Anda di halaman 1dari 13

KEBUDAYAAN MELAYU NUSANTARA

SULISTARI
02204122

INSTITUT SENI INDONESIA PADANG PANJANG


FAKULTAS SENI DAN PERTUNJUKAN
PROGRAM STUDI SENI TARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunianya kepada
kita semua sehingga kita masih diberikan kesempatan untuk terus menimba ilmu.
Shalawat dan salam kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari alam kebodohan kepada alam yang berilmu pengetahuan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen yang telah membimbing saya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas dengan tepat pada waktu.
Tugas ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kebudayaan Melayu
Nusantara, semoga tugas ini dapat menjadi bahan baacaan yang menambah ilmu bagi
para pembaca dan bermanfaat bagi khalayak umum. Saya sebagai penulis piper
mohon maaf karena piper ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga saya
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca demi
penyusunan piper ini, agar lebih baik lagi kedepannya.
BAB I

A. LATAR BELAKANG

Masuknya pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia meliputi berbagai


bidang, terutama bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial, dan bidang
kebudayaan. Pengaruh bidang politik terutama tampak timbulnya golongan
baru dalam masyarakat Indonesia yaitu kaum pedagang dengan hasil bumi
yang khas Indonesia. Pengaruh bidang sosial sangat menonjol yaitu
perbedaan masyarakat menjadi empat golongan (catur varna) yaitu brahmana,
ksatriya, vaisya, dan sudra.
Dalam bidang kebudayaan, masuknya pengaruh Hindu-Budha banyak
memberikan perkembangan terhadap kebudayaan Indonesia. Hal ini dapat
dilihat dari bertambah kayanya kebudayaan Indonesia, seperti dalam hal seni
bangunan atau arsitektur, seni patung, seni ukir, dan seni sastra atau tulisan.
Bidang ini dapat diamati melalui benda-benda arkeologi.
Benda-benda peninggalan pengaruh Hindu-Budha yang memberi
petunjuk pengaruh di bidang politik yaitu ditemukannya prasasti-prasasti,
seperti prasasti Yupa, Pasir Kolengkak, Tugu, Kota Kapur, Kedukan Bukit,
Tuk Mas, Dinaya, Canggal, dan lain-lain. Prasasti-prasasti tersebut
menunjukan kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha, Tarumanegara,
Sriwijaya, Mataram Kuno, dan Majapahit. Prasasti ditulis dengan
menggunakan bahasa Sansekerta, Malayu Kuna, dengan menggunakan huruf.
Pallawa. Hal ini menunjukkan pengaruh India di bidang seni sastra/aksara.
Pengaruh Hindu-Budha di bidang seni bangunan atau arsitektur dapat
dilihat dari bangunan kuna yang berupa candi, baik yang bercorak Hindu
maupun Budha. Candi adalah bangunan kuna yang dibuat dari batu dan ada
pula yang dibuat dari batu bata, yang berfungsi sebagai tempat pemujaan,
tempat penyimpanan abu jenazah Raja-raja atau para pendeta Hindu-Budha
pada zaman dahulu, semasa Indonesia masih dibawah pengaruh Hindu-
Budha, kira-kira abad ke-4 Masehi sampai abad ke-15 Masehi. Candi Induk
adalah candi besar yang dikelilingi sejumlah candi kecil. Kebalikannya
adalah candi perwara, yaitu candi kecil yang mengelilingi candi induk.
Percandian berarti daerah tempat candi-candi.
Sumber yang lain memaparkan bahwa di kalangan masyarakat luas
khususnya di Pulau Jawa, bangunan peninggalan sejarah dan purbakala dari
zaman Hindu-Budha dinamakan candi. Perkataan candi berasal dari salah
satu nama untuk Durga sebagai Dewi Maut, yaitu Candika. Di luar Jawa,
yaitu Sumatra istilah candi dikenal pula. Di Lampung ada candi Jepara, di
gugusan Muara Takus ada Candi Bongsu. Di Kalimantan selatan dijumpai
pula istilah candi, yaitu candi Agung dekat Amuntai. Di Jawa Timur
masyarakat setempat dikenal istilah candi untuk menamai bangunan-
bangunan purbakala.
Seperti halnya di India, candi-candi di Indonesia berfungsi untuk
pemujaan Dewa atau manifestasinya. Di Jawa Timur fungsi candi di samping
sebagai tempat untuk memuja dewa, juga untuk memuja roh suci raja yang
sudah diyakini menyatu denga Istana dewata, yakni dewa pujaan bagi sang
