Anda di halaman 1dari 14

MENGENAL MACAM-MACAM CANDI

DISUSUN OLEH :
1) Paulina Marsa
2) Nasywa Ghina
3) Irfan Wirdian

SMA NEGERI 1 NGABANG


TAHUN PEMBELAJARAN 2022/2023
Halaman judul…………………………………………………………………………………….

Kata pengantar……………………………………………………………………………………

Daftar isi……………………………………………………………………………………………..

Bab I……………………………………………………………………………………………………

Pendahuluan……………………………………………………………………………………….

1. Latar belakang………………………………………………………………………..

Bab II……………………………………………………………………………………………………

jaringan nusantara melalui perdagangan Pada masa Hindhu-Buddha….

1. Penguasaan perairan masa sriwijaya……………………………………….


2. Penguasaan perairan masa majapahit…………………………………….

Bab III………………………………………………………………………………………………

Akulturasi kebudayaan nusantara dan Hindu-budha………………………..

1. Seni bangunan…………………………………………………………………………

Bab IV………………………………………………………………………………………………

A. Candi…………………………………………………………………………………..

1.Candi bercorak hindu…………………………………………………………………….

1. Kompleks Candi Dieng………………………………………………………….


2. Kompleks Candi Prambanan…………………………………………………
3. Candi Ceto…………………………………………………………………………….
4. Candi Panataran……………………………………………………………………
5. Candi Sukuh………………………………………………………………………….
6. Candi kompleks Candi Gedong Songo……………………………………
7. Candi Jago……………………………………………………………………………..
8. Candi Sambisari……………………………………………………………………..

Bab V ………………………………………………………………………………………………..

Candi bercorak buddha………………………………………………………………………

1. Candi Muara Takus……………………………………………………………….


2. Candi Plaosan……………………………………………………………………….
3. Candi Borobudur………………………………………………………………….
4. Candi Mendut………………………………………………………………………
5. Candi Kalasan ………………………………………………………………………
6. Candi Banyunibo…………………………………………………………………..
7. Candi Pawon…………………………………………………………………………

Bangunan stupa………………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR

Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan


tentang pengaruh Hindu - Buddha di Nusantara di mulai
sekitar abad ke -5 M. Mudah-mudahan makalah yang
kami buat ini bisa menolong menaikkan pengetahuan
kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari kalau masih
banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini.Oleh
sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun
sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak. Guru
mata pelajaran Sejarah Indonesia. Kepada pihak yang
sudah menolong turut dan dalam penyelesaian makalah
ini. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan
banyak terima kasih.
Bab I
Pendahuluan

