat II
langkan jataka/awadana 100
dinding Gandawyuha 88
Tingkat III
langkan Gandawyuha 88
dinding Gandawyuha 84
Tingkat IV
langkan Gandawyuha 72
Jumlah 1460

Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna
sebagai berikut :

7
Karmawibhangga

Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0 sudut


tenggara)

candi Borobudur. Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief
yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan
hukum karma. Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran
mengenai karma, yakni sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief
tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura
menggambarkan suatu cerita yang mempunyai hubungan sebab akibat. Relief
tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia
disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik
manusia dan pahala. Secara keseluruhan merupakan penggambaran
kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak
pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri
untuk menuju kesempurnaan. Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan
dapat dilihat oleh pengujung. Foto lengkap relief Karmawibhangga dapat
disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara

Lalitawistara

Pangeran Siddhartha Gautama mencukur rambutnya dan menjadi


pertapaMerupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-
relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari
turunnya Sang Buddha dari surga Tushita, dan berakhir dengan wejangan
pertama di Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga
pada sisi sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura
yang dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan
kesibukan, baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk
menyambut hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon
Buddha. Relief tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada
ini sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri

8
Maya dari Negeri Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang
berakhir dengan wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai
Pemutaran Roda Dharma, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga
berarti "hukum", sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.

Jataka dan Awadana

Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan


sebagai Pangeran Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan-
perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban dan suka menolong yang
membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga. Beberapa
kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah yang melibatkan tokoh
satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia. Sesungguhnya,
pengumpulan jasa atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam
usaha menuju ketingkat ke-Buddha-an.Sedangkan Awadana, pada dasarnya
hampir sama dengan Jataka akan tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa,
melainkan orang lain dan ceritanya dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang
berarti perbuatan mulia kedewaan, dan kitab Awadanasataka atau seratus
cerita Awadana. Pada relief candi Borobudur Jataka dan Awadana,
diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan yang sama
tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang
Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair
Aryasura yang hidup dalam abad ke-4 Masehi.

Gandawyuha

Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,adalah cerita


Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari
Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana.
Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha
Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya
berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.

Arca Buddha

Sebuah arca Buddha di dalam stupa berterawang

Selain wujud buddha dalam kosmologi buddhis yang terukir di dinding,

9
di Borobudur terdapat banyak arca buddha duduk bersila dalam posisi teratai
serta menampilkan mudra atau sikap tangan simbolis tertentu. Patung
[2]
buddha dengan tinggi 1,5 meter ini dipahat dari bahan batu andesit. Patung
buddha dalam relung-relung di tingkat Rupadhatu, diatur berdasarkan barisan
di sisi luar pagar langkan. Jumlahnya semakin berkurang pada sisi atasnya.
Barisan pagar langkan pertama terdiri dari 104 relung, baris kedua 104 relung,
baris ketiga 88 relung, baris keempat 72 relung, dan baris kelima 64 relung.
Jumlah total terdapat 432 arca Buddha di tingkat Rupadhatu.[1] Pada bagian
Arupadhatu (tiga pelataran melingkar), arca Buddha diletakkan di dalam stupa
-stupa berterawang (berlubang). Pada pelataran melingkar pertama terdapat
32 stupa, pelataran kedua 24 stupa, dan pelataran ketiga terdapat 16 stupa,
semuanya total 72 stupa.[1] Dari jumlah asli sebanyak 504 arca Buddha, lebih
dari 300 telah rusak (kebanyakan tanpa kepala) dan 43 hilang (sejak
penemuan monumen ini, kepala buddha sering dicuri sebagai barang koleksi,
kebanyakan oleh museum luar negeri).[60]Secara sepintas semua arca buddha
ini terlihat serupa, akan tetapi terdapat perbedaan halus diantaranya, yaitu
pada mudra atau posisi sikap tangan. Terdapat lima golongan mudra: Utara,
Timur, Selatan, Barat, dan Tengah, kesemuanya berdasarkan lima arah utama
kompas menurut ajaran Mahayana. Keempat pagar langkan memiliki empat
mudra: Utara, Timur, Selatan, dan Barat, dimana masing-masing arca buddha
yang menghadap arah tersebut menampilkan mudra yang khas. Arca Buddha
pada pagar langkan kelima dan arca buddha di dalam 72 stupa berterawang
di pelataran atas menampilkan mudra: Tengah atau Pusat. Masing-masing
mudra melambangkan lima Dhyani Buddha; masing-masing dengan makna
simbolisnya tersendiri.[61]