raja. Yang dipendam dalam sumuran candi adalah pependeman atau
padagingan yang terbuat dari beberapa jenis logam dan sesaji tertentu atau
puspa sebagai media istana suci dewata, manifestasinya, atau rohnya.
Sebelum masuknya pengaruh seni bangunan candi ke Indonesia,
bangsa Indonesia telah mengenal tempat pemujaan kepada arwah leluhur atau
roh nenek moyang, bangunan tersebut dikenal dengan sebutan punden
berundak-undak yang mirip pula dengan bangunan candi. Melihat bentuknya,
candi terdiri dari tiga bagian yaitu kaki candi yang melambangkan Bhurloka
yaitu bumi, badan candi yang melambangkan Bhuvahloka yaitu langit, dan
atap candi melambangkan syarloka yaitu surga. (Arif dan Sukatno, 2010)
Sebuah bangunan candi utama atau induk biasanya dikelilingi oleh candi-
candi parivara atau pengiring.
Dalam sebuah bangunan candi terdapat ruang utama yang disebut
Dewagrha sebagai tempat arca atau patung dewa atau juga sebuah lingga
yaitu lambang dewa siwa sebagai penguasa jagat raya. Bentuk pengaruh India
yang dapat dilacak melalui arkeologi yang lain, yaitu seni patung dan seni
ukir. Seni patung pada zaman pengaruh India di Indonesia dibedakan dua
bagian, yaitu patung dewa-dewa agama Hindu dan lebih lazim menyebut
cungkup daripada candi, sedangkan di Sumatera Utara istilah yang layak
adalah Biaro. Di luar Indonesia, khususnya daratan Asia Tenggara seperti
Thailand, Kamboja, Laos, dan Vietnam sama sekali tidak dikenal istilah candi
untuk menamai bangunan-bangunan purbakala.
Seperti halnya di India, candi-candi di Indonesia berfungsi untuk
pemujaan Dewa atau manifestasinya. Di Jawa Timur fungsi candi di samping
sebagai tempat untuk memuja dewa, juga untuk memuja roh suci raja yang
sudah diyakini menyatu denga Istana dewata, yakni dewa pujaan bagi sang
raja. Yang dipendam dalam sumuran candi adalah pependeman atau
padagingan yang terbuat dari beberapa jenis logam dan sesaji tertentu atau
puspa sebagai media istana suci dewata, manifestasinya, atau rohnya.
Sebelum masuknya pengaruh seni bangunan candi ke Indonesia,
bangsa Indonesia telah mengenal tempat pemujaan kepada arwah leluhur atau
roh nenek moyang, bangunan tersebut dikenal dengan sebutan punden
berundak-undak yang mirip pula dengan bangunan candi. Melihat bentuknya,
candi terdiri dari tiga bagian yaitu kaki candi yang melambangkan Bhurloka
yaitu bumi, badan candi yang melambangkan Bhuvahloka yaitu langit, dan
atap candi melambangkan syarloka yaitu surga.
Sebuah bangunan candi utama atau induk biasanya dikelilingi oleh
candi-candi parivara atau pengiring. Dalam sebuah bangunan candi terdapat
ruang utama yang disebut Dewagrha sebagai tempat arca atau patung dewa
atau juga sebuah lingga yaitu lambang dewa siwa sebagai penguasa jagat
raya.
Hal ini juga terbukti dengan ditemukannya tinggalan benda-benda
dari masa klasik (Hindu-Budha) di Kabupaten Wonosobo sekitar abad VII-
IX, terutama di sekitar Kecamatan Kejajar (Desa Dieng), Kecamatan Kertek
(Desa Bojasari, Desa Bejiarum, Desa Reco, Kelurahan Wringinanom,
Kecamatan Wonosobo (Desa Wonolelo), Kecamatan Mojotengah
(Deroduwur) dan Kecamatan Selomerto (Desa Tumenggungan, Kelurahan
Selomerto). Beberapa tempat itu terbukti merupakan sumber penemuan situs
– situs peninggalan kebudayaan masa klasik (Hindu-Budha). Candi Dieng
merupakan kumpulan candi yang terletak di kaki Pegunungan Dieng,
Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Kawasan
Candi Dieng menempati dataran pada ketinggian 2000 m di atas permukaan
laut, memanjang arah utaraselatan sekitar 1900 m dengan lebar sepanjang 800
m. Benda-benda peninggalan masa klasik yang ada di daerah Wonosobo pada
umumnya berasal dari sekitar abad ke VII-IX masehi (Pemda Wonosobo
1994-1995).
Benda cagar budaya di antaranya berupa artefak seperti yoni, lingga,
arca, batu candi ditemukan di wilayah Kabupaten Wonosobo. Tidak hanya
peninggalan yang bernuansa Hindu tetapi di Kabupaten Wonosobo juga di
temukan peninggalan Kebudayaan Budha yang dibuktikan dengan
ditemukannya situs Candi Bogang di Selomerto.
BAB II
B. PEMBAHASAN