Latar Belakang

Candi adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang merujuk kepada


sebuah bangunan keagamaan tempat ibadah peninggalan purbakala yang
berasal dari peradaban Hindu-Buddha.[1] Bangunan ini digunakan
sebagai tempat ritual ibadah, pemujaan dewa-dewi, penghormatan leluhur
ataupun memuliakan Sang Buddha. Akan tetapi, istilah 'candi' tidak
hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja,
banyak situs-situs purbakala non-religius dari masa Hindu-Buddha
Indonesia klasik, baik sebagai istana (kraton), pemandian (petirtaan),
gapura, dan sebagainya, juga disebut dengan istilah candi
Bab II
JARINGAN NUSANTARA MELALUI PERDAGANGAN
PADA MASA HINDHU-BUDDHA
Aktivitas perdagangan dan pelayaran sudah ada sejak abad pertama
Masehi. Pada abad ke-2, Indonesia sudah menjalin hubungan dengan India
sehingga agama Hindu masuk dan berkembang. Sejak abad ke-5 Indonesia
sudah dilintasi jalur perdagangan laut antara India dan Tiongkok.
Selat Malaka merupakan jalur penting dalam pelayaran dan perdagangan
bagi pedagang yang melintasi bandar-bandar penting di sekitar Samudra Hindia
dan Teluk Persia. Selat itu merupakan jalan laut yang menghubungkan Arab dan
India di sebelah barat laut Nusantara dengan Tiongkok di sebelah timur laut
Nusantara. Jalur ini merupakan pintu gerbang pelayaran yang dikenal dengan
nama “jalur sutra”.
Selama masa Hindu-Buddha di samping kian terbukanya jalur niaga Selat
Malaka dengan perdagangan dunia internasional, jaringan perdagangan dan
budaya antarbangsa dan penduduk di Kepulauan Indonesia juga berkembang
pesat terutama karena terhubung oleh jaringan Laut Jawa hingga Kepulauan
Maluku. Taraf hidup penduduk disekitar Selat Malaka meningkat karena proses
integrasi perdagangan dunia melewati jalur Selat Malaka. Masyarakat sekitar
Selat Malaka bahkan terbuka terhadap kebudayaan luar yang berasal dari India
dan Tiongkok.
1.PENGUASAAN PERAIRAN MASA SRIWIJAYA
Sriwijaya merupakan kerajaan yang berdiri sekitar abad ke-7. Kerajaan
tersebut terus mengalami perkembangan. Perkembangan Kerajaan Sriwijaya
tidak hanya di dalam negeri saja, tapi juga perluasan wilayah hingga ke
berbagai negara. Bahkan Kerajaan Sriwijaya mampu menguasai selat-selat
strategis dan menjadi penguasa jalur perdagangan internasional.
Di dunia perdagangan, Sriwijaya menjadi pengendali jalur perdagangan
antara India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas Selat Malaka dan
Selat Sunda. Orang Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas,
seperti kapur barus, kayu gaharu, cengkih, pala, kapulaga, gading, emas, dan
timah.
Kejayaan bahari Sriwijaya terekam di relief Candi Borobudur, yaitu
menggambarkan kapal kayu bercadik ganda dan bertiang layar yang melayari
lautan Nusantara sekitar abad ke-8 Masehi. Fungsi cadik ini adalah untuk
menyeimbangkan dan menstabilkan perahu. Cadik tunggal dan cadik ganda
adalah ciri khas perahu bangsa Austronesia.
1.PENGUASAAN PERAIRAN MASA MAJAPAHIT
Sebagai penerus Kerajaan Singasari, Majapahit mewarisi cita-cita raja
Kertanagara, yaitu cakrawala mandala atau perluasan wilayah ke seluruh
Dwipantara.
Catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok menyebutkan bahwa
komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung
kakaktua, sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra,
barang keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran
perak, timah putih, timah hitam, dan tembaga.
a. Faktor pertama, yaitu lembah Sungai Brantas dan Bengawan Solo di
dataran rendah Jawa Timur utara yang sangat cocok untuk pertanian padi. Pada