C.Usaha Melestarikan

Candi Borobudur sebagai World Class Cultural Heritage perlu dijaga


kelestariannya.

10
Pihak pengelola terus berupaya menjaga kelestarian dengan selalu
menekankankan kebersihan di lingkungan Candi Borobudur. Hal ini dapat
dilihat dengan penyediaan fasilitas bak sampah disertai himbauan yang tak
kunjung henti dilakukan agar pengunjung senantiasa menjaga kebersihan
diatas monument candi.Setidaknya puluhan unit bak sampah ditempatkan di
beberapa titik diatas candi, sehingga memudahkan akses pengunjung untuk
membuang sampah. Petugas diatas monument candi juga siap siaga
menjaga, mengamankan sampah yang tak sengaja tercecer, dibuang kedalam
bak sampah. Selain itu, pihak pengelola juga terus memberikan peringatan
berupa larangan bagi pengunjung yang memanjat bahkan naik keatas stupa.
Hal ini untuk tetap menjaga konstruksi batu candi utamanya pasca bencana
erupsi Merapi setahun silam.

Sejak lantai 8, 9 & 10 Candi Borobudur dibuka kembali pada 22


September 2011 lalu, pengaturan jumlah pengunjung yang naik ke tiga lantai
teratas tersebut mulai dibatasi. Pengunjung dibatasi sejumlah 82 orang dalam
waktu maksimal 15 menit secara bergantian. Hal ini diberlakukan untuk
menjaga kelestarian Candi Borobudur terutama pasca bencana erupsi Merapi.
Hingga saat ini Candi Borobudur masih terus menerus melakukan kegiatan
recovery. Terkait berbagai hal yang disampaikan UNESCO, pengelola Taman
Wisata Candi Borobudur akan melakukan upaya-upaya filterisasi lebih ketat
lagi, terutama pengaturan bagi pengunjung yang membawa makanan ataupun
minuman dalam volume besar. Pengelola akan menyediakan jasa penitipan
barang di sekitar pos sarungisasi untuk menitipkan makanan/minuman
pengunjung dalam jumlah besar. Hal ini tak bermaksud mengekang dan
membatasi kebebasan berwisata pengunjung, tapi semata-mata sebagai
sebuah bentuk pelestarian & penghargaan terhadap Candi Borobudur sebagai
World Class Cultural Heritage dan upaya pelestariannya. “Harapan kami,
Candi Borobudur dapat tetap menyandang predikat Warisan Budaya Dunia,
sebuah amanah yang selayaknya kita jaga bersama”, kata Pujo Suwarno,
Kepala Unit Taman Wisata Candi Borobudur.

11
BAB III

PENUTUP

A.Simpulan

Candi Borobudur yang terletak di Yogyakarta jawa tengah memiliki


banyak candi yang berbeda-beda bentuk bangunannya.

Dan sekarang candi tersebut sudah diketahui banyak orang dari mulai
bangsa Indonesia sendiri sampai luar negeri.wisatawan pun sudah banyak
yang berkunjung langsung ke candi Borobudur.

B.Saran

Dengan diajukannya makalah ini,kami menyadari bahwasannya


makalah ini masih banyak kekurangan dari itu semua kami sangat senang
apabila ada yang memberikan saran.

12

Anda mungkin juga menyukai