1. Pengaruh Budaya Hindu Buddha Terhadap Kebudayaan Melayu


Sebelum kedatangan agama Hindu dan Buddha dari India, adat
Melayu lama digunakan sebagai undang-undang untuk mengatur relasi
internal masyarakat Melayu. Dengan hidup di kawasan perkotaan pesisir,
masyarakat Melayu menjadi terbuka untuk mengakomodasi unsur budaya
dari luar, dan di kemudian hari, ketika budaya Melayu melebar di
kawasan yang lebih luas, budaya ini juga mudah beradaptasi dengan
lingkungan barunya. Agama Hindu dan Buddha serta bahasa Sanskerta
dari India adalah pengaruh dari luar yang ikut melahirkan budaya, bahasa,
dan kesusastraan Melayu kuno. Pada periode Hindu-Buddha ini orang
Melayu berkenalan dengan tulisan Pallawa, Kawi, dan tulisan India
lainnya. Tetapi, tulisan ini sukar dipahami sehingga tidak populer dan
tidak berkembang luas, kecuali hanya menghasilkan batu bertulis.
Penyebaran agama Hindu dan Buddha ke kawasan Melayu-Nusantara
membantu persebaran kata- kata Melayu yang pada kenyataannya berasal
dari bahasa Sanskerta di wilayah ini. Di antaranya yang masih dipakai
hingga sekarang adalah guru, dosa, syurga (surga), nuraka (neraka), siksa,
nirwana, harta, warna, dewa, dewi, dan seri.
Pengaruh Hindu-Buddha terhadap pengayaan kosakata bahasa dan
penambahan karya sastra Melayu mencapai puncak dengan berdirinya
Kerajaan Sriwijaya di Palembang dan Majapahit di Jawa. Pengaruh
institusi sosial- politik sangat tampak pada persebaran kosakata bahasa
dan yang lebih penting pada karya sastra Melayu berbentuk puisi (selain
pantun yang merupakan hak orisinal orang Melayu), seperti mantra,
seloka, dan gurindam. Cerita dan episode dalam kesenian wayang kulit di
Jawa dan Semenanjung Malaka, seperti Hikayat Sang Boma, Hikayat Sri
Rama, Hikayat Perang Pandawa Jaya, dapat dirunut pada dua epik besar
Hindu: Mahabharata dan Ramayana. Kitab agama Hindu, seperti Jataka
(Pancatantra) dan Katha- saritsagara, berpengaruh besar terhadap cerita
rakyat (folk tales) Melayu di Jawa. Meskipun watak dan prototipenya
telah diubah, cerita rakyat Hikayat Malim Dewa, Hikayat Terung Pipit,
Hikayat Indera Sakti, dan lain-lain adalah khas Hindu-Buddha dari India.
Seni tari berdasarkan cerita dan episode agama Hindu ini sampai kini
bertahan di Jawa, Bali, dan Kampuchea.
Meskipun agama Hindu-Buddha berjasa mengisi “ruang kosong”
dalam tradisi sosial, politik, ekonomi, arsitektur, bahasa, dan karya sastra
Melayu, sebagian pakar sejarah mengkritik bahwa sistem filsafat Hindu-
Buddha yang metafisik, pandangan hidup yang fatalistik, dan sistem
sosial yang feodal tidak saja menghambat perkembangan intelektualisme
Melayu, tetapi juga menekan prinsip tata nilai egaliter dan sistem
demokratis perkotaan pesisir Melayu. Islam, yang masuk ke Melayu
Nusantara melalui kontak dagang seperti halnya agama Hindu dan
Buddha, sejak abad ke-8 mengajarkan ideologi keagamaan yang egaliter
dan demokratis.
Melalui ideologi ini, Islam mengembalikan “budaya perkotaan
pesisir” Melayu yang selama ini hilang. Tidak berhenti sampai di situ,
agama Islam melakukan islamisasi pada kerajaan, dan kemudian
menopang institusi kerajaan berbasis “kota pesisir” di kawasan Melayu-
Nusantara, seperti Malaka, Terengganu, Pahang, Pattani, Pasai, Aceh,
Johor, Siak, Riau-Lingga, Palembang, Banten, Cirebon, Demak, Tuban,
Gresik, Banjar, Makassar, Ambon, dan Bima. Persebaran Islam pada
perkembangan selanjurnya dipercepat oleh datangnya para ulama dan
atau sufi, berdirinya institusi sosial politik kesultanan, persaingan antara
para sultan (Islam) dan raja setempat (non-Islam), dan pertentangan
terbuka dengan kolonialisme negara Eropa yang beragama Kristen.
Meskipun persebaran Islam di kawasan Melayu- Nusantara agak