masa jayanya, Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi yang
sebagian dengan dukungan pemerintah.
b. Faktor kedua, pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa
berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas
rempah-rempah dari Maluku. Dari perdagangan ini, Majapahit juga
mendapatkan pajak.
BAB III
AKULTURASI KEBUDAYAAN NUSANTARA DAN HINDU-
BUDDHA
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul saat suatu kelompok
manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu
kebudayaan asing.
Datangnya Hindu-Buddha di Indonesia, mengakibatkan terjadinya proses
percepatan akulturasi antara kebudayaan Hindu-Buddha dengan kebudayaaan
setempat. Kebudayaan yang masuk tidak mudah diterima oleh masyarakat
Indonesia.
1. Seni Bangunan
Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya merupakan
bentuk akulturasi antara unsur-unsur budaya Hindu-Buddha dengan unsur
budaya Indonesia. Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan dewa atau
Buddha, serta bagian-bagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India.
Bentuk candi di Indonesia pada hakikatnya berbentuk punden berundak yang
merupakan unsur kebudayaan Indonesia.
BAB IV
CANDI
Candi adalah bangunan kuno yang dibuat dari batu (sebagai tempat
pemujaan, penyimpanan abu jenazah raja-raja, pendeta-pendeta Hindu dan
Buddha pada zaman dulu). Istilah candi berasal dari salah satu nama untuk
Dewi Durgha (dewi maut) yaitu candika. Di mana ada kaitannya dengan fungsi
candi sebagai tempat untuk memuliakan raja yang telah meninggal.
Unsur asli kebudayaan Nusantara dalam seni bangunan ini adalah bentuknya
punden berundak pada agama Hindu, candi berfungsi sebagai makam.
Sementara bagi agama Buddha, candi memiliki tempat untuk pemujaan.
1. CANDI BERCORAK HINDU
Candi memiliki arsitektur yang berbeda-beda namun ada struktur utama
yang selalu ada pada candi. Candi Hindu memiliki kubah yang disebut dengan
shikhara yang melambangkan kepala dewa. Candi memiliki ruang bernama
garbhagriha sebagai tempat suci yang hanya bisa dimasuki pendeta karena berisi
berhala dewa. Candi juga memiliki aula sebagai ruang pemujaan dan tempat
berlangsungnya ritual. Candi Hindu merupakan tempat terakhir untuk
memuliakan raja yang telah meninggal.
a) Bhurloka, yaitu kaki candi yang mewakili dunia manusia. Kaki candi
berbentuk persegi (bujur sangkar). Di tengah-tengah kaki candi inilah ditanam
pripih
b) Bhuwarloka, yaitu badan candi yang mewakili dunia untuk yang
disucikan. Tubuh candi terdiri atas sebuah bilik yang berisi arca perwujudan.
Dinding luar sisi bilik diberi relung (ceruk) yang berisi arca. Dinding relung sisi
selatan berisi arca Guru, relung utara berisi arca Durga, dan relung belakang
berisi arca Ganesha. Relung-relung untuk candi yang besar biasanya diubah.
c) Swarloka, yaitu atap candi yang mewakili dunia dewa-dewa. Atap candi
terdiri atas tiga tingkat. Bagian atasnya lebih kecil dan pada puncaknya terdapat
lingga atau stupa.
MACAM-MACAM CANDI BERCORAK HINDU SEBAGAI BERIKUT:
1) Kompleks Candi Dieng
Candi Dieng berdiri di dataran tinggi Dieng, Wonosobo, dibangun oleh
Wangsa Sanjaya dari Mataram pada abad ke-8 hingga ke-9 M. Candicandi yang
ada di kompleks ini bercorak Hindu dan merupakan tempat ziarah raja-raja
Mataram. Nama-nama candi yang terdapat di kompleks ini semuanya diambil
dari dunia pewayangan, seperti Puntadewa, Bima, Arjuna, Gatotkaca, Semar,
Sumbadra, dan Srikandi.
2) Kompleks Candi Prambanan (Candi Roro Jonggrang)
Di sekitar Candi Prambanan ini banyak terdapat candi-candi kecil dan
tiga candi induk. Kompleks candi ini didirikan atas perintah Rakai Pikatan dan
selesai semasa pemerintahan Raja Daksa dari Mataram. Candi Prambanan
merupakan candi Hindu karena nama candi-candinya memakai nama dewa-
dewa Hindu. Kompleks candi ini didirikan di kaki Gunung Merapi.
3) Candi Ceto
Candi Ceto merupakan candi bercorak agama Hindu yang diduga kuat
dibangun pada masamasa akhir era Majapahit (abad ke-15 Masehi). Lokasi
candi berada di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 1496 meter di atas
permukaan laut, dan secara administratif berada di Dusun Ceto, Desa Gumeng,
Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Kompleks candi digunakan oleh
penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama Hindu sebagai tempat
pemujaan. Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut
kepercayaan asli Jawalkejawen.
4) Candi Panataran
Kompleks Candi Panataran terletak 11 km dari Blitar, tepatnya di Desa
Panataran, Kecamatan Nglegok. Kompleks ini didirikan sejak pemerintahan
Kediri, lalu banyak mengalami renovasi semasa pemerintahan Majapahit.
Bangunan utama (Candi Panataran) selesai semasa pemerintahan Hayam
Wuruk. Kompleks ini semula dikelilingi tembok dengan gerbang masuk di sisi
barat namun kini tinggal sisasisanya, antara lain dua buah arca Dwarapala, yaitu
arca raksasa penjaga pintu candi.
5) Candi Sukuh
Candi Sukuh merupakan candi Hindu pada zaman Majapahit yang
berlokasi di Jawa Tengah. Candi ini terletak di Dusun Sukuh, Desa Berjo,
Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
Lokasi Candi Sukuh terletak di lereng kaki Gunung Lawu pada ketinggian
kurang lebih 1.186 meter di atas permukaan laut. Konon, candi ini didirikan
pada abad ke 15 Masehi semasa dengan pemerintahan Suhita, Ratu' Majapahit
yang memerintah pada tahun 1429-1446. Bentuk Candi Sukuh ini terkenal
sangat unik karena berbeda dengan candi Hindu pada umumnya. Bentuk candi
ini adalah trapesium dan mirip dengan candi peninggalan suku Maya.
6) Kompleks Candi Gedong Songo
Kompleks Candi Gedong Songo terletak di lereng Gunung Ungaran,
Ambarawa, didirikan pada abad ke-7 sampai ke-8 M oleh Sanjaya sebagai
penghormatan terhadap Dewa Trimurti umat Hindu, khususnya Siwa. Candi-
candi di kompleks ini berjumlah sembilan (songo dalam bahasa Jawa).
Bangunan ini termasuk candi tertua yang ada di Jawa.
7) Candi Jago
Candi Jago (Negarakertagama menyebutnya Candi Jajaghu) merupakan
candi Siwa-Buddha (agama percampuran), disebut juga Candi Tumpang karena
terletak di Desa Tumpang, sebelah timur Malang. Candi ini dibangun oleh Raja
Kertanegara dari Singasari sebagai penghormatan terhadap Wisnuwardhana,
ayahnya. Arsitekturnya bersusun tiga (berundak) dengan tubuh candi terletak di
bagian belakang kaki candi.
8) Candi Sambisari
Candi Sambisari merupakan candi Hindu (Siwa) yang berada di
Purwomartani, Kalasan, Sleman, D.I. Yogyakarta. Posisinya kira-kira 12 km di
sebelah timur kota Yogyakarta ke arah kota Solo atau kira-kira 4 km sebelah
barat kompleks Candi Prambanan. Candi ini diperkirakan dibangun pada dekade
awal abad ke-9 pada masa pemerintahan raja Rakai Garung yang berkuasa di
Kerajaan Mataram Kuno dari Wangsa Syailendra. Perkiraan ini didasarkan pada
gaya tulisan lempengan emas yang terbaca "om shiva shtana” yang ditemukan
pada tahun 1977 di kompleks candi ini, serta informasi dari Prasasti Wanua
Tengah III yang menyebutkan bahwa Rakai Garung memerintah Medang pada
awal abad ke-9.
BAB V
CANDI BERCORAK BUDDHA
Candi-candi Buddha di Indonesia terlihat berbeda dengan candi Hindu,
hal ini ditandai dengan banyaknya arca Buddha dengan kelengkapan sederhana