elitis, yakni dari raja ke bawah, proses dakwah ini tidak menurunkan
kadar dan watak Islam yang egaliter dan demokratis. Naskah Melayu
lama, seperti Sejarah Melayu, Hikayat Raja-Raja Pasai (Hikayat as-
Salatm), Hikayat Merong Mahawangsa, dan Taman Raja-Raja (Taj as-
Salatln), merekam proses islamisasi itu. Islam berhasil mencairkan sistem
feodal Hindu-Buddha, karena Islam mengandung unsur rasionalisme dan
intelektualisme. Tokoh Melayu Islam, seperti Syamsuddin as-*Sumatrani
(w. 1630), *Nuruddin arRaniri (w. 1658), *Abdur Rauf Singkel (w.
1694), *Hamzah Fansuri (w. 1607), Abdus Samad al- *Palimbani (1704-
1788), Syekh Daud al-*Fatani, Muhammad Nafis al-*Banjari,
Muhammad Arsyad al-*Banjari (1710-1812), Syekh Yusuf al-Makassari
(1626-1699), Syekh Nawawi al-Bantani (1. 1813), dan *Raja Ali Haji
(1809- 1870), serta beberapa tokoh yang lahir belakangan memainkan
peran yang signifikan dalam mentransfer tradisi pemikiran keagamaan
Timur Tengah ke dunia Melayu dengan menerjemahkan karya al-
*Ghazali (filsuf; 1058- 1111), al-*Qusyairi (ahli tafsir), asySyafi‘i (ahli
hadis; 767- 820). Di tangan para tokoh itu, rasionalisme dan
intelektualisme Islam terartikulasikan dengan sempurna. Melalui usaha
kreatif merekalah nilai Islam dengan cepat menjadi warna dasar bagi
sastra, adat-istiadat, tatanan sosial, teori dan ide politik, pemikiran dan
praktik keagamaan, hukum Islam, dan kebudayaan Melayu. Di bidang
sastra, hikayat Melayu banyak diisi dengan “roh” Islam, misalnya Hikayat
Amir Hamzah, Hikayat Ali Hanafiyah, Hikayat Nur Muhammad, dan
Hikayat Bakhtiar.
Ketika Islam yang sebenarnya merupakan unsur luar identitas Melayu
telah menjadi ciri dasar, pengertian Melayu mengerucut pada pengertian
yang kompleks: geografi, agama, budaya, adatistidat, bahasa, dan sastra.
Dari segi geografis, Melayu adalah sebuah rumpun etnik yang terdiri dari
kelompok masyarakat yang dipertalikan agama, bahasa, dan sosial
budaya. Mereka mendiami kawasan yang terbentang mulai dari selatan
Thailand hingga ‘Malaysia sekarang, selanjutnya ke seluruh kawasan
Indonesia yang dulu dikenal dengan Melayu-Nusantara, sebagian ke
Filipina Selatan, termasuk Kepulauan Sulu-Mindanao dan ‘Brunei
Darussalam. Negara tertentu di Asia Tenggara adalah kawasan utama
rumpun Melayu. Di luar kawasan utama tersebut, penyebaran keturunan
rumpun Melayu-Indonesia hingga saat ini dapat ditemui di Madagascar,
Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Rumpun Melayu di Sri Lanka tetap
menjaga identitas mereka (agama Islam dan bahasa Melayu) meskipun
banyak juga kosakata mereka selama bertahuntahun dipengaruhi bahasa
Tamil dan Sinhala. Cape Town, Afrika Selatan adalah tempat utama
keturunan rumpun Melayu yang besar. Mereka termasuk penduduk Islam
terbesar di Afrika Selatan. Meskipun bahasa tutur Melayu sudah hampir
mati, mereka masih menggunakan banyak kosakata Melayu dalam
percakapan sehari-hari. Islam tetap menjadi identitas dasar mereka,
sehingga sebutan orang Islam merujuk pada keturunan Melayu. Adapun
keturunan Melayu di Madagascar kebanyakan berasal dari Pattani, yang
melarikan diri dari kekejaman pemerintah Siam.
Di ‘Arab Saudi keturunan Melayu Nusantara membangun koloni
tersendiri yang dikenal dengan ahl al-jawl. Seluruh penduduk Kepulauan
Coc'os (Kepulauan Keling) di Australia, sebuah kepulauan yang dulunya
milik pribadi keturunan Clunies Ross (bangsawan Inggris), juga
merupakan keturunan Melayu. Di Australia keturunan Melayu dapat
ditemui pula di Darwin, Melboume, dan Perth. Keturunan Melayu dalam
koloni kecil juga menetap di Belanda, negara Skandinavia, Inggris, dan
Amerika Serikat. Di Suriname tinggal koloni dalam jumlah yang agak
besar dari keturunan Melayu- Nusantara (Jawa).