serta bangunan stupa dengan patung Buddha di dalamnya. Candi Buddha juga
memuat relief seperti pada dinding Candi Borobudur yang mengisahkan
kehidupan Sang Buddha dan ajarannya. Jika dilihat dari fungsinya, maka candi
Buddha berfungsi sebagai sarana ritual atau memuliakan Buddha, menyimpan
relikui Budhis ataupun biksu terkemuka atau keluarga kerajaan penganut
Buddha (seperti abu jenazah), atau sebagai tempat ziarah bagi para
penganutnya.
Dalam sistem bangunan candi Buddha dikenal adanya enam sikap mudra
sebagai berikut.
a) Sikap tangan memutar roda dharma (dharmacakramudra).
b) Sikap tangan memanggil bumi sebagai saksi saat Buddha digoda oleh setan
yang bernama Mara di bawah pohon boddhi (bumi parsamudra).
c) Sikap tangan menenteramkan (abhayamudra).
d) Sikap tangan bersemadi (dhyanamudra).
e) Sikap tangan memberi anugerah (waramudra).
f) Sikap tangan sewaktu memberi wejangan (witarkamudra).
Adapun tingkatan dalam bangunan candi bercorak Buddha di Indonesia terdiri
atas berikut ini.
a) Kamadhatu atau Buana Hasrat, ketika manusia dikuasai oleh nafsu dan
karenanya terikat kepada hukum karma. Jumlah panil 160 buah dan denahnya
bujur sangkar.
b) Rupadhatu atau Buana Rupa, di mana manusia telah bebas dari nafsu tetapi
masih terikat kepada nama dan rupa. Semua dindingnya penuh dengan relief
cerita dan relief hias. Denahnya bujur sangkar.
c) Arupadhatu atau Buana tanpa Rupa, ketika manusia telah sempurna dan
memasuki alam tiada. Tidak ada ukiran ataupun hiasan. Denahnya berupa
lingkaran.
MACAM-MACAM CANDI BERCORAK BUDDHA SEBAGAI BERIKUT:
1) Candi Muara Takus
Kompleks Candi Muara Takus didirikan semasa Sriwijaya, terletak di antara
Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri, Riau, Jambi, Sumatra. Di kompleks
Candi Muara Takus ada beberapa candi seperti Candi Tua, Candi Bungsu, dan
Candi Mahligai. Kompleks percandian (stupa) lainnya adalah Kompleks Candi
Padang Lawas yang terletak di Sumatra Utara dan bercorak Siwaisme dan
Budhisme. Di daerah Tapanuli terdapat kompleks Candi Gunung Tua yang
bercorak Buddha.
2) Candi Plaosan
Candi Plaosan terletak di Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan,
Kabupaten Klaten, kira-kira 1,5 km ke arah timur dari Candi Sewu. Candi ini
merupakan sebuah kompleks bangunan kuno yang terbagi menjadi dua, yaitu
kompleks Candi Plaosan Lor (lor dalam bahasa Jawa berarti utara) dan
kompleks Candi Plaosan Kidul (kidul dalam bahasa Jawa berarti selatan).Candi
Plaosan yang merupakan candi Buddha yang diperkirakan dibangun pada masa
pemerintahan Rakai Pikatan dari Kerajaan Mataram Hindu, yaitu pada awal
abad ke-9 M. Salah satu pakar yang mendukung pendapat itu adalah De
Casparis yang berpegang pada isi Prasasti Cri Kahulunan (842 M). Dalam
prasasti tersebut dinyatakan bahwa Candi Plaosan Lor dibangun oleh Ratu Sri
Kahulunan, dengan dukungan suaminya. Menurut De Casparis, Sri Kahulunan
adalah gelar Pramodhawardani, putri Raja Samarattungga dari Wangsa
Syailendra. Sang Putri, yang memeluk agama Buddha, menikah dengan Rakai
Pikatan dari Wangsa Sanjaya, yang memeluk agama Hindu.
3)Candi Borobudur
Candi Borobudur terletak di Desa Budur, Magelang, Jawa Tengah.
Borobudur berasal dari kata "bara" dan "budur". Kata "bara" berasal dari kata
"wihara" atau "biara" dari bahasa Sanskerta yang berarti kuil atau asrama,
sedangkan kata "budur” diperkirakan berasal dari kata "beduhur" artinya di atas.
Jadi, Borobudur dapat diartikan sebagai biara yang berada di atas bukit.Candi
Borobudur bercorak Buddha dan didirikan Candi Borobudur oleh Dinasti
Syailendra pada zaman Mataram Kuno. Bentuk candi Borobudur yang berupa