CONTOHNYA
1. munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha juga memiliki pengaruh besar
pada bidang lainnya seperti kebudayaan, seni bangunan, dan sistem
pemerintahan yang hingga saat ini masih ada.
2. candi di India itu hanya untuk pemujaan saja, di Indonesia difungsikan juga
sebagai tempat persemayaman abu jenazah raja-raja.
3. ogoh-ogoh di Bali yang dibuat sebagai simbol kekuatan negatif.
4. Ngaben pada agama Hindu yang merupakan ritual pengembalian roh leluhur
dengan proses pembakaran jenazah.
5. cerita pertunjukan wayang yang menceritakan tentang kisah Ramayana dan
Mahabarata yang keduanya berasal dari India.
6. percampuran kepercayaan orang Indonesia yang waktu itu masih percaya
pada pemujaan roh nenek moyang (animisme) dengan agama Hindu-Buddha
itu sendiri.

2. Pengaruh Budaya Islam Terhadap Kebudayaan Melayu


Bidang Politik
Pengaruh islam terhadap masyarakat Indonesia di bidang politik nampak dalam
pergantian gelar raja menjadi sultan, pemimpinnya disebut Khalifah, dalam sistem
kesultanan nilai-nilai islam menjadi dasar dalam pengendalian kekuasaan.
Contohnya:
1. Sistem pemerintahan masih berbentuk kerajaan tetapi namanya berubah menjadi
Kesultanan.
2 .Raja berganti gelar Menjadi Sultan
3. Para Pemimpinnya di sebut Khalifah
4. Agama Islam dalam waktu yang relatif cepat, ternyata agama Islam dapat diterima
dengan baik oleh sebagian besar lapisan masyarakat Indonesia, mulai dari rakyat
jelata hingga raja-raja.
5. runtuhnya kerajaan hindu buddha dan berdirinya kerajaan yang bercorak islam
dengan rajanya yang bergelar sultan dan dimakamkan secara islam.

Bidang Sosial
Masuknya Islam ke Indonesia maka sistem kasta yang ada di masyarakat
menjadi pudar dan hilang tidak diterapkan lagi. Dengan demikian, pengaruh Islam
terhadap masyarakat Indonesia di bidang sosial yaitu sistem kasta yang ada di
masyarakat menjadi pudar dan hilang tidak diterapkan lagi.
Contohnya:
1. Golongan raja dan keluarga. Mereka ini adalah golongan penguasa. Umumnya,
para penguasa Islam ini menggunakan gelar sultan. Gelar sultan sendiri dipakai
untuk pertama kali di Indonesia oleh Sultan Malik As-Saleh.
2. Golongan elit, yaitu kelompok lapisan atas. Mereka ini terdiri atas golongan
tentara, ulama dan para saudagar. Dalam golongan ini, kaum ulama merupakan
kelompok yang menempati peran yang sangat penting. Di antara mereka terdapat
orang-orang yang dianggap wali yang menjadi penasehat para sultan.
3. Golongan orang kebanyakan. Mereka ini merupakan lapisan masyarakat yang
terbesar. Golongan ini dalam masyarakat Jawa disebut wong cilik. Mereka terdiri
atas para pedagang, petani, tukang, nelayan serta pejabat rendahan.
4. Golongan budak. Mereka ini umumnya berkerja di lingkungan istana maupun
bangsawan. Umumnya mereka berkerja di lingkungan ini karena mereka tidak
mampu mebayar hutang dan tawanan perang. Dalam system birokrasi pemerintahan
Islam, seorang pemimpin Negara juga merangkap sebagai pemimpin agama.

Bidang Agama
Banyak yang memeluk agama islam, pengaruh budaya, Adat Istiadat dan
seni. Kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya islam dapat berupa ucapan
salam, acara tahlilan, syukuran, yasinan, dan lain-lain. Dalam hal kesenian,banyak
yang di jumpai seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, berzanji, dan shalawat.

Bidang Kebudayaan
Salah satu pengaruh kebudayaan Islam di bidang kebudayaan yaitu nampak pada
akulturasi antara adat istiadat dengan budaya Islam. Tradisi dan kebudayaan yang
berkembang antara lokal dengan budaya Islam di antaranya berupa upacara
selamatan kelahiran, perkawinan, kematian dan lain-lain
Contohnya:
1. Seni Bangunan
Mesjid merupakan tempat ibdah bagi orang-orang yang beragama islam.
Makam adalah lokasi dikebumikannya jasad seseorang pasca meninggal
dunia.
2. Aksara dan Seni Sastra
Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita sejarah ataupun dongeng, yang
ditulis dalam bentuk karangan atau prosa.
3. Kesenian
Saudati merupakan tarian dari Aceh yang dibawakan oleh delapan orang
dengan melantunkan syair yang isinya sholawat Nabi.

3. Pengaruh Budaya Modern Terhadap Kebudayaan Melayu.


Modernisasi merupakan suatu transformasi total dari kehidupan bersama
yang tradisional atau pra modern dalam artian teknologis serta organisasi sosial
kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri negara-negara barat yang
stabil Modernisasi yang terjadi membawa dampak positif maupun negatif.

Pengaruh Positif

1. Berkembangnya IPTEK mempermudah masyarakat mencari berbagai


informasi.
2. merubah mindset dari masyarakat tradisional (irasional) menjadi masyarakat
modern (rasional).
3. Adanya perubahan nilai sikap.
4. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
5. Meningkatnya Efektivitas dan Efisiensi.
6. Memperkuat integrasi dalam masyarakat.
7. Meningkatkan kesadaran politik dan demokrasi
8. Dituntut berkorban demi kepentingan ekonomi bangsa.