punden berundak menggambarkan adanya akulturasi budaya India dengan
budaya asli Indonesia dari zaman Megalitikum. Berdasarkan ajaran Buddha
Mahayana, Candi Borobudur merupakan Dasya bodhisatwa bhumi, artinya
tempat mencapai keBuddhaan melalui sepuluh tingkat bodhisatwa. Borobudur
bersusun tiga tingkat, yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu dengan
relief sepanjang 4km dan Arca Buddha berjumlah lebih dari 500 buah. Pada
seluruh dinding Borobudur, terdapat sebelas seri relief yang memuat
kuranglebih dari 1.460 buah adegan. Relief-relief tersebut memuat berbagai
kisah; cerita Buddha, surga dan neraka, dan kisah-kisah dari kitab yang terkenal
seperti cerita Karmawibhangga. Namun, sebagian relief lain masih belum dapat
diartikan ceritanya. Di atas puncak Borobudur ini terdapat sebuah stupa yang
paling besar. Di setiap stupa terdapat Arca Buddha dalam berbagai posisi.
4) Candi Mendut
Candi Mendut terletak 2 km arah selatan dari Candi Borobudur, juga
merupakan candi Buddha dan didirikan raja Mataram pertama dari Dinasti
Syailendra, Raja Indra. Dengan demikian, usianya lebih tua dari Borobudur. Di
dalam candi terdapat tiga patung Sang Buddha. Masing-masing adalah patung
Buddha Cakyamurti yang duduk bersila dan bersikap sedang berkhotbah;
patung Awalokiteswara, yaitu Boddhisatwa penolong Candi Mendut manusia;
dan patung Maitreya, yaitu Boddhisatwa pembebas manusia di alam akhirat.
Awalokiteswara atau Avaloki-teshvara adalah patung Buddha dengan amithaba
di mahkotanya yang melambangkan dharma, sedangkan Padmapani atau
Vajrapani merupakan patung Buddha yang memegang bunga teratai merah di
tangannya sebagai lambang sangha. Pada dinding candi terdapat relief cerita
fabel (cerita dunia binatang).
5) Candi Kalasan
Candi Kalasan bercorak Mahayana, mempunyai tinggi 6 meter dengan
stupa berjumlah 52 buah. Candi ini didirikan pada 778 M atas perintah Rakai
Panangkaran sebagai persembahan kepada Dewi Tara.
6) Candi Banyunibo
Candi Banyunibo merupakan salah satu candi yang bercorak agama
Buddha yang letaknya tidak jauh dari Candi Ratu Boko dan Candi ljo. Candi ini
dibangun pada abad ke 9 pada zaman Kerajaan Mataran Kuno. Di bagian atas
candi terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha. Nama
Banyunibo yang berarti air jatuh dan menetes. Candi Banyunibo ini merupakan
candi yang mempunyai banyak hiasan/ornamen. Candi Banyunibo Hampir pada
setiap bagian candi terdapat berbagai hiasan dan relief, walaupun terdapat
beberapa hiasan candi yang sama. Hiasan tersebut terdiri atas beberapa bidang.
Ada dua relief yang ada di Candi Banyunibo merujuk pada keberadaan Dewi
Hariti, yang merupakan dewi kesuburan dalam agama Budha dan Vaisravana
yang merupakan suami Dewi Hariti. Ada juga yang menganggap bahwa Dewi
Hariti merupakan dewi ibu dan dewi kekayaan.
7) Candi Pawon
Candi Pawon berada di antara Borobudur dan Mendut yang juga bercorak
Buddha. Candi Pawon diperkirakan berasal dari masa yang sama dengan
Borobudur-Mendut. Bahan dasar candi ini adalah batu andesit. Tubuh candi
dihiasi ukiran pohon kalpataru yang dipahat dengan sangat halus.

BANGUNAN STUPA
A. Stupa
Bangunan stupa pada masa India Kuno digunakan sebagai makam atau
tempat penyimpanan abu kalangan bangsawan/tokoh tertentu. Stupa memiliki
tiga bagian dari bangunannya. Ketiga bagian yang dimaksud sebagai berikut.
1) Andah,melambangkan dunia bawah tempat manusia yang masih dikuasai
hawa nafsu.
2) Yanthra merupakan suatu benda untuk memusatkan pikiran saat bermeditasi.
3) Cakra, melambangkan nirwana tempat para dewa.

Anda mungkin juga menyukai