Pengaruh Negatif

1. Kenakalan remaja didukung dengan semakin mudahnya mengakses situs


dengan bebas.
2. munculnya sikap individualistik yang membuat sebagian masyarakat lupa
akan kedudukan dirinya sebagai makhluk sosial
3. Lunturnya jati diri suatu bangsa karena dengan bangga masyarakat
mengangunggkan hal yang bersifat western (kebarat-baratan) dalam hal
kuliner.
4. Khususnya di Kepulauan Riau, Saat ini peranan budaya dan adat istiadat
tidak sekental dahulu, sehingga semakin lama semakin menipis dan melemah,
tidak dipungkiri peran pemerintah kurang mensosialisasinya.
5. Rusaknya kerakter anak bangsa
6. Dalam konteks tersebut di lihat akibat moderinisasi prilaku terhadap
kebudayaan kebudayaan di indonesia yang sekarang hanya dipegang lalu
dilestarikan dan diimani oleh kalangan orang tua saja dan generasi muda
hampir tidak ada upaya dalam melestarikan budaya tersebut dari hal yang
terkecil, salah satunya.

Gelombang modernisasi yang kian menerpa seakan sangat mudah


menenggelamkan orang-orang yang tidak siap dengan perkembangan zaman, mau
tak mau masyarakat harus mengikutinya. Dilihat dari segi geografis, salah satunya di
kota Tanjungpinang merupakan bagian dari wilayah berbudaya melayu. Dan masih
terasa sekali kentalnya nilai budaya melayu tempo dulu. Awalnya, masyarakat
melayu ialah masyarakat yang sangat menunjung tinggi nilai adat sopan santun
melekat di dalam diri setiap orang melayu. Secara historis tertuang dalam ‘Gurindam
12’ yang tiap pasalnya berisikan pepatah bijak, pesan moral, dan nasehat. Bukan
hanya karya tulis, Kepulauan Riau juga memiliki kekayaaan adat resam melayu yang
seringkali kita dengar ‘adat bersendikan syara, syara bersandikan kitabullah’.
Secara harfiah dapat diartikan bahwa adat melayu bersendikan hukum agama dan
hukum agama bersendikan kitab Allah, yaitu Al-quran. Maknanya norma-norma
sosial di dalam masyarakat dijadikan adat dan dijadikan sebagai pegangan hidup dan
mengaktualisasikan diberbagai aspek kehidupan.

Alangkah baiknya sebagai generasi muda melayu ikut andil dalam meneruskan nilai
kemelayuan, mencintai budaya sendiri serta ikut menerapkan nilai positif dalam
berbagai aspek kehidupan. Sebab, jika bukan kita yang menjaga, mempertahankan
akan membuat hilang diterpa derasnya modernisasi. Seperti yang dikatakan
Gubernur Kepri Nurdin Basirun yang baru-baru ini berpesan kepada generasi muda
Kepri agar tidak melupakan budaya dan sejarah negeri ini. Dan sayang sekali jika
nilai kearifan itu hilang membuat generasi seterusnya tidak akan mengenal budaya
sendiri.

Contohnya:

1. Sebanyak 726 dari 746 bahasa daerah di indonesia terancam punah karena
generasi muda enggan mengunakan bahasa tersebut. Bahkan kini hanya tersisa
13 bahasa daerah yang memiliki penutur di atas satu juta orang. Itupun sebagian
generasi tua.
2. Anak muda di kota ini berbondong-bondong mengunakan bahasa yang tren agar
mencari jati diri sebagai generasi milenial atau ‘kids jaman now’ sehingga dalam
melestarikan bahasa daerah tersebut hilang tergerusnya zaman.
3. Kurangnya kontrol sosial dengan lingkungan masyarakat terhadap lingkungan
sekitar. Yang konon masyarakat melayu itu menjunjung nilai keramah-tamahan,
peduli sekitar. Sekarang telah berubah menjadi individu yang apatis (tidak peduli
akan lingkungan sekitar). Sangat disayangkan degradasi moral mulai terjadi.
4. Prilaku orang melayu akibatnya banyak sudah unsur westernisasi yang masuk ke
dalam masyarakat yang menghantam generasi muda. Indikasi yang banyak
muncul salah satunya ialah fenomena pergaulan bebas.

Anda mungkin juga menyukai